Latihan: From Abstract To Concrete 1

bruceleeBelajar menulis fiksi, seperti halnya mempelajari skill yang lain, seharusnya memerlukan latihan rutin.

Hasil yang bagus didapat dari latihan yang keras. Semakin bagus hasilnya, pasti semakin keras latihan yang telah dilakukan pemiliknya.

Tidak percaya? lihat saja latihan para atlet.


Dalam mengasah kemampuannya, para atlit melakukan sejumlah latihan dasar bertahap.

Misalnya beladiri: ada latihan pukulan, tendangan dan seterusnya.

Lalu tenis lapangan: ada latihan forehand, backhand, poly, service, dan seterusnya.

Mereka lakukan itu semuanya sebelum masuk ke tahap latihan tanding.


Belajar menulis seharusnya juga demikian, ada dasar-dasar yang harus dilatih.

Dalam satu sesi pelajaran di Bengkel Penulisan DKJ 2009, mentor kami memperkenalkan kami dengan latihan mengkonkretkan konsep abstrak.

Menurutnya, konsep abstrak seperti cinta, benci, dendam, marah, iri, dengki, jika dimasukkan dalam deskripsi cerita akan membuat cerita menjadi samar dan menjemukan. Lebih jauh, penulis yang membuatnya bisa di golongkan penulis yang malas.

Fiksi, menurutnya adalah bersifat konkret. Fiksi tidak menceritakan tentang cinta, tapi menceritakan tentang tindakan-tindakan orang jatuh cinta, putus cinta, dan lain-lainnya.




Nah, latihan mengkongkretkan konsep abstrak ini seperti bermain-main tebakan. Kita menuliskan suatu konsep tanpa memasukkan kata tersebut atau kata yang bersinonim dengan kata tersebut lalu lihat apakah pembaca bisa menangkap konsep tersebut.


Berikut latihan yang saya lakukan.



1. Mendamba/Sangat menginginkan sesuatu


Ide: Seorang yang mendamba akan terus menerus mengingat hal atau barang yang dia inginkan. Jika itu sebuah barang, maka ia akan secara rutin mendatangi barang tersebut meski hanya untuk melihatnya saja.


Berikut pengembangan dari ide tersebut:


Lelaki itu berjalan lagi ke bagian belakang sambil membelainya—mengikuti lekuk-lekuk itu.

Busyet dah, mulus banget, pikirnya.


Perempuan cantik itu tersenyum.


Ia mundur dua langkah lalu memandangi keindahan di depannya—dari atas ke bawah, lalu depan ke belakang—sambil menggelengkan kepala.


Kalo tidak ada orang lain di sini, pasti aku akan memelukmu dan menciummu sepuas-puasnya. Lalu aku akan mendudukimu dan membelai-belai interiormu. Tahu kah kau, berbulan-bulan aku memikirkanmu. Menempelkan gambarmu di dinding kamarku juga menjadikan fotomu sebagai wallpaper notebookku.



"Gimana mas?" tanya suara merdu perempuan itu.

Lelaki itu tersenyum.

"Mumpung Porsche baru masuk ke sini, jadi kita punya harga khusus," kata perempuan itu sambil menyodorkan selembar kertas.


Pria itu mengambilnya, melihat angka-angka yang tertera di kertas itu lalu menelan ludah—persis seperti yang dia lakukan dua minggu sebelumnya, dan dua minggu bulan sebelumnya dan sebelum-sebelumnya.



2. Dengki



Ide: Seorang yang dengki, tidak senang melihat tetangganya atau orang lain mendapatkan sesuatu. Ia ingin hal yang didapat orang lain itu hilang dan kalau mungkin berpindah ke tangannya.


Berikut pengembangannya:


Bu Marbun melihat lagi dari jendela kamarnya. Ini sudah ketiga belas kalinya dalam satu jam terakhir ia melihat melalui jendela itu sebuah mobil berwarna hitam mengkilap parkir di halaman rumah bu Arsya—tetangganya. Setiap kali selesai melihat, ia memonyongkan mulutnya lalu menggumamkan kata-kata yang tidak jelas.

Belagu, sok pamer. Alah pasti mobil kreditan atau mungkin suaminya baru korupsi lagi? Mudah-mudahan besok tuh mobil nabrak, trus jatuh ke kali dan langsung meledak.



Sesekali ia memukulkan kepalan kanannya ke tangan kirinya, lalu berjalan menjauhi jendela hanya untuk kembali lagi dan mengulangi hal tersebut beberapa menit kemudian.


Pembantunya yang melihat ulah majikannya itu jadi menggeleng-gelengkan kepala—meski sembunyi-sembunyi, karena kalo ketahuan pasti 'disemprot' dan kalo lagi apes bisa dipotong gajinya. Seingatnya sudah dua hari ini majikannya itu ngedumel tak karuan dan terus menerus melihat ke jendela, memandang mobil baru milik bu Arsya, tetangga paling kaya di komplek.

Majikan yang aneh, padahal baru empat bulan yang lalu ia membeli mobil, masa sih pengen beli lagi?



3. Cantik



Ide: Lelaki yang melihat perempuan cantik akan terpesona.


Berikut pengembangannya:


Saat gadis berleher jenjang, berambut hitam sebahu, bermata bulat sebening kristal dan hidung berlekuk indah, itu keluar dari pintu cafe, dua pemuda yang duduk di bawah tenda—dua meter dari pintu cafe—bersamaan menatapnya.


Gadis itu melenggok, seperti peragawati Paris memamerkan pakaian musim panas di atas catwalk, melewati mereka. Wangi mawar menyebar. Lalu angin nakal menyenggol dan menyibak rambutnya hingga sang gadis terlihat seperti sedang berakting di dalam film-film Hollywood.


Semua itu tak lepas dari pandangan kedua pemuda itu. Mereka menatapnya lekat seolah takut gadis itu akan lenyap ditelan bumi jika mereka berkedip.Mulut keduanya juga tampak terbuka. Kalau saja saat itu ada gerombolan lalat yang mencari sarang, mungkin mereka akan sudi mampir ke dalam mulut keduanya. Jakun pemuda yang duduk di sebelah kiri naik turun seperti tak henti-hentinya menelan makanan.



Saat perempuan itu telah berbelok dan menghilang di tikungan, pemuda yang duduk di pojok kiri menatap temannya,

"Apa di surga ngga ada cafe sampe bidadari harus dateng ke sini?"

Mendengar itu, temannya balas memandang,

"Gue tadi sampe ngebungkuk, ngeliat ke bawah."

"Ngapain? Mau ngintip?"

"Bukan, pengen mastiin dia nginjek tanah!"



Yah, masih jauh dari bagus. Masih butuh banyak latihan. Bukankah practise make perfect? But I know, I'll never perfect, never!

 •  0 comments  •  flag
Share on Twitter
Published on October 30, 2009 19:35
No comments have been added yet.