Linda Boentaram's Blog, page 4
February 12, 2014
Romance oh romance…
Saya tidak anti genre romance. Malah, sebagian besar bacaan favorit saya bisa dibilang novel percintaan. Sebutlah The Notebook (dan beberapa novel Nicholas Sparks lain), Love the One You’re With, Twilight, Where Rainbows End, Juliet dan banyak lagi.
Tetapi jika menyangkut order terjemahan, saya agak pilah-pilih jika menyangkut genre ini. Ini karena banyak novel romance lebih menekankan adegan panas ketimbang plot seru atau menampilkan cerita yang klise (damsel in distress, cowok kaya cewek miskin, dll). Bukan berarti saya tidak suka kisah percintaan konvensional dengan akhir bahagia selamanya (lihat daftar buku favorit saya di atas), tetapi saya lebih menikmati proses penerjemahan jika kisah percintaan tersebut diramu dengan unsur aksi, supranatural, drama dan sebagainya yang membuat cerita lebih realistis atau berwarna. Bukan cuma interaksi (dan hubungan seksual) dua orang yang
saling jatuh cinta.
Contohnya baru-baru ini ketika saya ditawari ikut tes menerjemahkan romance panas. Seperti saya siratkan di atas, saya kurang suka menerjemahkan romance dengan plot lemah yang cuma mengandalkan adegan panas sebagai daya tarik utama. Tetapi novel ini berbeda, karena diceritakan dari sudut pandang tokoh pria (yang kebetulan playboy berat) dan menampilkan plot seru penuh humor khas cowok yang bikin cekakan. Karena itu meskipun bertaburan adegan intim seperti di 50 Shades of Grey, saya berminat mengikuti tesnya.
Sayangnya, keinginan dan kemampuan tidak selalu sejalan. Gaya saya dianggap kurang ‘nakal’ untuk menerjemahkan cara bertutur si cowok playboy ini, jadi novel itu pun terlepas dari genggaman. Memang selama ini saya lebih sering menerjemahkan fiksi dengan gaya tutur konvensional, ditambah lagi baru selesai menerjemahkan novel klasik yang tata bahasanya jauh berbeda! Tidak heran sekarang saya juga tersendat-sendat memulai penerjemahan chick-lit yang baru saya terima. Untungnya tenggatnya cukup panjang sehingga ada waktu untuk “tuning”
Dari sini saya juga belajar perlunya jeda sesaat sebelum memulai proyek baru untuk membersihkan otak dari gaya novel sebelumnya dan membiasakan diri dengan genre novel selanjutnya.
Singkat cerita, selama ceritanya segar dan berkualitas, saya tidak anti novel romance. After all, we love to be swept off our feet time and again.
February 9, 2014
Fangirl-ing
I haven’t finished this book but what the heck…I’m giving it 5 stars.
The last time I remember raving about a book like this was when I read Juliet. And now I’m not even sure whether I should’ve given that book 5 stars, cos if I should, then this one by Rainbow Rowell should get 5 1/2, or even 6 stars.
That’s because I have never, ever encountered a book which feels so real to me, and the main character of which I can identify with totally. 100%. Make that 101%.
Fangirl calls out to all nerds and geeks out there who prefer to spend their free time holing up in their rooms writing fanfics about things they’re obsessed with and making friends online. Not silly nerds and geeks who get bullied by football players in high school and plot revenges, but down-to-earth nerds and geeks who interact normally with their families, have real life needs and face real life fears.
I should know. I had been a Cath myself. For I don’t know how many years. And still had a bit of the old Cath in me.
I’m not as lucky as she is to get a manic father, a twin sister and a mother who left me at eight. But in practically everything else, Cath was me. I had written fanfics (not anything Potter-ish or slash though), got thousands of hits (though the hits come from the same group of people), and found myself living more normally in it than in real life.
As I plowed through the book (I’m up to page 250 now), I kept nodding at paragraphs, laughing, crying, and feeling like being punched in the stomach. There are tons of quotes I like I can make a whole book from it.
“Why do we write fiction?” Professor Piper asked.
Cath looked down at her notebook.
