The Vague Temptation Prolog
Karena "Crush In Rush" dan "Menghitung Hujan" tinggal beberapa bab lagi akan tamat, maka disiapkan cerita penggantinya untuk dinikmati di blog secara bersambung sebagai bacaan baru menemani "Embrace The Chord" dan "Another 5%" yang masih bersambung di blog ini :)
Semoga kalian semua suka yaa ^____^
Suara hiruk pikuk bar yang remang-remang itu semakin memekakkan telinga ketika waktu sudah menunjukkan lewat tengah malam, Alexa mencoba mencari tempat yang tidak tersentuh di tengah hiruk pikuk suasana itu, dan dia berhasil menemukan sebuah tempat di sudut, dekat area menuju toilet yang sedikit gelap dan sepi.
Sungguh, bukan keinginannya untuk berada di sini.
Tetapi apalah dayanya? Dia butuh uang, mereka semua butuh uang.
Ayahnya yang sembrono telah mempertaruhkan rumah mereka di meja judi, sehingga mereka semua terancam tidak akan punya tempat bernaung lagi. Minggu depan mereka harus bisa mengumpulkan uang untuk pembayaran cicilan awal, kalau tidak orang-orang jahat itu akan mengirimkan preman untuk mengancam Alexa dan ayahnya.
Satu-satunya hal yang bisa dilakukan Alexa adalah menerima pekerjaan malam ini, pekerjaan yang ditawarkan oleh Gina, temannya. Alexa sama sekali tidak pernah menyangka akan menjalani pekerjaan ini, sebagai pramutama atau lebih tepatnya perempuan penuang bir yang melayani dan menemani minum para lelaki hidung belang menghabiskan minumannya, kalau perlu merayu mereka agar mereka mau terus dan terus menambah minumannya demi keuntungan pemilik bar.
Alexa tidak punya pengalaman merayu lelaki sama sekali! Meskipun sekarang dia memakai pakaian yang bertolak belakang dengan pengalamannya. Korset ketat warna hitam dan rok kulit super mini yang memamerkan kemolekan pahanya adalah seragam khusus pramutama bar ini, sengaja didesain untuk menggoda lelaki manapun yang ada.
Dan rok itu benar-benar mini, mempertontonkan separuh pahanya, membuat Alexa tidak nyaman, ketika berdiri dia berusaha menarik-narik rok itu supaya sedikit turun, sebuah usaha yang sungguh percuma. Ketika dudukpun Alexa harus repot karena mencoba menarik rok itu supaya tidak mempertontonkan pahanya secara vulgar.
Pekerjaan ini beresiko dan menginjak harga diri Alexa sebagai perempuan baik-baik. Tetapi Gina bilang kalau dia bisa menyenangkan pengunjung, tipsnya besar, bisa beberapa ratus ribu semalam, kata Gina, Alexa hanya perlu tersenyum lebar, menuangkan minuman ketika diminta dan menjaga gelas tamunya terisi penuh, paling kekuarangannya hanyalah ketika Alexa harus menghadapi beberapa pengunjung yang cabul dan nakal, tetapi kata Gina juga, Alexa tidak perlu cemas, ada banyak bodyguard penjaga yang tersebar di area bar ini, kalau salah satu tamu sudah keterlaluan, para bodyguard bertubuh kekar itu pasti akan menolong mereka untuk memperingatkan sang tamu.
Yah...kalau Alexa bisa bertahan untuk satu bulan saja, uang tips yang diterimanya bisa lebih besar dari gaji pokoknya sebagai seorang staff administrasi. Dan Alexa harus bertahan... dia harus bertahan demi ayahnya dan rumah mereka, satu-satunya harta mereka yang tersisa.
"Alexa." Denis si bartender menyentuh pundaknya, membuatnya tesentak dari lamunannya, Alexa menoleh dan menatap Denis bingung,
Denis bahkan tidak menunggu jawaban Alexa.
"Ada tamu yang datang dan meminta ditemani olehmu. Ayo, kau harus segera ke sana, kelihatannya itu tamu penting, dari pakaiannya dan penampilannya dia benar-benar membuat semua mata melirik kepadanya."
Alexa mengikuti langkah Denis yang tergesa sambil mengerutkan keningnya,
Tamu yang memesan khusus ditemani olehnya?
Alexa baru bekerja 5 hari di bar ini, selama beberapa malam itu dia menemani seorang lelaki gendut yang bahkan terlalu mabuk untuk berdiri dan beberapa lelaki lain yang sibuk mencoba merabanya membuat Alexa sibuk menepis tangan-tangan nakal itu dengan sopan, berusaha tidak menyinggung tamunya.
