Embrace The Chord Part 7

"Apa yang kau lakukan di sini?" Rachel ternganga, benar-benar kaget akan kehadiran Jason di depan pintu rumahnya, dengan penampilan santai yang luar biasa tampan.
Jason tersenyum lebar, mengangkat kaca hitam yang dikenakannya dan menaruhnya di kepala, "Menjemputmu, kau pikir apa? Aku rasa murid khusus perlu diperlakukan istimewa."
"Tidak perlu, terimakasih." Rachel mengerutkan keningnya, masih teringat di benaknya kemarin lelaki itu menciumnya tanpa permisi. Jason bukan hanya merebut ciuman pertamanya, lelaki itu juga merebut ciuman keduanya! Dan setelah itu Jason berciuman dengan Arlene pula seolah ciuman bibir adalah hal biasa untuknya. "Aku bisa berangkat sendiri ke kampus."
"Ada yang ingin kubicarakan denganmu, penting." Jason masih tetap tersenyum, seolah tak peduli dengan sikap ketus Rachel.
Rachel membuka mulutnya hendak mengusir Jason, tetapi kemudian suara mamanya menginterupsi di belakangnya,
"Siapa itu Rachel?" mamanya sudah muncul di belakang Rachel, dan kemudian tertegun senyap. Rachel bisa membayangkan ekspresi mamanya yang ternganga dan dia tak perlu menoleh ke belakang untuk memastikannya.
"Jason?" suara mamanya penuh dengan rasa kaget, "Kenapa ada di sini pagi-pagi sekali?"

"Selamat pagi nyonya, saya hendak menjemput Rachel."
Mama Rachel langsung luluh tanpa ampun, "Wah astaga, kau menjemput Rachel sendiri? ayo.. ayo masuklah kau pasti belum sarapan, ayo sarapan dulu."
"Mama, Jason pasti sudah sarapan...."
"Wah menyenangkan sekali, kebetulan saya lapar." Jason menyela, melemparkan pandangan penuh kemenangan kepada Rachel yang menatapnya dengan cemberut dan kesal, lalu setengah geli berjalan mendahuli Rachel memasuki rumahnya.
Mereka duduk di dapur itu, dan mama Rachel dengan tergesa menghidangkan telur orak-arik khas buatannnya dan waffle keju yang disirap dengan sirup mapple yang manis.
Jason menerima piringnya dengan penuh rasa terimakasih, membuat Rachel mencibir karena menyangka lelaki itu berpura-pura hanya untuk mengambil hati mamanya. Tetapi kemudian Rachel melirik dan mengangkat alis melihat Jason melahap makanannya dengan lahap seolah memang sangat menikmatinya.
Lelaki itu benar-benar menghabiskan makanannya, lalu meletakkan sendoknya dan tersenyum senang,
"Sarapan yang luar biasa enak, terimakasih nyonya." gumamnya mempesona, dan Rachel mengamati ibunya, menyadari bahwa mama-nya benar-benar tersipu-sipu! Astaga! pesona Jason memang benar-benar tiada duanya!
***
"Kenapa kau begitu tidak menyukaiku?" Jason pada akhirnya berhasil memaksa Rachel berangkat bersamanya dan masuk ke mobilnya, apalagi dengan dukungan mama Rachel yang sangat antusias.
Rachel melirik sedikit ke arah Jason, kemudian langsung memalingkan muka. Astaga, meskipun dia tidak simpati dengan sikap pemaksa, arogan dan egois Jason, tetapi ketampanan lelaki itu yang luar biasa memang tak tertahankan, membuatnya sesak napas.
"Aku tidak membencimu...." gumam Rachel pelan, tidak rela mengatakannya, karena jauh di dalam hatinya dia memang benar-benar tidak menyukai Jason, di balik wajah tampannya, lelaki ini berbahaya, dia terkenal sebagai pematah hati perempuan. Oh ya, bakatnya bermain biola memang luar biasa dan begitu jenius, Rachel mengagumi kemampuan Jason, tetapi bukan berarti dia bisa menerima sikap buruk Jason.
Jason sendiri tersenyum sinis, seolah tak percaya dengan kata-kata Rachel, "Baguslah kalau begitu." gumamnya, "Karena aku akan menjadi mentormu, dan seorang murid yang sukses adalah murid yang menghormati gurunya."
