Embrace The Chord Part 17
PS : berhubung penerbit libur lebaran dari tanggal 5 sd 18 Agutus 2013 dan kantor mulai efektif tanggal 19 Agustus 2013 maka untuk pengiriman
Embrace The Chord dan Another 5%
akan dikirimkan dalam minggu ini ( periode minggu ke tiga tanggal 19 sd 26 Agustus 2013 )
Sedangkan Romeo's Lover mengalami mundur proses produksi diakibatkan libur lebaran selama 13 hari kerja tersebut sehingga proses pengirimannya diusahakan pada akhir bulan ini ( minggu ke empat)Mohon maaf sebesar-besarnya dan mohon permakluman, karena pada saat perhitungan sebelumnya aku lupa memperhitungkan bahwa ada hari raya lebaran dan ada libur lebaran T_T maafkan ya
Dan buat yang lama menunggu postingan aku mohon maaf sebesar-besarnya karena sempat menghilang beberapa lama dalam 2 minggu terakhir, bukan karena aku melupakan readers semuanya, tetapi lebih karena ada 'sesuatu' yang mengalihkan duniaku, membuatku harus fokus dan sampai tidak bisa melakukan hal yang lain, mohon maafkan ya, dan mohon doa semuanya semoga hal tersebut bisa menjadi ringan dan pada akhirnya berujung menyenangkan :)
Embrace The Chord Part 17
Pagi harinya, direktur akademi musik yang juga adalah papa Calvin datang bertamu, Jason menemuinya di ruang tamu keluarganya.
“Bagaimana kondisi tanganmu, Jason?” sang direktur rumah sakit, Mr. Segita, bertanya dengan hati-hati.
Jason menyandarkan tubuhnya dengan santai di sofa, tersenyum dengan ekspresi datar.“Aku pasti akan bisa bermain biola lagi.”
Mr. Segita menganggukkan kepalanya, “Aku percaya kau akan pulih seperti semula Jason, kau adalah pemain yang sangat berbakat dan tiada duanya di dunia ini. Lagipula, konser tunggal yang sedianya akan diadakan untuk menghormatimu akan berlangsung bulan depan. Kau tidak melupakannya kan?”
Terus terang Jason melupakannya. Dia terlalu sibuk dengan segala hal yang terjadi di sekitarnya hingga lupa bahwa bulan depan akan ada even penting baginya.
Konser itu sudah direncanakan sekian lama, hampir setahun yang lalu, sebuah konser besar di gedung orkestra terbesar dinegara ini, dengan menggandeng tiga orkestra terkenal untuk mendampingi Jason memainkan konser violin tunggalnya. List tamunya bahkan sudah penuh sampai mencapai daftar tunggu yang begitu lama, kebanyakan dipenuhi oleh orang-orang hebat di dunia musik, dalam dan luar negeri.
Konser tunggal dari Jason amat sangat ditunggu-tunggu, sebuah kesempatan langka untuk mendengarkan permainan jenius sang violinist yang mungkin tidak ada duanya di dunia ini.
Dan Jason melupakannya, dia mengerutkan keningnya. Konser itu menambah tekanan di dalam dirinya, itu berarti dia punya batas waktu untuk menyempurnakan kesembuhannya. Dia harus sembuh dengan sempurna untuk menghadapi konser tersebut.
“Aku pasti akan siap.” Jason tersenyum, menutupi perasaannya dan memasang wajah tenang.
Mr. Sagita menatap Jason dengan serius. “Jason, kau tidak boleh memaksakan diri, aku tahu bahwa luka di urat tangan bagi seorang pemain biola sangat krusial hingga kadang memerlukan waktu yang lama untuk pulih kembali. Kalau kau memang belum siap, aku bisa mengusahakan untuk memundurkan konser besar itu...”
“Aku siap.” Jason menjawab mantap. Dia tidak akan menyerah pada rasa sakitnya dan berlama-lama meratapi diri, konser tunggal yang akan dilakukan bulan depan akan menjadi pendorong yang sangat bagus bagi kesembuhannya. Lagipula Jason tidak ingin mengobarkan api pada gosip yang telah kian memanas. Di luar sana, spekulasi bertebaran di mana-mana, semua mempertanyakan kemampuan Jason bermain biola, kalau konser itu sampai diundur, semua orang pasti akan berkesimpulan bahwa Jason kehilangan kemampuannya bermain biola.
Lelaki itu tersenyum. Ini kesempatan bagus, dia akan menggunakan konser itu untuk menjawab semua pertanyaan yang bertebaran.
***
Rachel segera mengangkat teleponnya ketika melihat Calvin yang menelepon ponselnya.
‘Halo Calvin?”
‘Halo Rachel.” Suara Calvin tampak tenang dan lembut seperti biasa, “Apa kabarmu? Kenapa kau tidak memberi kabar?”
