Embrace The Chord Part 16



Rachel terpana, merasakan pelukan Jason yang sedemikian erat di tubuhnya. Lengan kuat Jason melingkarinya, seakan ingin meremukkannya. Tetapi dibalik kekuatan pelukannya, Rachel merasakan ada kerapuhan yang dalam di sana. Kerapuhan yang tidak pernah ditunjukkan oleh Jason sebelumnya, sisi lain yang baru diketahui oleh Rachel. Jason benar-benar manusia dengan kepribadian yang amat sangat kompleks, di satu waktu, Rachel merasa sudah mengenali lelaki itu, tetapi kemudian di waktu yang lain, Jason tiba-tiba saja menguakkan lapisan kepribadiannya yang lain, membuat Rachel terkejut. 
Seperti sekarang. Jason memeluknya, tampak rapuh... bagaikan bocah kecil yang meminta perlindungan kepada ibunya, meminta dikuatkan.
Didorong oleh perasaannya, Rachel menggerakkan jarinya, semula ragu, tetapi kemudian dia melingkarkan lengannya di punggung Jason, membalas pelukannya, jemarinya kemudian bergerak dan mengusap punggung Jason, berusaha memberikan ketenangan.



Lama kemudian, Jason melepaskan pelukannya. Ekspresinya tidak terbaca.

"Maaf." gumamnya, dan sebelum Rachel sempat berkata-kata, Jason melepaskan pegangannya dan melangkah pergi meninggalkan kamar itu, membiarkan Rachel yang terpana tanpa bisa berkata-kata.

*** 

Arlene mengamati dari dalam mobilnya di depan rumah orang tua Jason. Dia menggigit bibirnya dengan geram, menahan rasa marah dan cemburu.

Dari berita di televisi, dia tahu bahwa Jason hari ini keluar dari Rumah Sakit, Arlene begitu senang, tetapi dia menahan diri dan tidak berani mendekati Jason, takut lelaki itu akan langsung menuduhnya sebagai dalang atas kecelakaan yang dia alami. 

Jadi disinilah dia, sengaja memakai mobil pinjaman agar tidak dicurigai dan duduk di dalam seperti orang bodoh, mengawasi rumah Jason dan tidak berani mendekat.

Satu hal yang membuatnya semakin geram adalah karena dia melihat Rachel. Perempuan ingusan itu - yang ternyata tidak menderita luka parah - mengikuti Jason masuk ke rumah itu, dan sampai sekarang tidak keluar-keluar dari sana.

Apakah perempuan itu tinggal di rumah Jason?

Arlene langsung mengumpat, tidak bisa menahan dirinya. Kalau sampai perempuan itu berani tinggal di rumah Jason, maka Arlene akan melenyapkannya. 

Tidak boleh ada perempuan lain yang boleh berada di dekat Jason selain dirinya!

*** 

Ketika bertemu lagi dengan Jason sore harinya, Rachel sibuk mengamati lelaki itu, Jason sedang bercakap-cakap dengan mamanya di teras depan sambil menikmati teh dan kue harum yang masih hangat, baru keluar dari panggangan.

Lelaki itu tampak ceria, sama sekali tidak tertinggal ekspresi sedih yang ditampakkannya tadi siang. Rachel membatin, melihat betapa Jason tertawa lebar akan apa yang dikatakan oleh mamanya. Tentu saja Rachel tahu kisah tentang mama kandung Jason yang jahat, dan melihat keakraban Jason dengan mama angkatnya ini, tampaknya sang mama benar-benar menyayangi Jason dan berusaha menggantikan kekosongan yang ada. 

Kepala Jason terangkat dan sedikit ada kilat di matanya ketika melihat Rachel datang, tetapi lelaki itu dalam sekejap bisa menyembunyikannya dan memasang ekspresi datar, lalu tersenyum.

"Kemarilah Rachel, aku dan mamaku sedang membahas kejadian lucu di salah satu konserku waktu aku kecil."

Mau tak mau Rachel mendekat dan duduk di salah satu kursi yang berada di dekat Jason. Mama Jason menuangkan secangkir teh untuknya dan Rachel mengucapkan terimakasih ketika menerima cangkir teh itu.

