-Not- The Sweetest Love Prolog
PS : Halo semuanyaaa :D aku membawakan sebuah kisah terbaru lagi yah buat all readers, ini dikarenakan Menghitung Hujan dan Crush In Rush ( kurang epilognya saja ) sudah tamat.
Jadi setelah ini, demi kenikmatan membaca dan pengalaman menjelajahi cerita yang memuaskan bagi para readers, akan ada empat cerita bersambung yang bisa dinikmati di blog ini :) rencananya postingannya akan dilakukan secara teratur selang-seling sebanyak dua kisah setiap harinya, Enjoy!
NOT THE SWEETEST LOVE
Keenan melepaskan jaketnya dan menyampirkannya dengan semberono ke sofa, sebuah ponsel terjepit di antara pundak dan telinganya,
"Jadi kau tidak akan pulang sebelum akhir Januari?" Keenan mengerutkan keningnya, dia sedang bercakap-cakap dengan Azka kakaknya yang saat ini sedang berbulan madu bersama isterinya di Perancis, pasangan itu sepertinya memutuskan untuk memperpanjang masa bulan madu mereka sampai melewati musim dingin yang indah.... dan meninggalkan Keenan sendiri dengan pekerjaan kantoran yang tidak disukainya.Suara Azka di seberang sana tampak tenang dan dalam, memberikan instruksi-instruksi yang khas, membuat Keenan tersenyum masam, bahkan di masa berbulan madunya, kakak kembarnya itu tetap begitu ahli dalam pekerjaannya.
Setelah hanya mengangguk-angguk dan menanggapi seadanya, Keenan mengucapkan salam perpisahan kepada kakaknya, "Aku mau melakukan ini karena aku tahu kau sedang berbahagia di sana, segera setelah kau pulang gantian aku yang akan mengambil libur dan jalan-jalan ke luar negeri." gumamnya mengancam.
Azka tergelak di sana menanggapinya, membuat Keenan tersenyum. Kakaknya itu memang jadi mudah tertawa setelah pernikahannya. "Bye. Titip Salamku untuk Sani." Sani adalah kakak iparnya, isteri tersayang Azka.
Setelah itu Keenan meletakkan ponselnya dan membanting tubuhnya ke sofa, jemarinya dengan santai meraih remote control dan menyalakan televisi besar di ruang tengahnya. Dia menghela napas panjang, selama Azka berbulan madu, Keenanlah yang harus mengambil alih kendali perusahaan, sebenarnya ini bukan bidangnya, dia adalah seorang seniman dan pelukis terkenal yang bisa hidup enak dengan menjual lukisannya. Tetapi demi kakaknya, Keenan bersedia membantunya, toh Azka telah mengajarinya dengan begitu baik dan selalu siap membantu kalau-kalau ada meliputi pekerjaan yang tidak dipahaminya.
Meskipun saudara kembar, Keenan dan Azka sangatlah bertolak belakang. Azka tentu saja sangat kalem, elegan dan dewasa dengan penampilannya yang selalu rapi, kebanyakan dalam setelan jas kerja atau kemeja yang diseterika rapi. Sedangkan Keenan benar-benar 180 derajat sebaliknya, dia suka memakai jeans belel dan t-shirt lecek yang tidak diseterika, rambutnya bahkan dibiarkan panjang sampai melewati kerah bajunya, memakai setelan jas rapi - seperti yang terpaksa dilakukannya ketika menggantikan Azka - terasa amat menyiksanya, apalagi memakai dasi amat sangat mengganggunya, seakan dasi itu hendak mencekik lehernya.
Malam ini dia bosan, dan untunglah besok sudah hari sabtu yang berarti libur untuknya dimana dia bisa istirahat sejenak dari kebosanan berpenampilan formal dan urusan bisnis yang menyesakkan pikirannya.
