Another 5% Part 18



Supir itu menjalankan mobilnya dengan tenang menembus kemacetan jalan raya, sementara Selly duduk di bangku belakang mobil, merasa sedikit canggung duduk bersebelahan dengan Gabriel.
Gabriel sendiri memilih terdiam dan menatap lurus ke depan. Lelaki itu tampak geram, entah kenapa.
“Selly,”
Tiba-tiba Gabriel memanggil nama Selly membuat Selly hampir saja terlonjak karena kaget.
Selly mendongak, menatap mata Gabriel yang tajam, bertanya-tanya apa yang berkecemuk di benak atasannya itu sehingga lelaki itu tampak begitu marah.
“Ya?”
Gabriel mengerutkan keningnya,
“Mengenai Rolan, calon suamimu itu. Kau sangat mencintainya bukan?”
Selly menganggukkan kepalanya, dia sudah lama sekali mencintai dan begitu setia kepada Rolan, hingga terbiasa. Dan ya, meskipun permasalahan dengan Sabrina mengganggu benaknya, Selly masih tetap mencintai Rolan.
Dia kemudian menganggukkan kepalanya,
“Ya, saya mencintainya.”
‘Kau pasti bersedia berkorban apapun untuknya karena cintamu itu.”
Sekali lagi Selly menganggukkan kepalanya. Tentu saja. Selly masih merasakan ketulusan yang sama, berkorban untuk Rolan pasti akan dilakukannya jika perlu.
Gabriel mendengus, ‘Meskipun kalau dia mengkhianatimu?”
“Apa?” gantian Selly yang mengerutkan keningnya, tidak menyangka kalau Gabriel akan menanyakan pertanyaan seperti itu, “Apa maksud anda?”
“Aku hanya ingin tahu, kau sepertinya begitu mencintai calon suamimu itu. Kalau kemudian pada akhirnya kau menemukan bahwa Rolan berkhianat, akankah kau tetap setia mencintainya? Dan bersedia berkorban untuknya?”
Rolan? Mengkhianatinya?
Tiba-tiba saja Selly merasa takut. Telepon dari Sabrina tadi langsung terngiang-ngiang di benaknya. Apakah mungkin Rolan benar-benar mengkhianatinya? Kalau ternyata hal itu terjadi.... apakah yang akan Selly lakukan? Bagaimana dengan perasaan Selly?
“Saya tidak tahu.” Selly benar-benar tidak tahu, kemungkinan itu tidak pernah terpikirkan di benaknya sebelumnya.
Gabriel memalingkan muka, menatap lurus ke depan.
“Semoga pada waktunya nanti kau akan tahu apa yang harus kau lakukan, Selly.”
Kata-kata Gabriel itu membuat Selly menoleh dan mengerutkan keningnya dengan bingung. Apa sebenarnya maksud Gabriel dengan kata-katanya itu? Selly ingin bertanya, tetapi Gabriel sudah memasang ekspresi keras dan tak terbaca. Membuat Selly mengurungkan niatnya.
***
Dalam beberapa waktu, mobil yang mereka naiki akhirnya sampai di rumah sakit. Supir berhenti di lobby depan dan membukakan pintu untuk mereka. Gabriel dan Selly berjalan berdampingan memasuki lobby rumah sakit, hingga akhirnya Selly menoleh ke arah Gabriel dengan ragu.
“Saya... akan ke bagian pasien kanker.” Selly menatap Gabriel penuh rasa terimakasih. “Terimakasih atas tumpangannya.”
Gabriel berdiri di sana, menatap Selly dengan tatapan misterius.
“Oke.” Gumamnya tanpa emosi.
Tetapi ketika Selly membalikkan badannya hendak pergi, Gabriel tiba-tiba meraih jemari Selly dengan lembut, membuat Selly menoleh kaget, menatap ke arah atasannya itu dengan penuh tanda tanya.
