Another 5% Part 17

Penulis curhat dulu :

Heeee berasa sudah lama sekali aku nggak posting di blog ini. Maafkan yaa.... Diawali pada hari senin yang cerah ( kok jd malahan cerita hehehe) ketika layar laptop berkedip heboh dan segala cara sudah dicoba buat bikin berhenti, tapi kedipannya ga mau berhenti.... malahan setelah beberapa lama tiba-tiba layarnya berubah menjadi putih bersih tanpa gambar apapun, usut punya usut, laptop rusak LED-nya dan ga bisa diselamatkan sehingga harus diganti yang baru jadinya harus nginep deh di tukang service.
Posting jadi terhambat selama laptop dibetulin karena aku termasuk penulis yang nekat dan ga kapok-kapok, jadi semua naskah disimpen di satu laptop itu tanpa back-up, sehingga kalo laptop itu ga bisa nyala, otomatis semua naskah ga bisa diambil T_T, pernah kejadian si laptop ini windowsnya rusak dan mati total hingga aku menangis meraung-raung di kamar, bikin misua kelabakan dan buru-buru cari cara buat menyelamatkan datanya sampe dia ga tidur semalaman, hihihihihi
Hari ini akhirnya laptop bisa diambil dari tukang service dan mulai bisa deh intip2 komen, email dan semua media sosial, lalu langsung merasa bersalah banget karena banyak yang nanyain, banyak yang doain supaya ga sakit, dan banyak yang menunggu dan juga banyak sekali perhatian lainnya dari all readers (semuanya aku baca meski ada yang belum di balas huhuhu). Huhuhuhu jadi terharu, maafkan ya membuat semuanya menunggu lama. Semoga setelah ini si laptop kesayangan sudah nggak ngambek lagi dan lancar jaya postingnya ya. 
Dan semoga aku bisa terus posting karya-karya yang menghibur all readers semuanya ya. Maafkan membuat all readers menunggu begitu lama :))

Another 5%

Sabrina membuka matanya, dan melihat Rolan duduk membelakanginya sambil menyuntikkan jarum besar ke lengannya untuk mengambil darahnya.
Dengan segera Sabrina kembali memejamkan matanya, supaya Rolan tidak tahu bahwa dia sudah sadar.
Kenapa Rolan mengambil darahnya? Apakah lelaki itu akhirnya takluk ke dalam tipuannya dan hendak memberikan darahnya kepada Sabrina secara sukarela?
Cara yang digunakan Rolan berbeda dengan Gabriel, ketika memberikan darahnya, Gabriel tidak repot-repot menggunakan jarum suntik, dia menggunakan kekuatannya untuk memindah darahnya hingga dalam sekejap, infus Sabrina berwarna merah dan darah Gabriel mengalir ke dalam tubuhnya. Tetapi bagaimanapun caranya, bukankah ujungnya sama saja? Pada akhirnya Sabrina akan mendapatkan darah sang pemegang kekuatan yang bisa memperlambat efek menyebarnya sel kankernya. Membuatnya baik-baik saja.
Sabrina tidak bisa menyembunyikan senyuman di sudut bibirnya ketika akhirnya Rolan menyuntikkan darahnya ke dalam infusnya.
Dia langsung merasakan efeknya, darah itu memasuki tubuhnya, menghentikan sel-sel kanker yang menyebar. Membuatnya merasa lebih baik.
Mungkin Sabrina akan bisa terus memanfaatkan Rolan ke depannya. Gabriel tidak bisa dipercaya, bahkan sekarang kakaknya itu tega menghukum Sabrina karena ikut campur urusannya dengan tidak memberikan darahnya dan membuat  Sabrina kesakitan.Sekarang Sabrina punya Rolan. Jadi Gabriel tidak akan bisa menghukumnya dengan cara yang sama. Rolan tentu saja lebih mudah dimanipulasi dan dibodohi dibandingkan dengan Gabriel, karena Rolan berjiwa putih dan baik.