Rachel tersenyum, merasa bersalah. Biasanya dia memang selalu menelepon Calvin atau setidaknya mengirimkan pesan, tetapi kemarin dia terlalu disibukkan dengan penyesuaian dirinya tinggal di rumah Jason, pun dengan perasaannya yang terus menerus cemas akan kemampuan Jason bermain biola lagi, membuat dia hampir-hampir tidak memikirkan Calvin sama sekali.
“Maafkan aku Calvin, agak sibuk di sini. Tetapi aku sehat-sehat saja.” Gumam Rachel ceria.
Sejenak hening di luar sana, lalu Calvin bergumam,
“Kau kerasan ya di sana? Di rumah Jason?”
Rachel mengangkat bahunya, “Aku diperlakukan dengan baik di sini.” Seketika Rachel mengajukan pertanyaan, menyadari ada yang berbeda di balik suara Calvin, “Ada apa Calvin? Kau tampaknya banyak pikiran?”
Calvin menghela napas panjang, “Yah... aku.. entahlah Rachel. Ini tentang Anna, aku rasa hubungan jarak jauh ini tidak berhasil. Pada awal-awal kami begitu yakin kami bisa, berusaha menjaga komunikasi sebaik mungkin, tetapi kemudian semua terasa melahkan..... entahlah, lama kelamaan kami lelah untuk berkomunikasi, kadang-kadang bahkan seharian aku tidak mendengar kabar dari Anna.”
Rachel tercenung, menelaah perasaannya mendengar perkataan Calvin itu. Seharusnya, karena dia mencintai Calvin dia boleh merasa senang kalau mendengar ada gangguan dari hubungan Calvin dan Anna, itu berarti ada kesempatan baginya untuk memasuki hati Calvin. Tetapi entah kenapa Rachel tidak merasa senang, mungkin karena suara pedih Calvin, membuatnya ikut merasa sedih dan prihatin.
“Hubungan jarak jauh memang berat, meskipun aku sendiri belum pernah merasakannya.” Rachel menghela napas panjang, “Tetapi kalau kalian bisa menjalankannya dengan penuh tekad, kalian pasti bisa melakukannya.”
Rachel bisa membayangkan Calvin tersenyum miris di seberang sana, “Yah. Mungkin memang tekadku dan Anna masih kurang.” Gumamnya, ‘Bagaimana dengan kau sendiri, Rachel? Bagaimana hubunganmu dengan Jason?”
Calvin tentu saja masih mengira bahwa Rachel dan Jason adalah sepasang kekasih... tiba-tiba saja Rachel merasakan dorongan untuk mengatakan semuanya kepada Calvin, bahwa dia dan Jason hanyalah berpacaran pura-pura.
Kalimat itu sudah ada di ujung bibirnya, tetapi langsung membeku ketika mata Rachel menangkap kehadiran Jason di ambang pintu. Jason berdiri di sana, bersandar di ambang pintu dan menatap Rachel dengan pandangan memperingatkan.
Mau tak mau Rachel mengucapkan kebohongan lagi kepada Calvin. “Hubungan kami baik-baik saja.” Gumam Rachel, dipenuhi oleh rasa bersalah karena harus membohongi Calvin.
“Oh.” Calvin tampak kehabisan kata-kata, lelaki itu berkali-kali menghela napas sebelum berbicara. “Aku senang hubungan kalian baik-baik saja.” Gumamnya tenang, sedikit ragu, “Rachel, aku merindukanmu, aku ingin bercakap-cakap denganmu, seperti kita dulu, saling berbagi perasaan dan bercerita untuk menenangkan pikiran, kira-kira, bisakah kau menyempatkan diri keluar dari rumah Jason dan menemuiku? Mungkin kita bisa bertemu di cafe langganan kita.”
Rachel tersenyum lembut, ‘Tentu saja bisa Calvin.” Matanya melirik ke arah Jason yang masih mengamatinya dari ambang pintu, “Aku akan mengusahakan waktunya.”
“Oke. Terimakasih, Rachel.” Calvin lalu mengakhiri percakapannya.
Dan Rachel memasukkan ponselnya di saku bajunya, mengangkat alisnya sambil menatap Jason yang balas menatapnya penuh arti.
‘Kenapa?” gumamnya langsung kepada Jason.
Jason tersenyum, lalu melangkah memasuki ruangan, dan duduk di sofa tepat di depan Rachel.
“Dia mulai mengejarmu, ya?”
Rachel mengerutkan keningnya, “Calvin tidak mengejarku, dia sedang menceritakan permasalahannya dengan Anna.”
“Oh ya? Ada masalah apa?”
“Mereka menjalani hubungan jarak jauh.” Suara Rachel berubah prihatin, “Dan entah kenapa itu tidak berjalan dengan baik, Calvin merasa kalau dia dan Anna mulai kehilangan komunikasi.”
“Hmmm.” Jason merenung sejenak, lalu menatap Rachel dalam senyuman, “Apakah kau sadar Rachel? Bila seorang lelaki mulai membicarakan permasalahan hubungannya dengan kekasihnya, berarti lelaki itu sedang berusaha mengambil hatimu. Kau pernah dengar tidak, suami-suami yang mendekati selingkuhannya, mereka biasanya menarik perhatian perempuan lain itu dengan berkeluh kesah tentang kekurangan isterinya, tentang ketidakbahagiaannya dengan hubungan yang sedang dijalananinya, suami-suami itu akan bersikap sebagai korban, hingga memancing si perempuan yang diincarnya agar terdorong menjadi sang penyelamat.”