Benaknya tiba-tiba melayang kepada kakak kembarnya dan Sani isterinya. Mereka pasangan luar biasa yang pada akhirnya bisa berujung bahagia, akanlah Keenan bisa menemukan kebahagiaan seperti mereka? Ataukah selamanya dia akan seperti ini? Terus menjadi Keenan yang bersantai dan tak punya seseorang penting dalam hidupnya?
Pikiran-pikiran itu membuatnya lelah, dan kemudian matanya terpejam. Membawanya ke alam mimpi.
***
"Aku dipermalukan sedemikan rupa, dianggap sampah!" Celine menangis sesenggukan di pelukan Aurel, sepupunya yang hanya bisa merangkulnya bingung dan tak tahu harus berbuat apa.
Aurel menatap Celine dengan kasihan, sepupunya itu gagal melaksanakan pernikahannya yang sudah di depan mata, ditinggalkan begitu saja oleh tunangannya. Pada mulanya Aurel memang agak bingung, semula Celine bertunangan dengan Azka, tetapi kemudian tiba-tiba saja Celine berpaling hati dan mengumumkan ke seluruh keluarga bahwa dia sudah bertunangan dan akan menikah dengan Keenan, yang notabene adalah saudara kembar Azka.... dan kemudian kabar menyedihkan itupun menyeruak, pernikahan Celine batal, baik Azka maupun Keenan meninggalkannya.
Aurel tentu saja masih belum jelas akan permasalahan di antara ketiga manusia ini. Yang dia tahu, Azka meninggalkan Celine demi seorang perempuan lain yang sekarang sudah dinikahinya, dan Keenan meninggalkan Celina karena Celine berbohong kepadanya.
Aurel menatap sepupunya yang cantik itu dan mendesah dalam hati. Yah sebenarnya dia juga tidak respek dengan cara Celine mencoba mengikat tunangannya. Azka yang malang merasa bertanggung jawab atas kecelakaan yang kebetulan dialaminya bersama Celine, yang menyebabkan Celine mengalami kelumpuhan... dan ternyata, kelumpuhan Celine selama ini hanyalah pura-pura. Hanyalah sebuah cara licik untuk terus menerus mengikat Azka.
Aurel tidak bisa menyalahkan kalau Azka dan Keenan sama-sama marah atas penipuan yang dilakukan Celine, tetapi Aurel tidak setuju dengan cara si kembar menangani Celine, entah bagaimana caranya, Azka mengumpankan Keenan untuk merebut hati Celine, bahkan menurut Celine, Azka juga menyuruh Eric yang ternyata adalah sahabat Azka untuk merayu Celine. Mereka semua kemudian membuat Celine terjebak sehingga ketahuan kebohongannya, mempermalukan diri Celine habis-habisan.
Celine memang licik, egois dan manja, tetapi seharusnya si kembar bisa menempuh cara yang lebih baik daripada mempermalukan sepupunya itu dan seperti kata Celine tadi - membuangnya seperti sampah.
"Jadi apa yang akan kau lakukan selanjutnya, Celine?" Aurel mencoba mengembalikan Celine pada kenyataan, hingga Celine berhenti menangis dan meratapi diri.
Celine mengusap matanya yang bengkak dan penuh air mata. "Aku tidak tahu, rasanya aku sudah tidak ingin hidup lagi, aku benar-benar malu, pada semua keluarga, pada teman-teman... apalagi setelah Azka dengan tanpa hati menikah begitu saja dengan perempuan itu, perempuan yang bahkan tidak aku ketahui keberadaannya sebelumnya! Azka sudah mengkhianatiku di belakangku, jauh sebelum aku menerima rayuan Keenan dan Eric!" Mata Celine berapi-api, tampak penuh dendam, tiba-tiba dia menatap Aurel dengan serius, "Aku butuh bantuanmu, Aurel, kau adalah sepupuku yang paling dekat denganku, jadi aku sangat mengharapkan bantuanmu."
"Bantuan apa?" Aurel mengernyitkan keningnya, menatap Celine dengan bingung.
