Gadis Pantai Quotes
Gadis Pantai
by
Pramoedya Ananta Toer5,055 ratings, 4.14 average rating, 617 reviews
Gadis Pantai Quotes
Showing 1-24 of 24
“A mother knows what her child's gone through, even if she didn't see it herself.”
― Gadis Pantai
― Gadis Pantai
“Such was the love of this grandson for his grandmother that two years after the death of his mother, when she herself fell gravely ill, he vowed to her that someday he would try to tell the world her life story.
'But why?' she asked humbly. 'I'm no one, just a girl from the coast'
'But you are everyone, Grandma,' the young Pramoedya told her. 'You are all the people who have ever had to fight to make this life their own.”
― Gadis Pantai
'But why?' she asked humbly. 'I'm no one, just a girl from the coast'
'But you are everyone, Grandma,' the young Pramoedya told her. 'You are all the people who have ever had to fight to make this life their own.”
― Gadis Pantai
“Kau mengabdi pada tanah ini, tanah yang memberimu nasi dan air. Tapi para raja dan para pengeran dan para bupati sudah jual tanah keramat ini pada Belanda. Kau hanya baru sampai melawan para raja, para pangeran, dan para bupati. Satu turunan tidak bakal selesai. Kalau para raja, pangeran, dan bupati sudah dikalahkan, baru kau bisa berhadapan pada Belanda. Entah berapa turunan lagi. Tapi kerja itu mesti dimulai.”
― Gadis Pantai
― Gadis Pantai
“Laut tetap kaya takkan kurang, cuma hati dan budi manusia semakin dangkal dan miskin.”
― Gadis Pantai
― Gadis Pantai
“Bagi orang atasan ingat-ingatlah itu Mas Nganten, tambah tinggi tempatnya tambah sakit jatuhnya. Orang rendahan ini boleh jatuh seribu kali, tapi ia selalu berdiri lagi. Dia ditakdirkan untuk sekian kali berdiri setiap hari.”
― Gadis Pantai
― Gadis Pantai
“Kurang hati-hati sama juga tidak jujur.”
― Gadis Pantai
― Gadis Pantai
“Kalau tidak ada orang-orang rendahan, tentu tidak ada orang atasan.”
― Gadis Pantai
― Gadis Pantai
“Seganas-ganasnya laut dia lebih pemurah dari hati priayi.”
― Gadis Pantai
― Gadis Pantai
“Di sana, di kampung nelayan tetesan deras keringat membuat orang tak sempat membuat kehormatan, bahkan tak sempat mendapatkan nasi dalam hidupnya terkecuali jagung tumbuk yang kuning. Betapa mahalnya kehormatan dan nasi.”
― Gadis Pantai
― Gadis Pantai
“Kau tidak mengabdi padaku man, tidak, man. Kalau kau cuma mengabdi padaku, kalau aku tewas kau tinggal hidup, kau mengabdi kepada siapa lagi? kau cari Bendoro baru, kalau dia juga tewas? Kau mengabdi pada tanah ini, tanah yang memberimu nasi dan air. Tapi para raja dan para pangeran dan para bupati sudah jual tanah keramat ini pada Belanda. Kau hanya baru sampai melawan para raja, para pangeran, dan para bupati. Satu keturunan tidak bakal selesai, man. Kalau para raja, pangeran, dan bupati sudah dikalahkan, baru kau bisa berhadapan pada Belanda. Entah berapa turunan lagi. Tapi kerja itu mesti dimulai.”
― Gadis Pantai
― Gadis Pantai
“Aku tak jadi kaya karena pemberiannya. Mereka pun tak jadi kaya karena pemberianku. Itulah kebijaksanaan.”
― Gadis Pantai
― Gadis Pantai
“Di sini tak ada rumah yang terkunci pintunya, siang ataupun malam. Di sini pintu bukanlah dibuat untuk menolak manusia, tapi menahan angin. Di sini semua orang tidur di ambin pada malam atau siang hari, termasuk para tamu yang tak pernah dipedulikan dari mana datangnya. Ia mendengar sekali lagi. Di kota setiap orang baru selalu ditetak dengan tanya: Siapa nama? Dari mana? Di sini orang tak peduli Mak Pin datang dari mana. Tak peduli Mak Pin gagu. Tak peduli sekalipun dia kelahiran neraka.”
― Gadis Pantai
― Gadis Pantai
“Mbok, kau mau lawan kejahatan nini dengantanganmu, tapi kau tak mampu. Maka itu kau lawan dengan lidahmu. Kaupun tak mampu. Kemudian kau cuma lawan dengan hatimu. Setidak-tidaknya kau melawan.”
― Gadis Pantai
― Gadis Pantai
“Dengarkan sahaya punya cerita. Cuma satu yang dikehendaki Allah, Mas Nganten, yaitu supaya orang ini baik. Buat itu ada agama. Buat itu orang-orang berkiblat kepada-Nya. Tapi nyatanya kehendak Allah yang satu itu itu saja tidak seluruhnya terpenuhi. Di dunia ini terlalu banyak orang jahat.”
― Gadis Pantai
― Gadis Pantai
“Aku tak suka pada priayi. Gedung-gedung berdinding batu itu neraka. Neraka. Neraka tanpa perasaan. Tak ada orang mau dengarkan tangisnya. Kalau anak itu besar kelak, dia pun takkan dengarkan keluh-kesah ibunya. Dia akan perintah dan perlakukan aku seperti orang dusun, seperti abdi. Dia perlakukan aku seperti bapaknya memperlakukan aku kini dan selama ini. Tapi lindungilah dia. Dia anakku yang tak mengenal emaknya, tak kenal lagi air susu emaknya.”
― Gadis Pantai
― Gadis Pantai
“Hanya orang dan binatang bodoh saja yang kena cambuk.”
― Gadis Pantai
― Gadis Pantai
“Sejak jaman Nabi memang sudah ada hamba-hamba iblis. Maling. Siapa heran ada maling selama iblis ada? Tapi malingpun butuh kehormatan, semakin dia tidak punya kehormatan diri.”
― Gadis Pantai
― Gadis Pantai
“Orang kampung seperti sahaya ini, bendoro muda, kelahirannya sendiri sudah suatu kecelakaan. Tak ada sesuatu yang lebih celaka dari nasib orang kampung.”
― Gadis Pantai
― Gadis Pantai
“Di sini ada hukum. Kalau hukum tidak ditaati lagi, mari, mari kita panggil hakim.”
― Gadis Pantai
― Gadis Pantai
“Bagi wanita muda, Mas Nganten, sebenarnya tak ada kesulitan hidup di dunia, apalagi kalau ia canti, dan rodi sudah tak ada lagi.”
― Gadis Pantai
― Gadis Pantai
“Orang tak bisa berhati-hati setiap saat buat seumur hidupnya.”
― Gadis Pantai
― Gadis Pantai
“Dokar macam ini juga yang menyeret aku dari orangtuaku dan kampungku. Dan dokar macam ini pula yang menyeret aku dari perkawinanku dan anakku.”
― Gadis Pantai
― Gadis Pantai
“Ah, Mas Nganten ini. Bagi orang kebanyakan seperti sahaya ini kita kawin supaya semakin susah. Tentu beda dengan para priyayi besar, mereka kawin supaya jadi senang.”
― Gadis Pantai
― Gadis Pantai
“Kita ini biar hidup dua belas kali di dunia, tidak bisa kumpulkan duit buat beli barang-barang yang terdapat dalam hanya satu kamar orang-orang kota.”
― Gadis Pantai
― Gadis Pantai
