Minang Saisuak #174 - Darni Dt. Rangkayo Bungsu.

Darni Dt. Rangkayo Bungsu: Demang XII Koto Pariaman


984d9a7870f402f21fb21237a1859412_minang-saisuak-sgl-11-mei-2104-darni-dt-rarangkayo-bungsu-demang-xii-koto-pariaman



Setelah Belanda berhasil memenangi Perang Paderi (1837), mereka secara sistematis mulai melakukan penetrasi ke dalam kehidupan sosial politik masyarakat Minangkabau. Muncullah jabatan angku lareh, pangulu basurek, angku damang, angku jaksa, dan angku (ka)palo, yang semua itu diciptakan oleh Belanda dalam rangka menguasai masyarakat Minangkabau.



Studi-studi sejarah Minangkabau di zaman kolonial belum sepenuhnya berhasil mengungkapkan berbagai aspek seputar petinggi-petinggi pribumi yang berafiliasi dengan Belanda ini. Bagaimana gaya hidup keluarga mereka? Apa yang terjadi dengan mereka dan keluarganya setelah Belanda hengkang dari bumi Indonesia? Banyak pertanyaan lagi yang belum terjawab seputar kehidupan elit Minangkabau ini. Kesan sementara yang diperoleh adalah bahwa anak-kemenakan kelompok elit ini lebih sering dimasukkan ke sekolah sekuler (sekolah Belanda) ketimbang sekolah agama (surau).



Sebenarnya cukup banyak informasi mengenai kehidupan angku-angku lareh dan angku-angku damang ini. Akan tetapi data-data itu memang terserak di sana-sini, sehingga diperlukan peneliti yang tekun untuk menelusuri sumber-sumber arsip dan jurnal-jurnal/majalah-majalah lama.



Dalam rubrik ini sudah beberapa kali kami turunkan foto angku damang dan angku lareh. Kini kami turunkan satu lagi, yaitu P.t. Darni glr. Dt. Rangkajo Boengsoe’, begitu namanya tertulis dalam sumber rujukan kami. Datuak Rangkayo Bungsu (demikian nama pendeknya dalam ejaan sekarang) adalah Demang XII Koto Sungai Limau, Pariaman. Kariernya dalam jajaran BB Belanda dimulai sebagai Opziener di kantor bia di Pariaman tahun 1883. Tahun 1892 dia diangkat sebagai Tuangku Laras (Angku Lareh), yang kemudian diubah menjadi Kepala Distrik (districtshoofd), lalu berubah pula menjadi Demang wilayah XII Koto. Jabatan itu dipegangnya sampai 29 September 1923. Selama kurang dari setahun (Desember 1915 September 1916) dia ditempatkan di Lubuk Sikaping. Pada akhir 1923 beliau memohon pensiun.



Dalam gambar di atas tampak beberapa tanda jasa tersemat di dada Angku Damang kita ini. Itulah salah satu cara telaten Pemerintah Kolonial Belanda mengorganisir jajaran birokrasinya di tanah jajahan: para pejabat pribumi yang dianggap berjasa dianugerahi penghargaan berupa bintang jasa, tongkat berkepala emas atau perak, bahkan senjata api. Sayangnya ketelatenan dan kesolidan birokrasi Belanda itu tidak ditiru oleh Republik ini, sehingga kini bupati atau walikota saja berani membangkang kepada gubernur atau presiden.



Suryadi - Leiden, Belanda. (Sumber foto: Pandji Poestaka No. 40, Tahoen III, 29 Mei 1925, hlm.656) | Singgalang, Minggu, 11 Mei 2014

 •  0 comments  •  flag
Share on Twitter
Published on May 11, 2014 23:00
No comments have been added yet.


Suryadi's Blog

Suryadi
Suryadi isn't a Goodreads Author (yet), but they do have a blog, so here are some recent posts imported from their feed.
Follow Suryadi's blog with rss.