Sabrina tertawa dalam hati dengan sinis, menertawakan orang-orang baik yang sangat mudah dibodohi. Dia berencana akan memanfaatkan Rolan, bahkan jika bisa dia akan membuat Rolan menyembuhkannya.
Dan sementara itu, Sabrina akan memikirkan cara untuk menyingkirkan Selly secepatnya.
***
Gabriel memejamkan mata dan menggertakkan giginya, dia melihat semuanya, melihat bagaimana dengan nekat Rolan memberikan darahnya untuk membantu Sabrina memperlambat sel-sel kankernya.
Lelaki itu benar-benar sudah tertipu oleh penampilan lemah Sabrina.
Kasihan Selly...
Gabriel mengeryit ketika rasa iba itu menyeruak ke dadanya. Dia tidak pernah merasa iba, tidak setelah dia mendapatkan kekuatan itu. Hatinya dingin dan gelap sehingga tidak bisa dimasuki oleh perasaan manusiawi seperti rasa iba.
Tapi ini rasa iba. Gabriel memikirkan Selly dan merasakan sensasi rasa itu. Perasaan kasihan yang begitu dalam, memikirkan Selly harus menghadapi semua ini.
“Dia memberikan darahnya bukan?” Carlos bergumam tenang, mengamati setiap perubahan ekspresi Gabriel.
Gabriel menganggukkan kepalanya, hampir tak kentara.
“Ya. Lelaki bodoh itu takluk di kaki Sabrina dan memberikan darahnya.” Bodoh sekali!
Carlos mengamati Gabriel dalam-dalam, “Bukankah itu yang tuan inginkan? Dengan begitu ikatan cinta sejati antara Selly dengan Rolan akan semakin rapuh.”
Gabriel memang menginginkan ikatan cinta sejati antara Rolan dan Selly terputus, tetapi rencananya bukan seperti ini. Rencananya adalah merayu Selly ke dalam pesonanya sehingga perempuan itu meninggalkan Rolan, setelah itu Selly akan membuat Rolan terperosok dalam jurang patah hati yang dalam. Sekarang yang terjadi, Rolanlah yang akan menceburkan Selly ke dalam jurang patah hati itu.
“Kurasa waktunya sudah dekat, Carlos, aku akan menantang Gabriel.”
“Anda belum tahu pasti apakah ikatan cinta sejati antara Rolan dan Selly sudah putus. Akan berbahaya ketika anda menantang Rolan dan ternyata dia masih memiliki Selly sebagai cinta sejatinya. Bukankah itu tujuan anda? Menjauhkan Selly sehingga tidak bisa menjadi tambahan 5% kekuatan bagi Rolan?”
Gabriel hanya terdiam, ekspresinya tidak terbaca.
“Aku sudah tidak sabar lagi menunggu. Aku akan menantang Rolan segera. Aku muak hanya mengamati dia berbuat kebodohan demi kebodohan.”
Dan kemudian, tanpa kata lelaki itu menghilang dari hadapan Carlos, ditelan oleh bayangan hitam.
Carlos masih merenung sendiri di ruangan itu, menatap bayangan hitam yang semakin memudar di tempat tuannya tadi berdiri.
Dia merasa ada yang berubah dari diri Gabriel, bahkan pada malam itu ketika Gabriel buru-buru pergi untuk menyelamatkan Selly yang dicampakkan Rolan begitu saja di tengah hujan badai, Carlos merasa itu bukan watak Gabriel yang dikenalnya.
Tuan Gabriel bukanlah orang yang bersedia repot-repot untuk menolong manusia biasa. Apalagi seorang perempuan lemah yang notabene adalah cinta sejati musuhnya.