Apakah tamu malam ini salah satu dari tamunya yang kemarin? Alexa tidak keberatan menemani lelaki gendut yang pemabuk itu karena lelaki itu bahkan lebih tertarik kepada minumannya daripada kepada Alexa, tapi dia merasa was-was kalau harus menemani lelaki cabul yang mencoba meraba-rabanya kemarin....
Bagaimana dia bisa bertahan semalam lagi, dengan rasa malu jauh di dalam hatinya dan harga diri yang diinjak-injak seperti ini? Alexa mengernyit. Sungguh, seandainya bisa dia ingin melakukan pekerjaan lain. Tetapi gaji dari pekerjaannya di siang hari sebagai staff administrasi hanya cukup untuk membiayai dia dan ayahnya makan sehari-hari, belum lagi ketika ayahnya mulai kambuh berjudi, dan pulang membawa setumpuk hutang..... pekerjaan ini adalah satu-satunya tumpuannya untuk mendapatkan uang lebih bayak, demi membayar hutang ayahnya.
Denis mengantarkannya ke meja remang-remang di posisi yang paling sudut, tempat tamu itu menunggu, meja itu termasuk meja ekslusif karena privasinya terjamin dan lumayan jauh dari hiruk pikuk musik dan lantai dansa. Tamu itu haruslah orang kaya untuk bisa memesan meja ini.
"Maafkan kami lama Tuan, ini dia Lexa, yang anda pesan untuk menemani anda malam ini." Denis setengah membungkukkan tubuhnya lalu melangkah pergi meninggalkan Alexa sendirian.
Alexa melangkah, ke depan lelaki yang duduk membelakanginya itu, berusaha tersenyum lebar dan ceria,
"Hai aku Lexa, terimakasih sudah memilihku untuk menemanimu..." suara Alexa otomatis langsung terhenti ketika bertatapan dengan mata itu, mata abu-abu yang paling dingin yang pernah dilihatnya.
Sorot mata lelaki itu tidak seperti lelaki lain yang berkunjung ke bar ini untuk bersenang-senang. Mata itu pucat, seperti salju di kegelapan malam, dan begitu dingin tanpa emosi di baliknya. Alexa mengamati penampilan lelaki itu dan semakin yakin bahwa lelaki itu jenis yang berbeda dengan semua pengunjung bar ini. Dia mengenakan setelan jas lengkap yang sangat rapi, menempel pas di tubuhnya yang atletis, seolah memang dijahit khusus untuknya.
Bagaimana pula lelaki itu bisa mengenalnya dan meminta khusus ditemani olehnya? Sudah jelas Alexa tidak pernah bertemu dengannya sebelumnya. Dia pasti ingat kalau dia pernah bertemu dengan lelaki itu, sorot mata sedingin itu pastilah tidak mudah dilupakan.
"Duduk." lelaki itu bergumam singkat, suaranya dalam dan tajam membuat Alexa sedikit takut, dia kemudian menurut, duduk di samping lelaki itu, tidak berani terlalu dekat karena lelaki itu sepertinya mengeluarkan aura gelap yang mengancam.
Lama kemudian mereka berdua hanya duduk tanpa percakapan dan gerakan apapun. Alexa tertunduk dan entah kenapa jantungnya berdegup kencang, apalagi ketika dia merasa bahwa lelaki itu mengamatinya. Tiba-tiba saja Alexa merasa malu dengan baju korset dan rok mininya yang ketat, apalagi dandanannya yang menor dengan lipstick merah menyala, membuatnya tampak seperti pelacur.
"Anda mau saya tuangkan minuman?" Alexa sedikit maju, berusaha memecahkan keheningan yang menyesakkan itu, jemarinya sedikit bergetar ketika hendak meraih botol minuman di meja,
Tetapi secepat kilat jemari kuat lelaki itu menepis tangan Alexa lalu mencengkeramnya, membuat Alexa mendongak dan menatap lelaki itu dengan kaget.
"Aku kemari bukan untuk minum." Tiba-tiba saja lelaki itu meraih tangan Alexa yang masih terperangah, menariknya begitu kuat sehingga menabrak dadanya yang bidang, dan kemudian dengan kasar melumat bibirnya.
