The Invisible Man in Classics Without All the Class

May 01, 2013 Anindyta rated it it was ok

Buku pertama oleh H.G. Wells yang saya baca. Judul The Invisible Man dengan cover yang menampilkan baju dan topi yang melayang sendiri sudah membuat saya yakin bahwa buku ini adalah tentang orang yang tidak kelihatan alias invisible. Sebagai sesepuh dari dunia science fiction, buku ini adalah salah satu buku yang terkenal dari karya-karya H.G. Wells. Makanya, saya jadi pengen mencicipi karyanya Bapak H.G. Wells ini.

The Invisible Man adalah seorang scientist albino bernama Griffin. Lahir sebagai Buku pertama oleh H.G. Wells yang saya baca. Judul The Invisible Man dengan cover yang menampilkan baju dan topi yang melayang sendiri sudah membuat saya yakin bahwa buku ini adalah tentang orang yang tidak kelihatan alias invisible. Sebagai sesepuh dari dunia science fiction, buku ini adalah salah satu buku yang terkenal dari karya-karya H.G. Wells. Makanya, saya jadi pengen mencicipi karyanya Bapak H.G. Wells ini.

The Invisible Man adalah seorang scientist albino bernama Griffin. Lahir sebagai albino, dia menjadi merasa dikucilkan oleh orang-orang sekitar dan malu karena kelainan pigmen yang dimilikinya itu. Saking malunya, Griffin mau melakukan apapun untuk membuat dirinya tidak terlihat. Mimpinya ini akhirnya terwujud ketika dia menemukan bahwa dia bisa membuat benda menjadi tidak terlihat. Awalnya dari gelas, bantal, karpet, kemudian kucing…semuanya bisa dibuatnya tidak terlihat. Akhirnya Griffin dengan ide gilanya dan rasa malunya, dia mengubah dirinya menjadi tidak terlihat juga.

Saya rasa hampir semua orang pernah kepingin untuk jadi Griffin. Pernah malu setengah mati dan rasanya pengen nggak keliatan, langsung puff! Hilang begitu saja. Ya kan ? Setidaknya sekali seumur hidup lah pernah terlintas di benak kalau pengen punya mantra invisible. Well, ya…buku ini menarik karena menggabungkan hal yang spiritual dan supernatural seperti ini dengan ilmu dan teknologi. Seperti Frankenstein, buku ini juga menawarkan aura-aura horor dibalik cerita sci-finya ketika dibaca. Bayangin aja ada orang tidak kelihatan yang sekarang ada di belakang kamu, diam-diam stalking kamu, dan diam-diam keliling-keliling di kamar kamu sekarang. Horror, indeed.

Kira-kira itulah salah satu ekspektasi saya ketika mulai membaca buku ini, buat merasakan horor dan eerienya suasana yang dibangun oleh H.G. Wells. Ya, beberapa bagian memang horor sih seperti awalnya ketika The Invisible Man mulai diperkenalkan di dalam buku dan menjadi pendatang baru di desa yang bernama Iping dengan wajah, badan, tangan, dan kaki ditutupi oleh perban seperti mumi. Atau…bagian kucing eksperiman Griffin yang sempat dibuatnya tidak kelihatan, hanya bagian matanya saja yang keliatan itu. Iya… mata kucing melayang-layang gitu aja, nggak ada badan, nggak ada tangan, nggak ada kaki. Cuma mata. Hidup lagi. Hiii.

Sayangnya, selain horor dan anehnya buku ini, saya tidak merasakan apa-apa. Mungkin karena terlalu kentaranya judul, cover, atau saking terkenalnya buku ini dan membuat ekspektasi saya melambung tinggi. Plot cerita buku ini terkesan datar dan…biasa bagi saya. Saya rasa pertanyaan besar disini adalah apa yang bakal kamu lakukan kalau kamu bisa tidak terlihat ? Dan Griffin a.k.a Invisible Man melakukan hal yang sangat-sangat-sangat predictable dan mainstream, being the mad scientist and running around naked to kill people, steal, blackmailing and so on. Masalahnya… itu adalah isi dari seluruh buku. Seluruh buku berisi tentang bagaimana Griffin lari-lari, melakukan kejahatan, dari gila menjadi tambah gila, lari lagi, melakukan kejahatan lagi, ngamuk lagi, lari lagi… Begitulah seterusnya. Siklus ini membuat saya bosan. Untunglah buku ini tipis dan tidak banyak halaman, karena kemungkinan saya akan frustasi dalam membaca sepak terjang si makhluk hantu ini sangat tinggi.

Hal lain yang membuat saya garuk-garuk kepala dan mau guling-guling seperti kucing yang cuma kelihatan matanya itu adalah cara penulisannya. TheInvisible Man ini diceritakan oleh H.G. Wells melalui sudut pandang orang ketiga yang tahu segalanya. Dengan sudut pandang orang ketiga ini, buku berpindah-pindah setting dan tokoh dengan cepat. Saking cepatnya membuat saya pusing. Rasanya, H.G. Wells terlalu sebentar untuk fokus kepada sesuatu, bagian per bagian buku sangat pendek dan membuat saya tidak bisa menikmati sama sekali settingnya, tidak bisa merasakan aura kengerian para penduduk Iping, dan yang paling penting saya tidak bisa mengenali karakter per karakter. Karakternya tidak digambarkan secara dalam dan tidak…hidup. Mereka hanya seperti tokoh-tokoh khayalan di dongeng entah mereka itu sifatnya bagaimana, berasal dari bagaimana, saya tidak tahu. Sayang banget kan, karena salah satu yang membuat buku hidup adalah karakternya dan settingnya. Dan buku ini kekurangan hal itu.

Walaupun begitu, buku ini lumayan menakjubkan. Untuk ukuran buku yang ditulis pada tahun 1897, ide ini sangat modern dan gila. Di buku ini terdapat bagian dimana Griffin menceritakan tentang penemuannya dari awal karena ketertarikannya dengan cahaya yang membuat mata kita bisa melihat benda. Dari cahaya dia bisa menemukan bahwa jumlah cahaya yang diserap dan dipantulkan akan mempengaruhi bayangan benda yang kita lihat, maka dari situlah dia memulai eksperimennya dari benda sederhana sampai dengan hal-hal kecil yang luar biasa seperti menghilangkan pigmen di sel darah merah dan lain-lain. Bagian inilah yang paling saya suka dan sedikit menghibur saya dari kecewa. Ide menghilangkan diri dan mencoba menjelaskan teori ini dari sudut pandang sains dan medis, H.G. Wells memang sangat memukau. He is indeed, the science fiction author. I just wish that this story didn’t really “invisible”, I need more visible characters, settings, emotions, so I can enjoy this.
At least, this book made me think that…great power made you think less and want more.

2 mata kucing melayang buat buku ini
...more

1 like · Like · see review

Aug 13, 2011 Kathy (ebookkat) rated it really liked it · review of another edition

Shelves: 2011-read, fiction

I read this book for a book club. "The Invisible Man" is about a scientist who turns himself invisible. The book was a short, fast-paced, page turner that I did not want to put down. I started and finished the book the same day. The classic book held up well to the test of time. I recommend this entertaining book. ...more

Like · see review