Embrace The Chord Part 9

Jason baru bangun tidur ketika ponselnya berbunyi. Sambil menggerutu, tangannya menggapai-gapai ponsel yang terletak di meja di sebelah ranjangnya. Suara Arlene langsung terdengar ketika Jason mengucapkan sapaan pertamanya di ponsel,
“Pasti gara-gara Rachel bukan, kau meninggalkanku?”
Jason langsung mengerutkan keningnya. Suara Arlene tampak aneh... sepertinya perempuan itu sedang mabuk. Apakah karena dirinya?Yah memang ada berbagai macam reaksi perempuan-perempuan yang dihancurkan hatinya oleh Jason. Ada yang menangis terus menerus, ada yang marah dan mencaci maki, bahkan ada yang mengancam bunuh diri – yang akhirnya hanyalah berupa ancaman kosong. Arlene sendiri kelihatannya berbeda, perempuan itu tampaknya depresi. Yah dari semua perempuan yang pernah dipacarinya, Arlene memang yang paling tampak tergila-gila dan sangat posesif kepadanya.... mungkin karena dia memang wanita culas yang tamak.“Bukanlah sudah kubilang tidak ada hubungannya dengan Rachel, Arlene? Dan kau mabuk di pagi hari, sungguh memalukan, seperti tidak ada kegiatan lain saja.”
“Memalukan?” Arlene tertawa histeris, “Kaulah yang membuatku seperti ini. Hari-hariku selalu dipenuhi penantian untuk saat aku berjumpa denganmu, dan sekarang kau mencampakkan aku begitu saja seperti sampah!”
“Seharusnya kau tahu bahwa itu akan terjadi kepadamu ketika kau memutuskan mengambil resiko untuk memacariku.” Jason bergumam dengan suara dingin, “Perbaiki dirimu dan enyahlah dari hidupku!” Setelah dengan sengaja mengucapkan kata-kata yang cukup kasar tersebut, Jason memutuskan pembicaraan mereka.
***
Arlene menatap ponsel di tangannya dengan tatapan mata nanar. Ini bukan Jasonnya. Kenapa Jason bersikap begitu kejam kepadanya? Kenapa Jason berubah begitu cepat? Mencampakkan dan menyakitinya?
Ditenggaknya minuman berwarna keemasan dari botol kaca di meja riasnya. Minum adalah salah satu pelampiasannya untuk mempertahankan dirinya, kalau tidak mungkin dia sudah gila.Mata Arlene yang kuyu setengah mabuk menatap dirinya sendiri di cermin. Meskipun penampilannya berantakan, tidak mengenakan riasan dan masih mengenakan gaun tidurnya, Arlene tahu dia tetap cantik.
Arlene memang dilahirkan cantik jelita meskipun dia merasa dirinya kurang beruntung karena dilahirkan di keluarga dengan ekonomi menengah ke bawah, ibunya yang memimpikan anaknya yang cantik bisa mendapatkan masa depan yang lebih baik, sengaja membanting tulang untuk memasukkannya ke sekolah elite dengan harapan Arlene bisa menggaet salah satu lelaki kaya yang bersekolah di sana dan menjadikannya suaminya. Dan memang kecantikan Arlene membuat para lelaki tertarik kepadanya, sampai akhirnya Arlene memilih mangsa yang paling besar, seorang lelaki yang dua puluh tahun lebih tua darinya dan dijadikannya suaminya. Suaminya benar-benar membawa Arlene naik dalam kelas sosialnya, karena suaminya sangat kaya dan mempunyai pengaruh yang sangat besar di bidang musik.
Tetapi rupanya pernikahan mereka tidak bertahan lama, kelakuan Arlene yang suka mencari lelaki-lelaki muda untuk memuaskan sikap manjanya rupanya membuat suaminya muak dan menceraikannya. Untungnya Arlene punya pengacara yang cukup handal sehingga bisa menghasilkan banyak uang dari perceraiannya, toh suaminya masih saja kaya meskipun harus membayarnya dengan begitu besar. Saat ini Arlene hidup bermewah-mewah dengan harta bagian dari perceraiannya, bergonta-ganti pacar sesukanya dan menikmati masa menjandanya... sampai kemudian dia bertemu dengan Jason.
