Jatuh Bangun Cinta Yumisa (Based On True Story): Bab 2 Muhammad Atmajaya

Aku memandangi taman hijau tempat kursusku dengan wajah berbunga-bunga. Taman yang hanya ditumbuhi dengan rumput dan dihiasi beberapa pot bunga itu saat ini dihiasi oleh lampion buatan yang disusun oleh mereka yang berasal dari kelas sertifikasi desain komunikasi visual. “Malam ini bakalan jadi malam yang romantis ya, Mi. Sayangnya cowok aku ada di Manado.”Aku memperhatikan Noelan, teman kelasku yang berdiri di sebelahku. Aku diam saja, toh aku tidak pernah tahu bagaimana rasanya memiliki cowok. Noelan adalah teman terdekatku di kelas. Ia memiliki wajah bule dan sangat imut.Ya, malam ini mungkin jadi malam yang romantis, tapi malam nanti adalah acara makan bersama menyambut bulan puasa, bukannya malam untuk bermesra-mesraan.“Kamu besok bakal pulang ke Bogor, Mi?”Aku mengangguk. “Mumpung libur empat hari. Tapi aku sih berharap bisa puasa sebulan penuh di rumah.”“Iya, memang lebih enak puasa di rumah.”Aku mulai membayangkan bagaimana nanti aku sahur. Karena tidak ada dapur di kosan pastinya aku harus membeli makan di luar. Dan aku harus keluar jam 3 malam demi mengisi perut yang bakal tidak diisi selama 12 jam. Aku belum berani membayangkan bagaimana rasanya keluar jam 3 malam di Bandung yang baru kusinggahi kurang dari dua minggu ini.“Kalau aku rumahnya masih di Jawa Barat, aku juga pulang deh kayak kamu,” lanjut Noelan.“Kangen rumah ya?”“Banget.”Aku lalu menepuk-nepuk bahu Noelan untuk menghiburnya. Rasa-rasanya kemurungan Noelan jadi tertular padaku. Ah, aku jadi ingin cepat pulang besok.“Yumi! Yumi! Lihat, deh!”Badanku otomatis menegak. Wajahku yang suram berganti cerah. Aku sangat mengenal suara itu. Dan aku tidak percaya kamu akan memanggilku dengan suara penuh semangat begitu.Untuk sementara aku memanggilmu si ganteng.“Hei, aku baru beli jaket Jounin lho! Sekarang aku setingkat sama Kakashi!”Mataku semakin berbinar melihat jaket yang biasa dipakai ninja di Naruto yang berada di tanganmu itu. “Keren! Beli di mana?!” teriakku dengan mata berpendar.“Di Cihampelas.”“Harganya?”“Tiga ratus ribuan.”Aku nyaris cengo mendengarnya. Gila! Mahal banget! Ibuku tidak akan memberikan uang sebanyak itu hanya untuk jaket ini. Aku jadi iri dengannya. Tapi aku sadar, aku tidak mungkin memakai itu. Gadis berjilbab mengenakan jaket ninja Naruto, pasti aku jadi bahan tertawaan!Kemudian kamu pun pergi bergabung dengan cowok lainnya. Menghampiriku hanya karena ingin memamerkan jaket itu? Aku jadi tersanjung!Ketika itu aku pun menyadari, kamu memakai baju sekolah ala Jepang yang pernah kulihat di drama Jepang yang aku tonton. ‘Masya Allah, tingkat kegantengannya jadi naik dua kuadrat!’Aku jadi tidak percaya jika seleraku soal cowok yang kusuka sekejap jadi berubah.Tapi ada hal lain yang lebih mengejutkan. “Dia tahu dari mana namaku?! Kita kan belum kenalan!” Aku buru-buru menutup mulutku karena menyadari ketololanku. Untungnya di sekitar taman cukup ramai dan gandeng.“Ciee akhirnya punya gebetan,” goda Noelan yang ternyata menyadari tindak-tandukku.“Ssst! Jangan bilang siapa-siapa, Lan. Kamu tahu namanya nggak?”“Hah? Kamu nggak tahu namanya?” Noelan tampak terkejut.“Dia baru masuk minggu kedua, kan?”“Ya ampun, Mi. Kamu sih kerajinan duduk di depan. Atmajaya dari awal masuk, tahu. Tapi dia memang seringnya duduk di meja belakang.”