Mobil yang menjemput Alexa tiba di depan mansion keluarga Simon bersamaan dengan mobil sport milik Daniel yang berhenti di tempat yang sama. Dari balik bangku belakang mobilnya, Alexa melihat Daniel keluar dari balik kemudi. Lelaki itu mengangguk kepada pelayan yang dengan segera datang dan mengangkat barang-barangnya dari mobil, lalu tiba-tiba menoleh tajam ke mobil, menatap ke jendela belakang, seolah-olah tahu kalau Alexa masih duduk di sana dan mengamatinya. Lalu Daniel melangkah mendekati mobil, membuat Alexa menelan ludahnya, tanpa permisi lelaki itu membuka pintu belakang mobil, dan menundukkan kepalanya, menatap Alexa yang masih duduk gugup di dalam sana dengan mata abu-abunya. "Kenapa tidak segera turun?" Pandangan mata Daniel sangat tajam, membuat Alexa sedikit ketakutan, sekali lagi dia menelan ludahnya dan baru menjawab dengan suara lemah,"Aku baru mau akan turun." Tentu saja tak dikatakannya bahwa dia tadi sengaja tidak turun dulu dan menunggu Daniel masuk, karena dia takut harus berinteraksi dengan Daniel. "Ayolah turun." Daniel mundur, membukakan pintu semakin lebar, membuat mau tak mau Alexa turun dan berdiri di sisi Daniel. Berada di sisi Daniel sekarang ini membuatnya menyadari bahwa lelaki itu sangat tinggi, bahkan puncak kepala Alexa hanya sepundaknya.
Daniel melirik ke arah sopir yang membawa tas koper Alexa dan mengangkat alisnya, "Hanya itu barangmu." Alexa menganggukkan kepalanya, masih bingung harus berkata apa. Tiba-tiba ekspresi keras Daniel menghilang, lelaki itu menghela napas seakan lelah. "Kita tidak boleh bersikap kaku seperti ini. Kau tahu kita akan menghabiskan tiga bulan tinggal bersama di rumah ini, dan aku tidak ingin hubungan kita buruk." Daniel mengernyit, "Kurasa aku akan bersikap baik padamu, mau tak mau karena aku membutuhkanmu untuk menyelamatkan mukaku bukan?" ada nada getir di dalam suaranya, membuat Alexa merasakan sengatan rasa pedih yang mengganggu. Ya... berada di posisi Daniel pasti sangat sulit. Apalagi sekarang, ketika sang kakek malahan membuatnya bersaing terang-terangan dengan saudara tirinya sendiri. Alexa tidak suka berada di posisi ini, dia merasakan beban berat di pundaknya, menjadi penentu dari sebuah keputusan besar di keluarga ini. Seandainya saja dia bisa lari..... Daniel dan Alexa berjalan dalam keheningan memasuki rumah itu, ketika mereka sampai di lobby Albert Simon telah menunggu mereka di sana, lelaki itu langsung berdiri dan menyambut dengan hangat. "Alexa, selamat datang di mansion ini." dengan ramah lelaki itu menyambut tangan Alexa, dan kemudian menariknya ke pelukannya dengan sayang. "Aku sudah lama menunggu saat ini tiba." Alexa tersenyum menyambut sikap hangat lelaki itu, dan ketika Albert melepaskan pelukannya, dia menoleh ke arah Daniel. "Selamat datang Daniel." Daniel hanya menatap datar ke arah kakeknya, lalu tatapannya menjadi tajam seolah ingin membunuh ketika melihat sosok yang berjalan di belakang kakeknya. Nathan. Nathan tersenyum lebar menyambut Alexa dan menyalami tangannya, "Selamat datang di sini Alexa, kuharap kau akan merasa nyaman. Daniel langsung mencibir, "Ini bukan rumahmu, kau hanya menumpang di sini dan kau tidak berhak menyambut Alexa datang." gumamnya kejam. Suasana langsung menjadi hening, hening yang tidak enak hingga Albert Simon berdehem dan mencoba mencairkan suasana. "Kau pasti lelah Alexa." gumamnya, memusatkan pandangan kepada Alexa dan berusaha mengabaikan kedua cucunya yang saling bertatapan dengan tatapan tajam, "Ayo, aku akan tunjukkan kamarmu. dan kau bisa beristirahat." Alexa menoleh ke arah Nathan dan Daniel yang masih berpandangan dalam keheningan yang menegangkan, lalu dia memutuskan untuk mengikuti Albert Simon ytang sudah berjalan ke arah tangga dan menunggunya. Lebih baik dia pergi ke tempat netral bersama Albert Simon daripada berada di antara dua saudara yang siap saling membunuh ini. ***