Atau... apakah memang Gabriel sudah berubah? Carlos sendiri curiga bahwa alasan Gabriel ingin memutuskan ikatan cinta sejati antara Rolan dengan Selly bukan karena dia takut kalah, tetapi lebih karena ingin menyelamatkan Selly. Karena buku kuno aturan semesta menyebutkan bahwa sang cinta sejati harus berkorban demi memberikan 5% tambahan kekuatan bagi sang pemegang kekuatan..... Mungkin saja hal itu berarti pengorbanan nyawa bagi Selly.
Apakah jangan-jangan... Gabriel ingin menyelamatkan Selly dari kematian karena pengorbanan?
***
“Apakah kau baik-baik saja?” Gabriel yang tadi entah berada di mana sudah kembali ke ruangan kerja mereka, dan sekarang berdiri di depan Selly, mengamatinya.
Diamati seperti itu Sely langsung merasa gugup.
“Saya baik-baik saja.”
“Kau tampak sedih.” Lelaki itu tetap menelusuri seluruh wajah Selly dengan tatapan tajam seolah ingin menembus ke dalam jiwanya.
Selly tersenyum, “Saya baik-baik saja.”  Meskipun begitu Selly tampak tidak yakin, dia mengusap pipinya bertanya-tanya apakah matanya yang sembab dan menghitam karena menangis semalaman tidak berhasil ditutupi oleh riasannya.
“Ada apa dengan calon suamimu?” Gabriel tampaknya tidak mempercayai jawaban Selly, lelaki itu mengambil kursi dan duduk di depan meja Selly, bersikap santai seolah dia bukan seorang bos. “Masalah lagi?”
Selly menghela napas panjang, “Tidak Sir, sebenarnya hubungan kami baik-baik saja, mungkin hanya perasaan saya yang tidak enak.”
“Kenapa perasaanmu tidak enak?” Gabriel berdiri di sana, bagaikan banteng yang tidak mau menyerah sebelum mendapatkan informasi, “Selly aku memang bosmu, kita bekerja secara profesional di sini, tetapi bukan berarti kau tidak boleh kadangkala menceritakan permasalahanmu, kalau sampai permasalahan itu berimbas kepada pekerjaanmu, bukankah itu juga akan berimbas kepadaku juga?”
Selly menatap Gabriel, tampak agak tersinggung, “Saya jamin permasalahan saya tidak akan mengganggu pekerjaan saya Sir.”
Tanpa diduga Gabriel tesenyum lebar. ‘Memang, aku yakin kau orang yang kompeten. Tetapi tidak bisakah kau berbagi denganku, mungkin sebagai teman?”
Sebagai teman? Selly hampir-hampir tidak mengenal Gabriel selain di kanto dan beberapa insiden yang membuat mereka bertemu di luar kantor. Apakah dia bisa menganggap Gabriel sebagai teman?
Tetapi bisa dikatakan Selly tidak mempunyai teman, pekerjaannya sebagai asisten pribadi Gabriel membuatnya jauh dari teman-teman sekerjanya, hanya Gabriel satu-satunya rekan kerjanya sekarang, lagipula insiden di malam ulang tahun itu membuat Gabriel sedikit banyak mengetahui permasalahan Selly dengan Rolan, mungkin Selly bisa sedikit berbagi dengan Gabriel.
“Calon suami saya... namanya Rolan.” Selly tidak ingat apakah dia pernah menyebut nama Rolan kepada Gabriel atau belum, “Seperti yang saya ceritakan, Rolan pernah menderita penyakit kanker otak dan dia sembuh dengan mukjizat.... tetapi ada seorang perempuan, dia pasien kanker otak juga... akhir-akhir ini, Rolan memperioritaskannya... dan itu membuat perasaan saya tidak enak.” Selly menghela napas panjang, “Mungkin memang perasaan saya yang salah, tidak seharusnya saya merasakan kecemburuan kepada perempuan lemah seperti Sabrina....”
“Apakah Sabrina ini perempuan yang sama yang membuat Rolan tidak datang di janji makan malam kalian di hari ulang tahunmu itu?”