“Atmajaya?” Hatiku lega ketika mengetahui namanya.“Iya, nama lengkapnya Muhammad Atmajaya.”Sejak saat itu nama itu begitu sangat penting bagiku...Muhammad Atmajaya, hari ini langit cerah di atas sana merefleksikan hatiku. Kamu menghampiriku duluan saja sudah membuatku berada di tingkat teratas Nirwana. Aku sulit membayangkan bagaimana bahagianya aku ketika bisa memilikimu. Ups, pikiranku terlalu menyongsong ke depan. Meski aku tidak ingin pacaran, tidak mungkin juga aku menikah di umur yang semuda ini. Lagi pula apakah kamu punya perasaan yang sama terhadapku? Jawabannya pasti tidak karena memang kita baru berkenalan seminggu lamanya.Muhammad … Muhammad… Betapa aku mencintai nama itu. Nama beliau yang menjadi suri teladanku, tersemat juga di depan namamu. “Dia itu ganteng, Mi. Nggak mungkin dia nggak punya cewek. Apalagi dia anak gaul gitu.”Kalimat Noelan itu tiba-tiba menguburkan khayalan indahku. Benar juga. Sifat gampang kegeeranku kembali kumat. Harusnya kejadian itu tidak perlu aku besar-besarkan.Hari ini aku bersama dengan teman-teman sekelas mengadakan jalan-jalan bersama di Bandung Indah Plaza. Dari 30 orang hanya 10 orang yang ikut. Aku bersyukur kamu bersedia ikut. Sayangnya ketika aku sesekali memperhatikanmu dari jauh, kamu tampak tidak menyadari kehadiranku. Bahkan ketika teman-teman memutuskan ke studio foto untuk berfoto bersama, kamu memutuskan tidak ikut dan pergi entah ke mana.            Memang benar, sikap kegeeranku bakal jadi boomerang terhadapku sendiri. Tapi tidak ada salahnya kan mencintaimu dalam diam?..Bandung, 30 September 2008            Aku ingin menjadi dekat denganmu. Setidaknya aku mengetahui apa saja tentangmu. Apa film kesukaanmu, kapan tanggal lahirmu, alamat rumahmu, makanan kesukaanmu, komik apa saja yang pernah kamu baca, lalu cita-citamu. Maka dari itu hari ini aku memulai misi mendapatkan alamat akun Friendster-mu.            Agar tidak terlihat modus. Aku pun menyebarkan selembar kertas ke seluruh kelas untuk mengetahui akun Friendster semua teman di kelasku. Karena di kelasku hanya ada 30 orang, 21 orang laki-laki, dan 9 orang perempuan, jadi tidak terlalu merepotkan.            Setelah kertas itu kembali ke tanganku, wajahku pun berubah menjadi bunga layu yang habis disiram dengan air segar. Namamu terpampang jelas di sana beserta alamat Friendstermu.Karena jam pelajaran kedua belum dimulai dan tutor belum datang di kelas, aku memutuskan untuk online sejenak, tapi sayangnya ketika aku online, halaman utama internet enggan muncul di layarku. Akhirnya aku pun tahu jika di komputerku tidak ada koneksi internet.            “Duh, lagi semangat-semangatnya, nih!” gerutuku. Aku pun berpaling ke Noelan yang duduk di sampingku. “Lan, komputer kamu bisa konek nggak?” Ketika itu aku menyadari Noelan sama sekali tidak mendengarkanku, malah sibuk dengan secarik kertas di tangannya sambil tersenyum-senyum sendiri. “Dih, nggak gila kan dia? Oi, Lan!” aku meninggikan volume suara.            “E-eh? Ada apa, Mi?”            “Komputer kamu koneksi internetnya jalan? Tukeran tempat dong.”            “Boleh … boleh!”            Aku mengerutkan dahi memandangi sikap antusias Noelan. Padahal menurutku seharusnya ia tidak senang dimintai tukar tempat duduk karena komputer yang tadi kupakai tidak tersambung dengan internet. Noelan nggak kesambet setan, kan?            