Dya Ragil's Blog, page 4

December 26, 2013

Kelopak Sakura yang Gugur

Setelah nge-rant gajebo di status, chat facebook, whatsapp, dan sebangsanya, akhirnya saya putusin buat memuntahkan semuanya di sini saja. Hitung-hitung sekalian menyalurkan rasa frustrasi saya setelah baca manga satu ini.

Judulnya "5 cm per second", dan manga itu sama sekali nggak buruk. Mungkin gegara bertabur angst dan no-hope-LDR dan endingnya yang bener-bener bitter, saya jadi frustrasi akut bacanya. Saya sudah download novelisasinya, tapi belum saya baca. Saya juga sudah download animenya, tapi rasanya ditonton segera setelah baca manganya kemungkinan besar bakal bikin saya brokenheart dan brokenmind. Otomatis bakal bikin kamar saya jadi banjir bandang. So, baru akan saya tonton weekend ini. Kata temen yang sudah nonton animenya, plot ceritanya nggak se-deep manganya, tapi pemandangannya imba.
Semuanya bermula ketika saya jalan-jalan ke toko buku dan ada diskonan 25% di bagian manga. Sebenernya saya pengen cari novel hari itu, tapi setelah dipikir-pikir, udah lama saya nggak baca manga. Selama ini saya selalu nitip baca gratis di taman bacaan dan scanlation, tapi tiba-tiba saya ingin punya. Yang satu miniseri komplit aja. Akhirnya terliriklah manga satu ini, yang memang tamat cuma dalam 2 volume. Jujurly, saya udah dengar judulnya entah sejak kapan taun. Temen-temen yang merekomendasikannya selalu menyeliwerkan bisikan-bisikan setan pada saya soal judul animanga ini. Jadi, mungkin nggak ada salahnya saya beli.
Judul asli manga ini adalah "Byōsoku Go Senchimētoru". Yang dalam bahasa Inggris jadi "5 cm per second". Ya, 5 cm per detik, yang kata Akari (chara yang jadi penyebab si main chara nge-angst tingkat dewa, dan bikin saya frustrasi setengah hidup) itu adalah kecepatan jatuh kelopak bunga Sakura, yang sering dijadikan analogi untuk perputaran waktu dalam kehidupan manusia. Bahwa meski awalnya menjalani hidup bersama-sama sebagai satu Sakura utuh, pada suatu titik setiap kelopaknya akan luluh satu demi satu, lalu menempuh jalan sendiri-sendiri.
Saya nggak akan cerita soal plot di kisah ini. Karena ini adalah animanga legendaris sejak tahun 2007, yang pasti sudah dikenal banyak orang yang ngikutin animanga. Lagi pula, kalau dicari dengan kata kunci yang tepat, Mbah Gugel dan Tante Wiki sudah pasti bakal langsung ngasih gambaran besar jalinan ceritanya. Jadi ya, yang belum tahu, silakan berburu sendiri.
Jadi, apa kesimpulannya?
Animanga ini menyajikan realitas, bukan sekadar kisah cinta yang too good to be true. Seringkali, manusia berubah ketika dewasa. Janji murni yang dipegang ketika anak-anak, menghilang begitu saja. Pudar dibawa angin waktu yang melampaui jarak yang sanggup ditempuh. Cita-cita ketika kecil, keinginan kuat untuk terus menyimpan perasaan yang sama, selalu lenyap saat manusia tumbuh besar. Mungkin tergantikan oleh kesadaran manusia akan makna kehidupan itu sendiri.
Memang animanga ini endingnya terbuka, kita bisa menginterpretasikannya jadi beneran sad ending atau bitter-sweet. Jujur saja, saya menginginkan konklusi yang kedua.
***

"Sosokmu menjauh. Suatu hari kelak, aku pasti akan kalah oleh waktu dan jarak yang tak terlampaui. Hingga melupakan suara dan wajahmu. Bagaimana aku bisa mendapatkan kekuatan untuk melawan hal itu? Bagaimana aku bisa bertemu denganmu lagi?" ~Toono Takaki
 •  0 comments  •  flag
Share on Twitter
Published on December 26, 2013 15:20

June 15, 2013

Life is Wonderful~

Tempo hari, seorang teman memberikan link menuju situs buat nonton animanga live action, tepatnya ke live action dari satu judul manga jadul yang mangaka-nya sendiri sudah meninggal. Manga yang satu ini memang berulang kali dibuat live action-nya, mulai dari Taiwan, Korea Selatan, sampai negeri asalnya sendiri, Jepang. Tapi menurut saya, versi remake terbaru dari Jepang ini adalah yang paling keren.
Hanya remake-an terbaru ini yang benar-benar membuat karakter utamanya berkesan buat saya. Dan itu mempengaruhi saya cukup besar. Semangatnya, keceriaannya, kekonyolannya, membuat saya berpikir bahwa tidak apa-apa untuk hidup apa adanya diri kita. Tidak apa-apa tak perlu pokerface segala buat menutupi "kehebohan" kita. Tak perlu jaim, karena jaim itu memang sangat melelahkan.
Just be yourself and your life will be more lively.
Dan saya sudah merasakan sendiri dampaknya. It feels so great~
Hidup itu hanya sekali. Hiduplah dengan total, jadi diri sendiri, dan jalani hidup dengan caramu sendiri.
Well, at least, it's yours, not anybody else's life.
 •  0 comments  •  flag
Share on Twitter
Published on June 15, 2013 20:07