Jason... ah lelaki itu begitu mempesona, dengan sikap sopan dan senyumnya yang menawan... dan wajahnya itu.. kesempurnaan wajahnya mungkin bahkan telah membuat dewa dan dewi menangis karena iri....
Reputasi Jason sudah terkenal, Arlene bahkan mengenal salah satu dari perempuan yang dicampakkan Jason. Tetapi sikap Jason kepadanya sangat baik dan penuh kelembutan, membuat Arlene percaya bahwa Jason telah berubah, bahwa Jason telah membuka hati untuknya dan bahwa Jason benar-benar mencintainya, dan kemudian setelah sekian lama bersama Jason, Arlene terperosok semakin dalam mencintai lelaki itu, menyerahkan seluruh hatinya tanpa perlindungan sama sekali.
Matanya masih nanar menatap bayangannya di cermin.... disentuhnya pipinya, dirasakannya kelembutan di sana. Pipinya masih halus bukan? Biasanya Arlene selalu memeriksa setiap inci kulit wajahnya dengan teliti... di usianya yang sudah berkepala tiga, dia sadar bahwa dia harus benar-benar menjaga kecantikannya.... makanya setiap dia menemukan sedikit saja keriput, Arlene langsung panik dan menghubungi dokter ahli kecantikan langganannya untuk menyuntikkan botox ataupun melakukan apapun untuk menghilangkan keriput itu.
Dia ingin tampak muda, cantik dan menarik, apalagi ketika berjalan berdampingan dengan Jason yang luar biasa tampan. Dia ingin mereka tampak sebagai pasangan yang serasi.
Dan sebenarnya dia sudah berhasil selama ini.... sampai kemudian anak perempuan ingusan itu muncul.
Anak itu tidak cantik menurut Arlene, masih lebih cantik dirinya. Tetapi kemudaan dan kesegaran Rachel terasa mengancamnya, membuatnya merasa seperti perempuan tua yang sudah layu... apalagi kulit Rachel begitu mulus dan halus, memancarkan keranuman masa mudanya, membuat Arlene memendam rasa iri luar biasa.
Jason pasti berpaling kepada Rachel karena kemudaan dan keranuman Rachel. Perempuan ingusan itu mungkin membuat Jason tertarik karena berbeda dengan perempuan-perempuan yang pernah dipacari Jason sebelumnya, dan Arlene yakin kalau Jason meninggalkan dirinya karena Rachel.
Dia tidak boleh membiarkan Rachel memiliki Jason. Dia akan menghancurkan Rachel sebelum itu terjadi.
***

Hari ini masih libur panjang dan dengan menyedihkan dia hampir menggunakan seluruh waktunya untuk merenung sendirian di kamar, mempelajari literatur musik klasik yang sebenarnya sudah sangat dikuasainya.
Jason menatap dirinya di cermin dan menggerutu dalam hati. Baru kali ini dia sadar bahwa dirinya hampir tidak punya teman untuk sekedar menghabiskan hari libur bersama. Teman-temannya sudah berlabuh dan menemukan belahan jiwanya masing-masing sehingga memutuskan menghabiskan hari liburnya bersama pasangannya.
Tinggal Jason sendirian tanpa pasangan dan tanpa cinta dalam hidupnya. Bagaimanapun juga ini adalah jalan yang dipilihnya, jalan yang penuh dengan dendam dan kebencian masa lalu, melampiaskannya kepada semua perempuan yang dirasa pantas.
Tetapi entah kenapa hatinya tidak pernah bisa puas? Semakin dia menyakiti perempuan, semakin hatinya haus untuk menyakiti lagi dan lagi. Ternyata pembalasan dendam itu tidak selalu berujung memuaskan, yang ada, jiwanya malahan terasa semakin hampa dan kosong.