Lelaki itu menatap lurus ke depan, menjalankan kemudi dengan lancar, suasana hening sejenak hingga Rachel melirik ke arah Jason, dan memberanikan diri bertanya,
"Katamu ada yang ingin kau katakan?"
"Apa?" Jason melirik sedikit.
"Tadi kau bilang kau menjemputku karena ada yang ingin kau katakan?"
"Oh itu." Tatapan mata Jason tampak misterius, "Aku berubah pikiran, nanti saja. Kau bisa melihatnya sendiri, akan kutunjukkan."
Rachel menatap Jason dengan kesal, menyadari bahwa sikap Jason memang seperti ini, suka berbuat seenaknya.
***
Ketika mobil mereka parkir di parkiran dan Rachel melangkah turun, Calvin kebetulan ada di sana dan sedang turun dari mobilnya.
Wajah dan senyum Rachel langsung cerah ketika melihat lelaki pujaan hatinya itu, dan itu tidak luput dari pengawasan Jason,
"Calvin!" Rachel memanggil Calvin dengan bersemangat, membuat lelaki itu menoleh, sementara Rachel berjalan cepat, mengejar Calvin dan meninggalkan Jason di belakangnya.
Jason meringis, menyimpan senyum pahit kepada dirinya di dalam hatinya. Baru sekali ini seumur hidupnya, seorang perempuan yang berjalan bersamanya meninggalkannya untuk mengejar lelaki lain. Rachel benar-benar tidak mempan dengan pesonanya rupanya.
"Rachel?" Calvin menghentikan langkahnya, tersenyum lebar, kemudian matanya menatap ke arah Jason yang berjalan tenang di belakang Rachel dan dia mengangkat alisnya, "Kau... kau datang bersama Jason?"
Rachel mendekati Calvin, menoleh sedikit ke arah Jason yang berjalan pelan di belakangnya, lalu berbisik, "Dia menjemputku tanpa peringatan ke rumah, mengambil hati mamaku sehingga mamaku mendorongnya ke mobilnya."
Calvin ternganga, "Jason....? dia menjemputmu sendiri? wah kau memang benar-benar istimewa Rachel." senyum Calvin melebar ketika Jason semakin dekat, dia menunduk sopan, "Selamat pagi Sir." sapanya tak kalah sopan.
Jason hanya mengangkat alisnya, mengamati Calvin yang begitu sopan dan kemudian berganti ke arah Rachel yang cemberut menatapnya, lalu tersenyum, "Selamat pagi, sampai bertemu nanti di kelas." lelaki itu menoleh ke arah Rachel, menatapnya dengan intens, "Jangan lupa, kau harus tinggal 3 jam untuk pelatihan khusus bersamaku, setelah pelatihan sesi kelas nanti."
Setelah mengucapkan kalimat arogan itu dan tanpa menunggu Rachel menjawab, Jason melangkah pergi.
***
Kelas khusus memang luar biasa, Jason benar-benar melatih dua puluh anak terpilih dengan metode yang pribadi, mengenali setiap siswa, mengetahui kelebihan dan kekurangan masing-masing dengan akurat hanya dengan sekali mendengarkan permainan, dan kemudian melakukan koreksi dan mengeluarkan bakat yang belum tergali.
Hanya dalam satu sesi, permainan murid-murid khusus di kelas itu menjadi lebih baik. Jason ternyata bukan hanya pemain biola yang jenius, dia juga mentor yang luar biasa.
"Aku baru menyadari bahwa posisi sikuku yang biasa menghambat gesekanku ketika mencapai nada tinggi." Calvin berbisik di telinga Rachel ketika sesi pelatihan mereka hampir selesai, "Luar biasa.... aku dan orang-orang di sekitarku bahkan tidak menyadarinya, tetapi dia langsung tahu apa yang kurang dari permainanku hanya dari beberapa menit mendengarkannya."
Calvin tampak benar-benar kagum kepada Jason, dan ketika Rachel hanya menganggukkan kepalanya, Calvin merangkul Rachel penuh sayang,
"Pelatihan sudah hampir selesai, dan hanya dalam satu sesi dia memperbaiki permaikanku menjadi luar biasa, kau benar-benar beruntung Rachel bisa mendapatkan sesi tambahan khusus bersamanya."
Rachel menatap Calvin mencoba tersenyum, yah semua orang terus dan terus mengatakan betapa beruntungnya Rachel, jadi yang bisa dilakukan Rachel hanya tersenyum dan mencoba bersikap seperti seseorang yang tahu terimakasih.