Rachel menatap Jason tidak setuju, “Calvin tidak sedang menarik perhatianku, dia benar-benar sedang bermasalah dengan Anna. Aku mengenal Calvin sudah sejak dulu kala dan kami memang terbiasa saling bertukar pikiran.
Jason menatap Rachel dengan ekspresi datar,
“Terserah pendapatmu Rachel. Aku hanya bisa memberimu satu saran, jangan bersikap terlalu mudah kalau kau memang ingin mendapatkan Calvin, semakin sulit kau didapatkan, semakin kuat seorang lelaki ingin mengejarmu.” Lelaki itu menatap Rachel dengan tajam, “Aku dengar dia mengajakmu bertemu, apakah kau akan melakukannya?”
Rachel mengangkat dagunya, “Kalau ya, apa hubungannya denganmu?”
“Kau kekasihku.” Dalam sedetik lelaki itu bergumam, menatap Rachel dengan kuat. Tetapi ketika melihat ekspersi terkejut Rachel, Jason berdehem, “Maksudku... kau adalah kekasihku di mata semua orang selama ini, jadi kalau kau melakukan pertemuan dengan lelaki lain, mungkin beberapa orang akan bertanya-tanya.”
Rachel mengamati Jason, merasa bingung karena pipi Jason sepertinya merona, entah kenapa,
“Tidak akan ada yang berpikir tidak-tidak kalau aku menemui Calvin, dia kan temanku sejak kecil.”
Jason menggelengkan kepalanya, memasang wajah tidak setuju, “Tidak Rachel, pokoknya, kalau kau hendak menemui Calvin, kau harus bersamaku.” Gumamnya keras kepala.
Rachel mengerutkan keningnya semakin dalam, menatap ekspresi wajah Jason yang keras kepala, bagaimana mungkin dia menemui Calvin dengan membawa Jason? Bukankah Calvin ingin menemuinya dengan tujuan untuk bertukar pikiran? Bagaimana mungkin itu bisa dilakukan kalau ada Jason di tengah-tengah mereka?
***
Ketika melangkah ke luar ruangan itu dan meninggalkan Rachel, Jason merasa ada yang bergolak di dalam dirinya.
Rasanya hampir seperti.... cemburu.
Membayangkan Rachel menemui Calvin dan mereka menghabiskan waktu berduaan, rasanya tidak menyenangkan bagi benak Jason. Dia tidak suka.
Dan kenapa dia tidak suka?
Seharusnya Jason tidak peduli dengan siapa Rachel menghabiskan waktu bersama, seharusnya Jason tidak peduli siapa lelaki yang dipuja Rachel. Seharusnya Jason tidak peduli.
Tetapi dia peduli.
Apakah jangan-jangan sandiwara ini sudah menjadi serius untuknya?
Tetapi bagaimana bisa? Bagaimana mungkin hatinya tercuri oleh seorang anak perempuan yang masih bisa dibilang remaja? Anak perempuan berumur delapan belas tahun, jauh di bawah usianya yang dua puluh enam tahun dan bisa dibilang lebih pantas sebagai adiknya?
Jason menghela napas panjang, merasa kesal dengan apa yang berkecamuk di pikirannya.
***
Konser itu tentu saja juga bisa digunakan Jason untuk memuluskan rencananya terhadap Arlene, semula dia berencana memancing kecemburuan Arlene, supaya perempuan itu bertindak gegabah, tetapi sepertinya hal itu memerlukan waktu yang cukup lama, padahal Jason sudah tidak sabar untuk segera membuat Arlene tertangkap basah dan dihukum atas perbuatannya.
Konser itu mengubah rencananya, dia bisa menggunakannya untuk memancing Arlene dengan cara lain.
Jadi ketika berada di kamarnya, dia menelepon Arlene.
“Jason!” suara Arlene meninggi dan langsung mengangkat ponselnya pada deringan pertama ketika tahu bahwa Jasonlah yang menelepon. “Ada apa sayang?”
Jason sedikit menggertakkan giginya, tetapi menahan diri, “Aku akan mengadakan konser tunggal bulan depan, setelahnya tentu saja akan ada pesta perayaan, dan aku ingin kau menjadi pendamping resmiku.”
“Kau ingin aku menjadi pendampingmu?” kali ini suara Arlene setengah menjerit, dipenuhi rasa girang.
“Tentu saja, aku tidak punya perempuan lain yang kurasa lebih pantas untuk mendampingiku, selain dirimu, Arlene.”
Napas Arlene tercekat mendengar suara Jason yang merayu, Terimakasih Jason, aku pasti akan berdandan secantik mungkin hingga membuatmu bangga membawamu sebagai pendampingmu.” Gumamnya penuh semangat, “Sebulan lagi ya? Apakah kau sudah sembuh, Jason?”
