-Not- The Sweetest Love Part 2




Rupanya Keenan bukan tipe orang yang suka menyia-nyiakan waktu. Setelah meeting pembahasan selesai dan kesepakatan ditentukan, lelaki itu langsung mendekati Aurel, seolah-olah dia sudah menunggu sejak lama untuk melakukannya.
"Dimana saya harus menjemput anda untuk makan malam nanti?"
Aurel menatap Keenan, menyadari bahwa lelaki itu tidak akan membiarkannya menghindar. Lagipula mereka masih dekat dengan peserta meeting yang lain, yang bisa mendengar percapakan mereka. Akan sangat tidak sopan kalau Aurel tidak menjawab pertanyaan Keenan.
"Saya menginap di hotel milik anda." Aurel menyebut nama resort hotel yang cukup terkenal di kota itu, yang kebetulan merupakan salah satu hotel milik si kembar. Keenan mengangkat alisnya, "Seharusnya anda menghubungi saya, saya bisa mengatur akomodasi terbaik untuk anda di sana." Matanya menatap tajam, tetapi ada sinar tantangan di sana. "Saya akan menjemput anda di lobby tepat pukul tujuh malam." Lelaki itu rupanya menantang Aurel untuk menolaknya.
Tentu saja, meskipun sangat ingin, Aurel tidak bisa melakukannya. "Saya akan turun ke lobby pada jam terssebut."
"Bagus." Senyum Keenan melebar, lebih menyerupai seringai. "Berikan aku nomor kontakmu."
Sejenak Aurel merasa ingin memberontak dan menolak Keenan mentah-mentah, tetapi kemudian dia sadar bahwa lelaki itu sengaja menarik batas kesabarannya. Bukankah Keenan memegang kartu nama resminya? Lelaki itu tinggal melihat ke sana dan dia tahu nomor kontak Aurel. Tetapi rupanya Keenan memaksa ingin mendengarnya dari mulut Aurel sendiri.
"Anda bisa melihat kartu nama perusahaan yang saya berikan kepada anda tadi sebelum meeting." Aurel bergumam setengah menggertakkan giginya,
Tanggapan Keenan atas kejengkelan Aurel hanyalah dari kekehan tawa tertahannya, "Oh maaf, aku lupa." Lelaki itu mengedipkan sebelah matanya menggoda, membuat pipi Aurel merah padam.
Kemudian salah seorang asistennya memanggilnya dan menanyakan sesuatu, perhatian lelaki itu teralihkan yang berarti menjadi kesempatan bagi Aurel untuk melarikan diri.
Dia bergegas membalikkan badan, buru-buru menghampiri Pak Adam yang datang bersamanya.
"Pukul tujuh tepat, Miss Aurel." Keenan bergumam pelan tetapi cukup untuk didengar Aurel. Sejenak Aurel tertegun mendengar nada peringatan di sana, tetapi kemudian dia memutuskan untuk mengabaikannya, segera menghampiri Pak Adam, dan berpura-pura membahas meeting kemarin dengannya.
***
Pukul tujuh kurang limabelas menit...
Aurel menatap dirinya di cermin. Hampir dua jam dia habiskan untuk menentukan akan memakai gaun yang mana, semula dia memutuskan memakai gaun panjang formal berwarna hitam, tetapi kemudian dia  takut baju ini terlalu formal, dia takut salah kostum dan ternyata Keenan bukan membawanya ke restoran formal.
Pada akhirnya pilihannya jatuh ke sebuah rok terusan sepanjang betis berwarna cokelat muda yang cukup sopan untuk dipakai di acara formal, tetapi bisa juga dipakai untuk bersantai. Lagipula gaun itu cukup sopan, sehingga tidak akan membuat lelaki manapun berpikir macam-macam.
Dia mengenakan gelang emas di tangannya dan memasukkan kakinya ke sepatu berhak rata berwarna cokelat tua. Matanya melirik ke arah jam di dinding dan menghela napas panjang.
Sebentar lagi pukul tujuh tepat.
Suara deringan ponselnya membuatnya terlonjak kaget. Aurel buru-buru mengambilnya, dan menghela napas panjang ketika mengetahui bahwa Celia yang meneleponnya.
"Bagaimana?" Celia langsung bertanya, tanpa menunggu sapaan Aurel.
Aurel mengernyit. Saudara sepupunya ini telah mendesaknya hingga harus melalui batas ketakutannya. Dia takut kepada lelaki dan Keenan sangat mendesak....
"Aku belum mendapatkan apapun. Tetapi malam ini aku akan makan malam dengan Keenan untuk urusan bisnis... kau tahu, kerjasama antara pemasok kertas dinding di perusahaanku dengan perusahaan si kembar...." Aurel menelan ludahnya, tiba-tiba merasa bersalah karena memutuskan untuk tidak menceritakan pertemuannya dengan Keenan di bar, dan juga bagaimana Keenan mengejarnya dengan agresif... dia tidak mau melukai perasaan Celia.
Sedikit banyak dia tahu, bahwa sebenarnya yang dicintai Celia adalah Keenan. Dia memusatkan perhatiannya kepada Azka karena Keenan menolaknya. 
Bagaimana mungkin Aurel bisa mengatakan kepada Celia bahwa Keenan mengejarnya?
"Bagus, gunakan kesempatan itu, Aurel. Buat Keenan terpesona kepadamu." Suara Celia menajam, "Tetapi hati-hati. Aku tahu Keenan sangat mempesona, aku tidak mau kau sampai terpesona kepadanya."
