Goodreads Indonesia discussion
note: This topic has been closed to new comments.
Klub Buku GRI
>
Baca Buku Puisi Bareng Februari--Perasaan-Perasaan yang Menyusun Sendiri Petualangannya

Perasaan-Perasaan Yang Menyusun Sendiri Petualangnya adalah buku kumpulan puisi pertama Gunawan Maryanto. Buku-buku lain yang telah terbit adalah Waktu Batu (sastra lakon, ditulis bersama Andri Nur Latif dan Ugoran Prasad, Indonesia Tera 2004), Bon Suwung (kumpulan cerpen, Insist Press 2005, Longlist Khatulistiwa Award 2005) dan Galigi (kumpulan cerpen, Penerbit Koekoesan 2007, Longlist Khatulistiwa Award 2007)

Rumah Baru (hal.1)
:aranku sunya
pada dinding rumah yang akan segera ditinggalkan anak itu menggambar rumah
lengkap dengan perabot, taman, got
dan jalan kecil di belakang
--jalan rahasia menuju sesuatu yang hanya miliknya
anak itu juga menggambarkan hantu
dengan wajah bapak dan ibu
lengkap dengan kemenyan dan kembang setaman
lalu anak itu tidur
wajah menempel pada dinding
yang akan pergi ketika bangun
memindahkan dingin batu-batu
ke dalam tubuhnya hingga jadi warna biru
--serupa rumahnya yang baru
Jogjakarta,2005

*hiyaaaaaaaaa...sambil nodong bantuin ngetik*
Tebelnya tuh buku bisa untuk satu tahun tuh, Pra.

membujur jalan setapak, tanpa pohon, tanpa pagar
kesedihan segera meluap dari tubuhnya seperti es krim,
meleleh di tangan bocah
: kental dan setengah dingin
menyentuhnya membuatmu menepi sebentar
dari kenyataan yang jauh menyedihkan
kenangan, sebutlah demikian,
kini menyusur jalan setapak itu
tanpa pohon, tanpa pagar
tanpa aku dan kamu lagi
Jogjakarta, 2008

1
Kau mengupas apel mengkal di belakang
aku menyimpan sore di depan
: melepaskan siang
memeriksa kotak surat
dengan mata terpejam
menunggu keajaiban datang
2
layar monitor telah padam,
lelah menungguku, menunggumu
sudah terlalu malam
asbak berjamur
juga sisa lipstikmu di bibirku
waktu telah melipat percakapan kita
memasukkannya dalam kotak
dan menghilangkan kuncinya
malam kehilangan mata
selimut kehilangan tubuh
Jogjakarta, 2008

:dina oktaviani
kita masing-masing melukai kalendar itu dengan pinsil
tak dalam tapi jelas menandai
dengan ganjil
di mana kita mesti bertemu dan saling melukai
lalu kita akan bertukar cincin (dengan angin)
kini kita bertanya kabar dengan datar--seperti tak bertanya
dan memastikan bahwa segalanya baik-baik saja
tak ada lagi sapu tangan di rumah ini
karena tak ada lagi tangis yang akan pecah
percayalah
kita sudah sedemikian terlatih menahan pedih
sedemikian hingga tak siap dengan segala kejutan
dan selalu canggung dengan perayaan-perayaan
tapi kita akan selalu bertemu
setidaknya beberapa kali lagi
sebelum kalender itu habis terbakar
Jogjakarta,2008

dalam gelap, aku membacamu
sepenuhnya--kolam ikan di belakang rumah
dan beranda yang kosong--sepenuh-penuhnya
tak ada apa-apa selain kita
:tak ada cinta tak ada air mata
bisa jadi pernah ada diantara kita
prasangka serupa cinta, suara kanak-kanak
kini tidak
kita telah melintasinya
mereka telah melintasi kita
tak ada beda: mereka telah tak ada
cinta jadi sia-sia
kanak-kanak kembali dewasa
hanya kolam ikan
dan beranda yang kosong
demikianlah kita; semoga
Jogjakarta, 2008

