Embrace The Chord Part 4



Rachel membelalakkan matanya, tangannya yang sedang menyuap sarapannya terhenti begitu saja di udara, dia terperangah,
"Apa?"
"Itu Jason..." Mamanya masih memasang ekspresi takjub yang sama, "Dia menelepon sendiri tadi dan..." lalu mamanya seolah tersadar, "Cepat Rachel, selesaikan sarapanmu, kita berangkat sekarang."
Lalu tanpa menunggunya, mamanya bangkit dari kursi, merapikan riasannya, meraih tas dan kunci mobil. Setelah sampai di pintu, mamanya menoleh dan mengernyit melihat Rachel yang masih bengong melihat tingkah sang mama.
"Kenapa kau masih di situ Rachel? Ayo cepat kita berangkat."
Rachel hanya mengangkat bahu, meletakkan makanannya dan meneguk susu cokelat di depannya. Matanya melirik sayang kepada sarapannya itu... yah padahal masih banyak... gumamnya dalam hati, mengutuk Jason yang menelepon pagi-pagi.
Tetapi baru kali ini mamanya bersikap terburu-buru dan panik seperti itu. Sepertinya terpilihnya Rachel menjadi murid khusus Jason benar-benar berarti baginya. Tiba-tiba saja Rachel teringat akan papanya, papanya adalah pemain biola..... mungkin jauh di dalam hatinya, sang mama ingin agar Rachel mengikuti jejak ayahnya.
*** 
Mereka sampai di halaman parkiran akademi musik itu, setelah sang mama memarkir mobil di area khusus pengajar, dia berjalan bersama Rachel melalui koridor, menuju ruangan direktur tempat janji temu mereka.
"Ini kesempatan besar, Rachel, dan mama tidak mau kau menyia-nyiakannya. Jason tidak pernah mengambil murid khusus sebelumnya, jadi kau adalah pertama dan yang terbaik."
Rachel cuma mangut-mangut, meskipun dalam benaknya dia kebingungan. Kenapa Jason memilihnya? Sekarang hal itu baru terpikir olehnya... bukankah di audisi kemarin banyak sekali anak-anak dengan teknik dan kemampuan yang lebih tinggi darinya? Apa yang istimewa dari Rachel yang hanya memiliki kemampuan musik standar?
Dan juga, Calvin pasti akan terkejut dengan berita ini..... ah Calvin! Tiba-tiba saja Rachel merasa bersalah.... harusnya Calvin yang mendapatkan kesempatan ini. Kemampuan teknik bermain biola Calvin tentu saja ada di atas Rachel, dan juga hasrat Calvin bermain biola lebih besar darinya, juga kekaguman Calvin terhadap Jason.
Rachel menggelengkan kepalanya, dia tidak bisa melakukan ini kepada Calvin. Lelaki itu begitu baik hati, dan begitu mendengar kabar ini dia pasti akan menyalami Rachel dan mengucapkan selamat. tetapi Rachel tahu Calvin pasti menyimpan kekecewaan yang disembunyikan.
"Aku tidak bisa menerimanya, mama." Rachel bergumam keras, berusaha menarik perhatian mamanya yang berjalan terburu-buru di depannya.
Langkah mamanya terhenti, perempuan itu menoleh dan menatap Rachel terkejut, 
"Apa?? Apa maksud perkataanmu itu?"
Rachel menggelengkan kepalanya sekali lagi, "Entah apa pertimbangan Jason memintaku menjadi murid khususnya, tetapi aku tidak bisa menerimanya mama, karena ini tidak adil terhadap mereka yang mempunyai hasrat bermain biola yang lebih murni dariku... aku...aku..."
"Kau memikirkan Calvin?" sang mama mengangkat alisnya, "Dia pasti akan mengerti, dia pemuda yang baik dan berjiwa besar, jadi dia akan mendukungmu dan ikut senang denganmu. Jangan sampai itu menghalangimu untuk maju, Rachel." mamanya menggandeng Rachel lalu mengajaknya berjalan lebih cepat menuju ruangan itu.
Mereka sampai di depan pintu ruang temu, dan mama Rachel mengetuknya,. dalam sekejap pintu terbuka dan Mr. Isaac yang membukakan pintu.
"Silahkan masuk." Lelaki itu membuka pintunya lebar, mempersilahkan Mama Rachel dan Rachel masuk.
Di sana, duduk di atas sofa dengan wajah dinginnya yang begitu sempurna, ada Jason yang menatap mereka semua dengan tatapan mata datar. Lelaki itu sedikit mengangguk sopan kepada mama Rachel yang duduk di depannya.
Mr. Isaac menyusul duduk di seberang sofa, menatap semuanya,
"Saya rasa kita sudah tahu tujuan pertemuan ini. Jason menawarkan Rachel menjadi murid pribadinya. Dan saya rasa kita sepakat dengan itu bukan?"
Rachel mengerutkan kening, menatap Jason yang hanya terdiam dengan wajah datar, kenapa lelaki itu tidak bicara? kenapa dia mewakilkan pembicaraan kepada Mr. Isaac?