“Hati-hati.” Gabriel setengah berbisik, lalu melepaskan pegangan tangannya.
Selly mau tak mau menganggukkkan kepalanya, meskipun dia tidak tahu apa maksud kata-kata Gabriel itu.
***
Jantung Selly berdebar ketika melalui koridor menuju ke arah ruangan Sabrina di rawat, dan entah kenapa suasana begitu hening, tidak ada perawat satupun yang biasanya lalu lalang di lorong.
Langkahnya terhenti di depan pintu kamar Sabrina, matanya mengintip dari kotak kaca yang cukup besar yang ada di bagian atas pintu. Dan kemudian Selly tertegun.
Dia melihat Rolan, sedang duduk di tepi ranjang, menatap Sabrina yang setengah terduduk di atas ranjang. Sabrina sedang menangis entah kenapa, dan kemudian dengan lembut Rolan mengusap air mata di pipi Sabrina dengan jemarinya.
Pemandangan itu tentu saja membuat jantung Selly berdenyut serasa diremas dengan menyakitkan. Jemari Rolan seharusnya hanya menyentuh lembut pipi Selly bukan?
Dan kemudian terjadilah pemandangan yang sangat tidak diduganya. Rolan menundukkan kepalanya, Sabrina memejamkan matanya, dan kemudian..... bibir Rolan menyentuh bibir Sabrina, sebuah ciuman di bibir yang penuh dengan kasih sayang!
Jemari Selly yang masih memegang handdle pintu bergetar. Rasa sakit itu kian menyeruak ke dalam dadanya, membuat napasnya sesak dan matanya terasa panas.
Selly tidak tahan melihat pemandangan di depannya itu, dia membalikkan badannya, bersandar ke pintu sambil berurai air mata. Ya ampun. Rolan mencium Sabrina, dan dia melihat dengan mata kepalanya sendiri bahwa Rolan melakukannya dengan lembut, sama seperti ketika Rolan menciumnya, tanpa ada paksaan sama sekali.
Rolan mencium Sabrina dengan kemauannya sendiri! Apakah itu berarti apa yang dikatakan Sabrina di telepon tadi, mengenai Rolan, benar adanya? Bahwa kekasihnya itu sebenarnya sudah tidak ingin bersamanya lagi, bahwa kekasihnya itu sudah memindahkan hatinya kepada Sabrina tetapi merasa tidak enak kepada Selly.... kenapa? Kenapa Rolan bertahan dengan Selly, bersikap baik kepadanya kalau dia sudah tidak ingin bersama Selly lagi? Apa karena Rolan merasa berhutang budi, sebab Selly-lah yang merawat Rolan ketika dia sakit?
Apakah hanya hutang budi yang membuat Rolan masih bertahan bersama Selly padahal hatinya sudah berpindah kepada Sabrina?
Selly mengusap air matanya, tetapi sepertinya air matanya itu tak mau diatur, tetap deras mengalir tanpa mau berhenti. Dia menghela napas panjang, berusaha menormalkan napasnya.
Air matanya tetap mengalir, tetapi Selly sudah mengambil keputusan tegas.
Baiklah. Kalau memang yang diinginkan Rolan adalah bersama Sabrina, maka Selly tidak akan menahan Rolan lagi untuk bersamanya.
Dia melangkah, meninggalkan pintu kamar Sabrina, tanpa menoleh lagi, Keputusan sudah bulat di benaknya. Dialah yang akan meninggalkan Rolan!
Selly melangkah tergesa meninggalkan lorong bagian pasien kanker itu. Tetapi ketika sampai di ujung lorong, Selly meragu.
Beranikah dia meninggalkan Rolan begitu saja? Tanpa penjelasan? Beranikah dia melepaskan cinta sejatinya begitu saja?
Nasehat Gabriel kepadanya siang tadi langsung bergulir di benaknya. Dia harus memperjuangkan Rolan sebelum memutuskan untuk menyerah bukan?