"Setelah ini kau akan kemana?" ini hari Senin, biasanya Calvin akan mengajak Rachel makan malam bersamanya setiap Senin, lalu mereka akan menonton film baru di bioskop. Ya, sejak dulu, hari Senin memang hari Rachel bersama Calvin.
Calvin menatapnya dengan menyesal, "Aku tahu Senin adalah hari kita bersenang-senang, tapi sekarang kau tidak bisa pergi karena masih ada sesi tiga jam bersama Jason..." senyum Calvin melebar, "Jadi aku mengajak Anna jalan, kami akan makan steak dan kemudian nonton."
Dan sekali lagi, Calvin mematahkan hati Rachel tanpa lelaki itu menyadarinya... tiba-tiba Rachel sangat ingin lari saja, kembali ke kamarnya lalu menangis keras-keras dan tidak perlu mengikuti sesi latihan 'keberuntungannya' bersama Jason.
***
"Hentikan." Jason bergumam tajam, menyuruh Rachel menghentikan permainan biolanya. Mereka sudah berdua saja sekarang di ruangan itu. Dan Jason menyuruh Rachel memainkan kembali Bach's Chaconne yang dimainkannya kembali bersama Jason, kali ini solo bukan duet.
Rachel menghentikan permainannya dan langsung bertatapan dengan mata tajam Jason.
"Apa yang mengganggu pikiranmu? Bach's Chaconne seharusnya membawa perasaan pemujaan, kenangan akan isteri tercinta, alunannya bisa membawa kita mengenang akan cinta sejati dua anak manusia. Tetapi yang kudengar dari permainanmu sekarang adalah sakit hati yang pedih dan menyanyat-nyayat, berbeda sekali dengan permainanmu kemarin." Jason berdiri di depan Rachel, menatap tajam ke arah Rachel yang terdiam, kemudian mengulurkan jemarinya dan meraih dagu Rachel yang menunduk, "Apa yang mengganggu pikiranmu, Rachel?"
Rachel memalingkan mukanya, melepaskan diri dari jemari Jason di dagunya, "Tidak.. bukan apa-apa, maafkan aku, kurasa aku hanya lelah."
"Lelah?" Jason mengangkat alisnya, "Ini bukan gara-gara Calvinmu bukan?"
Pipi Rachel langsung memerah dan Jason tidak memerlukan jawabannya, dia menghela napas panjang, tampak kesal,
"Anak remaja dan pencarian cintanya." lelaki itu bergumam menghina tidak mempedulikan pelototan tersinggung Rachel, "Aku hanya berusaha mengembangkan kemampuanmu dan kau malahan berkutat dengan cintamu yang bertepuk sebelah tangan." Jason membalikkan tubuhnya, "Kemasi biolamu, kurasa kita tidak akan bisa latihan malam ini."
Rachel terpaku, Apakah Jason menyuruhnya pulang? apakah pada akhirnya lelaki itu menyadari bahwa Rachel ternyata tidak berbakat dan melatihnya adalah hal yang sia-sia.
Tiba-tiba ada penyesalan yang mengganggu Rachel, tetapi dia cepat-cepat menggelengkan kepalanya dan menghilangkan pikiran itu. Ini yang diharapkannya bukan? Bahwa Jason akan melepaskannya dan tidak memaksanya mengikuti pelatihan khusus yang sudah ditolaknya?
***
Ternyata Jason tidak membawanya pulang, mobilnya mengarah ke pinggiran kota, lalu berhenti di sebuah cafe yang ramai, di sana ada pertunjukan life music, konser mini band yang suaranya berdentam-dentam sampai ke luar.
Pengunjung cafe itu banyak sekali, beberapa adalah remaja seumuran Rachel, laki-laki dan perempuan, semua berdesak-desakan, meluber sampai ke luar pintu cafe,
"Kita ada di mana?" Rachel menoleh ke arah Jason, kebingungan.
Jason hanya tersenyum simpul, dan melirik ke arah Rachel, "Ini yang akan kutunjukkan kepadamu. Selama ini kau pasti mengira aku adalah pemain musik klasik yang kolot, yang arogan, sombong dan tidak menghargai kemampuan orang lain di bawahku. Mungkin dengan ini kau bisa melihat bahwa pemain musik klasik, khususnya pemain biola sepertiku, kadangkala bisa juga bersikap seperti manusia biasa." Senyumnya melebar, lalu turun dari mobil, "Ayo Rachel, turun."
