Goodreads Indonesia discussion
Klub Buku GRI
>
Baca Bareng Buku Puisi: "Celana Pacarkecilku di Bawah Kibaran Sarung" by Joko Pinurbo
date
newest »

message 201:
by
Roos
(last edited May 21, 2010 06:52PM)
(new)
May 21, 2010 06:51PM

reply
|
flag

Memang tampak cantik ia
dengan celana merah menyala.
Senja berduyun-duyun
mengejar petang, mengejar malam.
Pada sebuah billboard masih juga ia bertahan
dengan airmata yang disembunyikan.
Di jalanan para demonstran pesta pora
mengibarkan kata mengibarkan celana.
“Ayo kita sergap dia!”
“Ayo tangkap saya!” ia menantang
sambil ia pamerkan pantatnya yang matang.
Mereka lalu mengepungnya
ingin meraih wajahnya, meraih sakitnya.
“Rebutlah aku!” ia merayu
dan mereka siap menyerbu.
Perempuan pengembara.
Aku telah lihat ia punya rahasia.
Aku telah lihat tailalat kecil di teteknya
tailalat besar di pantatnya.
Aku telah lihat luka yang dalam dan kekal
di sentral tubuhnya.
Memang tambah cantik
ia dengan anggur darah di tangannya.
Kota akan merana bila ia tak lagi di sana.
(2000)
*Andai ada perempuan di tengah para pendemo seperti itu, hahahaha....

Hahaha... Sudah kutebak (dan tak meleset) mengapa buku ini yang terpilih. :-)

Semalam sehektar ranjang.
Setahun sejengkal badan.
Kutempuh kau di hektar-hektar mimpi.
Di hektar-hektar sakit kau kujelajahi.
Tubuhmu jauh, menikung, curam.
Tubuhmu lebih luas dari ranjang.
(2000)
*) Aih, Jokpin yang seksi (dalam kata-kata). Betapa kamuflase puisi ini ketika dikau ingin mengungkapkan cinta padanya, Jokpin :P

Kugelar tubuhku di atas ranjang
seperti kugelar kain kafan yang telah dibersihkan.
Siapa yang tidur di atas kain putih ini semalam?
Kutemukan bercak-bercak darah: gambar wajah
yang kesakitan dan luka lambung yang belum disembuhkan.
Kulipat tubuhku di atas ranjang
seperti kulipat kain kafan yang kaujadikan selimut tadi malam.
(2000)

Tubuhmu kandang hewan
tempat seorang perempuan singgah
melahirkan anaknya yang malang.
Tubuhmu bukit tandus
tempat kausalibkan Kristus
dan kaubiarkan dia mengalahkan ajal
sendirian.
Tubuhmu gua batu
tempat jasadnya kau makamkan
dan kauwartakan:
"Di tubuhku, Tuhan bersemayam."
Kau lama tak tahu, tak juga paham
pada hari ketiga kuburnya sudah kosong
dan tubuhmu telah ia tinggalkan.
Kau kini sibuk mencari ia di luar badan.
(2000)

Perempuan itu telah berjanji bertemu senja di kuburan.
Ia terlambat datang. Senja baru saja pergi dan hanya
meninggalkan dedaunan kering dan kotoran burung di atas nisan.
Ia melamun saja, mencari-cari wajah senja di cakrawala.
“Senja telah menyerahkanmu ke pelukanku,” tiba-tiba malam
menepuk punggungnya dan hendak menciumnya.
Perempuan itu menjerit dan serta merta ditepisnya tangan malam
yang hendak merebut wajahnya. Ia bergegas pulang dan malam
menguntitnya terus dengan gerimisnya yang cerewet dan nakal.
Pagi mendapatkan tubuhnya yang telanjang di ranjang.
“Malam telah kubunuh di kuburan. Kau milikku sekarang.”
Tapi perempuan itu masih nyenyak tidurnya:
mungkin ia sedang bermimpi dicium senja di makam
(2000)

Kucing hitam yang ia pelihara dengan kasih sayang
kini sudah besar dan buas.
Tiap malam dihisapnya darah lelaki perkasa itu
seperti mangsa yang pelan-pelan harus dihabiskan.
“Jangan anggap lagi aku si manis yang mudah terbuai
oleh belaianmu, hai lelaki malang.
Sekarang akulah yang berkuasa di ranjang.”
Lelaki perkasa itu sudah renta dan sakit-sakitan.
Tubuhnya makin hari makin kurus, sementara kucing hitam
yang bertahun-tahun disayangnya makin gemuk saja
dan sekarang sudah sebesar singa dan ngeongnya
sungguh sangat mengerikan.
Si tua yang penyabar itu lama-lama geram juga.
Tiap malam si hitam gemuk mengobrak-abrik ranjangnya
dan melukai tidurnya.
“Sebaiknya kita duel saja,” si kurus menantang.
“Boleh,” jawab si gemuk hitam. “Nanti
tulang-belulangmu kulahap sekalian.”
“Ayo kita tempur!”
“Ayo kita hancur!
“Jahanam besar kau!”
“Jerangkong hidup kau!”
Parah. Tubuh lelaki itu telah berwarna merah,
wajahnya bersimbah darah. Gemetaran ia berdiri
dan diangkatnya kedua tangannya tinggi-tinggi.
“Hore, aku menang!” teriaknya lantang, lalu disepaknya
bangkai kucing maut itu berulang-ulang. “Jahanam besar kau!”
(2000)