June 10, 2013

Diskusi KSM #1 ~ In Medias Res

Intro dulu ya?
Apa itu KSM?
KSM itu kepanjangan dari Kelompen (Kelompok Penulis) Sabtu Malam, sebuah komunitas kecil-kecilan bagi para penulis-wannabe buat ngumpul dan diskusi macam-macam. Berkaitan dengan kepenulisan, tentu saja. Kami biasa kumpul di markas besar (?), tepatnya di Garden Cafe Kopma UNY, kecuali kalau tempat itu sedang tutup atau ada acara sehingga kami harus pindah tempat (Sabtu kemarin kami pindahnya ke foodcourt UGM). Biasanya diadakan tiga minggu sekali sih. Yang orang Jogja, yang orang Jogja, silakan gabung deh kalau mau. Makin banyak orang, makin bagus diskusinya kan? :D
Oke, jadi pada hari Sabtu, 8 Juni kemarin, dimoderatori oleh Juno, kami membahas tentang In Medias Res.In Medias Res itu merujuk kepada kisah/penulisan cerita yang bermula langsung di tengah cerita, biasanya langsung ke bagian yang penting dari sebuah cerita. Sederhananya, kita langsung melempar karakter cerita kita ke tengah-tengah konflik yang sedang terjadi. Biasanya akan diikuti dengan sedikit flashback untuk menguatkan posisi karakter dalam konflik itu, sehingga nggak terkesan ujug-ujug atau tiba-tiba sehingga membuat kita menyeletuk, "Lho, kok jadi gini? Kok tiba-tiba gitu?", tanpa sebab yang jelas.
Setelah bicara teori, Juno lalu menantang kami (yang datang waktu itu cuma 5 orang termasuk saya dan sang moderator) untuk menulis di tempat, aplikasi dari In Medias Res itu, dalam waktu 15 menit. Aturannya simpel: kami masing-masing menyumbangkan satu kata yang harus ada dalam cerita dadakan yang kami bikin. Lalu, yang perempuan karakter utamanya harus laki-laki, begitu pula sebaliknya. Awalnya ditentukan memakai PoV 1, tapi kemudian dibebaskan boleh pakai PoV 3. Saya pribadi sih pakai PoV 1.
Nah, ini contoh bikinan saya:
(Oiya, ini kata kunci dari kami berlima: mata, air, emas, cahaya, danau.)
Dia sebenarnya bukan orang jahat. Tapi, sikapnya yang begitu keras menentang apa pun yang kulakukan, sorot mata tajamnya tiap kali "berbincang" denganku itu, seolah membuat kehadirannya dalam hidupku hanya sebagai tokoh antagonis. Dan hari ini, semuanya semakin jelas.
Aku memelototi bayangannya yang tercermin dalam air di danau belakang rumah. Sambil mengusap-usap pipiku yang sakit oleh pukulan barusan, aku bangkit. Lalu berdiri menantangnya.
Aku tahu ada kemarahan yang berkilat di matanya. Aku tak peduli. Karena hal yang sama juga berkilat di mataku. Jadi, kuputuskan untuk meladeninya, walau ini bukan aku yang memulai.
Aku langsung berlari menabraknya. Kami berguling hingga menembus hutan, menuju tanah lapang--tepat ketika bulan keluar dari persembunyiannya dari balik awan. Tepat ketika aku berada di atasnya, siap untuk balas menghajar, cahaya bulan menerpa wajahnya, menampakkan mata emasnya yang diliputi kegetiran. Dan ucapannya berikutnya benar-benar menamparku melebihi apa pun.
"Kalau kau tidak egois dan meninggalkannya sendirian, Ibu masih akan tetap bersama kita, Kak."
Lalu aku sadar. Aku-lah antagonisnya.

Oh well, sebenarnya flashback bisa berbentuk banyak hal. Biasanya narasi sih. Tapi, dalam kerjaan saya itu, saya pakai dialog sebagai flashback-nya. Ehehe, mungkin gara-gara waktu yang sempit, saya nggak sempat mikir lama-lama.
Oke, saya sudahi dulu. Setelah ini, sebisa mungkin saya ingin share inti dari hasil diskusi kami tiap tiga minggu di sini. Semoga saya nggak kena virus lupa. #plak
Salam :3
 •  1 comment  •  flag
Share on Twitter
Published on June 10, 2013 10:37

May 17, 2013

Kembali Ngomik

Sudah lama sekali saya rehat bikin komik, mungkin sudah setahun sejak saya mulai kuliah lagi. Dan sekarang, karena saya memutuskan untuk melanjutkan proyek lama tentang komik fisika dengan cerita dan karakter baru, saya putuskan untuk kembali mencorat-coret buku sketsa saya.
Benar-benar sekarang baru berasa kangennya saya buat menggambar sesuatu. Biasanya saya cuma asal corat-coret saja di sela-sela kuliah (#mahasiswi tak bertanggungjawab #jangan ditiru ya). Sekarang benar-benar mau saya seriusi.
Saya nabung lagi buat beli penghapus, drawing pen 0.1 dan 0.2 (yang 0.2 belum kebeli, kemarin ke toko alat tulis tapi kehabisan stock). Saya kais-kais lagi rak-rak tua buat nyari penggaris nganggur. Terus saya install lagi driver buat scanner. Saya juga mulai bersih-bersih meja tracing yang debunya naudzubillah tebelnya gegara saking lamanya nggak kepake. Perlu beli kertas se-rim dan spidol juga (spidol saya yang dulu itu udah raib entah ke mana). *sigh*
Perlengkapan perang saya, walaupun belum lengkap #plak
Yah, sedikit demi sedikit lah. Mumpung semangat berkarya itu masih bagus-bagusnya, harus dimanfaatin dong. Apalagi untuk orang yang angin-anginan macam saya itu butuh latihan. Harus dilakukan setiap hari, sesedikit apa pun itu. Kalau hanya tergantung mood, kapan selesainya?!

Dan akhir kata (cheiyeee, bahasanya... #plak), ayo berkarya, Kawan. Apa pun itu. xDD

Salam :3


 •  0 comments  •  flag
Share on Twitter
Published on May 17, 2013 19:29

January 15, 2013

[Review] Live Action: Rurouni Kenshin

Well, setelah Detective Conan (teteup), Rurouni Kenshin adalah salah satu animanga favorit saya. Saya selalu suka historical fiction, dan RK ngambil setting di zaman kuno Jepang, pas para penduduknya masih pake yukata atau hakama. Dan masih pake katana sebagai senjatanya. Walaupun karena pengaruh Eropa sudah masuk di zaman itu, senjata api pun mulai bermunculan.
Tapi, ngejadiin animanga sebagai live action? Wait a sec, that's a different matter. Saya selalu excited sekaligus waswas kalo dapet kabar animanga favorit saya dijadiin live action. Sempat speechles karena castingnya Mouri Ran di DC LA 1 & 2 (Kurokawa Tomoka keliatan kayak emak-emak, dan penjiwaan sebagai Ran minim banget, tapi pas LA 3 diganti Kutsuna Shiori saya puas deh--walaupun sempet brokenheart juga pas castingnya Shinichi ikutan diganti, padahal Oguri Shun itu perfect sebagai Shinichi T_T ).
Lalu, pas denger-denger kalau RK juga mau dibikin LA, saya pun langsung excited. Bahagia banget rasanya. Lalu, denger-denger juga kalau produsernya itu Warner Bross. Wait a sec, LA animanga dibikin sama orang-orang luar Jepang? That's a bad sign. Really bad sign ("Dragonball: Evolution", anyone?).
Saya pun langsung lega setengah hidup begitu tahu sutradaranya orang Jepang. Well, Otomo Keishi bekerja amat sangat bagus sekali dalam LA ini. Yah, karena di Indonesia LA animanga nggak mungkin tayang di bioskop (kecuali yang kerjaan fail-nya hollywood), terpaksa saya download torrent-nya. Dan setelah penantian selama lima hari dengan dahi benjol gegara keseringan headbang (#lebai), akhirnya kemarin (iya, baru kemarin) saya bisa nonton juga~ xDD

Jujur saja, saya enggak berharap banyak sama LA ini. Entah dari castingnya, entah dari ceritanya. RK itu animanga dengan arc yang lumayan banyak. Menjejalkannya dalam satu movie saya rasa amat sangat mustahil. Tapi apa yang saya dapat setelah nonton LA ini? Well, satu yang pasti: penantian saya selama lima hari enggak sia-sia sama sekali. This LA is incredible and awesome. This is really worth waiting. Saya enggak nyesel ... yeay~!