"Pada mulanya Jason selalu demam panggung sebelum konser." Sang mama melanjutkan kisahnya, tersenyum lebar mengingat kenangan yang menghangatkan hati itu, "Dia pernah menangis dan tidak mau naik ke panggung. Aku tidak menyalahkannya, waktu itu usianya baru duabelas tahun, dan harus menjadi violinist solo di sebuah konser internasional yang disaksikan ribuan orang. Kami benar-benar kebingungan ketika Jason tidak mau naik ke panggung ketika itu."

Jason tersenyum mendengarkan kisah mamanya, menyandarkan tubuhnya dengan santai di kursi, "Aku sudah lupa tentang kejadian itu, yang ada diingatanku hanyalah ketakutan samar-samar ketika melihat kursi penonton begitu penuh." Sahutnya.

Rachel mencondongkan tubuhnya, tampak tertarik. "Lalu apa yang terjadi?"

"Aku memberinya sebuah jimat supaya dia tenang." Sang mama tersenyum lembut, menatap jason dan mengenang.

"Jimat?" Rachel mengerutkan keningnya, membuat mama Jason tertawa.

'Bukan jimat yang punya kekuatan besar tentu saja. Aku panik dan mengambil yang pertama yang aku ingat. Aku memberinya jepit rambutku, jepit rambut berhiaskan berlian yang berbentuk kupu-kupu. Aku bilang pada Jason bahwa jepit rambut itu mempunyai kekuatan, bisa menyerap rasa takut dan gugup." Sang mama berkisah kembali.

"Dan Jason percaya?" Rachel tersenyum lebar, membayangkan Jason kecil yang sedang gugup tidaklah mudah. Jason yang ada di depannya selalu penuh percaya diri.

Kali ini Jason yang menjawab, "Aku baru dua belas tahun  di kala itu, dan aku mempercayai semua perkataan mamaku, jadi aku percaya."

"Dia menggenggam jepit rambutku itu erat-erat, lalu memasukkannya ke saku dan melangkah dengan kepala tegak ke arah panggung. Pada akhirnya, konser itu sangat sukses membuat nama Jason terkenal ke dunia internasional sebagai pemain biola jenius di usia yang masih sangat muda." Sang mama menyambung, tersenyum lembut ke arah anak lelakinya

Jason mengambil cangkir tehnya dan menyesapnya. Pada saat yang sama, ponselnya berbunyi. Lelaki itu menatap layar ponselnya dan dahinya langsung berkerut dalam ketika melihat nama yang tertera di ponselnya.

"Kurasa aku harus menerimanya di tempat lain." Lelaki itu berdiri dan membungkuk ke arah Rachel dan mamanya, "Silahkan lanjutkan obrolan kalian." gumamnya sebelum melangkah pergi.

Rachel mengamati mama Jason yang masih menatap anaknya dengan senyum bangga. Hati Rachel tiba-tiba terasa hangat, perempuan ini bukan mama kandung Jason, tetapi dari sorot matanya, tampak jelas bahwa dia amat sangat menyayangi anaknya itu.

Sang mama tiba-tiba menolehkan kepalanya dan menatap Rachel, membuat Rachel tergeragap.

"Aku senang pada akhirnya Jason memutuskan untuk menjalin hubungan denganmu, Rachel." Mama Jason tersenyum tulus. "Kau tahu sendiri obsesi Jason untuk menghancurkan perempuan-perempuan yang mirip dengan mama kandungnya." Ada kesedihan di suaranya, "Aku sendiri tidak bisa menyalahkan Jason ketika dia menganggap jenis perempuan seperti itu harus dihukum.... sakit hatinya kepada mama kandungnya mungkin terlalu dalam, kau pasti sudah pernah mendengar betapa egois dan jahatnya mama kandung Jason yang sekarang masih mendekam di penjara. Kami sudah berusaha memberikan yang terbaik untuknya, supaya dia melupakan kenangan sedih di masa lalunya, tetapi rupanya Jason bukanlah orang yang mudah melupakan."

Rachel tahu kisah tentang mama kandung Jason, bahkan kisah itu sempat heboh dulu ketika mama kandung Jason ditangkap polisi karena mendalangi penculikan Keyna, adik kandung Jason yang notabene adalah anak kandungnya sendiri demi untuk mendapatkan uang tebusan dalam jumlah besar. Bahkan Rachel tidak bisa membayangkan ada seorang mama yang begitu jahat hingga tega menculik anak kandungnya sendiri hanya demi uang. 