Selly menghela napas panjang, membalikkkan badannya kembali dan melangkah balik menuju ke arah kamar Sabrina lagi.
***
Rolan melepaskan bibirnya dari bibir Sabrina yang pucat dan lembut, menemukan air mata masih mengalir di pipi Sabrina.
“Kenapa kau masih menangis? Aku sudah menciummu bukan?”
Sabrina mengusap air matanya, bibirnya tersenyum malu, tetapi dia masih sesenggukan.“Maafkan aku.” Gumamnya lemah, “Aku Cuma terlalu bahagia.”
Rolan menghela napas panjang, “Maafkan aku Sabrina, karena tidak bisa membalas perasaanmu. Kau tahu, aku sudah mengikat janjiku kepada Selly...”
Sabrina buru-buru menganggukkan kepalanya, “Aku mengerti kok. Aku hanyalah perempuan yang tidak tahu diri, berani-beraninya menumbuhkan perasaan kepadamu, mengkhianati Selly yang sangat baik kepadaku.”
“Jangan berkata begitu Sabrina.” Rolan langsung menyela, merasa tidak enak karena Sabrina menyalahkan dirinya sendiri. Salahnya juga bukan kalau Sabrina sampai menumbuhkan perasaan yang lebih kepadanya? Dia terlalu baik kepada Sabrina dan seolah-olah memberikan harapan kepadanya...
Sabrina tersenyum lembut, “Aku akan belajar memadamkan perasaan ini. Lagipula Selly perempuan yang sangat baik, kalian adalah pasangan serasi. Semoga kalian berbahagia ya..?”
Baru saja Rolan hendak membuka pintu untuk menjawab pertanyaan Sabrina, pintu kamar itu terbuka.
Rolan menoleh dan terkejut mendapati Selly berdiri di sana. Dia melirik jam tangannya,
Astaga!Rolan lupa, dia tadi berjanji akan menjemput Selly sepulang kerja dan mereka akan bersama sesudahnya, tetapi pernyataan cinta dari Sabrina benar-benar membuatnya lupa!
Selly pasti menyusul kemari karena tidak ada kabar darinya. Rolan langsung menatap Selly dengan penuh rasa bersalah.
Sayangnya tatapan mata bersalah Selly diartikan lain oleh Selly, dia mengira Rolan merasa bersalah karena telah memindahkan hatinya kepada Sabrina. Selly lalu bergumam dengan bibir bergetar.
“Kau mencium Sabrina, aku rasa itu sudah menunjukkan perasaanmu yang sebenarnya, Rolan.”
Wajah Rolan langsung pucat pasi, Selly melihatnya mencium Sabrina?
Itu pasti adalah pemandangan yang membuat siapapun salah paham, terlebih bagi Selly....Rolan hendak membuka mulutnya, menjelaskan semuanya tetapi Sabrina dululah yang sudah berkata-kata.
“Aku bisa menjelaskan semuanya Selly, jangan marah...” Sabrina memasang ekspresi sedih dan rapuh, membuat Selly menghela napas panjang, mengeraskan hati dan tidak jatuh dalam rasa kasihan, dia menatap Sabrina dan Rolan berganti-ganti. Rasa sakit menyeruak ke dadanya, membuatnya merasa getir.
“Sepertinya kalian memang seharusnya bersama.” Matanya menatap Rolan, menahankan air matanya lalu dia mengalihkan pandangannya kepada Sabrina, “Selamat Sabrina kau mendapatkan apa yang kau mau, aku menyerahkan Rolan untukmu.”
“Selly!” suara Rolan sedikit meninggi, berusaha menarik perhatian Selly, tetapi yang didapatinya adalah tatapan kemarahan dan dikhianati dari Selly.
Rolan menghela napas panjang,
“Jangan berkata begitu kepada Sabrina, dia tidak seperti yang kau pikirkan...kau salah paham Selly, aku dan Sabrina bisa menjelaskan kenapa ciuman itu bisa terjadi, aku...”