"Aku ingin kau mendekati mereka, mendekati orang-orang yang pernah menghancurkanku. Aku tahu kau perempuan kuat, tidak seperti aku. Kumohon Aurel, hancurkan Azka dan isterinya, hancurkan juga Keenan, aku ingin membuat mereka terpuruk seperti sampah, sama seperti yang pernah mereka lakukan kepadaku!"
"Apa?" Aurel ternganga, tidak menyangka kalau pikiran itu yang ada di benak Celine, "Apakah kau gila Celine? Aku tidak mungkin melakukan itu!"
"Kenapa tidak?" Celine berurai air mata kembali, "Kau adalah orang yang tepat untuk rencana ini, apalagi Azka dan Keenan, mereka tidak pernah melihatmu dan tidak tahu kau adalah sepupuku, itu semua karena alasan khususmu tidak mau mengunjungi kota tempat kami tinggal. Jadi karena mereka tidak pernah bertemu denganmu sebelumnya, akan mudah bagimu mengatur rencana dan mendekati mereka tanpa diwaspadai." napas Celine terengah dan bersemangat, "Kumohon lakukanlah itu untukku Aurel, atau setidaknya kau bisa mencoba, kalau memang kau merasa tidak mampu, aku tidak akan menyalahkanmu kalau kau mundur.... "
***
Ini gila.
Aurel memasang kacamata hitamnya di siang yang terik itu, tampak kontras dengan kulitnya yang putih dan pucat. Dia menarik koper kecilnya melalui lobby bandara menuju tempat penjemputan. Pakaiannya efisien tetapi tetap elegan, celana panjang hitam dan blazer modis yang pas ditubuhnya, membuatnya terkesan berwibawa. Ya, Aurel memang harus selalu tampil berwibawa terkait dengan pekerjaannya.
Dia pasti sudah gila karena mau menerima permintaan Celine untuk mencoba menghancurkan si kembar yang jahat itu. Tetapi Celine begitu penuh air mata dan memohon kepadanya, mengancam ingin mati saja kalau Aurel tidak mau membantunya... jadi Aurel bisa apa?
Dan di sinilah dia, di sebuah kota yang sudah lebih dari lima tahun lalu dikunjunginya. Ya sedapat mungkin Aurel menghindari mengunjungi kota ini, karena kota ini menyimpan pengalaman menyedihkan yang tidak ingin diingatnya lagi. Tetapi sekarang demi Celine, Aurel bersedia datang kembali kemari meskipun kenangan itu langsung menggoresnya, mengorek-ngorek kembali lukanya yang sudah hampir tertutup rapat.
Aurel menatap ke sekeliling, mencari wajah yang dikenalnya. Kemudian matanya mengenali sosok yang pernah dilihatnya hanya melalui foto itu, dan mendekat ke arahnya,
"Pak Adam?" Aurel menyapa dengan suaranya yang lembut dan berwibawa.
Lelaki yang dipanggilnya itu menoleh mendengar panggilannya dan langsung membungkukkan badannya dengan hormat,
"Nona Aurel. Selamat datang di kota kami. Mari, kami telah menyiapkan mobil untuk anda."
Aurel hanya menganggukkan kepalanya, dan kemudian mengikuti pak Adam ke mobil.
Begitu mobil dijalankan, Aurel memajukan tubuhnya, bertanya kepada Pak Adam yang duduk di sebelah supir.
"Apakah pihak kantor cabang sudah tahu kedatangan saya?"
"Kami sudah menginformasikan kepada semuanya bahwa anda akan datang, segenap direksi kantor cabang sudah siap besok untuk meeting penting dengan anda."
"Bagus." Aurel menganggukkan kepalanya puas dan menyandarkan tubuhnya kembali ke kursi mobil yang nyaman. Pekerjaan sebenarnya bukanlah prioritas penting baginya. Ya, diusianya yang masih sangat muda, Aurel berhasil menggantikan ayahnya yang terpaksa mengundurkan diri sebagai CEO karena kondisi kesehatannya yang melemah. Perusahaan keluarga mereka yang bergerak di bidang konversi kertas itu memang telah berkembang pesat dan menjadi pemimpin di barisannya, dan Aurek sebagai puteri tunggal sang pemilik perusahaan, ikut andil di dalam kesuksesannya. Dia sangat pandai berbisnis, mewarisi kemampuan ayahnya, dan semua orang mengakui bahkan segan kepadanya.