Tiba-tiba saja Jason merasa amat sangat kesepian... amat sangat kesepian.
Lelaki itu menghela napas panjang dan kemudian duduk di sofa sambil memilah-milah surat-surat yang masuk untuknya, beberapa hanyalah ucapan selamat atas kesuksesan konsernya di Austria, beberapa surat-surat penting dan kemudian dia menemukan sebuah undangan pesta perjamuan makan malam untuk nanti malam, yang akan dilaksanakan di rumah salah seorang komposer terkenal yang merupakan sahabatnya.
Jason langsung mendapatkan ide.
***
“Kenapa kau tidak pergi bersama Anna?” Meskipun sakit, Rachel tetap bertanya kepada Calvin. Lelaki itu pagi-pagi sudah datang ke rumahnya dan sarapan bersama, ini sudah hampir jam sepuluh siang dan tidak ada tanda-tanda lelaki itu akan pergi.Saat ini mereka sedang duduk bersama di bagian belakang rumah Rachel, duduk di sofa nyaman dengan bantal-bantal empuk dan membaca buku. Mama Rachel menyiapkan berbagai makanan kecil di piring dan sepoci limun dingin untuk mereka. Rasanya sudah lama sekali Rachel tidak menghabiskan hari dengan bersantai seperti ini bersama Calvin.
Oh, tentu saja Rachel berharap Calvin akan tinggal sampai penghujung hari, seperti yang selalu mereka lakukan bersama ketika libur panjang seperti ini. Tetapi hati kecilnya menyuruhnya bertanya. Rachel sudah terlalu sering terbanting harapannya atas Calvin, dan dia tidak mau mengalaminya lagi. Anna sepertinya semakin sering menyita waktu Calvin akhir-akhir ini hingga Calvin jarang punya waktu untuk Rachel. Yah, tetapi Rachel tidak bisa menyalahkan Calvin, Anna sangat cantik, feminim dan merupakan impian setiap lelaki akan perempuan idamannya, jauh bertolak belakang dengan Rachel yang tomboy dan seperti anak lelaki.
Calvin mencomot biskuit keju hangat buatan mama Rachel dan tersenyum,
“Aku akan berada di sini sampai sore.” Gumamnya, lalu mengangkat bahunya, “Anna harus mengantarkan ayahnya ke acara resmi sampai sore, rencananya kami baru akan bertemu malam ini.”
Jantung Rachel serasa diremas, jadi Calvin menghabiskan waktu bersamanya hanya karena dia tidak bisa menghabiskan waktu bersama Anna?
Calvin sendiri tampaknya melihat ekspresi Rachel yang murung, lelaki itu tertawa, kemudian merangkul Rachel ke dalam pelukannya,
“Hei maafkan aku ya, akhir-akhir ini aku tidak bisa menghabiskan banyak waktu bersamamu, tapi kuharap kau mau mengerti ya Rachel, Anna tidak lama berada di indonesia, dia akan kembali ke sekolahnya akhir bulan nanti, dan kami terpaksa menjalin hubungan percintaan jarak jauh.”
“Percintaan?” satu kata itu langsung menempel di telinga Rachel, bagaikan belati yang ditusukkan di sana.
Calvin menganggukkan kepalanya, matanya tampak berbinar. “Sebenarnya aku mau menceritakan kepadamu nanti, tapi aku sudah tidak sabar membagi kebahagiaanku bersamamu.” Lelaki itu menggosok-gosokkan kedua jemarinya dengan penuh semangat, “Kemarin aku menyatakan perasaanku kepada Anna, dan dia menerimanya.”
Kalau saat itu ada petir menyambar di depan mereka, mungkin Rachel tidak akan seterkejut sekarang, mulutnya menganga dan wajahnya pucat pasi.
“Jadi kalian sekarang....?”