"Aku terus berharap Jason bisa membuka hatinya untuk perempuan yang benar-benar dicintainya. Kau tahu, semakin dia menghancurkan hati banyak perempuan, semakin cemas diriku." Mama Jason menyambung, "Kau tahu sendiri perempuan yang sakit hati bisa melakukan apapun untuk membalas dendam, semakin banyak korban Jason, maka semakin banyak pula yang menyimpan sakit hati dan dendam kepadanya, hal itu membuatku cemas kalau-kalau salah satu dari mereka mencoba menyakiti Jason." Mata sang mama meredup, "Karena itulah aku mendesaknya untuk segera menikah, mencoba menjodohkannya dengan anak-anak perempuan teman-temanku, tetapi dasar Jason, dia sangat keras kepada. Pada akhirnya dia malahan membeli apartemen temannya dan pindah, menghindariku." Sang mama terkekeh, tampak tidak sakit hati dengan ulah anak lelakinya itu. "Aku senang dia menjalin hubungan denganmu, Rachel, kalian cocok di semua hal. Dan aku tahu Jason menyimpan perasaan yang dalam kepadamu."

"Menyimpan perasaan yang dalam?" Rachel membelalakkan matanya, darimana sang mama bisa menyimpulkan hal seperti itu? dan terlihat sangat yakin pula. Rachel dan Jason memang bersandiwara sebagai sepasang kekasih.... tetapi mereka tidak pernah berpura-pura terlalu dalam, dengan menunjukkan kemesraan misalnya. Jadi darimana mama Jason bisa mengambil kesimpulan itu?

"Suatu malam Jason datang ke rumah, matanya berbinar, dia tampak bersemangat. Dia datang mengambil biola Stradivari peninggalan ayahnya yang selalu kusimpan di kotak kaca khusus. Jason sudah lama tidak menggunakan biola itu dan memilih menggunakan biola Paganini miliknya." Sang mama melanjutkan, "Dan ketika kutanya kenapa dia mengeluarkan biola itu dari kotaknya, Jason bercerita tentang kau, Rachel."

'Bercerita tentang aku?" Rachel mulai membeo tidak sabar menunggu perkataan mama Jason selanjutnya.

"Ya. Mata Jason berbinar, dia begitu bersemangat. Aku tidak pernah melihatnya begitu antusias sebelumnya ketika membicarakan orang lain. Dia bercerita dengan semangat meluap-luap bahwa pada akhirnya dia menemukan seseorang yang bisa menggugah hatinya dengan kemampuan bermusiknya. Jason mengambil biola Stradivari-nya yang sudah begitu lama dia simpan di dalam kotak untuk dimainkan olehnya, karena dia ingin kau bermain dengan biola Paganini miliknya." Sang mama menatap Rachel dengan lembut. "Jangan salah Rachel, Jason sangat menyayangi kedua biolanya, begitu protektif menjaganya hingga dia tidak akan membiarkan orang lain menyentuhnya tanpa seizinnya....Tetapi dia membiarkanmu memainkan salah satunya, itu menunjukkan bahwa kau sangat istimewa baginya. Amat sangat istimewa, karena itulah aku yakin, anak lelakiku menyimpan perasaan yang dalam kepadamu."

Rachel tercenung. Bahkan Jason bukan hanya membiarkan Rachel memainkan biolanya, dia memberikan Paganini miliknya kepada Rachel.....

Apakah itu berarti Rachel benar-benar istimewa bagi Jason?

*** 

Arlene. Perempuan itu meneleponnya di ponselnya. Berani-beraninya dia melakukannya setelah semua insiden yang melukai dirinya dan Rachel.

Jason menggertakkan giginya, berusaha menahan emosinya.

Ketika dia mengangkat teleponnya, suaranya terdengar ramah dan santai, tanpa sedikitpun kemarahan tersisa.

"Arlene? Apa kabar?"