Selly melangkah mundur dengan defensif menatap Rolan, “Jangan menjelaskan apapun, Rolan. Aku percaya dengan mataku, hatimu sudah berpindah dan tak ada gunanya aku mempertahankanku.” Kali ini Selly tidak mampu menahan air matanya, “Bahkan sekarang aku mulai mempertanyakan apakah aku masih mencintaimu atau tidak...” Selly tidak tahan lagi berada di ruangan itu bersama Rolan dan Sabrina. Dia sudah tidak mampu lagi. Semula dia ingin mempertanyakan perasaan Rolan baik-baik, tetapi kemudian hatinya sakit ketika Rolan bukannya membelanya, malahan menyuruh menjaga ucapannya kepada Sabrina, Rolan membela Sabrina! Itu sudah cukup untuk menunjukkan perasaan Rolan yang sebenarnya bukan?
Tanpa kata-kata lagi, Selly membalikkan badan dan menghambur keluar dari kamar Sabrina.
“Selly!” Rolan berteriak, hendak mengejar. Tetapi di saat yang sama, Sabrina sepertinya juga hendak mengejar Selly, tetapi dia melupakan tubuhnya yang lemah. Tubuh Sabrina langsung roboh jatuh ke lantai bersama selimut yang membungkus tubuhnya ketika dia mencoba beranjak dari ranjangnya.
Rolan langsung membalikkan badannya, tidak jadi mengejar Selly dan menolong Sabrina yang terbaring tak berdaya di lantai. Perempuan itu menangis penuh air mata penyesalan sampai terisak-isak kehabisan napas,
“Jangan pedulikan aku.” Sabrina terisak-isak, “Kesanalah, kejar Selly dan jelaskan semuanya.”
Rolan tampak pucat pasi, kebingungan. Pada akhirnya, dia mengangkat tubuh Sabrina dan membaringkannya di atas ranjang, menyelimutinya kembali dengan lembut.
“Aku... aku akan mengejar Selly dulu ya.” Bisiknya panik.
Sabrina menganggukkan kepalanya, “Pergilah Rolan, semoga Selly mau mengerti...” air mata membanjir deras di pipinya, “Aku... aku tidak akan memaafkan diriku sendiri kalau sampai aku menjadi penyebab pertengkaran kalian.”
Rolan menganggukkan kepalanya, dengan lembut mengecup dahi Sabrina, lalu membalikkan badan keluar dari ruangan kamar Sabrina, mengejar Selly.
***
Sepeninggal Rolan, Sabrina mengusap air matanya dan tersenyum.
Ternyata benar-benar sesuai yang direncanakannya. Sabrina sebenarnya tidak menyangka kalau Selly akan muncul di kamarnya tepat setelah Rolan menciumnya, dia mengira Selly sudah mundur dan menyerah akan Rolan, tetapi ternyata perempuan itu  tak tahu malu dan masih berusaha mengejar Rolan.
Bukan salah Sabrina kalau Selly melihat pemandangan itu, pemandangan Rolan mencium Sabrina dengan lembutnya. Dari ciuman itu saja, Sabrina sudah tahu bahwa sebentar lagi, tidak perlu menunggu lama, Rolan akan menjadi miliknya.
Dan dengan begitu Sabrina tidak perlu mengharapkan belas kasihan dari Gabriel lagi, Gabriel yang dicintainya tetapi hatinya terlalu kelam untuk dilembutkan olehnya. Sabrina akan bisa menguasai Rolan, dan dengan Rolan menjadi kekasihnya nanti, itu berarti Rolan akan terus mensupplay darahnya untuk membantu Sabrina bertahan dari penyakitnya.
Tiba-tiba terdengar suara tepuk tangan pelan dari ujung ruangan, Sabrina menoleh dengan waspada dan mendapati Gabriel berdiri di sana, setengah melayang, diliputi oleh bayangan gelap, wajah Gabriel tampak sinis luar biasa.