“Yap.” Calvin tertawa, “Akhirnya setelah penantian panjangku sejak dulu, perasaanku berbalas juga. Anna bilang sebenarnya sejak dulu dia sudah tertarik kepadaku, tetapi dia berpikir ulang karena dia akan segera bersekolah di luar negeri. Kemarin ketika pulang ke Indonesia, dia bertekad akan menemuiku dan menelaah perasaannya sendiri dan ternyata perasaan itu masih sama kuatnya. Kami akhirnya bertekad mencoba menjalani hubungan ini meskipun harus hubungan jarak jauh nantinya... “
“Bukankah Anna dan papanya sudah menetap di luar negeri? Mereka kan hanya pulang kemari jika ada liburan panjang dan acara penting menyangkut pekerjaan papanya? Akana seperti apa hubungan kalian nanti? Kalian hanya bisa bertemu minimal enam bulan sekali.” Setelah menelan ludah dan menguatkan diri, Rachel mencoba memberikan pendapat layaknya seorang sahabat.
“Kan sekarang teknologi informasi sudah semakin maju, hubungan jarak jauh semakin dimudahkan, mungkin nkami akan chatting setiap malam, mengobrol lewat web camera, itu sama saja kami bertemu setiap hari bukan? Lagipula kami bertahan seperti ini tidak akan lama..”
“Maksudmu?” jantung Rachel berdesir, selalu begitu ketika dia merasa akan menerima sebuah kabar buruk.
Calvin tidak memperhatikan ekspresi Rachel yang semakin pucat, matanya bersinar penuh tekad, memandang ke kejauhan,
“Aku sudah bilang pada papa, aku akan menyusul Anna melanjutkan pendidikanku di luar negeri.”
Seketika itu juga, seluruh harapan sesedikit apapun yang masih tersisa di benak Rachel, tercabut paksa seluruhnya hingga bersih, sampai ke akar-akarnya.
***
Lelaki itu tertidur.
Rachel mengamati dengan sayang Calvin yang tengah tertidur pulas di sofa. Dia sendiri duduk condong di depan Calvin, memuaskan diri untuk memandangi lelaki yang dicintainya itu selagi ada kesempatan.
Calvin begitu pulasnya sehingga tatatapan memuja Rachel ke arahnya tidak akan mengganggu tidurnya. Rachel mengamati wajah Calvin yang tampan, alis matanya yang tebal, bibirnya yang indah yang selalu digunakannya untuk tersenyum, menceriakan hari-hari Rachel....
Sejak dia pindah ke indonesia, Calvin selalu ada untuknya, menjaganya sejak kecil sampai sekarang. Calvin adalah pusat dunia Rachel. Dan sekarang, Calvin bilang dia akan pergi ke belahan dunia lain untuk mengejar wanita yang dipujanya, mengejar wanita beruntung itu.
Ah, betapa inginnya Rachel mengungkapkan perasaannya kepada Calvin, mengungkapkan kepada lelaki itu bahwa dia ada di sini, menunggu untuk dilihat, menunggu Calvin untuk menyadari cintanya. Tetapi di sisi lain Rachel merasa takut, Calvin begitu dekat dengannya dan sikapnya seperti menganggap Rachel sebagai adiknya sendiri, Rachel takut kalau dia mengungkapkan perasaannya, Calvin akan berubah sikap dan menjauhinya, apalagi jika Calvin memang tidak bisa membalas perasaannya, hubungan mereka pasti akan berubah menjadi kaku dan canggung...
Akan sanggupkah Rachel tanpa kehadiran Calvin di dekatnya?
Tiba-tiba saja dada Rachel terasa sesak. Matanya terasa panas..... dan kemudian, dengan nekad dan putus asa, Rachel menundukkan kepalanya, lalu mengecup dahi Calvin dengan lembut.
Detik yang sama sekilas sinar blitz menerpanya, membuatnya mengernyitkan kening, menolehkan kepalanya ke arah sinar itu, lalu membelalakkan matanya kaget.