Rumah Kosong (Hal.6)
apa yang membasahi tubuhmu, apa yang mengepungmu, hantu-
hantu dari masa lalu?
tak ada apa-apa di rumah ini. semuanya sudah pergi. keset
karet di ruang depan itu tak menjelaskan apa-apa. ia telah lama
kehilangan kaki. dan tangga besi digudang belakang. siapa lagi
yang menaiki kini?
juga garpu yang menancap dalam di dinding dapur itu
(begitu dalam, hampir-hampir tak kelihatan, cuma setitik
hitam)
sesuatu memang pernah terjadi, sesuatu yang mengemudikan kita
dengan cepat hingga tersesat sampat disini, sesuatu yang mungkin
akan kita bicarakan lagi nanti--dengan ringan dan penuh senyuman
Jogjakarta,2008
wow, gmana tuh ya perasaan si 'dina oktaviani' dikasih puisi sebagus itu? ("26 Agustus")


kan sayang kalo baca duluan sedangkan bukunya masih dalam perjalanan. ga mau spoiler... (orang yang ribet, tinggal ga usah baca thread ini aja toh?)
Lho ana, tiap bulan kita memang mengumbar puisi di sini untuk dibaca rame2


biar pipisnya bisa puitis ... sebaiknya pipisnya jangan sambil jongkok ... :-)
@ Ronny (#12):
biasa aja tuh ... eh aku bukan Dina ya ... hehe ... sorry suka lupa sama nama. siang tomo, malam tami, hehehe...

Aku selalu lupa: tubuhmu bukan batu
Kau layar yang membuat angin tak pernah kesepian
Kau layar yang melulu percaya pada angin
Aku selalu lupa:
ada yang tak pernah berhenti beredar dalam tubuhmu
Sesekali ia membuatmu terkapar.
Juga memintaku berhenti sekian kali
Di luar: anak-anak angin yang lahir dari perseteruan kita
Menunggumu membuka pintu
atau berlayarlah dengan seluruh sakitmu
Jogjakarta, 2004

: vh
Kudengar hujan bergetar dalam mulutmu
Gigilnya memanggil-manggil perahu kertas yang pernah kaulepas
Menawarkan pemandangan di tepi sungai dan bunga-bunga lantana
Lalu anak itu lahir dengan rambut tebal terbuat dari air
Pandai menangis layaknya gerimis di La Grange
Jogjakarta, 2002

Sebuah Pertunjukan Tentang Hutan (Hal.9)
aku ingin mengajakmu
menjahit daun-daun di bajumu
mengisi waktu. sedikit mengulang masa lalu
lalu terbang. tak pernah pulang
cuma segelas kopi, halaman-halaman buku
beberapa pesan pendek tentang pohon
serpihan koran yang berjatuhan di halaman depan
lalu apa? paling-paling sedikit nostalgia
rama di hutan dandaka
kijang kencana dan rasa kangen yang biasa
Jogjakarta,2006

lelaki itu datang lagi, tampak lebih tua
selebihnya sama
:rambut setengah panjang, dada telanjang
blue jeans, kulit gelap, dan rajah di punggung
--sesedih apa hari yang abadi
sejauh apa ia membawanya pergi
musim hujan ini--yang datang makin tak tentu
ia datang lagi, melintas dengan cara sama
menyeberang pekarangan
dan seperti musim-musim sebelumnya
aku melihatnya dari jendela--dengan cara sama
Jogjakarta, 2005

sendiri di sebuah rumah
sebuah pot bunga satu sudut beranda
tak ada suami atau anak yang ditunggu
tak ada yang dulu pernah ada
: seekor anjing dan seorang bocah
berkelahi mati, pergi, atau sembunyi
hanya perempuan yang menyiram pot bunganya setiap sore
dari seberang
:hujan keluar dari tubuhnya sepanjang tahun
Jogjakarta,2005

1 perjalanan adalah 1 kopor bagimu
salah satunya berisi pagi yang dipenuhi alaram kehilangan
dan seorang perempuan menanam kesedihan diluar pagar
Jogjakarta,2008
mungkin maksud ana boleh ikut nulis bareng di sini bantuin roos dan tomo kali yah? :D
boleeeeeeeeeeeeeeeeeeee *sotoy* hihi
boleeeeeeeeeeeeeeeeeeee *sotoy* hihi

eh lagi asyik membaca satu per satu..(sambil sok mengerti gitu), malah jd cekikikan sendiri baca msg #23 nya mas Tomo..ha..ha.. ;D
masih ada lanjutannya temans?...