“Aku sudah sembuh.” Jawab Jason cepat, “Tetapi ada sedikit masalah.”
“Masalah? Masalah Apa?”
Jason menghela napas panjang, berusaha tampak terganggu, ‘Kehadiran Rachel. Semua orang tampaknya berusaha menjodohkanku dengannya, padahal aku hanya menganggapnya sebagai murid istimewaku, ibuku juga memaksaku membawa Rachel ke konser itu. Maafkan aku Arlene atas sikapku di telepon kemarin itu, aku bersikap kasar padamu seolah-olah akan meninggalkanmu karena tertarik pada Rachel, sebenarnya waktu itu aku terpaksa karena dipaksa oleh mamaku yang sangat inging menjodohkanku dengan Rachel. Semula aku berniat mengikuti kemauan mamaku, tetapi aku terus memikirkanmu. Aku tidak mau dipaksa membawa Rachel ke pesta, padahal aku ingin membawa dirimu, aku bingung bagaimana cara menyingkirkan Rachel.”
‘Menyingkirkan Rachel?” Arlene tampak terkejut dengan kata-kata Jason.
“Ya, menyingkirkan Rachel, supaya aku tidak berkewajiban membawa Rachel sebagai pasangan resmiku di pesta setelah konser tersebut. Kau tahu rasanya malas sekali membawa anak remaja ke sebuah pesta, berbeda kalau aku membawamu, seorang wanita dewasa yang matang dan begitu cantik.” Jason sengaja menyelipkan nada merayu di dalam suaranya, membuat napas Arlene tercekat.
“Aku.. aku mungkin bisa membantumu, Jason.” Gumam Arlene cepat, kehilangan kewaspadaannya.
Jason tersenyum lebar, menyadari bahwa pancingannya kepada Arlene hampir mengenai sasaran.
“Aku tahu kau pasti bisa mengusahakannya Arlene, mengingat betapa inginnya aku membawamu sebagai pasanganku di pesta itu.
***
Rachel menatap dirinya di cermin dan tersenyum, penampilannya tampak sedikit feminim dengan rok corak daun anggur dengan warna serupa musim gugur.
Dia akan menemui Calvin hari ini.
Yah biarpun Jason melarangnya, Rachel pikir, dia boleh-boleh saja menemui Calvin, toh Calvin adalah teman masa kecilnya, kecemasan Jason tidak beralasan, dia menemui Calvin kan bukan untuk bermesraan di muka umum atau apa, dia menemui Calvin untuk bertukar pikiran. Lagipula, lama sekali rasanya dia tidak bertemu dengan lelaki itu..
Rachel melangkah keluar kamar, dan hampir bertabrakan dengan mama Jason yang kebetulan lewat di lorong.
Mama Jason mengamati penampilannya dan tersenyum lembut,
“Cantik sekali.” Gumamnya memuji. “Mau kemana, Rachel?”
Tiba-tiba saja Rachel merasa gugup, dia tersenyum sedikit malu-malu,
“Eh, saya akan menemui teman saya.”
“Oh, hati-hati kalau begitu.” Gumam sang mama ramah, lalu mengangkat alisnya, “Kau tidak meminta Jason menemanimu?”
Rachel langsung menggelengkan kepalanya kuat-kuat, “Ti. Tidak, tidak perlu, Jason sepertinya sedang beristirahat.”
Dan kemudian, menghindari pertanyaan lebih lanjut, Rachel mengucapkan kata-kata perpisahan basa-basi dan kemudian buru-buru berpamitan.
***
“Rachel tampak cantik sekali tadi.” Sang mama meletakkan kue berisi biskuit ke samping meja tempat Jason duduk., Jason sedang ada di ruang baca dan membaca, dan seperti biasanya, mamanya selalu menyediakan biskuit buatan sendiri sebagai teman Jason membaca.
Jason mengangkat matanya dari buku dan menatap mamanya,
“Rachel?” dia mengerutkan kening, “Apakah dia berdandan? Memangnya dia mau ke mana?”
Sang mama mengerucutkan bibirnya, “ Lho, kamu tidak tahu, Jason? Rachel tadi buru-buru pergi, katanya mau bertemu dengan temannya, aku bertanya kenapa dia tidak minta kau antar, tetapi katanya kau sedang beristirahat, jadi kupikir kau sudah tahu kalau Rachel keluar.”Seketika itu juga Jason menggertakkan giginya.
Sialan. Dasar Rachel, Perempuan itu tidak mengindahkan peringatannya dan memilih untuk menemui Calvin tanpa seizinnya.
Pasti, tidak terbantahkan lagi, Rachel pasti pergi menemui Calvin. Hal itu membuatnya menahankan rasa terbakar di dalam dadanya, membayangkan Rachel sedang berduaan dengan Calvin.