Arlene tercenung di seberang sana, jelas perempuan itu tidak menyangka bahwa Jason akan menjawab teleponnya dengan ramah. Tiba-tiba dia merasa yakin bahwa Jason memang masih mempunyai perasaan kepadanya dan membelanya, tidak menyalahkannya karena dia mencoba menyakiti Rachel.

"Aku baik-baik saja  Jason sayang." Suaranya berubah serak, genit dan merayu, "Bagaimana keadaanmu Jason? selama kau di rumah sakit aku selalu mencemaskanmu, aku hampir menangis tiap malam karena memikirkanmu."

Untung saja Arlene berada jauh di seberang telepon, kalau tidak mungkin dia akan menyadari ekspresi jijik di wajah Jason ketika mendengar perkataannya.

"Aku baik-baik saja Arlene." suara Jason terdengar ceria, berusaha bersandiwara sebaik mungkin. Dia harus membuat Arlene yakin bahwa dia sama sekali tidak curiga atau menyalahkan Arlene atas insiden yang terjadi, ketika Arlene lengah, itu akan memuluskan rencananya untuk membalas perempuan itu.

"Kudengar kau sudah pulang dari rumah sakit." Arlene tampak ragu, "Dan aku mendengar gosip bahwa kau tinggal bersama Rachel di rumahmu." Ada nada cemburu yang sangat kental di sana, kecemburuan yang tak mampu disembunyikan oleh Arlene.

Jason tersenyum simpul, mulai menjalankan rencananya untuk memancing Arlene.

"Ya. Rachel tinggal di sini untuk sementara. Aku melatihnya secara intensif di sela proses penyembuhanku. Lagipula mamaku berharap banyak akan hubungan kami, jadi..."

"Mamamu berharap apa?" Arlene langsung menyambar, nada suaranya meninggi.

"Mamaku menjodohkan diriku dengan Rachel, kau tahu dia bahkan sudah berbicara dengan mama Rachel..."

"Dan kau mau begitu saja?" Arlene hampir saja berteriak. "Jadi benar Jason? kau meninggalkanku karena kau mempunyai perasaan kepada Rachel?"

"Mungkin bisa dibilang begitu dan dulu aku tidak menyadarinya." Jason tersenyum lebar, yakin bahwa pancingannya mengena. Setelah ini Arlene akan terbakar rasa cemburu sampai hangus dan kemudian akan melakukan tindakan bodoh lainnya. Jason akan menggunakannya untuk mempermalukan Arlene nantinya, membuat perempuan itu jera selamanya. "Sudah ya, mamaku dan Rachel memanggil. Terimakasih atas perhatianmu, Arlene, adios."

Dan kemudian, dengan tanpa perasaan Jason mengakhiri percakapan itu, tak peduli bahwa Arlene masih memanggil-manggil namanya di seberang sana.

*** 

Arlene menatap ponselnya dengan tatapan panas membara.

Sialan! Sialan Rachel! Perempuan itu sekarang bahkan berhasil mempengaruhi mama Jason. 

Tentu saja mama Jason sangat senang ketika Rachel mendekati anak lelakinya... sudah terlihat jelas kalau disuruh memilih, mama Jason akan memilih Rachel yang muda dan cantik sebagai menantunya daripada Arlene yang notabene seorang janda dan berusia jauh lebih tua daripada Jason.

Kenyataan tentang hal itu Arlene sudah tahu. Bahkan kenyataan bahwa Jason hanya menjalin hubungan main-main dengannya dia juga tahu. Tetapi perasaannya kepada Jason yang sempurna telah menjadi semakin dalam, menguasai hatinya hingga dia hampir gila.

Tidak! Dia tidak boleh menyerah. Jason harus kembali menjadi miliknya, dia tidak akan rela jika Jason dimiliki oleh perempuan ingusan yang jelek itu!

*** 

Dia harus melindungi Rachel dengan intens setelah ini.

Jason menyimpulkan sambil berjalan kembali ke teras tempat mamanya dan Rachel masih mengobrol.

Arlene pasti akan berbuat nekad, lebih nekad dari sebelumnya dan sadar atau tidak, demi memancing Arlene, Jason telah menempatkan Rachel ke dalam bahaya. Mungkin kali ini bahaya yang mengincar Rachel akan lebih besar daripada sebelumnya.... Well, Jason harus selalu waspada kalau begitu, sambil berharap dia bisa segera menjebak Arlene.