“Sepertinya aku harus memuji kemampuan beraktingmu.”
Sabrina masih menatap Gabriel dengan waspada, “Kau datang.”
“Aku datang bukan untuk memberikan darahku.” Gabriel bergumam dengan tajam, “Kau sudah mendapatkan dari pemegang kekuatan terang yang bodoh itu bukan? Yang dengan mudahnya jatuh ke dalam rayuanmu?”
Sabrina mendongakkan dagunya, mencoba menantang Gabriel,
“Aku merayunya karena kau tidak memberikan darahmu lagi, kau begitu kejam tega membuatku kesakitan!”
“Itu hukuman untukmu Sabrina, karena selalu mencampuri urusanku.” Mata Gabriel menyipit. “Dan aku akan menghukummu sekali lagi karena bertindak sendiri dan mengganggu rencanaku. Seharusnya kau mati sejak dulu, aku yakin semesta akan mendukungku jika melenyapkanmu. Kau sebenarnya sudah mati bertahun-tahun lalu. Aku memberikan darahku untuk mempertahankanmu hanya karena janjiku kepada mama. Tetapi kupikir sekarang saatnya mematuhi aturan semesta dan melenyapkanmu sesuai takdirmu.” Tiba-tiba tanpa peringatan, dari telapak tangan Gabriel keluar api. Api itu membesar, membakar gorden di kamar Sabrina, menjalar ke karpet, dan pada akhirnya membakar semuanya yang ada di kamar Sabrina, membuat Sabrina menjerit ketakutan
***
Selly setengah berlari meninggalkan kamar Sabrina, tadi dia masih sempat mendengar Rolan memanggil namanya dan menoleh, sayangnya pemandangan yang dia dapat malahan lebih menyakitkan hati, Rolan sedang berjongkok, memeluk Sabrina yang terjatuh dari ranjang dan menolongnya.
Hal itu sudah jelas-jelas menunjukkan siapa yang dipilih Rolan bukan? Karena lelaki itu menunda untuk mengejarnya demi menolong Sabrina...
Ketika keluar dari sayap rumah sakit bagian penyakit kanker, Selly sama sekali tidak mengurangi langkahnya, dia ingin sekali meninggalkan rumah sakit ini dengan segera, rumah sakit yang penuh dengan kenangan manis baginya, tetapi ternyata pada akhirnya menyajikan kenangan buruk untuknya. Selly ingin pergi sejauh mungkin, Selly tidak mau melihat ataupun memikirkan Rolan lagi...
Selly berlari keluar dari lobby rumah sakit, menghambur ke ujung jalan, dan menyetop taxi pertama yang dilihatnya. Dia lalu masuk ke dalam taxi itu, berurai air mata.
Di belakangnya ada Rolan yang mengejar, berteriak memanggil nama Selly sekuat tenaga dari ujung trotoar, sayangnya Taxi itu terus melaju kencang dan Selly tidak mendengar.Rolan menoleh ke kiri dan kekanan, memastikan tidak ada yang melihat, lalu dia mengulurkan tangannya ke arah taxi yang dinaiki Selly, berusaha membuat Taxi itu berhenti melaju dengan kekuatannya.
Tetapi kemudian teriakan-teriakan panik di belakangnya membuatnya teralihkan, dia menoleh dan mendapati asap hitam membubung dari bagian belakang rumah sakit. Orang-orang berlarian dengan panik sambil berteriak-teriak.

“Kebakaran! Ada kebakaran!”
Bersambung ke Part 19

1 like ·   •  0 comments  •  flag
Share on Twitter
Published on July 20, 2013 22:40
No comments have been added yet.


Santhy Agatha's Blog

Santhy Agatha
Santhy Agatha isn't a Goodreads Author (yet), but they do have a blog, so here are some recent posts imported from their feed.
Follow Santhy Agatha's blog with rss.