Jatuh Bangun Cinta Yumisa (Based On True Story): Bab 4 Anniversary Mereka dan Ulang Tahunku
“Haa, malasnya!” aku menguap seraya merenggangkan otot-otot tubuhku. Hari ini adalah hari pertama masuk setelah dua minggu lamanya liburan Natal dan Tahun Baru. Suasana liburan masih saja menggerayangi otakku, sebenarnya aku masih betah di rumah. Namun aku cukup senang karena hari ini sudah memasuki bulan Januari, bulan favoritku sepanjang masa. Karena aku lahir di bulan ini.Aku berharap akan ada yang spesial di hari ulang tahunku nanti, meski tidak ada pesta perayaan seperti waktuku kecil dulu, setidaknya aku bisa berkumpul bersama orang-orang terdekatku.Aku padahal tadi telat masuk ke kelas, namun sepertinya tutor juga masih dalam suasana libur karena itu beliau telat datang. Untungnya di kelas ini masing-masing murid disediakan komputer karena memang kita kebanyakan praktek. Jadi, aku pun bisa menunggu tutor datang sembari online.Tapi hari ini aku membawa laptop, ada banyak yang ingin aku download. Karena itu aku meminjam kabel internet kelas yang akhirnya kupasang di laptopku. “Lo mau ngopy lagu-lagu Laruku? Ke si Yumi aja, dia lengkap, tuh!”Aku melirik sejenak ke suara cempreng milik Ranu itu. Ia ternyata sedang mengobrol denganmu. Sesaat aku jadi penasaran dan mulai curi-curi pandang. Hatiku berdebar. Apakah kamu akan menghampiriku? Mataku bolak-balik melirik kamu dan laptop.“Lo kenapa malu-malu gitu? Santai aja, Jay, si Yumi nggak akan marah kalau dimintain copy lagu. Lain cerita kalau lo copy-paste tugas dia, baru deh lo bakal di timpuk pake buku!” Ranu terbahak-bahak. Suaranya yang khas Sumatera memang sangat nyaring. Kalau aku sedang tidak nervous begini pasti sudah kutimpuk dia dengan buku.Tapi wajahku malah menoleh penuh padamu. Kulihat kamu yang hanya tersenyum tipis membalas ocehan Ranu. Aku bisa melihat kamu agak sedikit menunduk. Aku tidak salah lihat, kan? Namun seketika itu juga jantungku seperti habis dibawa lari. Astaghfirullah, gantengnya dirimu! Baru kulihat ekspresi kamu yang malu-malu seperti itu. Aku pun mencoba mengalihkan pikiranku pada laptopku. Tapi kemudian aku berpikir, mengapa kamu bisa malu begitu? Jangan-jangan … jangan-jangan! Ya, Allah, apa aku masih punya harapan? Aku malah memanjatkan doa yang demi kepentingan diriku sendiri, semoga kamu putus dengan pacarmu! Itu bakal jadi hadiah terindah diulang tahunku nanti! Tunggu—kalau kamu putus memangnya aku punya kesempatan? Mengingat aku tidak akan mau pacaran sebelum menikah kelak. Apa kamu nantinya akan mengerti prinsipku, Jay? Apakah kamu bisa menahan diri hingga waktunya tiba? Tapi melihat penampilan pacarmu, aku tahu sebenarnya aku jauh dari tipe perempuan yang kamu suka...“Mi, aku boleh pinjam laptopmu? Mau online sebentar.”Kupandangi wajahmu yang memahatkan senyuman indah itu. Aih, bagaimana aku akan bilang tidak? Tidak ada semenit aku langsung beranjak dari tempat dudukku dan menghampiri Fitri yang sedang mengerjakan tugas di ruangan serba guna itu.“Ngapain kamu ke sini? Bagusan tempat di sana tuh!” “Ssst!” Kakiku menghentak berkali-kali karena terlampau panik. Fitri ini suaranya memang nyaring sekali. Aku melirikmu sebentar, untungnya matamu tetap terfokus ke layar laptopku. “Sayang kali lah, Mi. Kamu menyia-nyiakan kesempatan.”