Urusannya ke kantor cabang ini sebenarnya bsia dia wakilkan kepada anak buahnya, tetapi sekarang, demi Celine, Aurel datang sendiri ke kota ini dan menggunakan urusan pekerjaan sebagai kamuflasenya.
Nanti, begitu sampai di hotel, Aurel akan mengatur strategi untuk bisa menjalankan rencananya atas si kembar itu, Azka dan Keenan. Dia menghela napas panjang membayangkan kesulitan yang akan dihadapinya ke depannya. Tetapi dia sudah mengatakan kepada Celine, hanya akan mencoba, kalau nanti dia merasa tidak mampu, Aurel akan mengundurkan diri dari rencana ini dengan segera.
***
"Lama sekali kau tidak pernah kemari, Keenan." bartender itu mengedipkan sebelah matanya kepada Keenan yang baru saja duduk di kursi bar yang tinggi, "Biasanya kau kemari dan berburu perempuan."
Keenan terkekeh, dia datang mengenakan baju santai, rambut setengah panjangnya yang acak-acakan, dagu kasar karena belum dicukur dan seluruh penampilan yang mencerminkan kebebasannya. Ya, Keenan yang ada sekarang bukanlah Keenan pengganti direktur yang sedang berbulan madu, Keenan yang sekarang adalah si seniman yang sedang menikmati hidup.
"Rasanya aku hampir lupa cara berburu perempuan." Keenan bergumam dengan nada suaranya yang malas, "Berikan aku double scoth murni dengan es."
Sang bartender tersenyum lebar, "Berminat menikmati malam ini, eh?" lelaki itu segera menyiapkan pesanan Keenan dan meletakkan di meja bar tempat Keenan duduk.
Keenan menghabiskan minumannya dalam beberapa kali teguk, sedikit mengernyitkan kening karena rasa panas yang membakar tenggorokannya. BIasanya setelah ini dia akan mendekati perempuan yang dirasa cocok di bar dan merayunya, kalau dia beruntung, mereka akan terlibat hubungan asmara singkat yang menyenangkan, tanpa ikatan, tanpa beban dan saling menguntungkan satu sama lain.
Matanya beredar ke sekeliling bar, mencari mangsa. Sampai kemudian dia terpaku kepada sosok yang baru masuk.
Perempuan itu tidak cocok berada di sini.
Itulah yang pertama kali muncul di benaknya ketika melihat penampilan perempuan itu. Perempuan itu mencolok dalam arti yang berbeda, dan itu yang membuat mata Keenan terpaku terus dan tak mau lepas.
Senyum sinis terkembang di bibir Keenan, Perempuan mana yang datang memasuki bar menjelang malam dengan pakaian seperti jas laki-laki yang difeminimkan begitu? belum lagi rambutnya yang disisir halus ke belakang dan digulung kaku di atas tengkuknya layaknya penjaga perpustakaan kutu buku seperti yang dilihatnya di film-film, Keenan bahkan berani bertaruh bahwa dari dekatpun, tidak akan ada sehelai rambutpun yang berantakan di gulungan rambutnya itu.
Tetapi dibalik penampilannya yang seperti kutu buku, mata Keenan yang tajam bisa menemukan kecantikan alaminya, bibir itu berwarna merah muda dan berkilauan ranum membuat Keenan ingin melumatnya seketika itu juga, dan kulit perempuan itu yang pucat, tampak rapuh, begitu kontras dengan pakaiannya yang serba hitam.
