Yusiana Basuki's Blog - Posts Tagged "higgins"
No Third-Class Carriages
"The great secret...is not having bad manners or good manners...but having the same manner for all human souls: in short, behaving as if you were in HEAVEN, where there are no third-class carriages, and one soul is as good as another".
Suatu rahasia....bukan karena buruk atau baik tatakramanya....tetapi memiliki tatakrama yang sama untuk semua manusia; singkatnya, berperilaku seakan kamu ada di surga, di mana tidak ada penumpang kereta kelas tiga, seorang manusia yang satu sama baiknya dengan manusia yang lain. Dikutip dari
"Pygmalion"
karya
George Bernard Shaw
.
Pada saat berkunjung ke London, saya suka menyaksikan pementasan drama di West End, daerah Soho, salah satunya yang berkesan mendalam di hati saya adalah 'Pygmalion' karya George Bernard Shaw, yang di kemudian hari judulnya diubah menjadi "My Fair Lady" ; George Bernard Shaw adalah seorang penulis drama di Inggris yang peduli dengan masyarakat kelas bawah. Inti dari cerita 'Pygmalion' adalah transformasi seorang gadis jelata, pedagang asongan bunga di Covent Garden, London, yang cara bicaranya seronok dan tingkah lakunya kampungan menjadi seorang 'lady' wanita bangsawan. Pertemuan yang tidak disengaja antara Eliza dengan profesor Higgins menjadi tontonan yang menarik tatkala profesor Higgins merasa tertantang untuk mengubah logat udik dan tata krama Eliza menjadi seorang 'lady' bak keturunan bangsawati Inggris sejati. Banyak orang menganggap profesor Higgins telah mengambil sebuah 'mission impossible' tugas mustahil, tetapi pada akhirnya jadilah Eliza seorang 'lady' yang bisa mengecoh siapa saja, termasuk para kalangan bangsawan Inggris, yang tidak mengetahui latar belakang kehidupannya, akan menyangka bahwa Eliza adalah gadis dari keturunan yang berdarah biru. Kesimpulan cerita drama ini adalah "siapa saja" bisa menjadi seseorang yang istimewa bila kita memberikan kesempatan padanya.
Saya mengenal seorang immigrant yang datang dari daratan Cina yang bekerja sebagai tukang bangunan di Chicago area; sebenarnya dia adalah seorang yang menyandang pendidikan sebagai insinyur mesin 'Mechanical Engineer' yang berpengalaman dan handal di negara asalnya, tetapi dia memilih jadi tukang bangunan karena kesulitan mendapatkan pekerjaan yang sesuai dengan pendidikan dan latar belakangnya. Seorang teman merekomendasi Ching (bukan nama sebenarnya) untuk merenovasi rumah karena hasil kerjanya bagus dan tarifnya relatif lebih murah. Rekomendasi itu memang benar adanya, saya puas dengan hasil kerjanya dari beberapa proyek yang telah diselesaikannya. Dengan berjalannya waktu, Ching semakin sibuk karena banyak orang memintanya untuk merenovasi rumah mereka sehingga harus 'booking' memesan beberapa bulan di muka untuk bisa memakai jasanya.
Ching tadinya hanya bekerja seorang diri, kemudian bisnisnya menjadi semakin maju karena iklan positif dari mulut ke mulut, akhirnya usahanya lebih dikembangkan dan berkesempatan untuk berbagi rejeki dengan orang lain. Dia membawa beberapa tenaga tambahan, salah satunya adalah Julio (bukan nama sebenarnya). Saya menanyakan kepada Ching darimana dia mendapatkan Julio karena Julio bukan dari Cina tetapi seorang immigrant dari Mexico. "Saya menemukan Julio di pinggir jalan", jawab Ching dengan ringannya.
Saya memperlakukan Ching dan rekan-rekan kerjanya dengan baik, menghindari sikap untuk berburuk sangka (prejudice) dan menjauhkan pikiran untuk menghakimi mereka (Who am I to judge?) sehingga Julio merasa nyaman dan mempercayai saya dan keluarga. Dia menceritakan kisah hidupnya yang tragis yang mana ibunya membunuh ayahnya, lalu bunuh diri karena tekanan ekonomi yang sangat berat, merasa sangat berputus asa dan tidak tahu lagi jalan keluarnya. Julio kemudian menjadi sebatang kara dan lari ke Amerika Serikat untuk menemui pamannya yang telah lama mengembara dan tinggal di USA. Sungguh menyentuh hati kisah perjalanan Julio yang menjadi yatim piatu dalam usia muda, dari Mexico, harus menyeberangi dataran tandus dan kering di Arizona dan sempat terlunta-lunta sampai bertemu dengan pamannya.