Selain itu, ada rasa cemas yang menyeruak di dadanya. Jason sudah berhasil memancing Alrene supaya berusaha melenyapkan Rachel, demi menjebak Arlene dalam misinya. Hal itu berarti sampai Jason berhasil menjebak Arlene, Rachel selalu dalam kondisi terancam.
Rachel tidak boleh lepas dari penjagaan Jason!
Bersambung ke Part 18
Sedangkan Romeo's Lover mengalami mundur proses produksi diakibatkan libur lebaran selama 13 hari kerja tersebut sehingga proses pengirimannya diusahakan pada akhir bulan ini ( minggu ke empat)Mohon maaf sebesar-besarnya dan mohon permakluman, karena pada saat perhitungan sebelumnya aku lupa memperhitungkan bahwa ada hari raya lebaran dan ada libur lebaran T_T maafkan ya
Dan buat yang lama menunggu postingan aku mohon maaf sebesar-besarnya karena sempat menghilang beberapa lama dalam 2 minggu terakhir, bukan karena aku melupakan readers semuanya, tetapi lebih karena ada 'sesuatu' yang mengalihkan duniaku, membuatku harus fokus dan sampai tidak bisa melakukan hal yang lain, mohon maafkan ya, dan mohon doa semuanya semoga hal tersebut bisa menjadi ringan dan pada akhirnya berujung menyenangkan :)
Embrace The Chord Part 17

Pagi harinya, direktur akademi musik yang juga adalah papa Calvin datang bertamu, Jason menemuinya di ruang tamu keluarganya.
“Bagaimana kondisi tanganmu, Jason?” sang direktur rumah sakit, Mr. Segita, bertanya dengan hati-hati.
Jason menyandarkan tubuhnya dengan santai di sofa, tersenyum dengan ekspresi datar.“Aku pasti akan bisa bermain biola lagi.”
Mr. Segita menganggukkan kepalanya, “Aku percaya kau akan pulih seperti semula Jason, kau adalah pemain yang sangat berbakat dan tiada duanya di dunia ini. Lagipula, konser tunggal yang sedianya akan diadakan untuk menghormatimu akan berlangsung bulan depan. Kau tidak melupakannya kan?”
Terus terang Jason melupakannya. Dia terlalu sibuk dengan segala hal yang terjadi di sekitarnya hingga lupa bahwa bulan depan akan ada even penting baginya.
Konser itu sudah direncanakan sekian lama, hampir setahun yang lalu, sebuah konser besar di gedung orkestra terbesar dinegara ini, dengan menggandeng tiga orkestra terkenal untuk mendampingi Jason memainkan konser violin tunggalnya. List tamunya bahkan sudah penuh sampai mencapai daftar tunggu yang begitu lama, kebanyakan dipenuhi oleh orang-orang hebat di dunia musik, dalam dan luar negeri.
Konser tunggal dari Jason amat sangat ditunggu-tunggu, sebuah kesempatan langka untuk mendengarkan permainan jenius sang violinist yang mungkin tidak ada duanya di dunia ini.
Dan Jason melupakannya, dia mengerutkan keningnya. Konser itu menambah tekanan di dalam dirinya, itu berarti dia punya batas waktu untuk menyempurnakan kesembuhannya. Dia harus sembuh dengan sempurna untuk menghadapi konser tersebut.
“Aku pasti akan siap.” Jason tersenyum, menutupi perasaannya dan memasang wajah tenang.
Mr. Sagita menatap Jason dengan serius. “Jason, kau tidak boleh memaksakan diri, aku tahu bahwa luka di urat tangan bagi seorang pemain biola sangat krusial hingga kadang memerlukan waktu yang lama untuk pulih kembali. Kalau kau memang belum siap, aku bisa mengusahakan untuk memundurkan konser besar itu...”

“Aku siap.” Jason menjawab mantap. Dia tidak akan menyerah pada rasa sakitnya dan berlama-lama meratapi diri, konser tunggal yang akan dilakukan bulan depan akan menjadi pendorong yang sangat bagus bagi kesembuhannya. Lagipula Jason tidak ingin mengobarkan api pada gosip yang telah kian memanas. Di luar sana, spekulasi bertebaran di mana-mana, semua mempertanyakan kemampuan Jason bermain biola, kalau konser itu sampai diundur, semua orang pasti akan berkesimpulan bahwa Jason kehilangan kemampuannya bermain biola.
Lelaki itu tersenyum. Ini kesempatan bagus, dia akan menggunakan konser itu untuk menjawab semua pertanyaan yang bertebaran.
***
Rachel segera mengangkat teleponnya ketika melihat Calvin yang menelepon ponselnya.
‘Halo Calvin?”
‘Halo Rachel.” Suara Calvin tampak tenang dan lembut seperti biasa, “Apa kabarmu? Kenapa kau tidak memberi kabar?”
Rachel tersenyum, merasa bersalah. Biasanya dia memang selalu menelepon Calvin atau setidaknya mengirimkan pesan, tetapi kemarin dia terlalu disibukkan dengan penyesuaian dirinya tinggal di rumah Jason, pun dengan perasaannya yang terus menerus cemas akan kemampuan Jason bermain biola lagi, membuat dia hampir-hampir tidak memikirkan Calvin sama sekali.