Bibir lelaki itu dingin dan melumatnya dengan kejam hingga Alexa merasa sakit, dia memekik dengan suara yang tak bisa keluar karena bibirnya sedang dilumat, dan berusaha memberontak, meronta sekuat tenaga, meskipun gerakan tangannya tertahan oleh jemari lelaki itu yang mencengkeram kedua tangannya.
Alexa merasakan panas di matanya, ingin menangis dan menejerit kuat-kuat. Tidak ada yang bisa menolongnya kalau dia dilecehkan di sini, apalagi kursi yang mereka duduki merupakan tempat privat sehingga tidak banyak orang yang mendekat ke sudut ini. Alexa ingin mengutuki dirinya sendiri, ini semua salahnya, karena keputusasaannya mencari uang, dia sampai mengambil pekerjaan seperti ini. Dia tahu cepat atau lambat dia akan menerima penghinaan ini, dilecehkan oleh salah seorang tamu.
Lelaki itu kemudian melepaskan bibir Alexa, dan juga cengkeraman tangannya, membuat Alexa langsung beringsut mundur dan menjauh dengan tatapan mata ketakutan, seperti seorang kelinci kecil yang harus berhadapan dengan serigala buas.
Dia benar-benar takut, apalagi ketika mata dingin lelaki itu menatapnya dengan penuh kebencian.
Bibir Alexa terasa panas dan memar karena ciuman paksa yang tidak tanggung-tanggung itu. Dan di bibir lelaki itu terdapat bekas lipstick merah Alexa yang membekas di mana-mana.
Lelaki itu melirik Alexa dengan jahat, lalu mengusap mulutnya, kemudian dia berdiri, dan mengeluarkan setumpuk uang dari saku jas-nya.
"Ternyata kau hanyalah seorang pelacur rendahan." gumam lelaki itu muak, lalu melemparkan uang itu ke pangkuan Alexa, dan melangkah pergi.
Meninggalkan Alexa yang terpana tidak menyangka akan semua hal yang dialaminya.
Ketika bayangan lelaki itu menghilang di tengah hiruk pikuknya orang yang menikmati malam. Alexa menghapus cairan hangat di sudut matanya.
Ya. Dia memang pantas dihina. Meskipun pekerjaan ini bukanlah pekerjaan menjual diri, tetapi dia telah merendahkan dirinya sendiri dengan melakukan ini semua
Bersambung ke Part 1
Semoga kalian semua suka yaa ^____^

Suara hiruk pikuk bar yang remang-remang itu semakin memekakkan telinga ketika waktu sudah menunjukkan lewat tengah malam, Alexa mencoba mencari tempat yang tidak tersentuh di tengah hiruk pikuk suasana itu, dan dia berhasil menemukan sebuah tempat di sudut, dekat area menuju toilet yang sedikit gelap dan sepi.
Sungguh, bukan keinginannya untuk berada di sini.
Tetapi apalah dayanya? Dia butuh uang, mereka semua butuh uang.
Ayahnya yang sembrono telah mempertaruhkan rumah mereka di meja judi, sehingga mereka semua terancam tidak akan punya tempat bernaung lagi. Minggu depan mereka harus bisa mengumpulkan uang untuk pembayaran cicilan awal, kalau tidak orang-orang jahat itu akan mengirimkan preman untuk mengancam Alexa dan ayahnya.
Satu-satunya hal yang bisa dilakukan Alexa adalah menerima pekerjaan malam ini, pekerjaan yang ditawarkan oleh Gina, temannya. Alexa sama sekali tidak pernah menyangka akan menjalani pekerjaan ini, sebagai pramutama atau lebih tepatnya perempuan penuang bir yang melayani dan menemani minum para lelaki hidung belang menghabiskan minumannya, kalau perlu merayu mereka agar mereka mau terus dan terus menambah minumannya demi keuntungan pemilik bar.
Alexa tidak punya pengalaman merayu lelaki sama sekali! Meskipun sekarang dia memakai pakaian yang bertolak belakang dengan pengalamannya. Korset ketat warna hitam dan rok kulit super mini yang memamerkan kemolekan pahanya adalah seragam khusus pramutama bar ini, sengaja didesain untuk menggoda lelaki manapun yang ada.
Dan rok itu benar-benar mini, mempertontonkan separuh pahanya, membuat Alexa tidak nyaman, ketika berdiri dia berusaha menarik-narik rok itu supaya sedikit turun, sebuah usaha yang sungguh percuma. Ketika dudukpun Alexa harus repot karena mencoba menarik rok itu supaya tidak mempertontonkan pahanya secara vulgar.