Bertahun-tahun telah berlalu saya tetap berlangganan dengan Ching dalam urusan merenovasi rumah yang hampir setiap tahun selalu ada saja perubahan atau tambahan. Sungguh saya menaruh rasa hormat terhadap Ching karena dengan sabarnya dia mendidik dan melatih Julio hingga Julio sekarang ini menjadi pekerja yang trampil. Waktu pertama kali datang dahulu, Julio hanya bermodalkan tenaga dan otot saja tanpa "skill" keahlian, sekarang dia sudah dipercaya oleh Ching untuk menyelesaikan pekerjaan yang biasanya dikerjakan oleh Ching tanpa harus diawasi; hasilnya pun bagus dan bermutu. Julio adalah 'protege' yang terus dilatih oleh Ching hingga akhirnya menjadi tenaga kerja yang handal.
Dari berbagai berita tentang immigrant, ataupun yang terjadi di seputar kehidupan kita, baik di lingkungan rumah ataupun di tempat kerja, ada kalanya kita mendapati bahwa sebagian kelompok masyarakat Amerika Serikat merasa Amerika adalah miliknya dan tidak ingin membuka pintu untuk para immigrant yang baru datang. Mereka lupa bahwa nenek moyang bangsa Amerika adalah juga dari kalangan para immigrant yang datang dari berbagai negara lain; bukan hanya itu saja, immigrant juga sering diperlakukan sebagai 'aliens' orang asing yang membahayakan, yang berpotensi menjadi teroris, yang menggerogoti hasil pajak negara, yang menumpang hidup dan fasilitas dari orang Amerika, yang merusak pasar tenaga kerja, dan sebagainya. Para immigrant sering kali dianggap sebagai ancaman dan tidak diperlakukan sebagai "person with dignity and rights" manusia yang punya harga diri dan hak. Perlakuan sebagian masyarakat juga sering merefleksikan kegagalan untuk saling mengerti akan kebutuhan 'unity of the human family' kebersamaan sebagai manusia, bahkan ada yang mendewa-dewakan bangsanya (chauvinism) yang akhirnya menjurus pada sikap berburuk sangka dan diskriminasi.
Semoga kedua illustrasi di atas yaitu Eliza, tokoh dalam drama "Pygmalion" dan Julio, tokoh dalam kisah nyata, menginspirasikan kita untuk memberikan kesempatan bagi mereka yang membutuhkannya. We Are One Without Distinction. Kita adalah sama tanpa ada perbedaan. Hendaknya kita selalu mawas diri akan tindakan-tindakan kita terhadap para pendatang atau yang dianggap sebagai orang asing di mana pun kita berada; hindarkan sikap berburuk sangka dan menghakimi mereka.
Pada saat berkunjung ke London, saya suka menyaksikan pementasan drama di West End, daerah Soho, salah satunya yang berkesan mendalam di hati saya adalah 'Pygmalion' karya George Bernard Shaw, yang di kemudian hari judulnya diubah menjadi "My Fair Lady" ; George Bernard Shaw adalah seorang penulis drama di Inggris yang peduli dengan masyarakat kelas bawah. Inti dari cerita 'Pygmalion' adalah transformasi seorang gadis jelata, pedagang asongan bunga di Covent Garden, London, yang cara bicaranya seronok dan tingkah lakunya kampungan menjadi seorang 'lady' wanita bangsawan. Pertemuan yang tidak disengaja antara Eliza dengan profesor Higgins menjadi tontonan yang menarik tatkala profesor Higgins merasa tertantang untuk mengubah logat udik dan tata krama Eliza menjadi seorang 'lady' bak keturunan bangsawati Inggris sejati. Banyak orang menganggap profesor Higgins telah mengambil sebuah 'mission impossible' tugas mustahil, tetapi pada akhirnya jadilah Eliza seorang 'lady' yang bisa mengecoh siapa saja, termasuk para kalangan bangsawan Inggris, yang tidak mengetahui latar belakang kehidupannya, akan menyangka bahwa Eliza adalah gadis dari keturunan yang berdarah biru. Kesimpulan cerita drama ini adalah "siapa saja" bisa menjadi seseorang yang istimewa bila kita memberikan kesempatan padanya.
Saya mengenal seorang immigrant yang datang dari daratan Cina yang bekerja sebagai tukang bangunan di Chicago area; sebenarnya dia adalah seorang yang menyandang pendidikan sebagai insinyur mesin 'Mechanical Engineer' yang berpengalaman dan handal di negara asalnya, tetapi dia memilih jadi tukang bangunan karena kesulitan mendapatkan pekerjaan yang sesuai dengan pendidikan dan latar belakangnya. Seorang teman merekomendasi Ching (bukan nama sebenarnya) untuk merenovasi rumah karena hasil kerjanya bagus dan tarifnya relatif lebih murah. Rekomendasi itu memang benar adanya, saya puas dengan hasil kerjanya dari beberapa proyek yang telah diselesaikannya. Dengan berjalannya waktu, Ching semakin sibuk karena banyak orang memintanya untuk merenovasi rumah mereka sehingga harus 'booking' memesan beberapa bulan di muka untuk bisa memakai jasanya.