Senyum lebar langsung muncul di bibir Keenan. Malam ini sepertinya akan menarik untuknya, dengan rayuan yang tepat, mungkin dia bisa mendapatkan pasangan sesaat yang unik dan menyenangkan.
Bersambung ke Part 1
NOT THE SWEETEST LOVE

Keenan melepaskan jaketnya dan menyampirkannya dengan semberono ke sofa, sebuah ponsel terjepit di antara pundak dan telinganya,
"Jadi kau tidak akan pulang sebelum akhir Januari?" Keenan mengerutkan keningnya, dia sedang bercakap-cakap dengan Azka kakaknya yang saat ini sedang berbulan madu bersama isterinya di Perancis, pasangan itu sepertinya memutuskan untuk memperpanjang masa bulan madu mereka sampai melewati musim dingin yang indah.... dan meninggalkan Keenan sendiri dengan pekerjaan kantoran yang tidak disukainya.Suara Azka di seberang sana tampak tenang dan dalam, memberikan instruksi-instruksi yang khas, membuat Keenan tersenyum masam, bahkan di masa berbulan madunya, kakak kembarnya itu tetap begitu ahli dalam pekerjaannya.
Setelah hanya mengangguk-angguk dan menanggapi seadanya, Keenan mengucapkan salam perpisahan kepada kakaknya, "Aku mau melakukan ini karena aku tahu kau sedang berbahagia di sana, segera setelah kau pulang gantian aku yang akan mengambil libur dan jalan-jalan ke luar negeri." gumamnya mengancam.
Azka tergelak di sana menanggapinya, membuat Keenan tersenyum. Kakaknya itu memang jadi mudah tertawa setelah pernikahannya. "Bye. Titip Salamku untuk Sani." Sani adalah kakak iparnya, isteri tersayang Azka.
Setelah itu Keenan meletakkan ponselnya dan membanting tubuhnya ke sofa, jemarinya dengan santai meraih remote control dan menyalakan televisi besar di ruang tengahnya. Dia menghela napas panjang, selama Azka berbulan madu, Keenanlah yang harus mengambil alih kendali perusahaan, sebenarnya ini bukan bidangnya, dia adalah seorang seniman dan pelukis terkenal yang bisa hidup enak dengan menjual lukisannya. Tetapi demi kakaknya, Keenan bersedia membantunya, toh Azka telah mengajarinya dengan begitu baik dan selalu siap membantu kalau-kalau ada meliputi pekerjaan yang tidak dipahaminya.
Meskipun saudara kembar, Keenan dan Azka sangatlah bertolak belakang. Azka tentu saja sangat kalem, elegan dan dewasa dengan penampilannya yang selalu rapi, kebanyakan dalam setelan jas kerja atau kemeja yang diseterika rapi. Sedangkan Keenan benar-benar 180 derajat sebaliknya, dia suka memakai jeans belel dan t-shirt lecek yang tidak diseterika, rambutnya bahkan dibiarkan panjang sampai melewati kerah bajunya, memakai setelan jas rapi - seperti yang terpaksa dilakukannya ketika menggantikan Azka - terasa amat menyiksanya, apalagi memakai dasi amat sangat mengganggunya, seakan dasi itu hendak mencekik lehernya.
Malam ini dia bosan, dan untunglah besok sudah hari sabtu yang berarti libur untuknya dimana dia bisa istirahat sejenak dari kebosanan berpenampilan formal dan urusan bisnis yang menyesakkan pikirannya.
Benaknya tiba-tiba melayang kepada kakak kembarnya dan Sani isterinya. Mereka pasangan luar biasa yang pada akhirnya bisa berujung bahagia, akanlah Keenan bisa menemukan kebahagiaan seperti mereka? Ataukah selamanya dia akan seperti ini? Terus menjadi Keenan yang bersantai dan tak punya seseorang penting dalam hidupnya?
Pikiran-pikiran itu membuatnya lelah, dan kemudian matanya terpejam. Membawanya ke alam mimpi.