“Maafkan aku Calvin, agak sibuk di sini. Tetapi aku sehat-sehat saja.” Gumam Rachel ceria.
Sejenak hening di luar sana, lalu Calvin bergumam,
“Kau kerasan ya di sana? Di rumah Jason?”
Rachel mengangkat bahunya, “Aku diperlakukan dengan baik di sini.” Seketika Rachel mengajukan pertanyaan, menyadari ada yang berbeda di balik suara Calvin, “Ada apa Calvin? Kau tampaknya banyak pikiran?”
Calvin menghela napas panjang, “Yah... aku.. entahlah Rachel. Ini tentang Anna, aku rasa hubungan jarak jauh ini tidak berhasil. Pada awal-awal kami begitu yakin kami bisa, berusaha menjaga komunikasi sebaik mungkin, tetapi kemudian semua terasa melahkan..... entahlah, lama kelamaan kami lelah untuk berkomunikasi, kadang-kadang bahkan seharian aku tidak mendengar kabar dari Anna.”
Rachel tercenung, menelaah perasaannya mendengar perkataan Calvin itu. Seharusnya, karena dia mencintai Calvin dia boleh merasa senang kalau mendengar ada gangguan dari hubungan Calvin dan Anna, itu berarti ada kesempatan baginya untuk memasuki hati Calvin. Tetapi entah kenapa Rachel tidak merasa senang, mungkin karena suara pedih Calvin, membuatnya ikut merasa sedih dan prihatin.
“Hubungan jarak jauh memang berat, meskipun aku sendiri belum pernah merasakannya.” Rachel menghela napas panjang, “Tetapi kalau kalian bisa menjalankannya dengan penuh tekad, kalian pasti bisa melakukannya.”
Rachel bisa membayangkan Calvin tersenyum miris di seberang sana, “Yah. Mungkin memang tekadku dan Anna masih kurang.” Gumamnya, ‘Bagaimana dengan kau sendiri, Rachel? Bagaimana hubunganmu dengan Jason?”
Calvin tentu saja masih mengira bahwa Rachel dan Jason adalah sepasang kekasih... tiba-tiba saja Rachel merasakan dorongan untuk mengatakan semuanya kepada Calvin, bahwa dia dan Jason hanyalah berpacaran pura-pura.
Kalimat itu sudah ada di ujung bibirnya, tetapi langsung membeku ketika mata Rachel menangkap kehadiran Jason di ambang pintu. Jason berdiri di sana, bersandar di ambang pintu dan menatap Rachel dengan pandangan memperingatkan.
Mau tak mau Rachel mengucapkan kebohongan lagi kepada Calvin. “Hubungan kami baik-baik saja.” Gumam Rachel, dipenuhi oleh rasa bersalah karena harus membohongi Calvin.
“Oh.” Calvin tampak kehabisan kata-kata, lelaki itu berkali-kali menghela napas sebelum berbicara. “Aku senang hubungan kalian baik-baik saja.” Gumamnya tenang, sedikit ragu, “Rachel, aku merindukanmu, aku ingin bercakap-cakap denganmu, seperti kita dulu, saling berbagi perasaan dan bercerita untuk menenangkan pikiran, kira-kira, bisakah kau menyempatkan diri keluar dari rumah Jason dan menemuiku? Mungkin kita bisa bertemu di cafe langganan kita.”
Rachel tersenyum lembut, ‘Tentu saja bisa Calvin.” Matanya melirik ke arah Jason yang masih mengamatinya dari ambang pintu, “Aku akan mengusahakan waktunya.”
“Oke. Terimakasih, Rachel.” Calvin lalu mengakhiri percakapannya.
Dan Rachel memasukkan ponselnya di saku bajunya, mengangkat alisnya sambil menatap Jason yang balas menatapnya penuh arti.
‘Kenapa?” gumamnya langsung kepada Jason.
Jason tersenyum, lalu melangkah memasuki ruangan, dan duduk di sofa tepat di depan Rachel.
“Dia mulai mengejarmu, ya?”
Rachel mengerutkan keningnya, “Calvin tidak mengejarku, dia sedang menceritakan permasalahannya dengan Anna.”
“Oh ya? Ada masalah apa?”
“Mereka menjalani hubungan jarak jauh.” Suara Rachel berubah prihatin, “Dan entah kenapa itu tidak berjalan dengan baik, Calvin merasa kalau dia dan Anna mulai kehilangan komunikasi.”
“Hmmm.” Jason merenung sejenak, lalu menatap Rachel dalam senyuman, “Apakah kau sadar Rachel? Bila seorang lelaki mulai membicarakan permasalahan hubungannya dengan kekasihnya, berarti lelaki itu sedang berusaha mengambil hatimu. Kau pernah dengar tidak, suami-suami yang mendekati selingkuhannya, mereka biasanya menarik perhatian perempuan lain itu dengan berkeluh kesah tentang kekurangan isterinya, tentang ketidakbahagiaannya dengan hubungan yang sedang dijalananinya, suami-suami itu akan bersikap sebagai korban, hingga memancing si perempuan yang diincarnya agar terdorong menjadi sang penyelamat.”