Ching tadinya hanya bekerja seorang diri, kemudian bisnisnya menjadi semakin maju karena iklan positif dari mulut ke mulut, akhirnya usahanya lebih dikembangkan dan berkesempatan untuk berbagi rejeki dengan orang lain. Dia membawa beberapa tenaga tambahan, salah satunya adalah Julio (bukan nama sebenarnya). Saya menanyakan kepada Ching darimana dia mendapatkan Julio karena Julio bukan dari Cina tetapi seorang immigrant dari Mexico. "Saya menemukan Julio di pinggir jalan", jawab Ching dengan ringannya.
Saya memperlakukan Ching dan rekan-rekan kerjanya dengan baik, menghindari sikap untuk berburuk sangka (prejudice) dan menjauhkan pikiran untuk menghakimi mereka (Who am I to judge?) sehingga Julio merasa nyaman dan mempercayai saya dan keluarga. Dia menceritakan kisah hidupnya yang tragis yang mana ibunya membunuh ayahnya, lalu bunuh diri karena tekanan ekonomi yang sangat berat, merasa sangat berputus asa dan tidak tahu lagi jalan keluarnya. Julio kemudian menjadi sebatang kara dan lari ke Amerika Serikat untuk menemui pamannya yang telah lama mengembara dan tinggal di USA. Sungguh menyentuh hati kisah perjalanan Julio yang menjadi yatim piatu dalam usia muda, dari Mexico, harus menyeberangi dataran tandus dan kering di Arizona dan sempat terlunta-lunta sampai bertemu dengan pamannya.
Bertahun-tahun telah berlalu saya tetap berlangganan dengan Ching dalam urusan merenovasi rumah yang hampir setiap tahun selalu ada saja perubahan atau tambahan. Sungguh saya menaruh rasa hormat terhadap Ching karena dengan sabarnya dia mendidik dan melatih Julio hingga Julio sekarang ini menjadi pekerja yang trampil. Waktu pertama kali datang dahulu, Julio hanya bermodalkan tenaga dan otot saja tanpa "skill" keahlian, sekarang dia sudah dipercaya oleh Ching untuk menyelesaikan pekerjaan yang biasanya dikerjakan oleh Ching tanpa harus diawasi; hasilnya pun bagus dan bermutu. Julio adalah 'protege' yang terus dilatih oleh Ching hingga akhirnya menjadi tenaga kerja yang handal.
Dari berbagai berita tentang immigrant, ataupun yang terjadi di seputar kehidupan kita, baik di lingkungan rumah ataupun di tempat kerja, ada kalanya kita mendapati bahwa sebagian kelompok masyarakat Amerika Serikat merasa Amerika adalah miliknya dan tidak ingin membuka pintu untuk para immigrant yang baru datang. Mereka lupa bahwa nenek moyang bangsa Amerika adalah juga dari kalangan para immigrant yang datang dari berbagai negara lain; bukan hanya itu saja, immigrant juga sering diperlakukan sebagai 'aliens' orang asing yang membahayakan, yang berpotensi menjadi teroris, yang menggerogoti hasil pajak negara, yang menumpang hidup dan fasilitas dari orang Amerika, yang merusak pasar tenaga kerja, dan sebagainya. Para immigrant sering kali dianggap sebagai ancaman dan tidak diperlakukan sebagai "person with dignity and rights" manusia yang punya harga diri dan hak. Perlakuan sebagian masyarakat juga sering merefleksikan kegagalan untuk saling mengerti akan kebutuhan 'unity of the human family' kebersamaan sebagai manusia, bahkan ada yang mendewa-dewakan bangsanya (chauvinism) yang akhirnya menjurus pada sikap berburuk sangka dan diskriminasi.
Semoga kedua illustrasi di atas yaitu Eliza, tokoh dalam drama "Pygmalion" dan Julio, tokoh dalam kisah nyata, menginspirasikan kita untuk memberikan kesempatan bagi mereka yang membutuhkannya. We Are One Without Distinction. Kita adalah sama tanpa ada perbedaan. Hendaknya kita selalu mawas diri akan tindakan-tindakan kita terhadap para pendatang atau yang dianggap sebagai orang asing di mana pun kita berada; hindarkan sikap berburuk sangka dan menghakimi mereka.
Published on March 10, 2011 13:03
•
Tags:
buruk-sangka, carriages, eliza, george-bernard-shaw, higgins, immigrant, lady, my-fair-lady, prejudice, pygmalion, third-class