Selly menganggukkan kepalanya.
Gabriel tersenyum meskipun tatapannya tampak serius,
“Selly. Sebagai seorang perempuan, kau tidak boleh diam dan menyerah. Kalau kau memang mencintai calon suamimu, maka kau harus memperjuangkannya. Sikap diam dan memendam sendiri tidak akan membawa jalan keluar, yang ada kau akan terlambat dan kehilangan semuanya.”
Dan kemudian, tanpa menunggu reaksi Selly, Gabriel bangkit dari kursinya dan pergi ke mejanya sendiri.
***
Selly melangkah keluar dari toilet dan sedikit tersentak ketika ponselnya berbunyi. Dia mengeluarkannya dari sakunya dan melihat nomor Rolan di sana.
“Rolan?” Selly langsung mengangkat ponselnya dengan semangat, berharap Rolan memberi kabar baik bahwa mereka bisa bertemu sore ini.
“Selly?”
Itu bukan suara Rolan, itu suara Sabrina. Selly bagaikan dihantam dengan keras ketika mendengar bahwa Sabrina yang menyahut di sana. Kenapa Sabrina meneleponnya dengan menggunakan ponsel Rolan? Apa yang dilakukan Sabrina dengan ponsel Rolan? Kemana Rolan?
“Sabrina?” Selly tetap bertanya meski dia sudah tahu pasti, dia bisa merasakan senyum Sabrina di seberang sana.
“Selly, Rolan memintaku meneleponmu, katanya dia tidak bisa menemuimu, dia harus menemaniku menjalani serangkaian pemeriksaan malam ini. Kau tidak apa-apa kan?”
Selly membeku. Benarkah? Benarkah apa yang dikatakan Sabrina itu? kalau memang begitu, kenapa Rolan tidak meneleponnya sendiri? Kenapa dia menyuruh Sabrina menyampaikannya?
“Dimana Rolan?” Selly bertanya, curiga.
Ada senyum di  nada suara Sabrina, “Rolan sedang berkonsultasi dengan dokter tentang proses pemeriksaanku.” Sabrina menghela napas, terdengar bahagia, “Aku senang sekali. Selly, Rolan baru saja membuktikan kepadaku, bahwa dia rela berkorban apa saja... rela melakukan apa saja agar aku tidak sakit lagi.”
“Apa?”
“Kau pasti mengerti apa maksudku. Sudah ya.” Tiba-tiba saja Sabrina memutus pembicaraan, membuat Selly masih ternganga dengan gagang ponsel di telinganya.
Jemarinya bergetar ketika menurunkan ponsel itu dan menatapnya. Dia tidak bermimpi bukan? Tadi benar-benar Sabrina bukan yang menelepon menggunakan ponsel Rolan?Mata Selly masih nanar menatap ponsel di depannya. Hatinya terasa sakit, penuh gemuruh dan prasangka.
Tetapi..... dia tidak bisa menuduh Rolan begitu saja,  bisa saja Sabrina yang sengaja melakukan kecurangan dengan mencuri pakai ponsel Rolan bukan? Mungkin memang Sabrina ingin menjauhkan Selly dari Rolan, karena itulah dia memakai cara licik ini.
Selly tahu persis sifat Rolan. Tidak mungkin Rolan melakukan ini kepadanya.
Jantungnya berdebar penuh antisipasi. Dia langsung teringat kata-kata Gabriel tadi, kalau dia mencintai Rolan dia tidak boleh diam saja, dia harus memperjuangkan Rolan sebelum terlambat.
Sore nanti, mengabaikan kat-kata Sabrina, Selly akan menyusul ke rumah sakit.
***
“Kenapa tampak buru-buru?” Gabriel mengerutkan kening ketika melihat Selly segera mengemasi tas-nya ketika jam lima tepat ditunjukkan di jam dinding.