"Tentu saja kita sepakat. Saya sungguh merasa terhormat, anak saya yang terpilih menjadi murid khusus." gumam Mama Rachel cepat.
Mr. Isaac mengangguk, "Kami melihat bahwa permainan biolanya istimewa, bukan begitu Rachel? Mulai sekarang kau akan berada di bawah bimbingan Jason."
"Tidak." Tiba-tiba saja Rachel mempunyai keberanian untuk berbicara, dan kalimatnya itu membuat semua orang yang ada di ruangan itu tertegun.
Jason yang pertama kali bergumam pada akhirnya, matanya menatap tajam ke arah Rachel,
"Apa?" desis lelaki itu setengah marah setengah tak percaya.
"Maafkan saya." Rachel berdiri, membungkukkan badannya setengah meminta maaf kepada semua yang ada di ruangan itu, "Itu benar-benar kehormatan yang luar biasa untuk saya, tetapi saya tidak bisa menerimanya, karena itu terasa tidak benar, masih banyak siswa lain yang lebih berhak daripada saya. Sekali lagi terimakasih, tetapi saya tidak bisa menerimanya. Permisi." Rachel membungkukkan badannya sekali lagi lalu berbalik dan melangkah pergi.
"Rachel!" mamanya memanggilnya gusar, "Mama sudah bilang jangan lakukan ini demi Calvin!" sang mama berdiri hendak mengejar Rachel, tetapi Jason sudah berdiri duluan, menoleh dingin ke arah mama Rachel.
"Biarkan saya yang berbicara kepadanya." gumam Jason cepat, lalu melangkah keluar mengejar Rachel.
*** 
Rachel berjalan melalui koridor itu, hendak menuju area parkir. 
Mamanya pasti akan marah besar kepadanya. Mungkin nanti dia akan diomeli habis-habisan di rumah, dan mungkin mamanya akan terus-menerus jengkel kepadanya selama beberapa lama karena menyia-nyiakan kesempatan ini, tetapi bagaimanapun juga Rachel merasa bahwa ini adalah hal yang benar. Demi Calvin... dia tidak akan melangkahi ataupun mengkhianati Calvin.
"Apakah kau pikir ini sepadan?" suara Jason yang tenang membuat Rachel terperanjat dan hampir menjerit. 
Entah kapan, Jason ternyata sudah melangkah di sebelahnya, Rachel mungkin terlalu sibuk dengan pikirannya sendiri hingga tidak menyadari Jason mendekat.
"Maksudmu?" Rachel mengerutkan keningnya, sedikit mendongak menatap Jason yang melangkah di sebelahnya. Yah, Jason cukup tinggi sementara Rachel mungil dan pendek.
"Mengorbankan kesempatan besarmu hanya demi pacarmu?"
Rachel mengerutkan keningnya, Pacarnya?
"Mamamu bilang kau melakukan ini demi Calvin, dia pacarmu bukan? Apakah kau pikir sepadan mengorbankan kesempatan besarmu untuk menguasai biola dengan baik hanya demi menjaga perasaan pacarmu?"
"Bukan hanya demi Calvin." Rachel membantah meskipun dalam hati dia mengakui bahwa sebagian besar alasannya adalah Calvin. "Juga demi anak-anak lain yang saya rasa lebih pantas dengan kemampuan yang lebih tinggi daripada aku."
Langkah Jason terhenti seketika, membuat Rachel juga menghentikan langkahnya, dia menoleh dan melihat Jason berdiri di sana, menatapnya dengan tatapan mata tersinggung,
Lelaki itu lalu berjalan mendekat, melangkah di depan Rachel yang terpaku karena mata tajamnya, jemarinya terulur dan menyentuh dagu Rachel, mendongakkannya.
"Dengarkan aku baik-baik." bibir Jason menipis, tampak marah ketika berkata, "Aku tidak pernah main-main dalam memilih murid. Jangan pernah mempertanyakan keputusanku. Aku memilihmu karena aku melihat kau seperti berlian yang belum diasah." Jason menundukkan kepalanya, dan kemudian mengecup bibir Rachel dengan kecupan tipis dan singkat, "Hanya aku yang bisa mengasahmu sehingga cemerlang. Jadi aku akan tetap mempertahankan tawaranku, kapanpun kau berubah pikiran, datanglah kepadaku." bisiknya pelan di telinga Rachel , dan kemudian tanpa kata lelaki itu membalikkan badan, meninggalkan Rachel yang membeku karena ciuman itu. Tak bisa berkata-kata, hanya menatap tertegun ke arah punggung Jason yang makin menjauh.
*** 
"Mama sangat kecewa kepadamu, Rachel." sang mama berkata kemudian ketika mereka sudah berada di mobil dalam perjalanan pulang, "Kenapa kau lakukan itu?"
Rachel hanya terdiam, menatap lurus ke depan, dia bahkan hampir-hampir tidak mendengar perkataan mamanya. Bibirnya masih terasa panas.... Jason.. lelaki itu, kenapa lelaki itu mengecup bibirnya? Apakah itu pelecehan? Kenapa Jason melakukannya? Apa jangan-jangan Jason memang biasa melakukannya kepada siapapun? Tetapi kenapa dia? Rachel tahu bahwa Jason terkenal sebagai penakluk perempuan, tetapi korbannya selalu perempuan-perempuan yang lebih tua....bukankah itu memang selera jason? tetapi kenapa dia? kenapa Jason menciumnya?