“Ih, nggak, ah. Masak aku ngeliat-liat dia lagi komenan Friendster sama ceweknya! Malas kali!” suaraku kupaksakan berlogat Medan seperti Fitri. Lagi pula aku memang tidak terbiasa berdua-duaan dengan cowok meski di tempat ramai sekalipun.“Payah kali kamu ini!”Aku menggeser kursi yang berdiri di samping Fitri. “Nggak enak ya, Fit, kita suka sama cowok yang udah punya cewek. Untung ceweknya nggak sekolah juga di sini.”“Tambahan, dan kita sama-sama kenal cewek gebetan kita dari Friendster!”Aku tertawa miris. “Benar juga kamu. Kok bisa gitu ya? Cewek-cewek mereka kepo banget deh.”“Ya, wajarlah, Mi. Si Angga kan LDR-an, jadi ceweknya kayak jadiin aku pengawasnya gitu di sini, kali-kali dia main di belakang.”“Kalau Atmajaya sih nggak LDR, ceweknya juga kan tinggal di Bandung.” Aku memperhatikan gradasi warna yang sedang dibuat sahabatku itu. “Kayaknya nanti kamu begadang lagi.”“Iya nih. Kamu tidur di kamarku aja lagi.”Aku mengangguk. “Beres, tapi aku nggak bisa nemenin begadang ya, Fit.”Fitri pura-pura mendengus kesal. “Sudah biasa.”Aku cengengesan saja melihatnya. Kemudian kamu memanggilku dan mengatakan akan pulang. Aku pun menghampirimu dan lalu melihat punggungmu menjauh dari jarak pandanganku. Sebenarnya aku masih ingin kamu berada di sini, tapi apa hakku berbuat begitu? Aku lantas kembali mengotak-atik laptopku.Karena pikiranku yang sedang kacau sebab kamu tidak lagi di sini, aku malah membuka setting-an Mozilla. Kubuka bagian security dan menyadari jika aku mengatur Mozilla itu merekam semua password dari akun-akun sosial media yang dibuka di laptopku. Aku memang jahil, tapi aku tidak pernah membuka akun-akun itu dan mengganti password mereka kok. Hal ini kulakukan untuk mengingat password-ku sendiri.Aku melihat daftar password itu dengan saksama. Tercantum alamat Friendster-mu di sana, mataku langsung beralih ke passwordsosial mediamu itu. Aku bergidik. Kukucek mataku berkali-kali. Aku tidak salah lihat, kan? Password-mu … password-mu! Aku tidak percaya dengan apa yang aku lihat!Ddd2453-19januari19 Januari….19 Januari?!Itu kan tanggal ulang tahunku! Aku memutar kencang kursi yang kududuki karena kebetulan memang bisa berputar di tempat. Aku tidak menyangka ini! Sekarang aku ibarat sedang berada di Sidratul Muntaha, indahnya! Jadi, kamu memendam perasaan padaku, Jay? Dasar! Kalau memang benar demikian kenapa masih berpacaran dengan Salma? Sebentar—bagaimana bisa kamu mengetahui tanggal ulang tahunku? Pasti kamu mencari tahu, kan? Aku mengatup wajah dengan kedua tanganku. Ah, aku sudah tidak sabar menanti hari ulang tahunku. Aku pun menebak-nebak, apa kamu bakal memberikan kado padaku, Jay? Semoga … semoga saja! Dengan senang hati aku akan menerimanya! Mana mungkin aku menolak rezeki isitimewa seperti itu?“Kenapa si Yumi? Macam kesambet setan dia muter-muter melulu daritadi. Mi! Nanti kamu pusing lho!”Aku tidak mempedulikan omelan Fitri. Saat ini hatiku sedang menguasai akal sehatku...Bandung, 19 Januari 2009Kesal! Hari ini aku dicueki oleh semua teman dekatku! Dari Caca, Noelan, Fitri…. Aku tahu mereka sedang jahil. Entah kejutan apa yang akan mereka berikan padaku. Tapi aku sedang malas melawan kecuekan mereka.Aku memperhatikan jam kelas. Ada yang lebih menghantui otakku sekarang. Satu jam lagi kelas akan berakhir. Namun batang hidungmu tidak pernah muncul di kelas. Ada apa gerangan? Apa ini bagian dari kejutan yang akan kamu berikan padaku?Entah berapa kali aku mendesah hari ini. Bete maksimal! 