Kisah di Kebun Belakang (Hal.13)
sudah dua puluh tahunan
sesuatu itu berbiak dan beranak-pinak di kebun belakang
:wajah pucat bocah di gerumbul pohon pisang
mulutnya terbuka, tubuhnya mengejan
hanya suara hujan yang keluar
bocah itu hilang
tinggal sandal karet sepasang
di gerumbul pohon pisang
bocah itu hilang
ini rahasia pintu belakang
perempuan berambut daun pisang memeluknya erat
matanya abadi di mataku
Jogjakarta,2005

Aku masih berada di belakang rumah nenek
melewatkan sore dan film-film kartun
melewatkan jalan kecil yang kautunjuk pada sebuah peta
--kita bisa sembunyi disana sampai benar-benar dewasa
Sore itu kau lebih cantik dengan rambut basah
dan sekeranjang jagung di punggung
dengan kosakata yang terbatas tapi keras
Getas
Nenek mengusap bilur-bilur di sekujur kaki tanganku
mulutnya tak henti mencecap kupingku
--cari tempat sembunyi yang aman dari belukar dan ular
Jogjakarta,2003

jarak hanya bisa membuatmu melihat
jangan harap bisa terlihat
kebahagiaan-kesedihan berlangsung di kejauhan
--tak lagi mendebarkan
di tempat ini kau tak perlu jam tangan
hanya ingatan, sedikit ingatan
Jogjakarta,2005

apa yang mereka lakukan diruang ini
benda-benda tak bergerak dari tempatnya
kata-kata berhenti di satu masa
sudahlah, kita bangsat, sama-sama tak selamat
terimalah kedatanganku
sebagaimana kau menerima kepergianku
cinta bikin kita tua dan lekas lupa
hanya berdebar sebentar di lebaran
dan mengulangnya lagi tahun depan
Jogjakarta,2006

Apakah ia bisa mencintaimu sebagaimana aku mencintaimu? Atau
aku keliru? Mungkin ia mencintaimu lebih daripada aku. Jika
demikian, selamat jalan.
Tumpukan batu yang selalu memanggilku, kenapa kalian belum
meninggalkanku? Tapi kalian tetap saja bertahan disitu,
menungguku, sejak berabad yang lalu. Hari ini kupenuhi
panggilan kalian, bukan karena aku mencintai kalian. Tapi hanya
kalian yang memanggilku. Satu-satunya panggilan. Hari ini dan
hari depan. Rakai Kayuwangi, kau tentu tak mengenalku. Tapi
arca asumu yang hilang itu mirip benar dengan aku. Jadi kau
pernah melihatku, disalah satu mimpi burukmu. Jika tidak, kenali
aku, lelaki yang datang seribu tahun setelah kematianmu. Seribu
tahun setelah gunung itu menghancurkan seluruh rumahmu.
Mengubur dalam-dalam--dan tak mungkin kau temukan.
Aku datang, Sayang. Setelah seluruh hal, seluruh ihwal, majal.
Cinta gagal. Jangan bawa minyak kayu putih. atau kulitmu serasa
mendidih.
Kau tinggal di sumur. Kering. Tak dalam.
Candi Asu,2006