Ini sinopsis yang saya terjemahkan dari IMDb (maaf kalo terjemahannya berantakan #plak):

Pada tahun 1868, setelah Perang Bakumatsu berakhir, Himura Kenshin, seorang mantan pembunuh bayaran, bersumpah untuk melindungi siapa saja yang membutuhkan tanpa membunuh. Ia pun berkelana keliling Jepang dengan pedangnya yang bermata-terbalik selama transisi dari masa kejayaan samurai ke era baru.

Ketika Kenshin menolong Kamiya Kaoru dari para bandit yang dipekerjakan seorang bandar opium bernama Takeda Kanryuu yang menginginkan sekolah milik Kaoru sebagai tempat produksi opiumnya, Kaoru mengundang Kenshin untuk tinggal di sekolahnya. Tapi, si peracik opium, Takani Megumi, melarikan diri dari Takeda dan meminta perlindungan di sekolah Kaoru.

Sementara itu, Battousai si pembunuh, membantai para petugas kepolisian dan meninggalkan pesan tertulis di tempat kejadian.

Ketika Takeda meracuni penduduk di sekitar sekolah Kaoru, Kenshin menggabungkan kekuatan dengan petarung jalanan bernama Sagara Sanosuke untuk menyerang musuh bersama mereka.  

Scene favorit saya ... ngomong-ngomong, ini persis banget dengan scene yang di anime~ <3
Jalinan plotnya gimana? Apakah banyak arc dijejalin gitu aja?
Enggak sama sekali. Jadi, LA ini cuma ngambil dua arc pertama di animanga RK. Itu loh, yang ngelawan bandar opium sama munculnya Battousai palsu.
Dua arc dijadiin satu, mungkin kesannya bakal tumpuk-tumpukan plotnya. Tapi, enggak. Saya kaget juga. Ada perubahan minor dalam LA ini dibanding animanganya, tapi itu nggak bikin LA ini jadi fail. Justru malah bikin jalinan plotnya jadi mulus dan luwes. Bahkan LA ini ngasih bonus asal-muasal torehan luka berbentuk "X" di pipi kiri Kenshin.

Settingnya gimana? Fail, nggak? 

Yang satu ini juga nggak fail. Pas nonton LA ini, saya langsung terbawa ke suasana Jepang pada zaman itu. Pemandangannya bener-bener awesome, bentuk-bentuk rumahnya real banget, kostumnya pun beneran berasa kayak pakaian di zaman itu (kostumnya enggak plastik, beneran asli dan real).

Pemandangannya cantik~ <3
Bahkan rumahnya Takeda Kanryuu, si bandar opium, juga berasa Eropa banget (mengingat di zaman itu Jepang lagi kena pengaruh Eropa, saya rasa pas-pas aja, apalagi di animanganya juga begitu).

Battle! Gimana battle-nya? 

One word: speechles.

In a good way, though.

Pertarungannya cepat, tepat sasaran, dan ketika terjadi kontak fisik, itu beneran keliatan lagi kontak fisik, enggak palsu gitu. Enggak banyak kena efek CG juga, palingan yang kena cuma kecepatan battle-nya sama cipratan darahnya doang. Tekniknya murni nggak kena efek CG apa pun.

Yang namanya battle samurai, enggak bakal lengkap kalau nggak ada battle di bawah guyuran hujan. Guess what? You'll get that kind of scene in this LA. Actually, you'll get more. And what was that mean?

Agak enggak keliatan yah? Tapi di LA-nya keliatan banget kalau lagi hujan :v
Well, battle di sini bakal diwarnai dengan setting di bawah aneka guyuran. Guyuran hujan, guyuran salju, guyuran guguran kelopak sakura, guyuran guguran daun, bahkan guyuran uang kertas. Uang?! Iya, uang. Gak percaya? Tonton aja sendiri.

Teknik battle-nya pun keren mampus. Jurus-jurusnya keluar semua, dan enggak monoton. Aliran Hiten Mitsurugi seolah dihidupkan dalam LA ini. Saya bisa menebak gerakannya bakal kayak gimana, tapi tetep aja saya speechles pas gerakan-gerakan jurus itu beneran diperagakan. Itu jauh melebihi tebakan dan ekspektasi saya~ xDD

Kuda-kuda aliran Hiten Mitsurugi: Battou-jutsu, Sou Ryu Sen
Dan kalo saya misalnya baru nonton di pertengahan lalu ngeliat ada seorang polisi lagi pegang katana dengan sebelah tangannya yang bebas sedang diposisikan sedemikian rupa di mata pedang, saya langsung bisa menebak siapa kapten polisi itu. Saitou Hajime! Siapa lagi?

"Life by the sword, die by the sword. There is no other way for us," said Saitou.
Begitulah, nggak cuma Hiten Mitsurugi yang hidup dalam LA ini, jurus-jurus lain pun dihidupkan pula, termasuk alirannya Kamiya Kashin.

Kalau jurus-jurusnya hidup, apakah para karakter animanganya juga ikut dihidupkan dalam LA ini?

Karakter. I can say yes and no. 

Oke, mulai dari siapa? Well, of course the leading male chara. Who else?

Himura Kenshin, diperankan oleh Satou Takeru. Dalam LA ini, ada tiga karakterisasi Kenshin yang muncul: Hitokiri Battousai si pembunuh berdarah dingin, samurai yang lagi galau antara benar atau salah tindakannya, sama Himura Kenshin yang cinta damai. Sejauh yang saya lihat, aktingnya Satou itu ... amazing. Dia bisa memerankan ketiga sifat karakter itu dengan amat baik tanpa meninggalkan kesan bahwa pemilik ketiga sifat karakter itu adalah orang yang sama. Dia keliatan bener-bener nyata sebagai Himura Kenshin.