***
"Aku dipermalukan sedemikan rupa, dianggap sampah!" Celine menangis sesenggukan di pelukan Aurel, sepupunya yang hanya bisa merangkulnya bingung dan tak tahu harus berbuat apa.
Aurel menatap Celine dengan kasihan, sepupunya itu gagal melaksanakan pernikahannya yang sudah di depan mata, ditinggalkan begitu saja oleh tunangannya. Pada mulanya Aurel memang agak bingung, semula Celine bertunangan dengan Azka, tetapi kemudian tiba-tiba saja Celine berpaling hati dan mengumumkan ke seluruh keluarga bahwa dia sudah bertunangan dan akan menikah dengan Keenan, yang notabene adalah saudara kembar Azka.... dan kemudian kabar menyedihkan itupun menyeruak, pernikahan Celine batal, baik Azka maupun Keenan meninggalkannya.
Aurel tentu saja masih belum jelas akan permasalahan di antara ketiga manusia ini. Yang dia tahu, Azka meninggalkan Celine demi seorang perempuan lain yang sekarang sudah dinikahinya, dan Keenan meninggalkan Celina karena Celine berbohong kepadanya.
Aurel menatap sepupunya yang cantik itu dan mendesah dalam hati. Yah sebenarnya dia juga tidak respek dengan cara Celine mencoba mengikat tunangannya. Azka yang malang merasa bertanggung jawab atas kecelakaan yang kebetulan dialaminya bersama Celine, yang menyebabkan Celine mengalami kelumpuhan... dan ternyata, kelumpuhan Celine selama ini hanyalah pura-pura. Hanyalah sebuah cara licik untuk terus menerus mengikat Azka.
Aurel tidak bisa menyalahkan kalau Azka dan Keenan sama-sama marah atas penipuan yang dilakukan Celine, tetapi Aurel tidak setuju dengan cara si kembar menangani Celine, entah bagaimana caranya, Azka mengumpankan Keenan untuk merebut hati Celine, bahkan menurut Celine, Azka juga menyuruh Eric yang ternyata adalah sahabat Azka untuk merayu Celine. Mereka semua kemudian membuat Celine terjebak sehingga ketahuan kebohongannya, mempermalukan diri Celine habis-habisan.
Celine memang licik, egois dan manja, tetapi seharusnya si kembar bisa menempuh cara yang lebih baik daripada mempermalukan sepupunya itu dan seperti kata Celine tadi - membuangnya seperti sampah.
"Jadi apa yang akan kau lakukan selanjutnya, Celine?" Aurel mencoba mengembalikan Celine pada kenyataan, hingga Celine berhenti menangis dan meratapi diri.
Celine mengusap matanya yang bengkak dan penuh air mata. "Aku tidak tahu, rasanya aku sudah tidak ingin hidup lagi, aku benar-benar malu, pada semua keluarga, pada teman-teman... apalagi setelah Azka dengan tanpa hati menikah begitu saja dengan perempuan itu, perempuan yang bahkan tidak aku ketahui keberadaannya sebelumnya! Azka sudah mengkhianatiku di belakangku, jauh sebelum aku menerima rayuan Keenan dan Eric!" Mata Celine berapi-api, tampak penuh dendam, tiba-tiba dia menatap Aurel dengan serius, "Aku butuh bantuanmu, Aurel, kau adalah sepupuku yang paling dekat denganku, jadi aku sangat mengharapkan bantuanmu."
"Bantuan apa?" Aurel mengernyitkan keningnya, menatap Celine dengan bingung.
"Aku ingin kau mendekati mereka, mendekati orang-orang yang pernah menghancurkanku. Aku tahu kau perempuan kuat, tidak seperti aku. Kumohon Aurel, hancurkan Azka dan isterinya, hancurkan juga Keenan, aku ingin membuat mereka terpuruk seperti sampah, sama seperti yang pernah mereka lakukan kepadaku!"
"Apa?" Aurel ternganga, tidak menyangka kalau pikiran itu yang ada di benak Celine, "Apakah kau gila Celine? Aku tidak mungkin melakukan itu!"