Pekerjaan ini beresiko dan menginjak harga diri Alexa sebagai perempuan baik-baik. Tetapi Gina bilang kalau dia bisa menyenangkan pengunjung, tipsnya besar, bisa beberapa ratus ribu semalam, kata Gina, Alexa hanya perlu tersenyum lebar, menuangkan minuman ketika diminta dan menjaga gelas tamunya terisi penuh, paling kekuarangannya hanyalah ketika Alexa harus menghadapi beberapa pengunjung yang cabul dan nakal, tetapi kata Gina juga, Alexa tidak perlu cemas, ada banyak bodyguard penjaga yang tersebar di area bar ini, kalau salah satu tamu sudah keterlaluan, para bodyguard bertubuh kekar itu pasti akan menolong mereka untuk memperingatkan sang tamu.
Yah...kalau Alexa bisa bertahan untuk satu bulan saja, uang tips yang diterimanya bisa lebih besar dari gaji pokoknya sebagai seorang staff administrasi. Dan Alexa harus bertahan... dia harus bertahan demi ayahnya dan rumah mereka, satu-satunya harta mereka yang tersisa.
"Alexa." Denis si bartender menyentuh pundaknya, membuatnya tesentak dari lamunannya, Alexa menoleh dan menatap Denis bingung,
Denis bahkan tidak menunggu jawaban Alexa.
"Ada tamu yang datang dan meminta ditemani olehmu. Ayo, kau harus segera ke sana, kelihatannya itu tamu penting, dari pakaiannya dan penampilannya dia benar-benar membuat semua mata melirik kepadanya."
Alexa mengikuti langkah Denis yang tergesa sambil mengerutkan keningnya,
Tamu yang memesan khusus ditemani olehnya?
Alexa baru bekerja 5 hari di bar ini, selama beberapa malam itu dia menemani seorang lelaki gendut yang bahkan terlalu mabuk untuk berdiri dan beberapa lelaki lain yang sibuk mencoba merabanya membuat Alexa sibuk menepis tangan-tangan nakal itu dengan sopan, berusaha tidak menyinggung tamunya.
Apakah tamu malam ini salah satu dari tamunya yang kemarin? Alexa tidak keberatan menemani lelaki gendut yang pemabuk itu karena lelaki itu bahkan lebih tertarik kepada minumannya daripada kepada Alexa, tapi dia merasa was-was kalau harus menemani lelaki cabul yang mencoba meraba-rabanya kemarin....
Bagaimana dia bisa bertahan semalam lagi, dengan rasa malu jauh di dalam hatinya dan harga diri yang diinjak-injak seperti ini? Alexa mengernyit. Sungguh, seandainya bisa dia ingin melakukan pekerjaan lain. Tetapi gaji dari pekerjaannya di siang hari sebagai staff administrasi hanya cukup untuk membiayai dia dan ayahnya makan sehari-hari, belum lagi ketika ayahnya mulai kambuh berjudi, dan pulang membawa setumpuk hutang..... pekerjaan ini adalah satu-satunya tumpuannya untuk mendapatkan uang lebih bayak, demi membayar hutang ayahnya.
Denis mengantarkannya ke meja remang-remang di posisi yang paling sudut, tempat tamu itu menunggu, meja itu termasuk meja ekslusif karena privasinya terjamin dan lumayan jauh dari hiruk pikuk musik dan lantai dansa. Tamu itu haruslah orang kaya untuk bisa memesan meja ini.
"Maafkan kami lama Tuan, ini dia Lexa, yang anda pesan untuk menemani anda malam ini." Denis setengah membungkukkan tubuhnya lalu melangkah pergi meninggalkan Alexa sendirian.
Alexa melangkah, ke depan lelaki yang duduk membelakanginya itu, berusaha tersenyum lebar dan ceria,
"Hai aku Lexa, terimakasih sudah memilihku untuk menemanimu..." suara Alexa otomatis langsung terhenti ketika bertatapan dengan mata itu, mata abu-abu yang paling dingin yang pernah dilihatnya.
Sorot mata lelaki itu tidak seperti lelaki lain yang berkunjung ke bar ini untuk bersenang-senang. Mata itu pucat, seperti salju di kegelapan malam, dan begitu dingin tanpa emosi di baliknya. Alexa mengamati penampilan lelaki itu dan semakin yakin bahwa lelaki itu jenis yang berbeda dengan semua pengunjung bar ini. Dia mengenakan setelan jas lengkap yang sangat rapi, menempel pas di tubuhnya yang atletis, seolah memang dijahit khusus untuknya.