Kamiya Kaoru, diperankan oleh Takei Emi. Kamiya Kaoru yang saya kenal (atau kita semua kenal), tidak jelek sama sekali. Tapi, dia itu lebih ke arah memiliki wajah yang datar-datar aja, enggak bisa dibilang cantik banget, wajahnya standar wanita-wanita Jepang kala itu. Dia juga tomboy. Kalo diibaratkan, Kamiya Kaoru itu seperti api, dengan semangat yang meledak-ledak. Nah, here the problem comes. Takei Emi terlalu cantik buat Kaoru. Dan daripada seperti api, Kaoru di sini lebih ke arah damsel in distress! Too much galau. Too much frustration. That's not Kaoru. The worst is ... I can't found enough chemistry between Kaoru and Kenshin in this LA. Yah, tapi chemistry-nya Kaoru sama karakter Yahiko dan Megumi cukup kuat dan pas di sini.

Kaoru kelewat cantik :v

Sagara Sanosuke, diperankan oleh Aoki Munetaka. Dibilang mirip sih ... postur badannya mirip, lebih tinggi dari Kenshin gitu. Tapi matanya kurang tajem >,< ... damn, padahal dia karakter favorit saya setelah Yahiko. Bicara soal akting, he's great. And that was satified me. Banzai! Saya suka humornya dia, enggak murahan. Sifat berandal dan easy-goingnya pun kentara banget di sini. Battle-nya juga berantakan. Kalau Kenshin itu identik dengan kecepatan, dia identik dengan otot. Itulah Sano. Dan Aoki berperan bagus sebagai Sano di sini. Well, saya selalu ngakak liat battle-nya dia, terutama pas battle di dapur itu~ xDD

Takani Megumi, diperankan oleh Aoi Yuu. Saya enggak terlalu masalah sih sama aktingnya. Aoi juga bermain bagus di sini. Satu-satunya masalah adalah ... sosok Aoi menghancurkan bayangan Megumi dalam benak saya. She's too cute for the beautiful Megumi! Megumi itu harusnya cantik banget, juga anggun. Tapitapitapi, dalam LA ini, kenapa Megumi jadi seimut itu? >,< *nangis gelindingan*

Megumi terlalu imut >,<
Myojin Yahiko, diperankan oleh Tanaka Taketo. Okay, now I can tell you this ... with pleasure: HE'S THE WINNER!!! Saya serius. Saya enggak bilang begini karena Yahiko itu karakter favorit saya. Saya bilang begini karena ... Yahiko beneran dihidupin sama Tanaka-kun di LA ini. Mulut kasarnya, sifat sombongnya, sikap serampangannya, jiwa keadilannya, enggak mau ngalahnya dia ... everything was perfect~ I can't say more~ xDD
  
"I'm your senpai now," said Yahiko to Kenshin *ngakak gelindingan*
Saitou Hajime, diperankan oleh Eguchi Yousuke. Kalau saya nggak salah inget sih (maklum, udah lama banget saya terakhir ngikutin animanga RK), Saitou itu munculnya agak belakangan deh, enggak seawal ini. Saya enggak tahu kenapa Otomo-san memunculkannya sejak awal. Well, forget it. Di luar keganjilan itu, kehadiran Saitou di sini bikin saya excited. Sebagai rival dan musuh masa lalu-nya Kenshin, Eguchi memerankan Saitou dengan bagus. Tapi, Saitou di sini terlalu lunak dan kurang dingin. Aaah, matanya juga kurang tajem dan dia kurang tinggi >,< ... Tapitapitapi, teknik pedang Gatotsu-nya hidup banget di tangan Eguchi :D

Finally, the villain. Kagawa Teruyuki sukses berperan sebagai Takeda Kanryuu yang bener-bener nyebelin. Dengan tampilan rambut bob-nya yang direbonding dan sikap merendahkan orang lain itu, Kagawa bener-bener berhasil menghidupkan karakter Takeda yang hateable. Sementara itu, Kikkawa Kouji juga cukup berhasil dengan karakter Battousai palsu-nya. Penggambaran dia sebagai karakter yang haus darah dan brutal juga lumayan cocok.

Idih, ekspresi mukanya minta ditonjok =_=a
LA atau movie apa pun nggak akan lengkap tanpa musik. BGM-nya gimana? 

Great! BGM-nya keren. Saya seneng aja LA ini enggak pake ost-nya yang di animanga, lebih terkesan ada variasinya gitu. Dan cara mereka nge-mix-and-match-nya juga sukses sejauh pendengaran saya. 

Saya sih awalnya agak kaget sama BGM-nya, tapi kemudian malah ngerasa terkesan sendiri. Ternyata BGM macam ini bisa cocok buat scene macam ini, dan BGM macam itu bisa cocok buat scene macam itu.

Well done.

Secara keseluruhan, apakah LA ini sukses? 

Definitely yes! Saya kasih nilai 4,5 dari 5.

Saya enggak keberatan dengan perubahan minor dalam LA ini. Karena terbukti malah bikin cerita ini mengalir mulus-lancar. Meskipun ada beberapa karakter yang out of space, saya pikir keberadaan mereka enggak terlalu mengganggu, dan malah terkadang mendukung jalannya plot.

Yah, mungkin para fans bakal bertanya-tanya dengan keberadaan beberapa karakter itu atau ketidakberadaan beberapa karakter lain. Saya malah berpikir kalo Otomo-san bertindak cerdik dalam hal ini. Terlalu banyak karakter justru akan terancam membuat karakter-karakter penting tidak cukup tergali. Yah, pintar juga sih membuang beberapa karakter yang nggak terlalu mendukung plot. Hal itu malah bisa semakin memfokuskan LA ini di kedalaman plotnya. I think it's worth it.

The last but not the least, saya enggak keberatan sama sekali menanti sekuelnya (kalau ada). Sebagai movie yang berdiri sendiri, LA ini cukup sukses. Tapi, LA ini juga menyediakan planting di sana-sini yang bisa berpotensi di-harvest dengan baik di sekuelnya. 
 
 •  0 comments  •  flag
Share on Twitter
Published on January 15, 2013 03:25

January 11, 2013

"Like a Boss" Saat Ujian? Why Not?

Sebagai mahasiswa atau yang statusnya masih siswa, nggak sedikit yang kelabakan menjelang Ujian Akhir Semester. Iya, nggak? Hayoo, ngaku! Saya juga begitu lho....
Lalu, apa yang mesti dilakukan biar kita enggak panik saat ujian? Terutama buat yang memiliki daya hafal sekarat macam saya?
Well, nggak susah sebenernya. Bahkan belajar secara SKS (sistem kebut semalam)--yang biasanya menjerumuskan kita ke dalam kesesatan bernama "mencontek"--bisa dimanfaatkan secara lebih efektif hingga kita bisa menjalani ujian dengan cara-cara yang benar. Asalkan tahu caranya, bahkan seseorang dengan daya ingat parah bisa melewati ujian yang penuh hafalan dengan selamat.  Ini cara-cara yang biasanya saya tempuh, dan lumayan efektif untuk dua mata kuliah yang sudah saya tempuh ujiannya dalam minggu ini. Masih sisa dua ujian lagi sebenarnya. Semoga cara-cara ini masih tetap efektif ya ... doakan saya, Teman-Teman~ xDD
Well, apa pula langkah pertama yang bisa ditempuh dalam menghadapi medan perang bernama ujian?
Seperti perang bersimbah darah yang juga butuh persiapan bertahun-tahun padahal perangnya sendiri hanya beberapa minggu, begitu pula dengan ujian semester. Tentu saja persiapannya dilakukan tepat sejak semester itu dimulai.
Menyimak. Mencatat. Membaca kembali. Tiga langkah yang sangat sederhana, tapi entah kenapa susah banget dipraktekkan. Nggak cuma kalian kok, saya juga begitu. Tapi saya enggak menyerah.
Seseorang pernah bilang, musuh terbesar kita adalah diri kita sendiri. Selama kita bisa menang atas diri sendiri, kita bisa memenangkan segalanya. Segalanya dimulai dari diri sendiri.