"Aku tidak akan terpesona kepadanya." Aurel menyahut cepat. Membayangkan Keenan membuatnya takut, dia takut kepada semua lelaki... semua lelaki pemaksa dan kasar kepada perempuan...
"Berjanjilah kepadaku Aurel." Celia terdengar sungguh-sungguh, "Berjanjilah kepadaku apapun yang terjadi kau tidak akan jatuh ke dalam rayuan Keenan dan mengkhianatiku."
Aurel menghela napas panjang, "Aku berjanji, Celia."
Mereka bercakap-cakap sejenak lalu Celia mengakhiri percakapan. Setelah menutup pembicaraan, Aurel menghela napas panjang.... entah kenapa dia merasa sangat lelah.
Lalu ponselnya berdering lagi, Aurel melirik ke layarnya.
Kali ini Keenan yang meneleponnya.
"Halo?"
'Kenapa sibuk? Kau sedang berbicara dengan siapa?"
Aurel mengernyit mendengar sapaan pertama Keenan itu. Entah memang pembawaannya serampangan, atau memang lelaki ini tidak pernah bisa berbasa-basi. Lelaki itu bahkan tidak menggunakan bahasa formal seperti yang digunakannya tadi siang.
"Aku sedang berbicara dengan rekan kerjaku." Aurel berbohong, lagipula apa urusan Keenan menanyakan dia sedang berbicara dengan siapa?
"Aku sudah di bawah." Keenan bergumam lagi.
"Oke. Aku akan turun."
Jantung Aurel berdebar. Dia menghela napas panjang dan kemudian melangkah keluar dari kamarnya.
*** 
"Hai." Keenan langsung menyapa Aurel ketika melihat perempuan itu mendekatinya di loby.
Aurel menatap Keenan dan mau tidak mau mengagumi penampilan Keenan malam ini. Lelaki ini mengenakan kaos berwarna putih yang dilapisi dengan jas sport hitam yang trendi, dan dia mengenakan celana jeans. Penampilannya formal sekaligus santai.
"Kau tampak cantik." tanpa malu-malu Keenan mengamati Aurel dari ujung kepala sampai ujung kaki, membuat pipi Aurel merona.
"Terimakasih." Dia mencoba menghentikan pandangan Keenan yang intens kepadanya, "Kita akan makan malam di mana?"
"Di sebuah tempat istimewa, kau pasti akan menyukainya. Ayo." Lelaki itu menghela lengan Aurel dengan lembut, mengajaknya ke mobilnya yang sudah menunggu di lobby hotel.
*** 
Mobil Keenan berhenti di sebuah cafe yang cukup ramai, dengan hiasan taman-taman dan tumbuhan yang indah di depannya.
Suasananya tampak nyaman dan menyenangkan.Ada tanaman hijau dan taman yang cantik di bagian depannya, membuat cafe ini sesuai dengan namanya, garden cafe. Lampu kuning yang nyaman tampak temaram dan seolah-olah mengundang orang-orang yang lelah untuk masuk ke dalam, duduk dan memesan secangkir kopi sambil bersantai.
Aurel menghela napas lega, tadinya dia mengira Keenan akan membawanya makan malam formal di salah satu hotel bintang lima miliknya. Ternyata lelaki itu membawanya ke sebuah cafe besar tetapi nyaman.
Mungkin malam ini tidak begitu buruk dan mungkin Aurel bisa melalui malam ini dengan baik. 
"Ayo masuk." Tanpa permisi Keenan menggandeng tangan Aurel dan mengajaknya masuk. Jemari Aurel mengejang dalam genggaman tangan Keenan, dia berusaha melepaskan diri, tetapi Keenan bersikeras, lelaki itu tetap memaksa untuk menggenggam tangannya.
Aurel ingin meronta, menunjukkan penolakannya, tetapi kemudian, ketika dia memasuki cafe itu, perhatiannya teralihkan dan dia terpesona.
Cafe itu tampak temaram, tetapi interiornya sangat indah. Orang-orang tampak menikmati hidangannya di meja masing-masing. Beberapa orang tampak menikmati kesendiriannya sambil menghirup kopi dan sibuk dengan komputernya. Beberapa yang lain tampak menikmati kebersamaan, berkumpul bersama di sebuah meja besar, dan sesekali terdengar tawa dari sana. 
Dan di sisi lain, banyak pasangan yang memutuskan untuk makan malam berdua di sudut lain Garden cafe yang diatur dengan lebih menekankan privacy dan lebih romantis.
Keenan membawa Aurel ke salah satu sudut yang cukup sepi dan nyaman, dia menarikkan kursi untuk Aurel  dengan sopan.
Setelah Aurel duduk, Keenan duduk di depannya, menatapnya dengan tatapan tajam di atas bayang-bayang lilin yang berada di tengah meja mereka.
"Kuharap kau suka berada di tempat ini."
"Ini tempat langgananmu?"
Keenan tertawa. "Bukan. Ini punya kakakku, Azka. Kau nanti pasti akan bertemu dengannya, dia adalah pemilik resmi perusahaan ini, aku hanya menggantikannya selama dia berbulan madu dengan isterinya."
Azka... Aurel menghela napas panjang, tiba-tiba teringat akan perkataan Celia bahwa dia juga harus membalaskan dendamnya kepada Azka, entah dengan cara mengganggunya atau mungkin dengan merusak perkawinannya.... bagaimana mungkin Aurel bisa melakukannya?