"Kenapa tidak?" Celine berurai air mata kembali, "Kau adalah orang yang tepat untuk rencana ini, apalagi Azka dan Keenan, mereka tidak pernah melihatmu dan tidak tahu kau adalah sepupuku, itu semua karena alasan khususmu tidak mau mengunjungi kota tempat kami tinggal. Jadi karena mereka tidak pernah bertemu denganmu sebelumnya, akan mudah bagimu mengatur rencana dan mendekati mereka tanpa diwaspadai." napas Celine terengah dan bersemangat, "Kumohon lakukanlah itu untukku Aurel, atau setidaknya kau bisa mencoba, kalau memang kau merasa tidak mampu, aku tidak akan menyalahkanmu kalau kau mundur.... "
***
Ini gila.
Aurel memasang kacamata hitamnya di siang yang terik itu, tampak kontras dengan kulitnya yang putih dan pucat. Dia menarik koper kecilnya melalui lobby bandara menuju tempat penjemputan. Pakaiannya efisien tetapi tetap elegan, celana panjang hitam dan blazer modis yang pas ditubuhnya, membuatnya terkesan berwibawa. Ya, Aurel memang harus selalu tampil berwibawa terkait dengan pekerjaannya.
Dia pasti sudah gila karena mau menerima permintaan Celine untuk mencoba menghancurkan si kembar yang jahat itu. Tetapi Celine begitu penuh air mata dan memohon kepadanya, mengancam ingin mati saja kalau Aurel tidak mau membantunya... jadi Aurel bisa apa?
Dan di sinilah dia, di sebuah kota yang sudah lebih dari lima tahun lalu dikunjunginya. Ya sedapat mungkin Aurel menghindari mengunjungi kota ini, karena kota ini menyimpan pengalaman menyedihkan yang tidak ingin diingatnya lagi. Tetapi sekarang demi Celine, Aurel bersedia datang kembali kemari meskipun kenangan itu langsung menggoresnya, mengorek-ngorek kembali lukanya yang sudah hampir tertutup rapat.
Aurel menatap ke sekeliling, mencari wajah yang dikenalnya. Kemudian matanya mengenali sosok yang pernah dilihatnya hanya melalui foto itu, dan mendekat ke arahnya,
"Pak Adam?" Aurel menyapa dengan suaranya yang lembut dan berwibawa.
Lelaki yang dipanggilnya itu menoleh mendengar panggilannya dan langsung membungkukkan badannya dengan hormat,
"Nona Aurel. Selamat datang di kota kami. Mari, kami telah menyiapkan mobil untuk anda."
Aurel hanya menganggukkan kepalanya, dan kemudian mengikuti pak Adam ke mobil.
Begitu mobil dijalankan, Aurel memajukan tubuhnya, bertanya kepada Pak Adam yang duduk di sebelah supir.
"Apakah pihak kantor cabang sudah tahu kedatangan saya?"
"Kami sudah menginformasikan kepada semuanya bahwa anda akan datang, segenap direksi kantor cabang sudah siap besok untuk meeting penting dengan anda."
"Bagus." Aurel menganggukkan kepalanya puas dan menyandarkan tubuhnya kembali ke kursi mobil yang nyaman. Pekerjaan sebenarnya bukanlah prioritas penting baginya. Ya, diusianya yang masih sangat muda, Aurel berhasil menggantikan ayahnya yang terpaksa mengundurkan diri sebagai CEO karena kondisi kesehatannya yang melemah. Perusahaan keluarga mereka yang bergerak di bidang konversi kertas itu memang telah berkembang pesat dan menjadi pemimpin di barisannya, dan Aurek sebagai puteri tunggal sang pemilik perusahaan, ikut andil di dalam kesuksesannya. Dia sangat pandai berbisnis, mewarisi kemampuan ayahnya, dan semua orang mengakui bahkan segan kepadanya.