1. Menyimak. Kata-kata dosen itu sakral. Kita nggak akan pernah tahu apakah penjelasan dari dosen yang seringnya enggak ada di buku referensi itu bakalan masuk di ujian atau enggak. Unfortunately, hal itulah yang sering terjadi dalam ujian di kampus saya. Seperti kejadian pas ujian pertama tempo hari. Meski ujiannya openbook, tapi banyak yang diujikan itu nggak ada di referensi dan slide presentasi punyanya dosen yang dikasih ke kita. Well, kalau kita enggak mendengarkan dan menyimak dengan sepenuh hati, sudah dipastikan bakal gagal di ujian. Lalu, gimana caranya biar kata-kata dosen itu menyesap di otak dan hati kita (#lebai)? Cuma satu solusinya: catat! Apa?! Nyatet?! Iya, nyatet. Dan ini saya beneran serius. 
2. Mencatat. Malas mencatat? Well, saya kasih triknya biar mencatat terasa menyenangkan.
Pertama, pakai pulpen dengan banyak warna. Apa? Kalian menertawakan saya? Saya kasih tahu ya, catatan yang ditulis dengan banyak warna akan jauh lebih menarik untuk dibaca dan dipelajari daripada catatan yang cuma hitam melulu. Nih, coba bandingkan!

Kalau saya ya ... saya bakalan lebih tertarik baca tulisan yang ditulis dengan banyak warna daripada yang cuma pake tinta hitam. Apalagi jika warna-warna berbeda itu memang ditujukan untuk membedakan mana yang penting dan enggak, mana yang poin-poin utama dan penjelasnya, dan mana yang bahasan pokok dan yang cuma intermezzo.
Jadi, pembedaan warna itu nggak cuma asal-asalan dibikin. Ada tujuannya, lho.  Kedua, jangan segan mencorat-coret buku paket atau buku referensi. Yang mau kita catat udah ada di buku paket dan cuma sedikit yang enggak?  Poin-poin yang disampaikan dosen udah ada semua di buku, tapi letaknya mencar-mencar sampai harus dicari dulu?  Ada tambahan penting yang perlu ditulis tapi enggak ada di buku sementara nulis di tempat terpisah bisa bikin catatan tambahan itu tercecer dan hilang? 
Yah, solusinya gampang. Asalkan buku referensi itu punya kita sendiri dan enggak minjem punya orang, kita bebas ngasih coret-coretan di buku itu. Oiya, jangan lupa dengan bagian “pakai pulpen dengan banyak warna” tadi.   Asalkan coret-coretannya berguna dan bener-bener berkaitan dengan pembahasan, jauh lebih gampang dipelajari karena posisinya yang enggak mencar ke mana-mana. Kita cuma tinggal mempelajari satu buku itu tanpa harus berpusing-pusing ria dengan acara “pencocokan” dengan catatan kita di buku tulis. Toh, catatan kita udah ada di buku paket.  Kalau poin-poinnya udah ada di buku, tapi letaknya mencar-mencar, kita bisa pake stabilo dengan warna kesukaan kita. Simpel.



Ketiga, bikin mind map. Mind map? Apa itu?  Kalau diterjemahkan secara harafiah, mind map itu artinya peta pikiran. Atau bisa juga kita sebut dengan peta konsep. Pernah lihat peta konsep di awal atau akhir bab buku-buku paket SMP atau SMA? Nah, kita bisa bikin sendiri lho sesuai dengan pembahasan yang sedang kita pelajari.  Ini dia contoh peta konsep yang dulu saya bikin pas dosen menerangkan soal sejarah bahasa Indonesia. 
Daripada mencatatnya dalam bentuk tulisan sampai-sampai saya harus balapan dengan kecepatan ngomong dosen saya, mending saya perhatikan inti omongan dosen saya, lalu saya tuangkan dalam wujud mind map. Lebih asyik dibikin dan lebih asyik dipelajari pas kita baca ulang catatan kita menjelang ujian.  Oke, saya biasanya pake tiga trik itu agar mencatat menjadi menyenangkan. Enggak bikin stress juga gara-gara pusing harus balapan sama kecepatan bicara dosen kita. 
3. Membaca Kembali. Kita mutlak perlu baca ulang. Terutama menjelang ujian. Nah, baca ulang di sini akan jadi menyenangkan kalau dua tahapan sebelumnya berhasil kita lalui dengan baik.  Pada tahap terakhir inilah, bahkan jika kita melakukannya di malam hari menjelang ujian, kita akan baik-baik saja saat hari H. Kalau beruntung, kalau kita paham dengan apa yang dulu kita tulis, syukur-syukur kita bisa memenangkan pertempuran di medan perang bernama Ujian Akhir Semester.  Ya, kalau dua yang lain sudah terlewati dengan sukses, bahkan belajar secara SKS pun akan tetap efektif dan menyenangkan. Yah, syukur-syukur kalau kalian belajarnya beberapa hari sebelumnya, persiapan akan lebih matang lagi.  Cuma satu saran saya. Jangan buka buku pada hari H, terutama satu atau dua jam menjelang ujian. Salah-salah pikiran kita malah jadi kubangan lumpur dan lupa semuanya. Kalau bisa sih, detik-detik menjelang ujian itu, kita jernihkan pikiran kita sehingga pada saatnya nanti ujian dimulai, kita enggak panik.  
Well, yah ... itu pernah terjadi sama saya. Satu-satunya hal yang bisa saya lakukan waktu itu hanyalah: bergantung pada kemampuan saya dalam mengarang indah dengan berbekal ingatan saya akan kata-kata dosen waktu kuliah.  Dalam hal ini, tahap menyimak memegang peranan yang sangat penting. Asal waktu menyimak itu kita paham apa yang diucapkan dosen, hal itu bisa menyelamatkan kita pada saat ujian. Dan itu amat sangat membantu bagi orang-orang dengan daya hafal sekarat seperti saya. Tapi, itu hanya untung-untungan.
  Pada dua ujian yang sudah lewat, saya beruntung karena diselamatkan hal kecil yang amat penting bernama “menyimak kata-kata dosen”.
That’s all.
Dan perlu diingat, keberuntungan enggak selalu menaungi kita setiap waktunya.  Persiapan yang lebih dini dan lebih matang, lebih baik.  Ingat pula satu hal: pemahaman jauh lebih lama menetap di otak daripada penghafalanGood luck buat semua yang sedang menempuh ujian....  Doakan saya, ya ... dan saya pun sudah pasti mendoakan kalian. Semangat!  Mari kita menangkan medan perang ini!!! >o<)9 
 •  0 comments  •  flag
Share on Twitter
Published on January 11, 2013 06:39