Selly mendongakkan kepalanya, menatap Gabriel yang mengerutkan keningnya dan menatap Selly ingin tahu. Tiba-tiba pipi Selly memerah karena dia terdorong perasaannya akibat nasehat Gabriel tadi. Selly memang berencana untuk bergegas menyusul ke rumah sakit dan menemui Rolan, memastikan apa yang dikatakan Sabrina tadi kepadanya melalui ponsel dan mengkonfirmasinya langsung baik kepada Rolan maupun kepada Sabrina.
“Saya ingin ke rumah sakit.” Selly bergumam pelan, “Saya ingin memastikan sesuatu.”“Ini tentang Rolan lagi?”
Pipi Selly memerah, merasa malu karena permasalahannya dengan Rolan begitu pelik sehingga Gabriel sampai terganggu karenanya.
“Iya...” Selly menelan ludahnya dengan ragu. “Ada telepon dari Sabrina yang mengatakan bahwa Rolan... bahwa pada dasarnya Rolan ingin meninggalkan saya dan memilih Sabrina.” Dia menggigit bibirnya, merasakan dorongan menyesakkan untuk menangis, “Anda bilang saya harus berjuang dan memastikan, karena itu saya akan datang ke rumah sakit untuk memastikan semuanya.”
Gabriel mengerutkan keningnya, menatap Selly yang menahan tangisnya, Dia menggertakkan giginya dan kemudian menggunakan kekuatannya, hanya beberapa detik hingga Selly tidak menyadarinya, untuk melihat apa yang sebenarnya terjadi di rumah sakit.Setelah mendapatkan pengelihatannya, matanya menyala.
“Kupikir lebih baik aku mengantarmu Selly.” Gumam Gabriel tenang meskipun ada kemarahan di dalam suaranya, “Aku kebetulan berencana ke rumah sakit yang sama hari ini, untuk menengok salah seorang kolega bisnisku yang dirawat hari ini, kau bisa ikut mobilku dengan begitu kau bisa lebih cepat sampai dibandingkan naik kendaraan umum.”
Sejenak Selly merasa ragu. Tetapi bukankah dia beruntung karena Gabriel ternyata sedang berencana untuk mengunjungi rumah sakit yang sama?
Selly lalu menganggukkan kepalanya,
“Terima kasih Sir. Saya rasa saya akan menumpang mobil anda.”
***
Hari sudah beranjak sore ketika Rolan memasuki ruangan Sabrina lagi, dia barusan bertemu dengan dokter Beni dan berbicara mengenai kondisi kesehatan Sabrina. Nanti malam mereka akan melakukan pemeriksaan menyeluruh kepada Sabrina, dan Rolan yakin hasil pemeriksaan itu akan mengatakan bahwa Sabrina sudah kembali baik-baik saja.
“Dokter sudah menjadwalkan pemeriksaan nanti sore, sepertinya kondisimu sudah membaik ya.” Rolan mengamati wajah Sabrina dan menyadari bahwa sudah ada rona di sana. Berarti darah yang diberikannya memang memberikan efek yang baik kepada Sabrina, tadi dia memberikan darah itu pelan-pelan, masih menggunakan metode manual dengan jarum suntik untuk memindahkan darahnya kepada Sabrina, karena dia masih belum bisa memindahkan darahnya dengan kekuatannya.
“Iya. Sepertinya... sepertinya rasa sakitku hilang begitu saja.” Sabrina bergumam lembut, menyentuh rona di pipinya dengan jemarinya yang kurus, “Terimakasih Rolan, karena kau menemaniku....” Perempuan itu lalu menghela napas dan tampak sedih.
“Kenapa Sabrina?”
“Aku... aku merasa tidak enak kepada Selly... apakah kau tidak menyadari tatapan Selly kepadaku kemarin? Dia.. dia sepertinya marah kepadaku.”