Rachel menatap Jason tidak setuju, “Calvin tidak sedang menarik perhatianku, dia benar-benar sedang bermasalah dengan Anna. Aku mengenal Calvin sudah sejak dulu kala dan kami memang terbiasa saling bertukar pikiran.
Jason menatap Rachel dengan ekspresi datar,
“Terserah pendapatmu Rachel. Aku hanya bisa memberimu satu saran, jangan bersikap terlalu mudah kalau kau memang ingin mendapatkan Calvin, semakin sulit kau didapatkan, semakin kuat seorang lelaki ingin mengejarmu.” Lelaki itu menatap Rachel dengan tajam, “Aku dengar dia mengajakmu bertemu, apakah kau akan melakukannya?”
Rachel mengangkat dagunya, “Kalau ya, apa hubungannya denganmu?”
“Kau kekasihku.” Dalam sedetik lelaki itu bergumam, menatap Rachel dengan kuat. Tetapi ketika melihat ekspersi terkejut Rachel, Jason berdehem, “Maksudku... kau adalah kekasihku di mata semua orang selama ini, jadi kalau kau melakukan pertemuan dengan lelaki lain, mungkin beberapa orang akan bertanya-tanya.”
Rachel mengamati Jason, merasa bingung karena pipi Jason sepertinya merona, entah kenapa,
“Tidak akan ada yang berpikir tidak-tidak kalau aku menemui Calvin, dia kan temanku sejak kecil.”
Jason menggelengkan kepalanya, memasang wajah tidak setuju, “Tidak Rachel, pokoknya, kalau kau hendak menemui Calvin, kau harus bersamaku.” Gumamnya keras kepala.
Rachel mengerutkan keningnya semakin dalam, menatap ekspresi wajah Jason yang keras kepala, bagaimana mungkin dia menemui Calvin dengan membawa Jason? Bukankah Calvin ingin menemuinya dengan tujuan untuk bertukar pikiran? Bagaimana mungkin itu bisa dilakukan kalau ada Jason di tengah-tengah mereka?
***
Ketika melangkah ke luar ruangan itu dan meninggalkan Rachel, Jason merasa ada yang bergolak di dalam dirinya.
Rasanya hampir seperti.... cemburu.
Membayangkan Rachel menemui Calvin dan mereka menghabiskan waktu berduaan, rasanya tidak menyenangkan bagi benak Jason. Dia tidak suka.
Dan kenapa dia tidak suka?
Seharusnya Jason tidak peduli dengan siapa Rachel menghabiskan waktu bersama, seharusnya Jason tidak peduli siapa lelaki yang dipuja Rachel. Seharusnya Jason tidak peduli.
Tetapi dia peduli.
Apakah jangan-jangan sandiwara ini sudah menjadi serius untuknya?
Tetapi bagaimana bisa? Bagaimana mungkin hatinya tercuri oleh seorang anak perempuan yang masih bisa dibilang remaja? Anak perempuan berumur delapan belas tahun, jauh di bawah usianya yang dua puluh enam tahun dan bisa dibilang lebih pantas sebagai adiknya?
Jason menghela napas panjang, merasa kesal dengan apa yang berkecamuk di pikirannya.
***
Konser itu tentu saja juga bisa digunakan Jason untuk memuluskan rencananya terhadap Arlene, semula dia berencana memancing kecemburuan Arlene, supaya perempuan itu bertindak gegabah, tetapi sepertinya hal itu memerlukan waktu yang cukup lama, padahal Jason sudah tidak sabar untuk segera membuat Arlene tertangkap basah dan dihukum atas perbuatannya.
Konser itu mengubah rencananya, dia bisa menggunakannya untuk memancing Arlene dengan cara lain.
Jadi ketika berada di kamarnya, dia menelepon Arlene.
“Jason!” suara Arlene meninggi dan langsung mengangkat ponselnya pada deringan pertama ketika tahu bahwa Jasonlah yang menelepon. “Ada apa sayang?”
Jason sedikit menggertakkan giginya, tetapi menahan diri, “Aku akan mengadakan konser tunggal bulan depan, setelahnya tentu saja akan ada pesta perayaan, dan aku ingin kau menjadi pendamping resmiku.”
“Kau ingin aku menjadi pendampingmu?” kali ini suara Arlene setengah menjerit, dipenuhi rasa girang.
“Tentu saja, aku tidak punya perempuan lain yang kurasa lebih pantas untuk mendampingiku, selain dirimu, Arlene.”
Napas Arlene tercekat mendengar suara Jason yang merayu, Terimakasih Jason, aku pasti akan berdandan secantik mungkin hingga membuatmu bangga membawamu sebagai pendampingmu.” Gumamnya penuh semangat, “Sebulan lagi ya? Apakah kau sudah sembuh, Jason?”
