Behind The Book Trailer – Part 1: Before The Freaky Day.
Apakah kalian udah nonton book trailer TwiRies?
Iya yang ini …. *nunjuk ke bawah*
Sebenernya, saya enggak tega liat diri sendiri tiap muter book trailer itu. Hmm, gimana ya. Malu aja liat diri sendiri. Mending ya kalau aktingnya bagus, ini mah pas-pasan gitu. Memang, sesungguhnya saya orang narsis yang pemalu -__-” Iya saya juga bingung, narsis tapi setengah-setengah. Tapi ya sudahlah, berhubung susah nyari pemeran anak kembar cewek sebagai pengganti kami, jadi saya terpaksa main juga << alibi banget, padahal memang kepengin main.
Ngomong-ngomong, saya pengin cerita tentang pembuatan TwiRies book trailer ini. Hmm, mari kita mulai dari pembuatan skenarionya.
H min entah berapa hari.
Dari TwiRies masih berupa corat-coret outline, kami–saya dan Evi–sudah memikirkan membuat book trailer-nya. Tapi konsep dan ceritanya belum pasti. Pokoknya adegannya akan kami ambil dari bukunya, tapi enggak tahu bagian yang mana. Tiap kali kami ngobrolin soal book trailer ini, jawaban kami sama-sama: Iya, lagi dipikirin. Padahal sih ngarep kembarannya yang bikin konsep (si kembar pemalas). Sampai buku udah kelar cetak, itu skenarionya enggak jadi-jadi. Kami pun terkena panic attack!
Malam itu kami rapat di meja bundar (asli meja di rumah Evi memang bundar) dengan agenda membuat skenario ekspres. Bergelas-gelas kopi disiapkan, berpiring-piring camilan siap dimakan, berlembar-lembar kertas digelar, dan dua laptop sudah standby. Sejam, dua jam, sampai tiga jam berlalu dengan hasil … ngegosipin artis, ludesnya camilan dan kopi, juga kertas yang masih bersih. Ternyata enggak kerasa udah jam 3 pagi, pantesan aja udah ngantuk berat. Tapi demi mengurangi rasa bersalah karena enggak ada kemajuan bikin skenario. Kami memaksakan diri. Ajaibnya cuman sepuluh menit aja kami udah selesai bikin konsepnya. The power of kepepet memang selalu bisa diandalkan. b^^b Intinya sih ngambil dari kata pengantar saya sekaligus blurb (sinopsis belakang buku) yang dimodifikasi. Udah cuman gitu aja, dini hari itu kami puas menghasilkan konsep dan kembali menjadikan skenario sebagai peer -___-” Singkat cerita, beberapa hari setelah itu skenarionya beres juga.
H min 3
H-3 kami berdiskusi soal skenario dengan sutradara Pak Bambang dan kameramen A Cepi. Kami menceritakan konsep kami diiringi lagu doraemon “Kami ingin begini, kami ingin begitu, ingin ini, ingin itu banyak sekali”.
A Cepi: Buat opening-nya coba tambahin satu adegan lagi yang memperlihatkan kekembaran aneh kalian.
Setelah berpikir keras, akhirnya kami menambahkan adegan di kasir. Itu loh adegan yang kembaliannya mesti sama >.< Jadilah skenario itu kami revisi lagi.
Pak Bambang: Tipis banget skenarionya, paling jadinya tiga menitan. Kalau cuman segini sih, syuting dari pagi juga jam 12 siang kelar.
Saya dan Evi ngangguk-ngangguk.
H min 2
Skenario >> Cek!
Sutradara dan crew >> Cek!
Pemain >> nggg … gimana iniiii, kurang satu pemainnya!!!
H-2 seluruh crew kumpul di rumah kembar buat latihan sekaligus briefing. Tapi kami punya satu masalah, pemainnya kurang satu. Kami pun kasak-kusuk nyari. Telepon sana-sini. Sampai mau bikin iklan baris di koran, tapi enggak jadi karena keburu ada korban yang merelakan dirinya. Hohoho. Fiuh, berkuranglah satu kesetresan.
Latihan pun dimulai dengan kalimat pembuka yang epic banget dari Pak Sutradara, “Kalian mau jadi artis, gak?” Langsung semua bersorak bahagia ngebayangin duit segepok. Ngarep beneran diajakin Pak Sutradara main sinetron, hohoho.
Satu persatu pemain diarahin sutradaranya–Pak Bambang. Setiap orang disuruh mendalami kekhasannya sendiri. Soalnya dari skenarionya aja kami bikin karakter tokoh berdasarkan karakter asli pemainnya. Jadi kalau tokoh Shita itu galak aslinya emang gitu, kalau Lenny itu lemot aslinya juga gitu, kalau Alva itu konyol aslinya lebih parah *kemudian dikepung Shita, Lenny, dan Alva*
Giliran saya dan Evi pun tiba. Ada beberapa adegan yang mengharuskan kami kompak, tapi kami enggak kompak terus. Sutradara sampai capek ngomong “ulangi” sambil geleng-geleng kepala. Tapi giliran lagi enggak dipelototin, kami malah lancar jaya.
“Ini kalian pasti nervous gara-gara saya terlalu ganteng,” ucap Pak Sutradara kepedean -__-“
Latihan yang cuman dua jam itu pun ditutup dengan adegan rebutan gorengan. Pak Sutradara yang melihat kami kecapean latihan lalu ngasih wejangan yang jleb banget, “Duh, kalian latian segitu aja udah kecapean, gimana mau jadi artis. Syuting apalagi buat sinetron striping tuh capek banget loh.” Mendengar itu, kami pun menabahkan diri seolah-olah tadi enggak ngerasa capek sama sekali TT__TT
Latihan sebelum syuting. (Foto: Fuan Fauzi. Editing: Evi Sri Rezeki).
Apakah bener syuting book trailer ini bakalan selesai jam 12 siang? Atau malah mangkir ke jam 12 malam? Gimana proses syutingnya? Ikuti kelanjutan ceritanya di part 2 ya.
Syuting adegan opening. (Foto: Fuan Fauzi. Editing: Evi Sri Rezeki).