30 menit kemudian tutor mempercepat waktu pulang kelas, aku pun memanfaatkannya untuk membuka Friendsterku. Aku enggan pulang meski sore sudah menjelang. Tapi sebenarnya aku masih berharap kamu muncul di daun pintu dengan sebuah kue tar kecil atau dengan komik Naruto terbaru yang dibalut kertas kado yang lucu.Di saat itu aku jadi penasaran. Aku pun membuka akun Friendstermu. Sekadar ingin tahu sedang apa kamu sekarang. Siapa tahu kamu memberitahukannya di Shotout. Namun apa yang aku temukan malah bagai petir di siang bolong.Aku salah lihat, kan? Semua ini tidak benar, kan? Jadi kemarin—kemarin aku—Aku menggigit bibirku sendiri. Menyesali sikap kegeeranku yang memang keterlaluan. Kupanjatkan istighfar berkali-kali di hatiku. Benar juga. Mana mungkin ia menyukaiku? Komentar dari Salma membuat jelas semuanya. Dan mengembalikanku pada kewarasanku.Comment’s from Salma:Dear, Jay.Happy anniversary ya, 19 Januari 2008-19Januari 2009. Setahun kita sudah bersama. Makasih kejutannya hari ini, kamu sampai bela-belain datang ke rumah padahal kamu ada kelas. Aku senang banget! Love you even more, Jay. Semoga kita langgeng sampai tua. HeheAku tepekur di tempat dudukku sendiri. Entah berapa lama aku menenggelamkan kepalaku di atas meja, hingga aku menyadari satpam memintaku keluar karena kelas akan dikunci. Bahkan Noelan dan Caca tidak mengajakku pulang bersama. Benar-benar menjengkelkan! Hari ulang tahun yang kukira akan istimewa, malah membuatku berduka.Masa bodoh! Aku ingin pulang ke kosan saja! Sampai di kosan, kamar Fitri ramai dengan kehadiran Kurnia dan Melati. Saat ini sikap Fitri pun biasa saja, tidak secuek tadi, tapi aku kesal juga karena ia belum mengucapkan selamat ulang tahun padaku. Aku berharap teman-temanku ini dapat mengobati kegalauanku yang tak keruan.“Yumi! Kita hari ini numpang nginap di sini lho!”Aku hanya tersenyum saja saat Melati mengatakan itu. Untung saja kamar Fitri luas, tidak apa-apalah ramai, aku memang butuh teman. Meski aku tidak ingin ada yang tahu aku sedang suram karena hari ulang tahunku ternyata sama dengan hari jadian kamu dengan Salma, Jay. Kebetulan seperti apakah ini? Benar-benar di luar dugannku!Aku pun menaruh tas di pinggir daun pintu dan melepaskan tali sepatuku yang mengait. Sebenarnya aku mendengar ribut-ribut di dalam kamar, tapi galauku bahkan memukul mundur konsentrasiku. Aku sedang mengumpulkan tenaga biar mereka tidak menemukan kegelisahanku dan memaksaku untuk bercerita, aku ingin pendam saja ketidakberuntunganku ini.“Mi, ke sini cepetan. Ada kue gratis lho!”Mendengar kata gratis aku langsung menoleh pada Fitri, Melati, dan Kurnia yang ternyata sedang berkumpul di tengah ruangan kamar.“Tada! Selamat ulang tahun yang ke 19!” teriak Fitri.“Ciee, yang ulang tahun. Say cheese dong!” Kurnia mengarahkan kamera digitalnya padaku.Aku menutup mata sejenak karena cahaya blitznya yang menyilaukan.Kemudian mereka terpingkal-pingkal. “Yahaaa, matanya ketutup begini.”“Dasar kalian!” aku jadi ikut tertawa karenanya.