December 10, 2012

[Review] Novel: Let Go

Let Go
karya Windhy Puspitadewi
Sinopsis back cover:
Kau tahu apa artinya kehilangan? Yakinlah, kau tak akan pernah benar-benar tahu sampai kau sendiri mengalaminya.
Raka tidak pernah peduli pendapat orang lain. Selama ia merasa benar, dia akan melakukannya. Hingga, suatu hari, mau tidak mau, ia harus berteman dengan Nathan, Nadya, dan Sarah. Tiga orang dengan sifat yang berbeda, yang terpaksa bersama untuk mengurus mading sekolah.
Nathan, si pintar yang selalu bersikap sinis. Nadya, ketua kelas yang tak pernah meminta bantuan orang lain. Dan Sarah, cewek pemalu yang membuat Raka selalu ingin membantunya.
Lagi-lagi, Raka terjebak dalam urusan orang lain, yang membuatnya belajar banyak tentang sesuatu yang selama ini ia takuti, kehilangan.

Review:


Saya bahkan bisa membayangkan setiap adegannya tanpa terkecuali dalam panel-panel manga. Saya bilang begitu, bukan berarti nggak suka. I loves manga, anyway. So, it’s okay. Dan kalau boleh bilang, style menulis saya juga termasuk dalam aliran mangaish, jadi seneng aja nemu novel dengan style sama. Eksekusinya juga mantap, pula. Sederhana, tapi mengena. Favorit saya.
Oke, pertama, kenapa saya bisa jatuh cinta sama Let Go? Padahal, biasanya saya kalau ke toko buku selalu memilih novel bertema agak berat kayak fiksi fantasi. Tapi, sampul buku itu bener-bener menarik. Sederhana, tapi keren. Salut deh sama Gagas Media yang selalu berhasil bikin ilustrasi sampul yang keren-keren. Warnanya biru pastel, pula. Ditambah burung-burung yang kelihatan banget sketsa pensil (atau hasil potret, tapi diedit selayaknya sketsa pensil?), hasilnya jadi lembut banget. Selembut cerita dalam novel ini. Yeah, don’t judge a book only by its cover. That’s right. Tapi tetep aja cover berpengaruh.
Hmmm, novel ini bercerita tentanga 4 orang: cowok badung tapi kelewat baik ke semua orang; cowok cakep, tajir, jenius, tapi tingkat kesadisannya gak usah ditanyain lagi; cewek sempurna tapi kesibukannya nggak manusiawi sampai kewalahan sendiri; cewek pemalu, baik, pintar, tapi kena inferior complex dan gak bisa bilang “tidak” ke orang lain. Dan keempatnya digabungkan oleh wali kelas mereka ke dalam tim mading sekolah bernama Veritas.
Dilihat dari 4 karakter itu, ini khas stereotip manga-manga Jepang. Untungnya eksekusinya mendukung. Yah, persahabatannya kental banget, tentunya ada selipan cecintaan di dalamnya. Yang bikin saya salut dan seneng banget sama buku ini, cecintaan gak mendominasi. Cecintaan seperti tambahan di sini, tapi gak cuma tempelan. Lebih ke persahabatan sih sebenarnya, terutama antara Caraka dan Nathan. Sejak awal sudah mengindikasikan bahwa mereka bakal deket. Saya aja langsung tereak: BROMANCE DETECTED! XD
Tapi, saya suka. Mengingatkan saya akan bromance antara Niwa Daisuke dan Hiwatari Satoshi dalam animanga D.N.Angel. Dan lagi, kondisi mereka mirip pula. Yang satu baiknya gak tanggung-tanggung. Yang satu sakit-sakitan. Yang satu berusaha keras pengin menjalin persahabatan. Yang satu menghindar mati-matian, meskipun alasannya agak beda.
Dan waktu Sarah mengungkapkan rasa sukanya ke Caraka, saya langsung ingat animanga Honey and Clover. Beneran, caranya Sarah itu “mirip” sama caranya Ayumi pas mengungkapkan rasa suka ke Mayama (biarpun Ayumi lagi mabuk dan ngungkapinnya pas Mayama menggendong Ayumi pulang). Mana reaksi penolakan si Caraka sama persis kayak reaksinya Mayama, pula. Yah, saya selalu memaki dalam hati: kesamaan ide memang mengerikan!
Waktu perasaan Caraka akhirnya diterima Nadya pun, saya langsung ingat Kimi ni Todoke. Saking leganya setelah tahu Kuronuma gak benci sama dia, Kazehaya langsung lemes dan jatuh terduduk (atau terjongkok ya? saya agak lupa), lega bukan main. Dan Kuronuma ikut-ikutan jongkok dan senyum manis banget ke Kazehaya. Aiyah, mirip kan sama kelegaannya Caraka dan reaksinya Nadya? Well, stereotip manga shoujo sih. Tapi, eksekusinya bagus. Itu yang saya suka.
Twistnya juga bagus. Penerapan planting-harvest-nya lumayan kena-lah. Ya soal bapaknya Caraka, ya soal Nathan (sial, saya sebel banget sama Mbak Windhy gara-gara gak tanggung-tanggung nyiksa karakter favorit saya ini). Yah, walaupun sudah bisa agak-agak ketebak sama saya, soalnya stereotip animanga sih plotnya.
Soal karakter, saya harus bilang bahwa karakterisasinya kuat. Terutama Caraka dan Nathan. Interaksi mereka berdua keren, anyway. Saya paling suka kalau sudah masuk scene di mana mereka berdua adu mulut. Percakapan mereka agak ‘bodoh’, childish, tapi mengena. Yah, bisalah membayangkan orang yang bisanya main otot tapi kalau sudah ngomong ngototnya nggak ada yang bisa ngalahin perang mulut sama orang bermulut sadis yang bahkan sanggup secara cerdas mementahkan kata-kata gurunya hingga bikin speechless … beneran, terkadang percakapan mereka bikin saya ngakak guling-guling XD
Dialognya juga cerdas, dan kespontanannya gak maksa. Well, tapi bener deh. Kaku banget. Seolah tokoh-tokoh di novel itu—termasuk ABG-nya—berusaha keras menerapkan berbahasa Indonesia yang baik dan benar, tapi gagal. Soalnya, perpaduannya dengan bahasa slang sehari-hari nggak nyatu dan nggak mulus.
Banyak juga kalimat-kalimat keren dalam novel ini. Eh, ralat: BANYAK. BANGET. Sampai-sampai rasa-rasanya tiap satu atau dua lembar sekali ada aja yang isi omongannya keren banget. Tapi, sayangnya, cara pesan-pesan itu masuk ke dialog setengah maksa. Nggak luwes dan nggak natural. Untuk sekilas saya mikir: kayaknya Mbak Windhy ngebet banget pengen masukin semua quote keren yang pernah terlintas di benaknya dalam satu buku. Alhasil, bejubel. Kayak lagi masukin banyak banget barang ke dalam tas ransel, tapi saking banyaknya jadi harus menjejalkannya (jadi inget pas nyiapin barang-barang buat kemah).
Yang bejubel nggak cuma kalimat kerennya, tapi juga informasinya. Gila, ada yang menghabiskan dua atau tiga halaman sendiri cuma untuk menjelaskan isi kitab Negarakertagama. Dan itu gak ngaruh ke cerita biarpun dihilangkan, paling juga cuma buat menegaskan kalau si Caraka jenius Sejarah. Tapi, cuma itu. Dan yang lebih parah, nggak ada follow-up-nya sama sekali. Habis jelasin isi kitab itu panjang lebar, ya udah selesai. Nggak disinggung-singgung lagi. Ya mau gimana lagi? Hubungannya ke cerita aja nggak ada sama sekali.
Dan nggak cuma itu, informasi tentang lagu-lagu klasik, film-film, pengarang novel dan buku-bukunya … well, bener-bener bejubel. Dan yang lebih parah, seringkali dijejalkan di satu tempat, nggak disebar. Jadi bikin saya agak mengernyit dan setelah selesai membaca, ya otomatis langsung terlupakan semua. Saya nggak bilang buruk. Bagus kok. Jarang-jarang ada penulis bisa memberikan informasi aktual dalam novelnya. Tapi, ini banyak banget. Terlalu banyak.
Ada juga dialog yang naudzubillah panjangnya…. Terutama pas bapaknya Nathan curhat ke temen-temen anaknya, itu semuanya meluncur gitu aja tanpa proses yang cukup. Nggak cuma itu sih, tapi … ah, coba baca sendiri saja.