To disappear. (p. 23)
It wasn’t that Cath couldn’t think of an argument. It was that there were so many. The arguments in her brain were like a swarm of people running from a burning building and getting stuck in the door. (p. 103)
“Other people,” Cath repeated, shaking her head and taking a sip. “There are other people on the Internet. It’s awesome. You get all the benefits of ‘other people’ without the body odor and the eye contact.” (p. 147)
Those guides try to convince you that it’s okay to be any shape, but when your body type is a synonym for FUBAR, it’s hard to believe it. (p. 188)
Switching from her Fiction-Writing homework to Simon and Baz was like realizing she’d been driving in the wrong gear. She could actually feel the muscles in her forearms loosen. Her typing got faster; her breathing got easier. (p. 195-6)
The girl laughed quietly and looked around the room again. “That was almost embarrassing. I mean, it’s like having a secret life sometimes. People think it’s so weird.… Fanfiction. Slash. You know.” (p.201).
I just … it’s like every day there is still the first day. (p. 243)
“It’s just … everything. There are too many people. And I don’t fit in. I don’t know how to be. Nothing that I’m good at is the sort of thing that matters there. Being smart doesn’t matter—and being good with words. And when those things do matter, it’s only because people want something from me. Not because they want me.” (p.245)
“Just … isn’t giving up allowed sometimes? Isn’t it okay to say, ‘This really hurts, so I’m going to stop trying’?”
“It sets a dangerous precedent.”
“For avoiding pain?”
“For avoiding life.” (p.245)
“I know Simon and Baz. I know how they think, what they feel. When I’m writing them, I get lost in them completely, and I’m happy. When I’m writing my own stuff, it’s like swimming upstream. Or … falling down a cliff and grabbing at branches, trying to invent the branches as I fall.” (p.262)
And…my absolute favorite:
Cath liked to worry. It made her feel proactive, even when she was totally helpless. (P. 265)
I can go on and on. OK, maybe I have more than a bit of the old Cath in me.
These are not stuff you see in all degrading movies about nerds. Nerds are not alien species. They have normal emotions and normal relationship with people they know well. They just have no clue about what to say and how to say things in social situations. They don’t feel confident enough to express their likes and dislikes. As a result, they turn into the internet. They bond with faceless people because faceless people don’t know them well enough to judge. Or to bully. And they find common interests and let their real selves free.
There are many Caths out there, including me, and lots of us still struggle to find their place in this world. Struggle to fit in, to not shy away from life. And like Cath, we often feel like giving up. Cath had people to support her, but while most of us are not that lucky, this book had helped us to realize that we’re not alone. That we’re not weird. And life may have special surprises for us along the way.
Thank you, Rainbow Rowell, for speaking on our behalf. And giving us hope.
February 3, 2014
Kala penerjemah “libur”…
Kalau “libur” menerjemahkan buku alias belum dapat orderan lagi (atau menunggu yang cocok), saya justru gelisah
karena menerjemahkan buku lebih termasuk hobi daripada pekerjaan. Tetapi bukan berarti saya tidak perlu kegiatan lain selama/setelah menerjemahkan buku, terutama buku “berat” (seperti novel klasik) atau novel yang plotnya agak membosankan. Bagaimanapun, kita manusia yang membutuhkan istirahat dan sosialisasi. Berikut selingan favorit saya kalau sedang jenuh atau “libur”:
1. Jalan-jalan/nonton
Cuci mata di mal/tempat wisata atau nonton film ringan seperti komedi romantis, fantasi remaja atau action bisa jadi selingan asyik, terutama saat menerjemahkan buku klasik. Cuaca buruk atau belum gajian? Tidak masalah, ada DVD.
Lho, masa selingannya buku lagi, buku lagi? Sebenarnya tidak aneh, karena hampir semua penerjemah buku suka membaca, dan menerjemahkan novel berbeda dengan membaca buku untuk senang-senang saja. Saat menerjemahkan, kita ibarat pendayung gondola yang harus berkonsentrasi memandu sampan dan tidak bisa menikmati pemandangan sekitar, sedangkan saat membaca, kita seperti penumpang kapal yang asyik lihat kanan-kiri. Biasanya untuk selingan saya memilih novel yang lebih ringan atau berbeda genre dari buku yang diterjemahkan.