“Aku sudah sembuh.” Jawab Jason cepat, “Tetapi ada sedikit masalah.”
“Masalah? Masalah Apa?”
Jason menghela napas panjang, berusaha tampak terganggu, ‘Kehadiran Rachel. Semua orang tampaknya berusaha menjodohkanku dengannya, padahal aku hanya menganggapnya sebagai murid istimewaku, ibuku juga memaksaku membawa Rachel ke konser itu. Maafkan aku Arlene atas sikapku di telepon kemarin itu, aku bersikap kasar padamu seolah-olah akan meninggalkanmu karena tertarik pada Rachel, sebenarnya waktu itu aku terpaksa karena dipaksa oleh mamaku yang sangat inging menjodohkanku dengan Rachel. Semula aku berniat mengikuti kemauan mamaku, tetapi aku terus memikirkanmu. Aku tidak mau dipaksa membawa Rachel ke pesta, padahal aku ingin membawa dirimu, aku bingung bagaimana cara menyingkirkan Rachel.”
‘Menyingkirkan Rachel?” Arlene tampak terkejut dengan kata-kata Jason.
“Ya, menyingkirkan Rachel, supaya aku tidak berkewajiban membawa Rachel sebagai pasangan resmiku di pesta setelah konser tersebut. Kau tahu rasanya malas sekali membawa anak remaja ke sebuah pesta, berbeda kalau aku membawamu, seorang wanita dewasa yang matang dan begitu cantik.” Jason sengaja menyelipkan nada merayu di dalam suaranya, membuat napas Arlene tercekat.
“Aku.. aku mungkin bisa membantumu, Jason.” Gumam Arlene cepat, kehilangan kewaspadaannya.
Jason tersenyum lebar, menyadari bahwa pancingannya kepada Arlene hampir mengenai sasaran.
“Aku tahu kau pasti bisa mengusahakannya Arlene, mengingat betapa inginnya aku membawamu sebagai pasanganku di pesta itu.
***
Rachel menatap dirinya di cermin dan tersenyum, penampilannya tampak sedikit feminim dengan rok corak daun anggur dengan warna serupa musim gugur.
Dia akan menemui Calvin hari ini.

Rachel melangkah keluar kamar, dan hampir bertabrakan dengan mama Jason yang kebetulan lewat di lorong.
Mama Jason mengamati penampilannya dan tersenyum lembut,
“Cantik sekali.” Gumamnya memuji. “Mau kemana, Rachel?”
Tiba-tiba saja Rachel merasa gugup, dia tersenyum sedikit malu-malu,
“Eh, saya akan menemui teman saya.”
“Oh, hati-hati kalau begitu.” Gumam sang mama ramah, lalu mengangkat alisnya, “Kau tidak meminta Jason menemanimu?”
Rachel langsung menggelengkan kepalanya kuat-kuat, “Ti. Tidak, tidak perlu, Jason sepertinya sedang beristirahat.”
Dan kemudian, menghindari pertanyaan lebih lanjut, Rachel mengucapkan kata-kata perpisahan basa-basi dan kemudian buru-buru berpamitan.
***
“Rachel tampak cantik sekali tadi.” Sang mama meletakkan kue berisi biskuit ke samping meja tempat Jason duduk., Jason sedang ada di ruang baca dan membaca, dan seperti biasanya, mamanya selalu menyediakan biskuit buatan sendiri sebagai teman Jason membaca.
Jason mengangkat matanya dari buku dan menatap mamanya,
“Rachel?” dia mengerutkan kening, “Apakah dia berdandan? Memangnya dia mau ke mana?”
Sang mama mengerucutkan bibirnya, “ Lho, kamu tidak tahu, Jason? Rachel tadi buru-buru pergi, katanya mau bertemu dengan temannya, aku bertanya kenapa dia tidak minta kau antar, tetapi katanya kau sedang beristirahat, jadi kupikir kau sudah tahu kalau Rachel keluar.”Seketika itu juga Jason menggertakkan giginya.
Sialan. Dasar Rachel, Perempuan itu tidak mengindahkan peringatannya dan memilih untuk menemui Calvin tanpa seizinnya.
Pasti, tidak terbantahkan lagi, Rachel pasti pergi menemui Calvin. Hal itu membuatnya menahankan rasa terbakar di dalam dadanya, membayangkan Rachel sedang berduaan dengan Calvin.
Selain itu, ada rasa cemas yang menyeruak di dadanya. Jason sudah berhasil memancing Alrene supaya berusaha melenyapkan Rachel, demi menjebak Arlene dalam misinya. Hal itu berarti sampai Jason berhasil menjebak Arlene, Rachel selalu dalam kondisi terancam.
Rachel tidak boleh lepas dari penjagaan Jason!
Bersambung ke Part 18
Published on August 20, 2013 22:09
No comments have been added yet.
Santhy Agatha's Blog
- Santhy Agatha's profile
- 483 followers
Santhy Agatha isn't a Goodreads Author
(yet),
but they
do have a blog,
so here are some recent posts imported from
their feed.
