The Vague Temptation Part 3

PS : Visualisasi si mata abu-abu diganti yang lebih cocok ya :) enjoy !
"Oh kalau begitu, maafkan saya." Alexa langsung tersadar bahwa lelaki di depannya ini bukan lelaki yang seharusnya ditemuinya. Dia harus menemukan pak Firman yang sekarang entah berada di mana, "Sepertinya saya salah masuk ruangan." dengan gugup Alexa berdiri dari duduknya lalu setengah membungkukkan badan dengan sopan ke arah Nathan, dan buru-buru membalikkan tubuhnya hendak melangkah pergi dari ruangan itu.
"Kau tidak salah masuk ruangan Alexa, memang kau seharusnya kemari. Aku sudah menyuruh pak Firman pergi tadi."

"Anda menyuruh pak Firman pergi? jadi mutasi saya ada hubungannya dengan anda?"
Nathan tersenyum manis, "Mutasimu hanya digunakan sebagai alat supaya aku bisa menemuimu tanpa menimbulkan gosip. Bahkan atasanmu sekarang di bagian administrasipun tidak tahu menahu tentang hal ini. Aku menempatkanmu di bawah pengawasan pak Firman karena beliau adalah salah satu orang yang aku percaya di perusahaan ini." Nathan memberi isyarat dengan tangannya, "Kemarilah, duduklah dan akan kujelaskan semuanya."
Sejenak Alexa meragu, tetapi ini perintah dari sang presiden direktur bukan? Akhirnya dengan pasarah dia menurut dan duduk di kursi yang disediakan di seberang meja yang luas itu.
***
"Mungkin gosip tentangku sudah tersebar bahkan sebelum kedatangannku." mata cokelat Nathan menatap Alexa dengan tajam, membuat Alexa menundukkan kepalanya tak berani menjawab. "Yah setelah kehebohan di keluargaku, memang pantas kalau gosip langsung tersebar di kalangan pegawai. Apalagi aku datang dengan tiba-tiba kemari, tentu saja menimbulkan banyak spekulasi, karena itulah aku harus bertindak ekstra hati-hati Alexa...."
Nathan mengawasi Alexa dari ujung kepala sampai ujung rambutnya, penampilan Alexa bisa dikatakan tidak istimewa, rambutnya digulung seadanya bahkan agak berantakan di tengkuknya, dan kacamata tebal yang bertengger di ujung hidungnya yang mungil semakin membuat penampilan Alexa tampak sederhana dan polos.
"Kau pasti bingung kenapa aku merasa perlu untuk menemuimu." Nathan bergumam setelah menyelesaikan pengamatannya, "Tetapi aku membutuhkan bantuanmu."
"Bantuan saya?" Alexa membelalakkan matanya, kata-kata Nathan membuatnya berada di puncak kebingungannya.
"Ya. Dalam waktu dekat akan ada seorang yang menjemputmu dan memintamu memilih, pada saat itu, aku ingin kau membantuku dan memilihku."
"Memilih anda?" kali ini benak Alexa berputar, tiba-tiba saja dia teringat akan kata-kata si mata abu-abu malam itu sebelum mengatakan bahwa dia telah mentransfer uang dalam jumlah banyak kepada Alexa, si mata abu-abu itu mengatakan bahwa Alexa harus membalas budi dengan memilihnya. Tanpa sadar dia mengutarakan apa yang ada di benaknya kepada Nathan, "Apakah anda.... apakah anda ada hubungannya dengan seorang lelaki bermata abu-abu?"
Ekspresi Nathan yang ramah langsung berubah seketika menjadi waspada, matanya menyiput tajam, membuat Alexa gugup,
"Apa?" suaranya berupa desisan, tetapi ada kemarahan yang tersembunyi di sana, seakan siap meledak jika ada yang menualahan sumbunya.
Alexa menelan ludahnya, menatap Nathan takut-takut.
"Seorang lelaki bermata abu-abu menemui saya... dia.. eh memberikan bantuan untuk saya, dan berpesan bahwa suatu saat saya harus membalas budi dengan memilihnya. Kata-katanya... hampir sama dengan yang anda katakan tadi, karena itu saya bertanya apakah mungkin ada hubungannya."
Nathan langsung tersenyum muram mendengarkan jawaban Alexa, "Rupanya dia selangkah lebih cepat." gumamnya tenang, membuat Alexa menatapnya ingin tahu.
Apakah kata-kata Nathan itu berarti bahwa sang Presiden Direktur ini mengenal si mata abu-abu itu?