3. Main game
Saya cenderung suka game yang tidak ada level-nya, supaya tidak ada “tuntutan”. Karena itu ketimbang main tabrak permen, saya lebih memilih main Words with Friends (scrabble bikinan Zynga) atau Scramble with Friends (seperti scrabble, bedanya kita harus bersaing dengan teman dalam menemukan sebanyak mungkin kata dalam 2 menit). Kalau ingin yang sedikit beda, saya main SongPop atau MoviePop (masing-masing permainan tebak lagu & film) atau Pet City (khusus PC) untuk menyalurkan hobi mendesain ruangan (meskipun tidak bakat-bakat amat).
4. Menulis
Menulis fanfic atau blog juga bisa menjadi selingan menyegarkan. Otak kita yang biasa diprogram mengikuti teks dan aturan penerjemahan bisa bebas berimajinasi sendiri saat menulis.
5. Family Time
Makan, jalan-jalan atau sekadar ngobrol di rumah bersama keluarga juga alternatif yang bagus agar tidak terus berkubang dalam tulisan.
January 11, 2014
Ketika bertemu klien “reseh”
Menjadi penerjemah mungkin tingkat stresnya tidak setinggi, katakanlah, agen penjualan atau pemasaran yang setiap hari harus menghadapi kelakuan antik berbagai jenis orang. Tetapi namanya memasarkan jasa, pasti pernah bertemu klien yang kurang menyenangkan. Seperti yang saya alami baru-baru ini, dan ironisnya dengan sesama penerjemah.
Beberapa bulan lalu saya melihat iklan sebuah kantor penerjemah yang mencari outsourcer untuk bekerja sama. Saya tertarik karena kantor cabangnya cuma satu blok...
January 7, 2014
Sampel – Fangirl (Rainbow Rowell) hal 4-7
Saya sudah tertarik pada buku ini sejak melihat sinopsisnya di Goodreads. Ceritanya tentang Cath, cewek rada kuper yang suka tenggelam di dunia khayalnya sendiri–mirip saya dulu. Cath penggemar tokoh novel fantasi Simon Snow (mirip Harry Potter gitu deh) dan getol menulis fan fiction tentang Simon–lagi-lagi seperti saya dulu (bedanyafan fictionsaya bukan tentang Harpot). Sempat ragu beli novelnya karena mahal (versi bahasa Indonesianya belum ada), akhirnya saya sambar juga waktu ke Kinokuniya...
January 3, 2014
Ulasan Terjemahan A Love at First Sight & Juliet
Membaca postingan Selviya Hanna tentang apresiasi pembaca membuat saya kembali penasaran tentang respon terhadap terjemahan sendiri. Dulu saya pernah menemukan beberapa tanggapan positif untuk terjemahan Juliet, yang membuat saya sangat bersyukur. Setelah iseng mencari hari ini, saya menemukan banyak ulasan bagus untuk Juliet dan A Love at First Sight:
A Love at First Sight
“Novel te
rjemahan karya Jennifer E. Smith ini menggunakan sisi klasik dengan
gaya bahasa yang detail dan unik. Penceritaan...
January 2, 2014
Dokumen Hukum vs Novel
Kedengarannya memang sangat bertolak belakang. Bagaimana penerjemah dokumen hukum yang bahasanya begitu resmi dan “kaku” bisa menjadi penerjemah novel yang bahasanya “lepas” dan kadang berbunga-bunga? Saya tidak akan mengatakan saya sudah sangat piawai melakukan keduanya, tetapi kalau ada yang bertanya apa mungkin menjadi penerjemah dokumen hukum sekaligus penerjemah novel yang baik, saya berani katakan bisa. Awalnya memang sulit berpindah dari yang satu ke yang lain dalam waktu singkat tanpa...
Blog baru, awal baru
Sebenarnya menulis buku harian bukan hal asing bagi saya. Dari SD hingga SMA saya punya sekitar selusin buku harian, dan setelah mengenal Internet saya juga pernah menulis beberapa blog. Tetapi entah kenapa buku harian atau blog tersebut kalau tidak diabaikan di tengah jalan, ya berubah fungsi jadi resensi film atau ulasan perjalanan hidup bintang idola. Blog terakhir tentang terjemahan juga akhirnya saya hapus karena jarang di-update, dan kalaupun ada postingan juga tidak berarti (setidaknya...