Aku membelah sawah. Sedikit berlari. Sedikit sakit. Sekali jatuh ke parit. Lalu kamu. Melulu kamu. Di kedalaman. Menyelam dan diam. Kamu ingat aku? Kamu merasakan kehadiranku? Aku sesuatu? Tak ada yang hadir, mengalir di sungai Tlingsing. Salingsingan pernah menunjukmu, tak tegas, tapi pernah, di suatu waktu. Ada dharma bagi Gana. Harapan pernah diucapkan. Sekali. Tak teringkari. Kini orang datang mohon gambar pohon. Jika rindang mereka senang. Jika gundul mereka masygul. Teringat Ibu yang sedang kecewa. Jika senang mereka datang. Jika susah maka tak usah.
Hmm. Hmm. Hmm. Hanya ada jamur dalam sumurmu. Andesit sakit berupa hijau tua. Tak menunjuk apa-apa.
Candi Pendem, 2006

Tlingsing menolak diseberangi. Memaksaku memutar. Mencari jalan lingkar. Di Tlatar, bocah-bocah SD menghadang di setiap tikungan. Tertawa. Menunjukkan gigi-gigi tak rapi. Membuka seribu jalan menuju kesedihan. Apa bisa kemenemukanmu? Hujan menghapus jejakmu, baumu, tangismu, semua yang bisa kukira kamu.
Apa kamu masih di tepi jurang itu? Menunggu? Sudah seribu tahun. Sudah.
Candi Lumbung, 2006

Sekarang dinikmati saja ya yang sudah ditulis. Katanya kan puitis, contoh, cuplikan dari "Jalan Kecil di Belakang Rumahmu":
kenangan, sebutlah demikian,
kini menyusur jalan setapak itu
tanpa pohon, tanpa pagar
tanpa aku dan kamu lagi
hmm ckckck.... :-)

Perempuan Berambut Jerami (Hal.20)
kaubuka bebat rambutmu
kaubiarkan mereka
dieja siapa saja
hingga buta dan tak ada
buat apa menduga jika terbaca
buat apa mencari jika tak ada lagi
hanya bocah akan menimbang-nimbang
memainkan air tenang
sementara di balik selembar daun
menunggu, kemamang
(yang tempo hari berkali mengajakku bunuh diri)
aku hanya pingin menari sekarang ini
sendirian tanpa perlu merasa kesepian
Jogjakarta,2007

Btw kemarin cak gieb keren beet bacain pusinya
Tujuh Djempol deh (yang tiga pinjem jempol naga)
Aku dulu waktu sd sering juga loh bacain puisi
Mau dong diajari lagi wokwokwokwok...

memang tak perlu nama
jika kita yakin siapa berdiam disana
katakanlah hanya kita. berdua
diluar itu adalah cerita
--tanpa tokoh atau alur yang kokoh
tapi apa yang bisa dipercaya, diperdaya
aku capek membuatnya tak ada
sebab ia ada, dengan atau tanpa nama
maka biar kububuhkan nama kecil
buat sesekali (memanggil) jika dingin membuat gigil
Jogjakarta,2007

cuma sekali melihat tapi ia berkobar hebat dalam kepalaku
membakar seluruh ingatan tentang jalan dan pohonan
berikut cerita-cerita dahsyat yang tinggal di sekitarnya
apa yang disisakan cuma beberapa patah kata
kutukan perempuan berambut api itu terus berlanjut
simpan baik-baik ceritamu. jangan sampai terbakar
atau kau hanya berpegang pada beberapa patah kata
rapuh dan sulit menyentuh
Jogjakarta,2007