Nathan menatap Alexa, membaca keingintahuan di mata perempuan itu, lalu tersenyum tipis.
"Dia memberimu uang ya untuk menyelesaikan hutang-hutang ayahmu?"
Kali ini Alexa ternganga, bagaimana bisa sang presiden direktur mengetahui tentang permasalahan di rumahnya dan mengetahui tentang hutang-hutang ayahnya?
Tetapi di bawah tatapan mata tajam Nathan, tidak ada yang bisa Alexa lakukan selain menganggukkan kepalanya.
Nathan memajukan tubuhnya ketika melihat anggukan kepala Alexa, "Apakah kau sudah menggunakan uangnya?"
Alexa langsung menggelengkan kepalanya, "Tidak.. saya,.. saya berencana menemui lelaki itu dulu untuk meminta penjelasan.. saya tidak bisa begitu saja menggunakan uangnya...." Alexa menelan ludahnya lagi, "Uangnya... jumlah uang yang diberikan di rekening saya... banyak sekali..."
Nathan tersenyum sinis, "Memang begitu cara dia bertindak, selalu menggunakan uang untuk menyelesaikan segalanya. Well Alexa, karena aku sudah jelas-jelas kalah cepat, maukah kau bertindak adil kepada kami?"
"Bertindak adil?" Alexa mengerutkan keningnya.
"Ya, aku minta jangan dulu gunakan uang itu. Akupun kalau mau bisa memberikan bantuan kepadamu sebanyak yang kau mau, tetapi rupanya aku kalah cepat. Karena itulah aku mohon kau bertindak adil. Jangan gunakan dulu uang itu sampai kau mengetahui keseluruhan ceitanya dan bisa memilih, kepada siapa kau akan meminta tolong."
Kata-kata Nathan semakin misterius saja, membuat Alexa semakin bingung,
"Sebenarnya ada apa? bisakah anda memberi penjelasan kepada saya?"
Nathan menggelengkan kepalanya, "Aku dilarang untuk melakukannya. Tetapi kau akan mendapat penjelasan, Alexa pada saatnya nanti. Sekarang kau bisa memindahkan barang-barangmu dulu ke bagian personalia, mulai sekarang kau ada di bawah pengawasan pak Firman, orang kepercayaanku."
***
Mobil sport warna merah itu berhenti di depan sebuah rumah besar yang memancarkan lampu kuning lembut membelah malam yang suram.

Lobby ini adalah tempat kakeknya menerima tamu-tamunya. Matanya melirik ke arah jam di dinding, merasa kesal. Ya. Pergi ke rumah kakeknya yang mewah ini sangat dihindarinya, dia tidak suka kepada kakeknya yang telah menimbulkan kekacauan di keluarga ini dengan membawa anak haram itu masuk ke keluargamereka.
Dan ayahnya... si mata abu-abu mencibir dalam hati, ayahnya hanyalah boneka yang lemah, setelah membawa skandal ini, sekarang yang dilakukan si ayah adalah bersembunyi di bawah perlindungan kakeknya, lupa bahwa dia telah menyakiti hatinya dan hati mamanya.
Dia langsung teringat pada mamanya yang rapuh dan tatapan sedihnya. Meski berusaha tersenyum di depannya, dia tahu sang mama selalu menangis di malam-malamnya menjelang tidur. Mata yang sembab dan bengkak tidak bisa menyembunyikan semuanya. Sejak pengkhianatan ayahnya terhadap keluarga mereka terbongkar, dengan ditemukannya si cucu haram yang tiba-tiba dibawa masuk ke keluarga ini oleh kakeknya, hati mamanya tentu saja hancur lebur. Ya, pasti sangat berat bagi mamanya ketika mengetahui bahwa suami yang dinikahinya berpuluh-puluh tahun ternyata mengkhianatinya sampai menghasilkan seorang anak haram, belum lagi harus menghadapi gunjingan di seluruh keluarga besar mereka.
Tentu saja lebih banyak yang membela mereka daripada si cucu haram itu, tetapi tetap saja, dalam keluarga besar ini, dukungan sang kakek adalah yang utama.
Dia sudah tidak bisa mengharapkan ayahnya lagi, jadi sekarang yang bisa dilakukannya hanyalah mencoba mendapatkan hati kakeknya.
"Pasti kau merasa sangat puas Daniel" suara itu membuat mata abu-abu Daniel menyala dan langkahnya terhenti, dia menoleh dan mendapati Nathan sedang bersandar di dinding, tersenyum santai ke arahnya.