Bagaimana pula lelaki itu bisa mengenalnya dan meminta khusus ditemani olehnya? Sudah jelas Alexa tidak pernah bertemu dengannya sebelumnya. Dia pasti ingat kalau dia pernah bertemu dengan lelaki itu, sorot mata sedingin itu pastilah tidak mudah dilupakan.
"Duduk." lelaki itu bergumam singkat, suaranya dalam dan tajam membuat Alexa sedikit takut, dia kemudian menurut, duduk di samping lelaki itu, tidak berani terlalu dekat karena lelaki itu sepertinya mengeluarkan aura gelap yang mengancam.
Lama kemudian mereka berdua hanya duduk tanpa percakapan dan gerakan apapun. Alexa tertunduk dan entah kenapa jantungnya berdegup kencang, apalagi ketika dia merasa bahwa lelaki itu mengamatinya. Tiba-tiba saja Alexa merasa malu dengan baju korset dan rok mininya yang ketat, apalagi dandanannya yang menor dengan lipstick merah menyala, membuatnya tampak seperti pelacur.
"Anda mau saya tuangkan minuman?" Alexa sedikit maju, berusaha memecahkan keheningan yang menyesakkan itu, jemarinya sedikit bergetar ketika hendak meraih botol minuman di meja,
Tetapi secepat kilat jemari kuat lelaki itu menepis tangan Alexa lalu mencengkeramnya, membuat Alexa mendongak dan menatap lelaki itu dengan kaget.
"Aku kemari bukan untuk minum." Tiba-tiba saja lelaki itu meraih tangan Alexa yang masih terperangah, menariknya begitu kuat sehingga menabrak dadanya yang bidang, dan kemudian dengan kasar melumat bibirnya.
Bibir lelaki itu dingin dan melumatnya dengan kejam hingga Alexa merasa sakit, dia memekik dengan suara yang tak bisa keluar karena bibirnya sedang dilumat, dan berusaha memberontak, meronta sekuat tenaga, meskipun gerakan tangannya tertahan oleh jemari lelaki itu yang mencengkeram kedua tangannya.
Alexa merasakan panas di matanya, ingin menangis dan menejerit kuat-kuat. Tidak ada yang bisa menolongnya kalau dia dilecehkan di sini, apalagi kursi yang mereka duduki merupakan tempat privat sehingga tidak banyak orang yang mendekat ke sudut ini. Alexa ingin mengutuki dirinya sendiri, ini semua salahnya, karena keputusasaannya mencari uang, dia sampai mengambil pekerjaan seperti ini. Dia tahu cepat atau lambat dia akan menerima penghinaan ini, dilecehkan oleh salah seorang tamu.
Lelaki itu kemudian melepaskan bibir Alexa, dan juga cengkeraman tangannya, membuat Alexa langsung beringsut mundur dan menjauh dengan tatapan mata ketakutan, seperti seorang kelinci kecil yang harus berhadapan dengan serigala buas.
Dia benar-benar takut, apalagi ketika mata dingin lelaki itu menatapnya dengan penuh kebencian.
Bibir Alexa terasa panas dan memar karena ciuman paksa yang tidak tanggung-tanggung itu. Dan di bibir lelaki itu terdapat bekas lipstick merah Alexa yang membekas di mana-mana.
Lelaki itu melirik Alexa dengan jahat, lalu mengusap mulutnya, kemudian dia berdiri, dan mengeluarkan setumpuk uang dari saku jas-nya.
"Ternyata kau hanyalah seorang pelacur rendahan." gumam lelaki itu muak, lalu melemparkan uang itu ke pangkuan Alexa, dan melangkah pergi.
Meninggalkan Alexa yang terpana tidak menyangka akan semua hal yang dialaminya.
Ketika bayangan lelaki itu menghilang di tengah hiruk pikuknya orang yang menikmati malam. Alexa menghapus cairan hangat di sudut matanya.
Ya. Dia memang pantas dihina. Meskipun pekerjaan ini bukanlah pekerjaan menjual diri, tetapi dia telah merendahkan dirinya sendiri dengan melakukan ini semua
Bersambung ke Part 1
Published on June 13, 2013 00:43
No comments have been added yet.
Santhy Agatha's Blog
- Santhy Agatha's profile
- 483 followers
Santhy Agatha isn't a Goodreads Author
(yet),
but they
do have a blog,
so here are some recent posts imported from
their feed.