Urusannya ke kantor cabang ini sebenarnya bsia dia wakilkan kepada anak buahnya, tetapi sekarang, demi Celine, Aurel datang sendiri ke kota ini dan menggunakan urusan pekerjaan sebagai kamuflasenya.
Nanti, begitu sampai di hotel, Aurel akan mengatur strategi untuk bisa menjalankan rencananya atas si kembar itu, Azka dan Keenan. Dia menghela napas panjang membayangkan kesulitan yang akan dihadapinya ke depannya. Tetapi dia sudah mengatakan kepada Celine, hanya akan mencoba, kalau nanti dia merasa tidak mampu, Aurel akan mengundurkan diri dari rencana ini dengan segera.
***
"Lama sekali kau tidak pernah kemari, Keenan." bartender itu mengedipkan sebelah matanya kepada Keenan yang baru saja duduk di kursi bar yang tinggi, "Biasanya kau kemari dan berburu perempuan."
Keenan terkekeh, dia datang mengenakan baju santai, rambut setengah panjangnya yang acak-acakan, dagu kasar karena belum dicukur dan seluruh penampilan yang mencerminkan kebebasannya. Ya, Keenan yang ada sekarang bukanlah Keenan pengganti direktur yang sedang berbulan madu, Keenan yang sekarang adalah si seniman yang sedang menikmati hidup.
"Rasanya aku hampir lupa cara berburu perempuan." Keenan bergumam dengan nada suaranya yang malas, "Berikan aku double scoth murni dengan es."
Sang bartender tersenyum lebar, "Berminat menikmati malam ini, eh?" lelaki itu segera menyiapkan pesanan Keenan dan meletakkan di meja bar tempat Keenan duduk.
Keenan menghabiskan minumannya dalam beberapa kali teguk, sedikit mengernyitkan kening karena rasa panas yang membakar tenggorokannya. BIasanya setelah ini dia akan mendekati perempuan yang dirasa cocok di bar dan merayunya, kalau dia beruntung, mereka akan terlibat hubungan asmara singkat yang menyenangkan, tanpa ikatan, tanpa beban dan saling menguntungkan satu sama lain.
Matanya beredar ke sekeliling bar, mencari mangsa. Sampai kemudian dia terpaku kepada sosok yang baru masuk.
Perempuan itu tidak cocok berada di sini.
Itulah yang pertama kali muncul di benaknya ketika melihat penampilan perempuan itu. Perempuan itu mencolok dalam arti yang berbeda, dan itu yang membuat mata Keenan terpaku terus dan tak mau lepas.
Senyum sinis terkembang di bibir Keenan, Perempuan mana yang datang memasuki bar menjelang malam dengan pakaian seperti jas laki-laki yang difeminimkan begitu? belum lagi rambutnya yang disisir halus ke belakang dan digulung kaku di atas tengkuknya layaknya penjaga perpustakaan kutu buku seperti yang dilihatnya di film-film, Keenan bahkan berani bertaruh bahwa dari dekatpun, tidak akan ada sehelai rambutpun yang berantakan di gulungan rambutnya itu.
Tetapi dibalik penampilannya yang seperti kutu buku, mata Keenan yang tajam bisa menemukan kecantikan alaminya, bibir itu berwarna merah muda dan berkilauan ranum membuat Keenan ingin melumatnya seketika itu juga, dan kulit perempuan itu yang pucat, tampak rapuh, begitu kontras dengan pakaiannya yang serba hitam.
Senyum lebar langsung muncul di bibir Keenan. Malam ini sepertinya akan menarik untuknya, dengan rayuan yang tepat, mungkin dia bisa mendapatkan pasangan sesaat yang unik dan menyenangkan.
Bersambung ke Part 1
Published on June 22, 2013 03:11
No comments have been added yet.
Santhy Agatha's Blog
- Santhy Agatha's profile
- 483 followers
Santhy Agatha isn't a Goodreads Author
(yet),
but they
do have a blog,
so here are some recent posts imported from
their feed.