Tiba-tiba saja Aurel merasa ingin menyerah, dia ingin mengemasi pakaiannya dan pergi saja dari sini, kembali kepada kehidupannya yang tenang dan nyaman.
Seorang pelayan setengah baya yang tampak ramah mendatangi mereka, senyumnya melebar ketika melihat Keenan.
"Sungguh beruntung tuan Keenan karena bisa makan malam dengan perempuan secantik anda." gumamnya sambil menatap Aurel dengan penuh perhatian, dan membuat Aurel tersipu.
Keenan tertawa, "Jangan menggodanya Albert.." lalu lelaki itu mengalihkan pandangannya kepada Aurel dan menjelaskan, "Ini Albert dia bisa dibilang adalah penunggu cafe ini."
Albert terkekeh juga mendengar julukan Keenan untuknya, lalu mengangguk sopan kepada Aurel, "Saya akan meminta pelayan mencatat pesanan anda. Semoga anda menikmati waktu anda di sini." Lelaki itu setengah membungkuk lalu meninggalkan mereka berdua.
Seorang pelayan segera mendatangi mereka, dan kemudian mencatat menu makan malam dan membawakan minuman pembuka. Setelah itu mereka tinggal berdua saja, menunggu pesanan.makan mereka datang.
Suasana dengan segera menjadin canggung. Mungkin Keenan biasa-biasa saja, tetapi entah kenapa Aurel merasa gugup.
"Maafkan kelakuanku di bar kemarin." Keenan meminta maaf, tetapi tidak tampak menyesal, "Meskipun kau tidak bisa menyalahkanku, aku selalu tertarik kepada perempuan cantik dan kau salah satu di antaranya." gumamnya tanpa basa-basi. "Aku pikir aku sudah kehilanganmu, tetapi rupanya kita berjodoh sehingga bertemu lagi di sini."
Perilaku agresif lagi. Tiba-tiba Aurel merasa ngeri. Akankah Keenan memaksanya kalau dia menolak?
"Apa yang kau lakukan di bar itu malam-malam, Aurel? Apakah kau tersesat?"
Tatapan intens Keenan yang seakan menusuk ke dalam kalbunya membuat Aurel gugup.
"Aku... eh... aku tersesat." Akhirnya Aurel mengiyakan saja.
Tetapi rupanya jawaban Aurel masih belum memuaskan Keenan, "Dari semua tempat di dekat hotel, kau masuk ke bar itu... apakah kau sedang mencari seseorang?"
Aku sedang mencarimu. Dalam hati Aurel ingin melontarkan kata-kata itu di muka Keenan, tetapi tentu saja dia tidak bisa melakukannya bukan?
"Sudah kubilang aku tersesat. Lagipula bagaimana mungkin aku mencari seseorang? Aku tidak kenal siapa-siapa di sini."
Keenan tidak akan bisa menghubungkannya dengan Celia. Aurel sudah memastikan menutupi semua jejak hubungan mereka. 
"Oh." Kali ini Keenan memilih tidak memaksa, "Apakah kau sudah mempunyai pacar?"
"Apa?" Aurel membelalakkan matanya, tidak menyangka pertanyaan itu akan keluar dari mulut Keenan.
"Aku tidak perlu mengulangi pertanyaanku bukan? Aku hanya ingin tahu apakah kau sudah ada yang memiliki, Aurel."
"Dan apa urusanmu mengenai itu?" Suara Aurel ketus, sebagai penutup sifat defensifnya terhadap laki-laki.
Tetapi suara ketus Aurel tidak mempengaruhi Keenan, lelaki itu menyandarkan tubuhnya di kursi dengan santai.
"Sebab, kalau kau belum ada yang memiliki, aku berencana untuk memilikimu."
Pemaksa. Agresif. Dominan. 
Seketika itu juga Aurel memutuskan. Lelaki ini, dibalik sikap santainya tetap saja sama seperti lelaki pada umurmnya, mereka semua sama saja, suka memaksakan kehendaknya kepada perempuan.
"Aku menerima ajakan makan malammu dengan alasan kesopanan." Aurel langsung mengeluarkan suara formalnya, jenis suara yang selalu digunakan kepada anak buahnya, membuatnya menjadi CEO yang disegani. "Tetapi kalau kau mulai bersikap tidak sopan, maka mohon maaf, aku akan pergi."
Aurel sudah siap beranjak dari duduknya ketika jemari kokoh Keenan menahannya.
Tidak ada yang dilakukan Aurel kecuali menatap jemari Keenan dengan pandangan mencela.
Rupanya Keenan mengerti isyaratnya, lelaki itu melepaskan pegangannya dan bersedekap, 
"Jangan pergi Aurel, Maafkan aku. Kau jenis perempuan yang lari terbirit-birit ketika dipaksa rupanya. Aku salah strategi." Dan kemudian senyumnya melebar lagi, "Duduklah, nikmati makan malammu, aku berjanji akan bersikap sopan sepanjang malam ini."
Aurel menatap Keenan. berusaha mencari kebenaran di mata itu..... lalu dia menghela napas panjang.
"Baiklah." gumamnya, berusaha bersikap sedingin mungkin.
Dan kemudian hidangan pembuka datang, mengalihkan perhatian mereka. Aurel menatap takjub kepada hidangan yang indah itu, itu adalah patisserie yang di dalamnya diberi creme brulee dengan hiasan strawberry di atasnya. Tampilannya sangat indah dan menggoda...