Nathan... saudara tirinya, anak haram ayahnya, lelaki yang masuk ke keluarga mereka dan merusak semuanya. Tetapi bagaimanapun juga, Daniel berhak merasa terancam. Nathan benar-benar saingan yang sempurna, lelaki itu lulusan MBA di sebuah universitas ternama di inggris, di usianya yang masih begitu muda, dia sudah berpengalaman menjadi CEO dua perusahaan besar di inggris dan membawanya ke dalam kesuksesan, tingkah lakunya sempurna, penampilan dan sikapnya menawan...dan hal itulah yang membuat kakeknya terpesona kepadanya ketika menemukan sang cucu haramnya ini, hingga begitu percaya kepadanya.
Posisi sebagai presiden direktur di perusahaan itu seharusnya milik ayah Daniel... ayah Nathan juga, tetapi sang kakek telah mencabut posisi itu sebagai hukuman untuk ayah mereka, dan kemudian tanpa diduga malahan mengangkat Nathan sebagai presiden direktur di sana, alih-alih memilih Daniel yang seharusnya lebih berhak. Hal itulah yang menimbulkan kehebohan di keluarga mereka beberapa waktu terakhir ini, semua keluarga langsung memprotes keputusan itu, yang langsung ditolak mentah-mentah oleh kakeknya yang keras kepala.
Semua usaha Daniel, untuk menjadi anak yang sempurna, semuanya musnah ketika Nathan muncul dalam kehidupan mereka, dan Daniel tidak akan memaafkan Nathan karenanya, demi dirinya, demi mamanya, dia tidak akan pernah mengakui Nathan sebagai saudaranya.
"Puas tentang apa?' Daniel hampir menggeram, menatap Nathan dengan dingin.
Nathan mengangkat bahunya, "Karena berhasil satu langkah di depannku... kau menemui perempuan itu lebih dulu, bukan?"
Ada kilasan kepuasan di mata Daniel ketika melihat Nathan. Ya, walaupun tersenyum, Nathan tampak gusar, rupanya lelaki itu tidak terbiasa dikalahkan, mungkin sekarang Nathan akan menyadari bahwa Daniel adalah lawan yang seimbang.
"Dia milikku, Nathan." Daniel mendesis sinis. "Kau mungkin bisa masuk kemari dan merebut perhatian kakek dan ayahku, tetapi dalam hal yang satu ini, dia sudah pasti menjadi milikku."
Mata cokelat Nathan menyala penuh ejekan, "Hal itu belum dipastikan, Daniel. Kau tidak bisa menyorakkan kemenanganmu sebelum perempuan itu memilih."
"Dia akan memilihku."
"Karena uangmu?" Nathan tertawa, "Jangan lupa aku punya uang yang banyak juga, dan semua hasil dari jerih payahku bekerja, bukan warisan dari keluarga ini, karena sebenarnya aku tidak menginginkan sepeserpun uang keluarga ini."
Daniel melangkah mendekati Nathan dengan tatapan mengancam, "Jadi kalau bukan uang, apa yang kau inginkan, Nathan?"

Mata Daniel menyala, "Kau sudah menghancurkan hati dan perasaan mamaku. Selamat, sepertinya kau sudah setengah berhasil, tetapi aku akan memastikan, Nathan, bahwa semua rencamu itu akan hancur pada wektunya, dan aku yang akan menghancurkannya." Dengan dingin Daniel membalikkan badannya, melangkah menaiki tangga untuk menemui kakeknya dan meninggalkan Nathan di sana.
***
Kekeknya duduk di meja besarnya yang biasa, tersenyum ketika melihat Daniel masuk ke ruangannya,
"Daniel, duduklah akhirnya kau datang juga, kakek sudah menantimu." dengan isyarat tangannya dia menyuruh Daniel duduk. "Di mana Nathan?'
Mata Daniel menyipit, "Tidak tahu kakek, mungkin dia menyusul di belakangku."
Sang Kakek mengamati ekspresi dingin Daniel dan menghela napas panjang, "Daniel, kakek tahu masuknya Nathan ke keluarga ini mengguncangkan keluargamu, tetapi kuharap kau mengerti, kakek hanya berusaha melakukan apa yang kakek anggap benar. Selama ini Nathan hidup terlunta-lunta bersama ibunya, dicampakkan oleh ayahmu, putera kakek sendiri yang bertingkah begitu memalukan.... untungnya Nathan berhasil menembus tempaan hidupnya dan menjadi sukses. Dia mungkin tidak membutuhkan harta kakek, tetapi yang kakek inginkan, kakek harus menebus apa yang seharusnya Nathan dapatkan dari keluarga ini."