Aku pun kini duduk di depan komputer yang tadi digunakan Noelan. Namun aku harus menelan kecewa yang sama. “Grrr … di sini juga nggak bisa konek ternyata.” Masak aku harus memeriksa satu per satu komputer di sini yang bisa online? Mataku lantas tidak sengaja kembali memperhatikan Noelan yang masih senyum-senyum sendiri kayak yang sakit jiwa. Aku pun memalingkan wajahku pada secarik kertas yang sedang digenggamnya. Rupanya itu flyer. Dan di sana aku menemukan sosok yang kukenal. “Ini kamu, Lan? Kapan difotonya?”            “Seminggu lalu,” jawab Noelan singkat.            “Kamu kenapa sih senyum-senyum sendiri gitu? Aku jadi merinding tahu!”            Akhirnya mata Noelan fokus kepadaku. “Aku masih waras, Mi! Ini ada pemandangan indah. Gebetan baruku!”            “Haah? Beneran? Kamu kan udah punya cowok!”            Noelan tertawa renyah. “Cuma main-main aja, Mi. Lagian ini cowok ganteng terus cool gitu.” Ia lalu menunjukkan wajah gebetan barunya yang ternyata terpampang juga di flyer. Ternyata Noelan, cowok itu, dan dua orang lainnya menjadi model di flyer untuk promosi kursus sertifikasi di sini.            Aku memperhatikan wajahnya dengan saksama. Jika dilihat cowok itu seperti keturunan Jepang. Berkaca mata dan ekspresinya datar, jadi ia terlihat jenius sekaligus misterius! Lagi-lagi aku tidak menyadari jika ada cowok keren itu di sini!            “Namanya siapa, Lan? Dari kelas mana?”            “Hadyan Latif, dari kelas Web Design.”            Aku hanya mengangguk. Aku dan sahabat-sahabatku memiliki gebetan di sini. Sepertinya urusan percintaanku akan tambah seru saja. Tidak ada yang mengasyikan selain saling bertukar cerita dengan gadis yang memiliki gebetan, apalagi jika tidak kesampaian, pasti akan menjadi bahan curhat kami semalaman. Dan itu yang akan menjadikan dua orang gadis yang saling bersahabat itu semakin erat hubungannya satu sama lain.             Kemudian aku jadi teringat akan sesuatu. “Aku lupa mau add Friendster teman-teman!” Padahal sebenarnya hanya Atmajaya yang jadi prioritasku. Aku pun kembali mencoba membuka internet.            “Selamat pagi semuanya! Hari ini kita kuis ya. Harap matikan komputer kalian!” Suara tutor yang tiba-tiba masuk ke kelas itu langsung jadi terompet sangkakala bagiku. Kudengar seluruh isi kelas berteriak kecewa. Sementara aku nyaris pingsan di tempat dudukku sendiri.            Astaghfirullah! Mau add Friendster kamu saja banyak cobaannya!             Aku jadi berpikir, untuk berjodoh denganmu, apakah akan banyak rintangan yang menghadang kita?..            Aku menatap sosok yang disukai Noelan dengan antusias. Cowok itu sedang mengambil wudhu di samping Musola. Aku pun dengan nada menggoda menyenggol bahu sahabatku. “Jadi itu yang namanya Hadyan? Dari mukanya sih cocok sama kamu, Lan. Aku dukung kamu!” Semoga nggak pakai pacaran dan langsung nikah saja!, tambahku dalam hati.            Noelan nyengir lebar. “Bisa aja kamu, Mi. Tapi kayaknya aku bakal pendam aja deh. Denger-denger dia nggak mau pacaran. Lagian kan aku udah punya cowok.”            “Oh ya? Kenapa? Apa dia punya prinsip kayak aku?”            “Nggak juga sih. Kayaknya dia trauma gitu.” Mata Noelan tiba-tiba tertuju pada sosok yang lewat di depannya. “Itu mantannya Hadyan, namanya Riska. Mereka itu dari SMA di Medan, jadi katanya Riska selingkuh, terus putus deh mereka. Si Riska nyesel dan minta balikan sampai rela ngejar Hadyan ke Bandung, bahkan masuk ke sekolah yang sama.”            