Rachel masih menatap bingung, tetapi kemudian dia turun juga, dan tidak bisa menolak ketika Jason menggandeng tangannya. Mereka melangkah melalui pintu belakang yang dijaga, sepertinya mengarah khusus ke bagian belakang panggung konser mini itu.
Penjaga itu ternyata mengenali Jason, senyumnya melebar,
"Kau datang juga Jason." sapanya ramah.
Jason menganggukkan kepalanya dan tersenyum, "Tentu saja, aku tidak akan melewatkan acara ini. Apakah David sudah di dalam?"
"David dan semuanya sudah menunggu di dalam." Penjaga itu menoleh ke arah Rachel yang ada dalam gandengan Jason, kemudian mengangkat alisnya, "Selera baru, eh?"
Jason tertawa, mengedipkan sebelah matanya, "Kadang-kadang aku senang mencicipi daun muda." gumamnya dalam tawa, tidak mempedulikan pipi Rachel yang merah padam ketika lelaki itu setengah menyeretnya masuk ke dalam gedung itu.
***
"Jason." seorang lelaki tampan dengan tampilan anak band langsung menyambut Jason, "Kau datang juga, kami tidak sabar menanti pertunjukanmu yang spektakuler."
Pertunjukan Jason yang spektakuler?
Rachel mengerutkan keningnya. Apakah Jason akan bermain biola di sini? Tetapi.... tidak cocok untuk dimainkan di sini bukan? musik band yang keras dan berdentam di luar sana dan teriakan penonton yang antusias tentu saja jelas-jelas menunjukkan bahwa mereka bukan penggemar musik klasik....
"Aku senang memiliki waktu untuk memberikan pertunjukan yang spektakuler di sini, David." Jason tersenyum, "apakah semuanya sudah siap?'
"Tentu saja kami selalu siap untukmu." Lelaki bernama David itu memberikan reaksi yang sama seperti penjaga di depan ketika melihat Rachel, mengangkat alisnya skeptis, "Selera baru Jason? tidak kusangka kau juga memangsa gadis-gadis muda."
Jason tertawa. "Jangan ganggu dia David, dia bukan korbanku, dia muridku, aku minta orangmu untuk menjaga dia selama aku tampil." Lalu tanpa berkata-kata, Jason melangkah masuk ke ruang musik, Rachel terbirit-birit mengikutinya, dia tidak mau tersesat di tempat yang tidak dikenalnya ini, tempat yang hingar bingar dan sangat ramai.
"Kau akan bermain biola?" tanya Rachel tergesa.
Jason menoleh, menatap Rachel dan mengangkat alisnya, "Biola? tentu saja tidak, aku akan bermain gitar." Lelaki itu lalu meraih gitar hitam pekat yang ada di kotak di sana, kemudian memasang ke tubuhnya.

Jason yang ada di depannya ini sekarang berpenampilan acak-acakan, santai, dan memasang gitar hitam di tangannya.... dan seorang pemain band!,
Sebelum Rachel sempat berkata-kata, ada suara riuh rendah di antara penonton di panggung depan. Jason tersenyum,
"Itu panggilan untukku, tetap di sini dan nikmatilah musikku, Rachel." Jason mengedipkan sebelah matanya, lalu melangkah ke luar panggung.
Begitu lelaki itu memasuki panggung, suara-suara histeris langsung terdengar, terutama dari para wanita. David yang rupanya vokalis band itu memperkenalkan seluruh anggotanya, diiringi teriakan-teriakan dan tepuk tangan yang riuh rendah.
Rachel berdiri di tepi panggung, menatap ke arah Jason yang tampak luar biasa tampan di bawah sinar lampu panggung. Ini Jason yang berbeda...sangat berbeda dari apa yang ditampilkannya.
Kemudian musik dimainkan, Jason memetik gitarnya dan Rachel ternganga...
Bersambung ke part 8
Published on June 08, 2013 10:01
No comments have been added yet.
Santhy Agatha's Blog
- Santhy Agatha's profile
- 483 followers
Santhy Agatha isn't a Goodreads Author
(yet),
but they
do have a blog,
so here are some recent posts imported from
their feed.