Kalau boleh saya bilang, novel ini istimewa. Jarang-jarang lho teenlit menawarkan tema yang agak berat begini. Dan saya suka. Apalagi ternyata dieksekusi secara apik. Tapi, sayang, deskripsinya kurang, Mbak Windhy. Saya tahu ini POV 3, tapi ini kan POV 3 limited, sudut pandangnya terbatas dari pihak si Caraka. Selain deskripsi tempat dan suasana yang perlu ditonjolin lagi, deskripsi perasaannya si Caraka boleh kok dieksplor lebih dalam. Walaupun nggak sedalam POV 1. Tapi, jujur deh. Ini kelewat sedikit. Lebih banyak telling lewat dialog, kayaknya yah?
Oke, akhir kata, saya suka tema yang diambil Mbak Windhy. Dan saya juga suka cara eksekusinya. Seperti yang saya bilang, karena gaya kita sama-sama mangaish, Mbak. Sayang, novel ini sudah nggak ada lagi di rak buku saya gegara sudah dijarah sama keponakan saya. Dia bilangnya suka banget sama novel ini, terus mintain itu novel dengan cara "kitten-eyes-attack". Dipelototin dengan cara itu, ya terpaksa saya serahin :v
Hmm, saya menanti karya Mbak Windhy selanjutnya. Ngomong-ngomong, saya jadi pengen baca Touché. Itu fantasi kan yah? XD
 •  0 comments  •  flag
Share on Twitter
Published on December 10, 2012 05:30

December 6, 2012

Fiksinfo #3 ~ Protagonist vs Antagonist

Tahukah kalian, saya sering menemukan di grup-grup penulis tentang kesalahpahaman mengenai dua istilah ini?
Saya pernah membaca pertanyaan semacam ini: Bagaimana kalau kita menciptakan tokoh utama yang antagonist? Apakah diperbolehkan?
Err … apa kalian melihat ada yang ganjil dengan pertanyaan itu?
Mari kita lihat dari segi bahasa.
Jadi, apakah tokoh utama itu harus baik dan tidak boleh jahat? Tentu tidak. Silakan saja kalau ingin membuat tokoh protagonist yang jahat. Toh, kita bebas menciptakan tokoh utama cerita kita menjadi seperti apa pun, kan?
Begitu pula sebaliknya, kita juga bebas menciptakan karakter antagonist yang baik. Toh, pengertian antagonist kan melawan tokoh utama, tokoh yang berseberangan pihak dengan tokoh utama, atau tokoh yang merintangi tokoh utama mencapai tujuannya.
Hanya saja, kita sering dibuai dengan tokoh protagonist yang baik, jadi pengertian soal “tokoh baik dinamakan protagonist dan tokoh jahat dinamakan antagonist” itu melekat di benak kita sejak dulu. Jadi, apa boleh kita tabrak pengertian salah kaprah macam itu? Ooo, boleh banget. Harus, malah.
Misalkan saja J.K. Rowling ingin membuat novel yang menceritakan tentang Lord Voldemort, maka Voldemort-lah yang menjadi protagonist dan Harry yang menjadi antagonist.
Contoh kisah yang menggunakan protagonist anti-hero (karakter protagonist yang kelakuannya tidak mencerminkan tokoh baik seperti hero pada umumnya):Magic Kaitou (manga karya Aoyama Gosho yang menjadikan sang Pencuri Kaitou KID sebagai tokoh utama—di sini, para polisi-lah yang menjadi antagonist).Artemis Fowl (novel yang menceritakan tentang seorang bocah pemburu peri. Di sini, Holly yang merupakan peri yang diculik—yang ternyata adalah semacam polisi elit di dunianya—berlaku sebagai antagonist).Ah, sepertinya penjelasan kilas nan singkat itu cukup, ya? Saya rasa kalian bisa mencari contoh lain yang lebih pas untuk menggambarkan seorang protagonist anti-hero dan seorang antagonist anti-villain (karakter antagonist yang kelakuannya tidak mencerminkan tokoh jahat seperti villain pada umumnya).
Oke, sampai ketemu lagi. 
 •  0 comments  •  flag
Share on Twitter
Published on December 06, 2012 07:42

December 3, 2012

Awan Senja #1 ~ Akhirnya Ketemu Juga

"Kenapa enggak mau?!" Senja cuma bisa melotot. Dia tidak terima permintaannya ditolak. Ini tidak pernah terjadi sebelumnya. "Temen-temen udah pada ngumpul di halaman belakang sekolah. Awan, cuma kamu yang enggak mau!"