Cafe ini benar-benar menyenangkan. Aurel membatin. Mengedarkan pandangannya ke sekeliling sementara Keenan sedang berbicara dengan pelayan yang menyiapkan hidangan mereka. Suasananya romantis, tenang dan nyaman... dan makanannya sepertinya enak...

Mata Aurel terus berputar mengitari seluruh penjuru cafe.... dan kemudian dia terperangah, wajahnya langsung memucat ketika melihat sosok itu. Sosok yang duduk tak jauh dari mereka, sedang menikmati hidangan bersama teman-teman lelakinya.

Sosok itu adalah sosok yang tidak akan pernah Aurel lupakan. Monster kejam yang terpatri di benaknya bahkan setelah tahun-tahun berlalu..... 

Itu......Radit!

Lelaki yang pernah mencoba memaksakan kehendaknya kepada Aurel. Lelaki menjijikkan, perwakilan dari segala apa yang ditakuti dan dibenci oleh Aurel. Sudah bertahun-tahun Aurel tidak melihatnya, tentu saja seperti halnya dirinya, penampilan Radit sudah berubah menjadi lebih dewasa, tetapi Aurel yakin lelaki itu pasti masih tetap jahat dan pemaksa.

Jemari Aurel mengepal, begitu kuatnya sampai buku-buku jarinya memutih.

Dia harus pergi dari sini secepatnya. Monster itu tidak boleh melihatnya!

Tetapi bagaimana caranya? Monster jahat itu duduk di dekat pintu, Aurel harus melewatinya kalau mau keluar. Lelaki itu tidak ada ketika Aurel masuk tadi bersama Keenan, jadi dia pasti baru saja datang.

Sementara itu, Keenan menyelesaikan percakapannya dengan si pelayan, dia memusatkan perhatiannya kembali kepada Aurel, dan menyadari ada yang salah dari diri Aurel.

Perempuan itu sepucat kapas, ekspresinya tegang dan ada teror di matanya, sementara jari-jarinya mengepal  dengan kuatnya di atas meja.

Keenan langsung merasa cemas....

"Aurel? Kau kenapa?"

Bersambung ke Part 3

1 like ·   •  0 comments  •  flag
Share on Twitter
Published on July 06, 2013 10:34
No comments have been added yet.


Santhy Agatha's Blog

Santhy Agatha
Santhy Agatha isn't a Goodreads Author (yet), but they do have a blog, so here are some recent posts imported from their feed.
Follow Santhy Agatha's blog with rss.