:rks
1
Sekali lagi aku jatuh cinta pada ranting keringmu
Pada keras dan getasmu
Pada padang pasir yang kau bebat dengan kain
--di tempat terbuka
Masa lalu seperti pemijit buta
mencengkeram bahu
bau tubuhmu yang tak bersalin kembali dibawa angin
Mengganggu dengan kenyataan lain
: malam, kaki gunung, api unggun, gitar dan lagu-lagu
Oalah, sepatah cinta tanpa sepatu, dulu
Pemijit buta terus bekerja
Meraba-raba yang luka dan tak luka
Lalu semua pori-pori terbuka
Datang angin dari depan dari belakang
Datang cinta yang dulu yang sekarang
Aku jatuh cinta sekeras penolakan atasnya
Pada ranting dan padang pasirmu
Pada keras dan rapuhmu
Pada angin yang menghadirkan bau tubuhmu
Ini hanya perkara lama
yang tak pernah selesai
2
Di Lhok Nga yang panas
dua butir telur
bersisihan dan kedinginan
:berkeras tak menetas
Gulungan ombak lemah
lelah mengulang kehilangan
lemas mengalungkan cemas
:tak ada yang bisa dipercaya. Percayalah
Sekalipun cinta sekalipun rumah
Tapi lihatlah
dua butir telur membenam dalam pasir
menanam kenyamanan yang hampir berakhir
hingga cinta--siapa bisa mematah sayapnya--lahir
Bahkan sisa-sisa rumah di sepanjang pantai ini
sama sekali tak mendebarkan bagi
:cangkang yang kadung lobang
Cinta tak pernah punya mata
Maka jatuhlah di tempat sama
3
Kepala ini membenturkan dirinya
Sekali dan keras sekali
Pada pintu kamarmu
:kebodohan menyusun tubuhnya kembali
ada yang bangun dan tak bisa tidur lagi
Kau melintas tanpa suara
Melindas seluruh drama
Pertunjukan yang tak kuandaikan
Berlangsung di kejauhan
"Cepat, temuai aku di gudang itu
di mana dulu kau (pernah)
membuatku sekarat!"
4
Di dekatmu aku mencium harum bayi
Meruap dari pori-pori kulitmu
Kuputuskan menjauh
Kauputus menjauh
Supaya tak ada yang celaka
tak ada yang terluka
Dan seluruh peristiwa
baik-baik saja--sepertinya
Sampai suatu saat kita terpaksa merapat
Tragedi itu tercipta lagi dengan cepat
Aku meraba-raba kelelahan di tubuhmu
Kau mencabuti uban di rambutku
--bocah-bocah tua bermain api masa lalu
Harus berakhir sebelum seluruhnya lahir
5
Apa kabarmu, lama aku tak menyentuhmu
Bercak putih itu
apa masih bertahan di jempol tanganmu
Kita sama menua di ruang yang sama
Cepat lupa dan tak waspada
Tak awas lagi pada logika
Padahal ada yang belum usai dan bahaya
: Kesepianku mengancammu
Larilah, jangan tidur di pangkuanku
Apa kabarmu, lama aku tak memelukmu
Racun putih itu
apa masih melekat di ujung bibirmu
6
kini ponselku sepi
tak ada sms yang menggetarkan lagi:)
Banda Aceh--Jogjakarta, 2006

main air juga menyenangkan. lama2 jadi lagu naif lagi neh. air dan api. halah. lanjuttt roooss. gue menyimak neh.
@salim, tau.. heheh

ingat, kita meminjam payung dari seseorang yang lewat,
lalu berlari ke puncak bukit menyaksikan danau itu dari ke-
jauhan. hujan di laut tawar jadi semacam lagu di kepalaku,
menjahit pertemuan-pertemuan lekat dan cepat berkarat.
dan suatu kali di sentani, danau di ujung yang lain, aku
berusaha keras mengingat wajahmu. tapi tak juga ketemu.
hanya cahaya-cahaya kecil di seberang seperti lilin yang
terapung dalam gersang. memang, setelah menikah, ada yang
jauh berubah.
Jogjakarta, 2008
This topic has been frozen by the moderator. No new comments can be posted.
Books mentioned in this topic
Bon Suwung: kumpulan cerpen (other topics)Galigi: Kumpulan Cerita Pendek (other topics)
waktu batu: naskah drama (other topics)
Jantung Lebah Ratu: Himpunan Puisi (other topics)
Berhubung buku Jantung Lebah Ratu sudah selesai baca barengnya. Berikut Buku Puisi yang akan kita baca bareng Bulan Februari yah. Yaitu Buku: Perasaan-Perasaan Yang Menyusun Sendiri Petualangannya Oleh Gunawan Maryanto.
Sekali lagi, Klub Buku akan dibantu Mas Tomo dalam mempostingnya, diusahakan satu atau dua puisi setiap hari.
Selamat Membaca dan Terima kasih.
Cheers,
Roos, Ninus dan Wirotomo