"Bosen ah. Enggak di rumah, enggak di sekolah, mainnya petak umpet mulu."

Sadar kalau Awan tidak bisa dibujuk lagi, Senja hanya cemberut sambil menendang kaki bocah lelaki itu. Gadis kecil itu menjulurkan lidahnya, lalu bergegas pergi menuju halaman belakang dengan dagu terangkat. Meninggalkan Awan yang tengah meringis kesakitan.
Senja tidak khawatir. Dia selalu jago bersembunyi. Dan dia selalu keluar terakhir, setelah yang jadi pencari menyerah. Dia hanya pernah kalah sekali, saat Awan yang menjadi pencarinya. Karena Awan tidak ikut kali ini, Senja yakin bakal menang lagi.
Dia pun bersembunyi di drum besar yang kosong dekat kantin. Drum itu biasanya tak tersentuh, jadi Senja tak khawatir bakal ketahuan. Dari dalamnya, dia bisa mendengar satu per satu teman-temannya ditemukan. Entah sudah berapa lama waktu berlalu, dia masih dicari. Bahkan sekarang yang bukan pencari pun juga mulai berspekulasi di mana keberadaan Senja. Gadis kecil itu terkikik lirih. Dia akan menang lagi.
Lama, masih belum ada yang membuka tutup drum. Dan dia mulai mengantuk. Lalu terdengar suara keras di atasnya. Ah, apakah dia ketahuan? Dia pun diam. Tapi suara itu lalu menghilang. Dia penasaran.
Coba dibuka tutup drum untuk mengintip. Tetapi tutupnya tidak mau terangkat!
Senja panik. Dicobanya berulang kali. Masih tidak mau terangkat. Dia menggedor-gedor drum, berharap ada seseorang yang mendengar. Tetapi karena terlalu lelah, lapar, dan hari sudah sore, teman-temannya sudah pulang dari tadi. Tanpa ingat bahwa Senja belum ditemukan.
Senja lapar, mengantuk, dan ketakutan. Dia tidak berani tertidur. Dia hanya bisa menangis. Lama. Mungkin seharian. Tapi baginya, ini terasa seperti selamanya.
Ketika dipikirnya dia takkan ditemukan lagi, tutup drum terbuka. Dia menengadah. Hanya satu hal yang tampak olehnya: senyum di wajah Awan.
"Akhirnya ketemu juga. Susah nih nyingkirin pohon tumbang dari atas drum. Kamu berhutang sama aku, Senja."
Dan Senja langsung memanjat drum dan melompat keluar, memeluk Awan sampai bocah lelaki itu terjengkang dan membuat keduanya terjatuh. Senja tidak peduli. Ia hanya ingin menangis sepuasnya sekarang. Awan pun hanya bisa menepuk-nepuk kepala gadis kecil itu.
 •  0 comments  •  flag
Share on Twitter
Published on December 03, 2012 04:35

November 21, 2012

Dampak Sistem Ranking pada Siswa

Manusia itu unik karena di dunia ini tidak ada dua orang yang benar-benar sama. Setiap orang memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing. Begitu pula dengan siswa. Mereka memiliki potensi berbeda-beda yang seharusnya dapat dikembangkan melalui pendidikan formal bernama sekolah. Guru seharusnya menyadari bahwa setiap siswa memiliki kualitasnya masing-masing yang tidak bisa begitu saja disamaratakan. Mereka berbeda, maka perlu penanganan yang berbeda pula.
Bila siswa memiliki nilai akademis bagus, belum tentu nilai non-akademis mereka juga bagus. Begitu pula sebaliknya. Tak jarang siswa dengan nilai akademis tidak bagus justru memiliki potensi yang luar biasa di bidang non-akademis. Tetapi, dengan adanya sistem ranking, siswa dengan nilai akademis tidak bagus akan dicap sebagai siswa bodoh, tidak peduli sejenius apa siswa tersebut dalam bidang non-akademis. Guru perlu menyadari bahwa tidak ada yang namanya siswa yang bodoh, yang ada adalah mereka yang pintar dalam bidangnya masing-masing.
Sistem ranking yang notabene menyamaratakan kemampuan siswa juga berdampak dalam hal evaluasi terhadap hasil belajar mereka. Soal-soal yang diujikan biasanya tidak terlalu sensitif dalam menguji kemampuan masing-masing siswa. Karena kemampuan mereka dianggap sama rata, soal yang diberikan pun disamaratakan. Padahal, sudah jelas bahwa setiap siswa berbeda dalam menangkap materi yang diajarkan. Ibaratnya, mereka dituntut untuk menempuh garis finish yang sama, tidak peduli meskipun mereka memulai dari garis start yang berbeda-beda.
Penyamarataan kemampuan siswa pada akhirnya akan melahirkan suasana kompetisi. Kompetisi memang tidak sepenuhnya buruk jika dikelola dengan baik karena dapat memotivasi siswa untuk berusaha lebih keras untuk mencapai target yang diharapkan. Tetapi, tak jarang muncul suasana kompetisi yang tidak sehat. Sadar atau tidak sadar, kompetisi akan menciptakan sebuah situasi di mana setiap orang yang terlibat di dalamnya mengenal kata “musuh”. Menilik dari segi evaluasi hasil belajar, kompetisi mengajarkan siswa untuk berlomba menjadi peringkat pertama. Terkadang melebihi kemampuan mereka sendiri. Bila mereka tidak mampu meraih standar yang ditetapkan, akan timbul dampak negatif yang tidak diinginkan, antara lain bertindak curang saat ujian atau siswa merasa tertekan karena takut dimarahi orang tua jika gagal dalam ujian dan menyebabkan peringkatnya turun.
Oleh karena itu, sistem pemberian ranking sewajarnya dikaji ulang untuk terus diterapkan di Indonesia. Bila kegiatan belajar-mengajar tidak lagi berorientasi kepada hasil, melainkan lebih berorientasi kepada proses pengkajian ilmu, guru memiliki kesempatan lebih besar untuk mengarahkan siswa kepada cara belajar yang sesungguhnya menurut potensi mereka masing-masing. Karena sebagai seorang pengajar sekaligus pendidik, guru memiliki kewajiban untuk bisa memandu siswa mengembangkan potensi mereka semaksimal mungkin. 
 •  0 comments  •  flag
Share on Twitter
Published on November 21, 2012 02:42