Mata Yumi mendelik. “Seriusan kamu?” Aku pandangi Riska dan Hadyan bolak-balik. Sepertinya pacaran itu merepotkan. Aku bersyukur sampai sekarang bertahan dengan prinsipku yang tidak akan pacaran hingga menikah. Tapi aku tidak anti pacaran, aku pikir pacaran akan lebih asyik ketika dilakukan setelah menikah. Jika aku menjadi Hadyan, aku juga merasa sakit hati dan enggan memberikan kesempatan kedua.            Itulah yang ingin aku hindari…. Patah hati.            “Mi … Mi! Itu si Atmajaya!” Kini giliran Noelan yang menggodaku. Aku pun mengarahkan pandangan ke tempat wudhu Musola. Aku terpana ketika melihatmu berdiri di sebelah Hadyan, kalian terlihat mengobrol. Ternyata kalian saling kenal. “Wah, mereka cowok-cowok yang rajin solat tepat waktu ya,” lanjutnya.            Aku pun mengangguk penuh semangat. “He-eh. Kita ikut solat, yuk!” Aku lalu menarik paksa Noelan ke musola, untuk ikutan solat. Di dalam musola pun, aku menjadikan hal ini kesempatan untuk curi-curi pandang padamu. Ketika mata kita bertemu aku mencoba menyapamu duluan, tapi kemudian kamu malah memandang ke sebelahku.            “Noelan, Yumi!”            Aku mencerna kejadian itu sejenak. “Hai, Jay,” sahutku dengan nada datar. Eh?! Aku tidak salah dengar, kan?! Aku tahu betul mataku lebih dulu beradu dengan matamu! Aku tidak menyangka kamu malah menyapa Noelan duluan! Menyedihkan!             Tunggu … tunggu—jangan-jangan kamu menyukai Noe—ah, aku enggan memikirkannya lebih lanjut!             Aku memang belum tahu apakah kamu sudah mempunyai pacar atau tidak. Tapi sakit rasanya jika gebetan kita malah menyukai teman dekat kita.             Semoga tidak terjadi, Ya Allah! Semoga!            Dengan langkah kikuk, bahkan aku nyaris terjatuh karena menginjak bawahan mukena yang terlalu panjang itu, aku melangkah dan mengambil posisi berdiri di belakangmu. Satu shaf di belakangmu…. Kupandangi bahumu yang tegak itu. Akan jadi apa punggung itu di masa depan?            Aku pun membayangkan jika suatu hari nanti hanya aku dan kamu yang melaksanakan solat di sebuah musola. Ketika tidak ada lagi kata haram yang membatasi kita karena kamu telah bersumpah pada-Nya untuk menjagaku di pernikahan sakral. Setelah melakukan salam, aku merentang tangan kananku padamu, kutunggu kamu menyambut tanganku itu, lalu—            Aku pun mencubit pipi sekuat tenaga. Astaghfirullah, ampuni aku karena di rumah yang seharusnya aku mengingat-Mu dan bersujud pada-Mu ini, aku malah mengambil kesempatan untuk memenuhi hasratku yang ingin diperhatikan juga oleh Jaya. Aku keterlaluan!            “Kok malah nyubit pipi sendiri, Mi?”             Aku menoleh ke depan. Ternyata kamu sedang memandangiku dengan cengengesan. Aku pun serasa direbus di kompor yang memiliki panas seribu derajat. Aku kira solat berjamaah ini akan segera dilaksanakan, hingga aku menyadari kepala institusi lewat di depanku dan berjalan cepat menuju posisi imam.            “Lagi sakit gigi,” jawabku asal dengan tawa kecil yang dipaksakan“Nggak tambah sakit tuh kalau dicubit?” senyum kamu pun semakin melebar.Sementara itu Noelan yang berdiri di sebelahku setengah mati menahan tawa.Astaghfirullah! Allah pun menghukumku! Malunya tidak terkira!




 •  0 comments  •  flag
Share on Twitter
Published on May 16, 2015 16:47
No comments have been added yet.