Jason berdiri di ambang pintu, menatap ke arah Rachel yang sedang tertawa mendengarkan kelakar mamanya, wajahnya yang mungil dan polos tampak bercahaya dan berpadu dengan mata cemerlangnya. Dia menghentikan langkahnya di sana, tahu bahwa baik Rachel maupun mamanya tidak menyadari dia ada di sana. Matanya mengamati dalam diam ke arah Rachel.

Seketika itu juga Jason terpesona. Rachel tidak pernah mengenakan riasan, dia selalu tampil polos apa adanya dengan kesederhanannya, jauh berbeda dengan perempuan-perempuan yang pernah dipacarinya. Tetapi entah bagaimana, perempuan itu berhasil memancarkan kecantikan alami yang berasal dari dalam jiwanya. Rachel cantik, dengan caranya sendiri.

Jason tersenyum masam, menyadari bahwa dirinya sedang menatap terpesona kepada anak ingusan berusia delapan belas tahun, jauh di bawah umurnya....

Dengan perasaan aneh yang tidak bisa dijelaskan, Jason membalikkan badan, memilih menjauhi Rachel dan mencoba menelaah perasaannya sendiri.

*** 

Malam beranjak kelam ketika Jason berdiri di tengah kamarnya yang luas. Suasana cukup sepi, seluruh penghuni rumah itu mungkin sudah larut di dalam tidurnya. Jason terpekur di sana, menatap ke arah biola Stradivari miliknya yang berada di atas meja dengan kotaknya yang terbuka.

Terakhir kalinya dia memainkan biola ini, dia tidak bisa menahan kesakitan dan tidak sanggup menyelesaikan permainannya....

Jason sudah menutup rapat pintu kamarnya. Kamar ini memang dibuat khusus untuknya, dengan peredam suara di sekeliling dindingnya, memungkinkan Jason berlatih biola kapanpun dia mau tanpa mengganggu orang-orang di luar. 

Sejak kecil Jason terbiasa memainkan biola malam-malam, berlatih nada-nada yang sulit dan memainkannya.


Jemari rampingnya menelusuri permukaan biola yang dipernis halus hingga mengkilat itu.

Dan kemudian, setelah menghela napas panjang, Jason meraih biola itu dan meletakkannya di pundaknya. Tangan kanannya masih sakit tentu saja dan yang pasti tidak akan mampu digunakan untuk menggerakkan penggesek biola dengan intens ketika dia memainkan nada-nada yang sulit.

Jason meletakkan biola itu di pundak kanannya. Dan memegang penggesek itu di tangan kirinya, tangan yang tidak terluka.

Ya. Dia memegang penggesek itu di tangan kirinya.

Tidak pernah ada yang tahu, bahwa sebagai seorang pemain biola jenius, Jason pernah belajar memainkan biola dengan penggesek di tangan kirinya. Dan waktu itu, dia bisa memainkan biolanya dengan tangan kiri, sama baiknya ketika dia menggunakan tangan kanannya. Meskipun seorang pemain biola yang menggunakan tangan kirinya sangat jarang, bahkan pemain biola kidalpun kebanyakan tetap memainkan biola dengan tangan kanannya.

Sudah lama sekali Jason tidak melakukannya, dan dia ragu, tidak tahu apakah tangan kirinya yang tidak terlatih sekian lama mampu melakukannya sebaik tangan kanannya yang rutin digunakannya bermain. Tetapi dia harus mencoba. Mungkin saja tangan kanannya tidak bisa pulih sepenuhnya, tetapi setidaknya Jason masih memiliki tangan kiri yang sama hebatnya.

Dia hanya harus berlatih dengan lebih intens, bukan?

Maka digeseknya biola itu dengan tangan kiri, memainkan lagu tersulit yang pernah dimainkannya.


Bersambung ke Part 17

1 like ·   •  0 comments  •  flag
Share on Twitter
Published on July 26, 2013 02:20
No comments have been added yet.


Santhy Agatha's Blog

Santhy Agatha
Santhy Agatha isn't a Goodreads Author (yet), but they do have a blog, so here are some recent posts imported from their feed.
Follow Santhy Agatha's blog with rss.