Rachel langsung berdiri dengan defensif, sebelumnya dia sempat melirik cemas ke arah Calvin, dan bersyukur dalam hati karena lelaki itu masih tertidur pulas. Kemudian dengan langkah lebar, Rachel mendatangi Jason dengan marah,
“Apa yang kau lakukan di sini dan kenapa kau mengambil fotoku?”
Senyum miring muncul di bibir Jason, “Mamamu menyuruhku masuk ke belakang dan mencarimu.” Matanya sengaja melirik ke arah ponselnya, “Wah sungguh foto yang menyedihkan, kau dengan penuh cinta mencium diam-diam sahabatmu... cinta bertepuk sebelah tangan, eh?”
Kata-kata Jason langsung menyulut amarah Rachel, dia langsung menyerang Jason, mencoba mengambil ponsel itu dari tangan Jason,
“Kemarikan ponsel itu!” Rachel mendesis, setengah terangah berusaha menggapai Jason yang dengan sengaja mengangkat tangannya tinggi-tinggi dengan ekspresi menahan tawa. Rachel melihat ekspresi Jason dan merasa jengkel luar biasa, lelaki itu pasti menertawakannya karena tubuhnya pendek seperti anak kecil, dan Jason bertubuh tinggi, merebut ponsel itu akan percuma bagi Rachel, apalagi kalau Jason mengangkat tangannya tinggi-tinggi seperti itu,
“Kau jahat! Kemarikan ponsel itu!”
“Percuma Rachel, kau tidak akan bisa mengambil ponsel itu dariku.” Lelaki itu mengedipkan sebelah matanya menggoda, “Mungkin aku akan menghapusnya kalau kau mau melakukan sesuatu untukku.”
Rachel membelalakkan matanya, terkejut akan sikap tidak terpuji Jason, “Kau memerasku?”
“Bisa dibilang begitu.” Jason sama sekali tidak tampak malu, matanya sengaja melirik ke arah sofa tempat Calvin masih tertidur pulas, “Dan aku rasa kau tidak ingin Calvin melihat foto ini bukan? Disini wajahmu benar-benar penuh cinta, sungguh menyedihkan, mungkin Calvin akan kaget karena kau menyimpan perasaan lebih kepadanya, dan mungkin dia akan menjauhimu...”
“Oke.” Rachel tidak tahan lagi mendengarnya, dia tahu apa yang dikatakan Jason benar, dan dia takut itu akan terjadi, dijauhi Calvin karena perasaan canggung adalah hal terakhir yang diinginkannya, dia butuh bisa dekat dengan Calvin, dan kalau satu-satunya jalan adalah dalam posisi seperti saudara atau sahabatnya, maka Rachel tidak akan merusaknya. “Kau ingin aku melakukan apa?” Rachel menggertakkan giginya menahan marah, tetapi dia mencoba bersabar. Dia tidak bisa melawan Jason sekarang, lelaki itu memegang kartu AS untuk mengancam Rachel dan sekarang sedang berada di atas angin.
“Aku ingin kau menemaniku datang ke jamuan makan malam yang akan diadakan nanti malam, sebagai pasanganku. Aku akan memperkenalkanmu sebagai murid khususku dan mungkin kita akan berduet sedikit di sana.” Jason tersenyum, “Sebenarnya aku sudah mendapatkan izin ibumu, tetapi aku tahu kau akan menggunakan segala cara untuk menolak ajakanku, jadi menyenangkan sekali aku bisa memaksamu melakukan apa yang kumau mulai sekarang.” Tatapannya berubah sedikit menakutkan, “Lakukan apa yang aku mau, Rachel, dan mungkin aku akan berbaik hati menghapus foto ini dari ponselku.”
Bersambung ke Part 10
Published on June 19, 2013 07:22
No comments have been added yet.
Santhy Agatha's Blog
- Santhy Agatha's profile
- 483 followers
Santhy Agatha isn't a Goodreads Author
(yet),
but they
do have a blog,
so here are some recent posts imported from
their feed.
