Editor Belajar Branding
Lagi kesel setengah mati. Sekesel-keselnya karena ketemu orang super egois yang baru kali ini gue temui dan dengan terpaksa harus gw ladenin. Setelah gw jadi editor buku fashion muslimah milik seorang desainer yang Alhamdulillah best seller, bos gw memperkenalkan dengan seorang calon penulis lagi. Ceritanya dia mau bikin buku fashion muslimah juga. Gue bilang dia calon penulis karena dia belum pernah nulis dan setau gw bukan lulusan sekolah desainer mana pun (ga patut lah gw sebut desainer fashion juga). Sebut aja namanya Vitri dan sebut aja dia punya merk baju KIVITS yang dikelola bareng suaminya yang bernama sebut saja Mulki. (Sebut saja semua bukan nama sebenarnya)
Awal-awal kerja bareng masih okelah, meski feeling gue merasa nggak enak (masih inget kan gw kalau ketemu orang pertama kali selalu langsung dapet feeling 'sesuatu'). Why? Karena dia nggak ramah. Kalau dateng ke kantor hampir nggak pernah nyapa-nyapa atau senyum. Tiap rapat pun seringnya nggak merhatiin, malah asik main BB ato tabletnya. Siapa yang suka sama orang yang attitudenya seperti ini. Waktu berjalan seiring proses pembuatan buku, bolak balik pemotretan, ngurusin model, booking tempat, dll. Banyak hal yang gue kerjakan meski BUKAN jobdesc gw (stupid me). Sampai pada suatu ketika semua isi foto fashion untuk calon buku itu udah terkumpul, naskahnya belum ada. Perlu diketahui kalau urusan naskah ini bukan jobdesc gue juga, tapi gw ikut-ikutan nagih. Si kivits ini molooorrr jauh dari deadline yang disepakati dengan alasan macem-macem. Padahal kan tuh naskah musti gue edit dulu. Padahal udah janjian sama dia mau pilih-pilih foto dan diskusi dari waktu-waktu lalu entah kapan. Sampai akhirnya gue bilang kalau naskah udah mau dilayout, eh dia ngomel...

Alasannya dia belum dapat foto-foto hasil pemotretan jadi ngga bisa bikin naskah. Lah, dimana-mana foto itu hak penerbit, bukan penulis! Yang motret itu kan pihak penerbit.Belum lagi dia yang selalu mengedepankan brand..brand..brand.. Apa-apa brand.. Kivits juga keukeuh konsep desain si calon buku harus menunjukkan brand dia. Seolah-olah brand dia itu paling manteb sejagad raya. Lah, kami penerbit mau jualan buku, bukan jualan merk baju situ. Dari sini, gw mulai gerah. Kenapa? Karena dia amat sangat tidak kooperatif dan tidak mau menerima ide-ide yang diberikan penerbit. Akhirnya bos gw ngalah dan ngasih keleluasaan biarkan kivitz yang mendesain bukunya sendiri. Deadline? As usual, molooorrrr dari jadwal. Ngakunya sih yang bikin itu master desain.
Lucunya, kivits malah pake analogi Steve Jobs yang punya ide bikin iPad dan membangun brand karena konsisten dengan konsep iPad-nya. Makanya terkenal dan laku. Lah, lu kira gw bego? Nih ya, iPad itu SANGAT BERMANFAAT dan memudahkan aktivitas manusia dalam keep in touch dengan informasi. Brand dan konsep branding yang lu sebutkan sampe berbusa-busa itu, apa manfaatnya bagi manusia? Memudahkan hidup? Memberi inspirasi? Inspirasi banyak di mana-mana... Lu ga punya hal unik seperti Steve Jobs dengan iPadnya. Tapi ya tetep, karena si bos nyuruh gw ngalah, ya gw ngikut (kasian ya gw).
Desain (setelah molor berapa lama) akhirnya jadi. Desain layout isi buku dan covernya. Desain isi bagus. Desain cover? Nggak cocok. Cover yang didesain itu kurang menonjol dan menurut pihak marketing nggak bagus buat penjualan. Jadi intinya cover harus di ganti dengan desain yang lebih bagus demi mendongkrak penjualan (namannya juga jualan buku). Masalah muncul: Kivits nggak mau covernya diubah dan dia nggak mau ada usulan ide. Ternyata Tuhan juga menciptakan orang ajaib yang sangat tidak kooperatif seperti ini. Setelah melalui percakapan panjang yang semakin emosi antara kivits dan bos gue, kivits memutuskan kalau covernya diganti mending bukunya nggak usah terbit. Jeng! Jeng! Sape lo?Keputusan final desain isi dan cover itu ada di tangan penerbit. Dari awal sudah tahu itu.Modal nerbitin buku puluhan juta itu dari penerbit.Gue mengerti kalau desainer pasti punya ide-ide briliannya sendiri dan ingin mempertahankan itu. Tapi selama gw pernah ketemu beberapa desainer, mereka welcome tuh sama usulan ide-ide. Itu yang desainer fashion beneran loh, lah ini mah bukan.Semua foto hak penerbit udah dikasih ke penulis (padahal harusnya ngga boleh) daaaann.. Ternyata bos gue nggak mengadakan surat perjanjian penerbitan sebelumnya dengan kivitz ini. Jadi nggak bisa menuntut apa-apa. *facepalm*Gw dan fotografer udah kerjain semua proses dari awal, pemotretan jauh-jauh, sampe malem, hari minggu masuk, lembur. Semua capek. Sia-sia.Fotografer gajinya per bulan itu tetap mau motret banyak atau dikit. Lah gw berdasarkan intensif buku yang terbit! Cukup tahu, begini nyeseknya keluar energi dan nggak dihargai. *sabar...sabar...*Cerita lain lagi, desainer cover di kantor gw udah bela-belain bikin alternatif cover sampe lembur, sampe malem, dan merancang sesuai dengan keinginan penulis. Terus pas dikirim by email, TIDAK ADA TANGGAPAN sama sekali bahkan sampai berhari-hari. See? Punya rasa saling menghargai dan menghormati nggak sih tim kivits ini?
Dear (sebut saja) kivitz, berterima kasihlah mungkin karena tulisan gw ini makin banyak orang yang searching dan nyasar ke brand kamu. Ini salah satu cara membangun brand juga, loh... :)
Love is real, real is love. -John Lennon-
Published on June 02, 2012 01:49
No comments have been added yet.