"Aku sudah menerima telepon dari supirku." Suara Albert Simon tampak berwibawa dan ramah, "Ayahmu sudah sampai di pusat rehabilitasi, dia akan dirawat dengan baik, Alexa." Hati Alexa merasa hangat, merasakan harapan untuk ayahnya, semoga saja setelah keluar dari pusat rehabilitasi, ayahnya bisa terlepas dari kecanduannya terhadap minuman dan menghentikan pelariannya pada perjudian. "Terimakasih tuan Albert atas bantuannya kepada ayah saya." Albert Simon menganggukkan kepalanya, dan kemudian tersenyum sedih, "Kau pasti merasa aku jahat, karena seolah aku mengadu kedua cucuku. Tetapi ketahuilah Alexa, aku hanya ingin bertindak adil kepada kedua cucuku.....aku ingin mereka mempunyai kesempatan yang sama." Albert Simon menghela napas panjang, "Kuharap pada saatnya nanti kau akan mengerti kenapa aku mau melakukan ini." Alexa masih tidak bisa mengerti. Tetapi lelaki tua di hadapannya ini tampak bijaksana, jadi entah kenapa Alexa percaya bahwa semua hal ini, yang terpaksa menyeret dirinya ke dalamnya, akan berujung baik. Albert Simon berhenti di sebuah pintu kamar besar di lorong, dan kemudian membukanya, "Selamat beristirahat Alexa, kau bisa turun jam tujuh nanti untuk makan malam bersama kami." Matanya melirik ke arah pintu lain di sebelah kanan kamar Alexa, "Yang di sebelah kanan ini pintu kamar Daniel, kamar itu selalu dia pakai kalau menginap di sini sejak masih kecil, sementara yang di sebelah kiri adalah kamar Nathan. Kamarku sendiri ada di lantai satu, kau tahu usiaku yang sudah tua ini membuatku mencoba sesedikit mungkin naik turun tangga." Dan setelah mengucapkan selamat beristirahat sekali lagi, Albert Simon berpamitan dan melangkah pergi, meninggalkan Alexa yang masih terpaku di depan pintu kamarnya, menatap nanar ke arah lorong. Matanya melirik ke pintu besar di kanan dan kiri kamarnya. Apakah ini kebetulan atau kesengajaan? Kenapa Albert Simon meletakkan kamarnya di antara kamar kedua saudara itu? *** Alexa melangkah memasuki kamar besar itu dan terpesona. Segala yang ada di kamar itu berwarna peach, seakan-akan memang di buat untuk seorang puteri. Dia melirik kopernya yang sudah diletakkan oleh pelayan di dalam sana. Hampir satu jam kemudian digunakan Alexa untuk membongkar kopernya dan mengaturnya di lemari, setelah selesai Alexa melangkah ke ujung ruangan. Di ujung kamarnya, ada sebuah balkon yang ditutup oleh pintu kaca besar berlapis tirai, langsung mengarah ke luar. Alexa membuka pintu kaca itu, dan udara segar dari luar langsung menyambutnya. Dengan senang dia melangkah ke arah balkon yang dipenuhi dengan pot-pot bunga yang sangat indah itu. Alexa melangkah semakin maju ke ujung balkon dan menatap ke bawah, ke arah taman luar yang berada di belakang rumah ini. Kemudian dia mengernyit ketika menyadari bahwa kamar Nathan dan Daniel juga mempunyai balkon yang sama di kiri dan kanannya, balkon itu hanya dipisahkan oleh pagar tembok berukir gaya
renaissance setinggi betis. Kalau Daniel dan Nathan mau... mereka bisa melompat ke balkon kamar Alexa dengan mudah... Alexa langsung menggelengkan kepalanya, berusaha menyingkirkan pemikiran yang mengganggu itu "Sudah mulai kerasan di sini?" Alexa terpekik kaget mendengar sapaan itu, jantungnya berdebar ketika menoleh ke samping dan menemukan Nathan sedang bersandar di pintu balkon kamarnya sendiri, tersenyum menatap Alexa. Astaga... Alexa benar-benar tidak menyadari keberadaannya, Nathan pasti baru saja melangkah ke balkon dan menemukannya merenung di sini. "Maafkan aku." Nathan tampak geli melihat kekagetan Alexa, "Aku tidak bermaksud membuatmu terkejut." Alexa menggelengkan kepala setelah berhasil menenangkan debar jantungnya, "Tidak apa-apa... maafkan saya hanya tidak menyangka...." "Jangan gunakan saya dan anda. Memang di kantor aku adalah atasanmu kau boleh bersikap formal di sana, tetapi di sini aku adalah tunanganmu dan kita akan tinggal bersama tiga puluh hari ke depan... jadi aku harap kita bisa meninggalkan sikap formal itu di rumah ini." Nathan tersenyum, "Maafkan kami semua mendesakmu ke dalam situasi seperti ini. Itu pasti sangat membingungkan bagimu." Alexa tersenyum. Dibandingkan dengan menghadapi Daniel, Alexa merasa lebih nyaman kalau harus berhadapan dengan Nathan, mungkin karena sikap Nathan baik dan tidak menyerangnya. Berbeda dengan Daniel yang begitu mengintimidasi. "Ya... memang membingungkan." Alexa menatap ke arah balkon, "Saya... aku tidak menyangka akan berada di posisi ini."