Sajak- sajak 2001-2002
Hal. 157 - Antar Aku ke Kamar Mandi
Tengah malam ia tiba-tiba terjaga, kemudian membangunkan
Seseorang yang sedang mendengkur di sampingnya.
Antar aku ke kamar mandi.
Ia takut sendirian ke kamar mandi
sebab jalan menuju kamar mandi sangat gelap dan sunyi.
Jangan-jangan tubuhku nanti tak utuh lagi.
Maka Kuantar kau ziarah ke kamar mandi
dengan tubuh tercantik yang masih kaumiliki.
Kau menunggu di luar saja. Ada yang harus kuselesaikan sendiri.
Kamar mandi gelap gulita. Kauraba-raba peta tubuhmu
dan kaudengar suara: Mengapa tak juga kautemukan Aku?
Menjelang pagi ia keluar dari kamar mandi
dan Seseorang yang tadi mengantarnya sudah tak ada lagi.
Dengan wajah berseri-seri ia pulang ke ranjang;
ia dapatkan Seseorang sedang mendengkur nyaring sekali.
Jangan-jangan dengkurMu yang bikin aku takut ke kamar mandi.
(2001)
*) Jokpin luar biasa, dia bisa mendengar dengkuran Tuhan :-))

Di tengah perjalanan antara kamar tidur dan kamar mandi
kami bertemu setelah sekian lama saling menunggu.
Ia pulang dari mandi, aku sedang berangkat menuju mandi.
Langkahnya mendadak terhenti, pandangnya ragu
dan aku tertegun antara gugup dan rindu.
“Hai, apa kabar?” kami sama-sama menyeru.
Kami bertubrukan, berpelukan di bawah cahaya temaram.
Ketika itu tengah malam. Rumah seperti kuburan.
Lolong anjing bersahutan. Jam dinding menggigil ketakutan.
“Jangan ke kamar mandi. Di sana tubuhmu akan dikuliti.
Ikutlah aku pulang ke kamar tidur. Sakitmu akan kuhabisi.”
“Tapi kamar tidur sudah hancur. Di sana kau akan dimusnahkan.
Mari ikut aku pesiar ke kamar mandi. Sakitmu akan kuhabiskan.”
Kami bersitegang seperti seteru ingin saling mengalahkan.
“Bangsat kau. Sekian lama aku menunggu di kamar tidur,
kau enak-enak bertapa di kamar mandi.”
“Keparat kau. Sekian lama aku menanti di kamar mandi,
kau enak-enak mengeram di kamar mimpi.”
“Bagaimana kalau kita gelut di kamar tidur?”
“Ah, lebih seru berkelahi di kamar mandi.”
Di tengah perjalanan antara kamar tidur dan kamar mandi
kami tak tahu siapa akan mampus lebih dulu.
(2001)

Ketika saya akan masuk ke kamar mandi, dari balik pintu
tiba-tiba muncul perempuan cantik bergaun putih
menodongkan pisau ke leher saya.
“Pilih cinta atau nyawa?” ia mengancam.
“Beri saya kesempatan mandi dulu, Perempuan,”
saya menghiba, “supaya saya bersih dari dosa.
Setelah itu, perkosalah saya.”
Selesai saya mandi, perempuan itu menghilang
entah ke mana. Saya pun pulang dengan perasaan waswas:
jangan-jangan ia akan menghadang saya di jalan.
Apa dosa saya? Saya tidak pernah menyakiti perempuan
kecuali saat saya dilahirkan.
Ketika saya akan masuk ke kamar tidur, dari balik pintu
tiba-tiba muncul perempuan gundul bergaun putih
menodongkan pisau ke leher saya.
“Pilih perkosa atau nyawa?” ia mengancam.
Saya panik, saya jawab sembarangan: “Saya pilih ATAU!”
Ia mengakak. “Kau pintar,” katanya. Kemudian
ia mencium leher saya dan berkata: “Tidurlah tenang
dukacintaku. Aku akan kembali ke dalam mimpi-mimpimu.”
(2001)

saya menghiba, “supaya saya bersih dari dosa.
Setelah itu, perkosalah saya.”
waaahh emang bagusnya sblm diperkosa itu mandi dulu, biar wangi dan yg memperkosa semangat.. hahahaha