Rolan mengerutkan keningnya. Benarkah? Selly memang sedikit cemburu kepada Sabrina, tetapi setelah Rolan menjelaskan, bukankah Selly kemudian mengerti? Kemarinpun ketika mereka berpisah, Selly tampak baik-baik saja.
“Selly tidak mungkin marah kepadamu Sabrina, dia perempuan yang sangat pengertian. Lagipula dia pasti tahu bahwa aku menyayangimu seperti adikku sendiri.”
Sabrina menghela napas, memalingkan muka dengan mata berkaca-kaca.
“Bagaimanapun aku harus meminta maaf kepada Selly... dia begitu baik dan aku...” Setetes air mata bergulir di pipinya, “Dan aku telah mengkhianatinya.”
“Mengkhianatinya? Rolan mengerutkan keningnya, bingung dengan kata-kata Sabrina, “Apa maksudmu?”
Sabrina menundukkan kepala, ketika dia mengangkat matanya dan menatap Rolan, wajahnya tampak bersemu merah,
“Karena aku menyimpan perasaan lebih kepadamu.” Suara Sabrina tampak sedih, “Aku tidak tahu itu tidak boleh, tapi kau begitu baik kepadaku, tidak pernah ada yang begitu baik dan perhatian kepadaku, membuat perasaan itu tumbuh begitu saja....”
“Sabrina.” Rolan mengerang, ekspresinya tampak serba salah. Dia menyayangi Sabrina tentu saja, dan kebaikannya itu lebih karena didorong perasaan empati karena dia pernah merasakan sakit yang sama, tetapi tidak pernah ada di dalam benaknya untuk merasakan perasaan yang lebih kepada Sabrina. Hatinya hanya untuk Selly......
Rolan menatap Sabrina yang begitu rapuh dan tiba-tiba merasa bersalah, salahnya sendiri. Dia terlalu baik dan perhatian kepada Sabrina, lebih daripada yang seharusnya sehingga membuat Sabrina berani menumbuhkan perasaan itu kepadanya. Salahnya membuat Sabrina patah hati...
‘Maafkan aku Sabrina, kau tahu.. aku dan Selly, perasaanku hanya kepada Selly...”
Sabrina menundukkan kepalanya kembali, setetes bening turun mengalir di pipinya yang pucat.“Tapi kau tak perlu cemas Rolan, aku sendiri merasa bersalah dengan perasaan ini, aku merasa bersalah kepada Selly... dia begitu baik...” Bibir Sabrina bergetar ketika berkata, “Aku.. aku akan menghapus perasaan ini segera... tetapi sebelumnya bolehkah aku meminta satu hal?”
Rolan menghela napas panjang, “Apa Sabrina?” Kalau satu permintaan itu bisa menebus rasa bersalahnya kepada Sabrina dan mengurangi sakit hati Sabrina, dia akan melakukannya.
“Maukah kau menciumku, satu kali saja?” Sabrina tampak begitu rapuh dan menderita, “Aku belum pernah dicium lelaki sebelumnya, sakitku ini membuatku tidak mengenal banyak lelaki. Dan seandainya aku bisa memilih lelaki pertama yang akan menciumku, aku ingin kau yang melakukannya Rolan, maukah kau menciumku satu kali saja? Dan setelah itu mungkin aku bisa melepas perasaanku dan belajar menekan cintaku kepadamu.”
Rolan tertegun. Bingung antara keinginannya meredakan sakit hati Sabrina, dan teriakan nuraninya yang menahannya karena dengan mencium perempuan lain, itu sama saja dengan mengkhianati Selly.
Jadi apa yang harus dia lakukan sekarang?

Bersambung ke Part 18
1 like ·   •  0 comments  •  flag
Share on Twitter
Published on July 18, 2013 23:13
No comments have been added yet.


Santhy Agatha's Blog

Santhy Agatha
Santhy Agatha isn't a Goodreads Author (yet), but they do have a blog, so here are some recent posts imported from their feed.
Follow Santhy Agatha's blog with rss.