
Ia memandangku sendu.
"Papa mama ngga mau dengerin," ucapnya.
Aku mengangguk. Telah kulihat sendiri usahanya: mulai meminta, merengek, sampai mogok bicara. Namun orangtuanya tak bergeming. Mereka selalu membujuk, "Jangan takut, Sayang. Nanti kau juga betah."
Mungkin mereka mengira Wulan kangen teman-temannya. Wajar, mereka memang baru beberapa minggu pindah ke sini.
"Nanti malam purnama," peringatku.
"Tak ada yang percaya."
Aku mendesah. Wulan benar, tidak ada yang mempercayai kami—anak-anak. Orang dewasa pasti menyangka ini khayalan.
Tengah malamnya kudengar gemerisik. Tiga orang pria memasuki rumah ini. Lalu, kudengar teriakan dan rintihan. Darah mengalir di lantai; usus terburai dan Wulan telah terkulai.
Aku menangis. Aku dan keluargaku pun pernah mengalaminya.
Para kanibal itu selalu datang saat purnama ketujuh. Dan keluarga Wulan, keluarga keempat yang telah kuberi peringatan.
****
Catatan:
Cerita ini diikutkan pada lomba FF dari Blogfam. Info lengkapnya dapat dilihat disini: http://blogfam.com/wordpress/kabar-ka...
Published on December 05, 2010 06:59