“Sini-sini, tiup dulu lilinnya!”Aku pun ikut bergabung dengan mereka. Mereka bernyanyi lagu ulang tahun dan sebelum kutiup api di lilin yang berdiri di atas kue itu, mereka memintaku berdoa dalam hati. Aku pun mengabulkan permintaan mereka. Setelah lilinnya padam, kulahap cheese cake itu sendirian. Memang ukurannya kecil, tapi aku sangat kelaparan. “Ini hadiah dariku, Mi. Buka dong!” Fitri tampak tidak sabaran, padahal aku yang ulang tahun dan dia si pemberi kado.Aku pun membuka kado darinya dan menggenggam boneka itu. Boneka anjing berwarna merah jambu yang sangat lucu, aku tertawa melihatnya.“Sori, Mi, nggak ada boneka Pakkun. Aku cuma nemu yang itu.”“Makasih ya, Fit. Makasih juga buat kuenya, Nia, Lati. I’m happy!” Kurentang tanganku ke udara. Rasanya beban di pundakku sudah lepas. Namun kemudian ponselku berdering. Ada telepon dari Noelan. “Ya, Lan?”“Kamu bisa ke kosan Caca nggak, Mi? Dia kambuh lagi nih. Aku sama Caca aja di sini, kosannya lagi kosong,” ujar Noelan di seberang.Aku bergidik. Dengan wajah panik aku mengatakan pada Fitri dan kawan-kawan bahwa sekarang juga aku akan ke kosan Caca yang ada di belakang Monumen Perjuangan, Dipatiukur. Mumpung kosannya juga tidak jauh dari kosanku. Fitri, Kurnia, dan Melati pun mau ikut. Aku setuju saja, lebih banyak orang bakal lebih baik.Sampai di kamar Caca, aku melihatnya sedang berbaring dengan selimut yang menutupi seluruh badannya kecuali kepala. Dari badannya yang tergegar aku tahu ia sedang menggigil.Aku jadi semakin khawatir. “Nggak kita bawa ke rumah sakit aja, Lan? Menggigil gini dia.”“Cacanya nggak mau, Mi. Nggak punya uang soalnya.”Sayangnya di pertengahan bulan begini aku juga sedang bokek. Aku kemudian mengusap dahi Caca. Ia kemudian mengubah posisinya jadi menyamping. “Udah makan belum, Ca? Aku beliin makan ya?” Caca geleng kepala. Ia kemudian memegang dahinya sendiri.“Kamu ada obat? Kepalanya sakit ya?” Aku lalu menuju mejanya dan mencari obat di sini. Syukurlah kutemukan obat sakit kepala yang biasa ia simpan. Kuambil segelas air putih. Niatku ingin meminumkannya pada Caca. “Duduk sebentar yuk. Minum dulu obatnya.”“Nggak mau,” Caca memberontak dia lalu malah terbahak-bahak.“Dih? Aku dijahilin yah?” aku langsung bisa menebak maksud dari tawa Caca itu.Fitri, Noelan, Kurnia dan Melati pun ikut-ikutan tertawa. Aku mengelus dada. Hari ini aku dikerjai dua kali. Bahkan Rina, teman kosan Caca juga ikut nimbrung dengan membawakan kue berbentuk persegi panjang dengan lilin-lilin kecil di atasnya. Mereka lantas melakukan hal yang sama saat di kosan Fitri tadi. Menyanyikan lagu ulang tahun, memintaku berdoa, dan meniup lilin.“Nih hadiah untuk, Yumi. Susah banget nyarinya. Untung ketemu!” Caca dan Noelan menyodorkan kadonya padaku.Aku pun membukanya tak sabaran. Wajahku cerah ketika melihat apa isinya. “Kyaaa! Boneka Kakashi!” teriakku sembari menimang-nimang boneka itu.Ternyata hari yang kusangka suram ini seketika berubah jadi bahagia. Meski tidak ada kamu yang mengucapkan ulang tahun, meskipun hari ulang tahunku berbarengan dengan perayaan jadianmu dengan Salma, aku sangat bersyukur masih ada orang-orang yang peduli padaku. Walaupun sebenarnya aku akan lebih senang jika kamu juga peduli padaku, Jay.
Published on May 19, 2015 05:41
No comments have been added yet.