Daniel membuang muka mendengar penjelasan kakeknya, "Apakah ketika kakek melakukannya, kakek tidak memikirkan perasaan mamaku yang juga hancur? kakek berusaha menebus kesalahan kakek dengan menghancurkan hati banyak pihak."
Wajah kakeknya seolah ditampar ketika mendengarkan kata-kata Daniel, lelaki tua dengan rambut dan kumis yang memutih seluruhnya itu menghela napas panjang,
"Kakek tahu berat bagi mamamu untuk menghadapi kenyataan. Pada mulanya kakek juga marah besar kepada ayahmu atas sikap tidak bertanggunghawabnya di masa mudanya. Tetapi kemudian kakek melakukan apa yang harus dilakukan,kuharap kau mengerti Daniel, Nathan berhak menjadi bagian dari keluarga ini."
Ketika itulah pintu terbuka dan Nathan masuk. Daniel tentu saja mendengarnya tetapi dia tidak peduli dan terus bergumam,
"Dengan membawa anak haram itu masuk ke keluarga ini, kakek telah menghancurkan keluarga kami, dan aku tidak akan pernah memaafkan kakek karenanya."
Sejenak suasana hening dan kaku. Lalu sang kakek berusaha memecah suasana dengan tersenyum ke arah Nathan, "Masuklah Nathan, duduklah di sebelah kakakmu."
Kata-kata sang kakek membuat ekspresi Daniel mengeras, dia bahkan tidak menolehkan kepalanya ketika Nathan duduk di kursi di sebelahnya di depan kakeknya.
"Kakek rasa, kalian masing-masing telah menemui Alexa."
Nathan dan Daniel hanya terdiam menatap kakeknya, tetapi tidak ada bantahan di sikap mereka , membuat sang kakek tersenyum simpul,
"Dia cantik bukan?"
Daniel mengerutkan keningnya, "Bisakah kakek langsung saja? Kapan kakek akan menjelaskan kepada perempuan itu?"
Sang kakek tampak tidak terpengaruh dengan sikap ketus daniel, lelaki itu tersenyum misterius,
"Sebentar lagi , Kakek sudah menyuruh orang menjemputnya dan kemudian menjelaskan semua di depannya."
Kali ini Daniel dan Nathan saling melempar pandang penuh tantangan.
***
Alexa pulang ke rumahnya dan menemui ayahnya sedang makan mie goreng dan tersenyum lebar kepadanya.
"Hai Alexa, ayo makan dulu." Sang ayah menoleh sekilas, lalu sibuk melahap mie gorengnya
Alexa mencoba tersenyum, tetapi senyumnya pudar ketika melihat botol-botol minuman di meja di depan ayahnya. Ayahnya menghabiskan hari dengan minum-minum lagi.... dan tidak ada sesuatupun yang bisa dilakukan Alexa untuk mencegahnya... semakin lama ayahnya semakin terpuruk dan Alexa tidak berdaya untuk menyelamatkan ayahnya, hal itu menghancurkan hati Alexa sedikit demi sedikit...
Suara ketukan di pintu membuat Alexa mengerutkan keningnya. Tidak biasanya ada tamu malam-malam. Alexa langsung was-was... apakah itu preman-preman yang dikirim untuk menagih hutang ayahnya? Tetapi periode pembayaran masih hari minggu nanti bukan?
Alexa melangkah ke pintu dengan hati-hati dan melihat seorang lelaki yang tidak pernah dilihatnya, lelaki itu mengenakan seragam rapi seperti seorang supir.
"Siapa?"
"Nona Alexa, saya dikirim oleh Tuan besar keluarga Simon untuk menjemput anda."
Kerluarga Simon adalah keluarga besar pemilik perusahaan tempat Alexa bekerja. Jantung Alexa berdebar. Apakah ini ada hubungannya dengan kata-kata sang presiden direktur tadi siang? bahwa akan ada seseorang yang menjemputnya dan menjelaskan semuanya kepadanya?
Bersambung ke Part 4
Published on June 21, 2013 02:57
No comments have been added yet.
Santhy Agatha's Blog
- Santhy Agatha's profile
- 483 followers
Santhy Agatha isn't a Goodreads Author
(yet),
but they
do have a blog,
so here are some recent posts imported from
their feed.