Nathan bersandar di balkonnya sendiri, "Semoga kau akan memilih yang terbaik Alexa." lelaki itu melirik jam tangannya, "Aku harus pergi, beristirahatlah." senyum Nathan tampak misterius, "Seandainya kau memilihku, aku pasti akan membuatmu bahagia." Lalu setelah menganggukkan kepalanya sopan, Nathan masuk ke pintu kaca balkon, menuju ke kamarnya sendiri. Alexa menatap ke arah pintu kaca di balkon Nathan, dan merenung....ada janji di kata-kata Nathan. Nathan tampak begitu baik dan menyenangkan, mungkin lebih aman bagi Alexa kalau dia memilih Nathan.... tetapi bukankah ini masih terlalu dini untuk menentukan? masih ada tiga bulan yang panjang dan mungkin saja Alexa bisa memanfaatkan kesempatan itu untuk lebih mengenal kedua cucu Albert Simon bukan? Alexa sudah tidak bisa mundur lagi. Seperti yang direncanakan oleh Albert Simon, Alexa harus menikah dengan salah satu dari lelaki itu. Dan kalau memang harus terjadi seperti itu, Alexa akan memastikan bahwa dia akan menghabiskan seluruh sisa hidupnya bersama yang terbaik... *** Sudah hampir pukul tujuh ketika Alexa menatap dirinya di cermin. Pakaiannya sederhana tentu saja, tetapi dia berharap pakaiannya cukup pantas untuk makan malam resmi di lantai bawah. Dia tidak pernah makan malam resmi sebelumnya, apalagi di mansion seindah ini. Tidak sedikitpun dalam mimpinya dia pernah membayangkan hal seperti ini terjadi kepadanya. Alexa menatap jam tangannya. Tiba-tiba saja merasa tegang menghadapi apa yang akan terjadi di bawah nanti. Apakah dia akan seperti ini selama tinggal di mansion ini? berada di antara permusuhan terang-terangan antara Nathan dan Daniel? Sebuah ketukan di pintu kaca balkonnya membuat Alexa menoleh, dan dia ternganga, merasa takut ketika melihat Daniel berdiri di sana. Lelaki itu sudah memakai pakaian resmi untuk makan malam, dan sekarang berdiri di sana, menunggu Alexa untuk membuka pintu. Apa yang dilakukan Daniel di balkonnya? lelaki itu melompati pagar di antara balkon mereka.... Daniel mengetuk lagi, dan membuat isyarat agar Alexa mendekat, lelaki itu tampak tidak sabar. Mau tak mau Alexa melangkah ke arah pintu kaca yang dikuncinya dari dalam itu, berdiri di hadapan Daniel hanya dibatasi pintu kaca yang bening dan membuka kunci pintunya dengan hati-hati. Ketika pintu itu dibuka, Daniel sama sekali tidak melangkah masuk, dia masih berdiri di sana, menatap Alexa. "Kau tampak cantik." Suara gumamannya begitu dalam dan mata abu-abunya tampak bersinar di kegelapan, ada sesuatu yang intens di kata-katanya, membuat pipi Alexa merona dan jantungnya berdebar. "Apa yang kau lakukan di sini?"
Ekspresi Daniel tidak berubah, "Aku cuma mau mengatakan bahwa kau tidak terikat perjanjian denganku. Uang yang kuberikan kepadamu itu memang semula kuberikan dengan tujuan membuat semuanya mudah, membuatmu memilihku. Tetapi kemudian aku sadar, bahwa kalau aku ingin mengalahkan Nathan, aku akan melakukannya dengan cara yang adil." Lelaki itu menunduk menatap ke arah Alexa, "Semua tergantung kepadamu Alexa, aku tidak akan mengambil uang itu darimu, tetapi uang itu tidak akan mengikatmu lagi." Lalu lelaki itu membalikkan badannya, tanpa menanti reaksi Alexa, dia hanya bergumam dari balik punggungnya. "Sampai jumla di makan malam nanti." Dan kemudian, dengan mudah lelaki itu melompati pagar pembatas di balkon kamar mereka dan masuk ke kamarnya sendiri. Alexa menatap ke arah menghilangnya Daniel.... merasa bingung.... Kenapa dia bisa berada di posisi ini? di posisi dia harus memilih di antara dua lelaki yang sepertinya baik dengan caranya sendiri?
Bersambung ke Part 8