Pertanyaan itu terngiang-ngiang terus di benaknya, membuat Rachel mengerutkan keningnya. 
"Rachel!" sang mama memanggilnya, membawa pikirannya kembali ke dunia nyata, "Apakah kau mendengar perkataan mama?"
Rachel mengehela napas panjang, "Maafkan aku mama... aku rasa ini keputusan yang terbaik."
Mamanya melirik sedikit kepadanya dari balik kemudia, "Segera setelah kau memikirkannya baik-baik, kau pasti akan menyesali keputusan ini, Rachel."
*** 
Ketika masih merenung di kamarnya, terdengar suara ketukan di sana, Rachel mengerutkan keningnya.
Siapa yang datang malam-malam begini?
Rachel melangkah ke pintu kamarnya dan membukanya, Calvin berdiri di sana, tersenyum lebar.
"Mamamu menyuruhku langsung ke sini, bolehkah aku masuk?"
Sebenarnya Rachel merasa agak canggung, sejak kecil mereka memang berteman akrab dan Calvin sering sekali bermain di kamarnya, tetapi menjelang mereka remaja sampai sekarang, Calvin hampir tidak pernah masuk ke kamarnya lagi.
"Aku akan membiarkan pintunya terbuka." Calvin tampak geli membaca keraguan Rachel,  dan kemudian tanpa permisi dia masuk ke kamar Rachel, dan duduk di  kursi belajar Rachel.
"Wow, sudah lama aku tidak kesini, dan kamarmu tidak berubah, seperti kamar anak sepuluh tahun." Calvin terkekeh, matanya memandang ke sekeliling ruangan Rachel yang didominasi warna pink dan boneka-boneka kelinci dengan warna senada.
Rachel mendengus, pura-pura kesal, "Jangan mengomentari kamarku. Dan katakan kepadaku, kenapa kau datang ke sini malam-malam begini. Mama yang menyuruhmu ya?" Rachel melangkah di depan Calvin dan duduk di tepi ranjang,
Calvin mengangkat bahunya, 
"Ya, mamamu menghubungiku dan menceritakan semua kejadiannya."
Rachel memalingkan muka, "Aku tidak akan berubah pikiran meskipun kau membujukku."
"Rachel." suara Calvin tampak sabar, seperti suara yang selalu digunakannya ketika Rachel merajuk di waktu mereka kecil, "Itu kesempatan besar, dan mendengar kau menolaknya hanya karena aku, itu membuatku sangat sedih."
Rachel memasang wajah datar, "Bukan hanya karenamu kok, aku hanya merasa aku tak pantas menerima kesempatan itu."
"Kau pantas." Calvin menyela. "Penilaian Jason bukan main-main, Rachel. Ingat dia adalah seorang pemain biola jenius, dia bisa melihat kemampuan tersembunyi yang orang lain tidak bisa melihat, Rachel." Calvin tersenyum lembut, "Dan lagipula, menurut penilaianku, permainan biolamu sangat indah."
Ketika Rachel hanya terdiam, Calvin bangkit dari kursi dan berlutut di tepi ranjang, tepat di depan Rachel, wajah mereka berhadapan sangat dekat, membuat Rachel tersipu.
"Terimalah tawaran itu Rachel, demi aku. Oke?"
Rachel memalingkan wajahnya yang terasa panas, "Aku akan memikirkannya, tapi aku tidak janji."
Calvin terkekeh, "Oke. Dasar anak keras kepala, aku akan menunggu kabar baik darimu." Lelaki itu menghela napas panjang,  "Dan juga aku harus menyiapkan waktu untuk kelas tiga bulan yang akan di ajarkan oleh Jason, kau tahu Anna mungkin sedikit sedih karena aku tidak bisa menyediakan banyak waktu untuknya, padahal aku sudah berjanji."
"Anna?" Rachel menyambar, sedikit bingung ketika Calvin menyebut nama Anna, Anna adalah teman seangkatan Calvin di akademi musik dulu, dia seorang pemain piano, sangat cantik dengan penampilan yang sangat feminim dan lembut, begitu bertolak belakang kalau dibandingkan dengan Rachel.
"Iya, Anna, kau masih mengingatnya bukan? Saking sibuknya dengan persiapan audisi aku sampai lupa menceritakannya kepadamu." Senyum Calvin melebar, "Kami tidak sengaja bertemu ketika aku mengikuti sebuah pesta bersama papa, dia sibuk dengan pendidikan musiknya di Italia.... tetapi sekarang, untuk beberapa lama dia akan berada di Indonesia karena liburan semester, dan kemudian aku berjanji kepadanya untuk menemaninya selama di sini." Lelaki itu mengedipkan sebelah matanya, "Siapa yang tahu kalau hubungan kami bisa lebih dari pertemanan, kau tahu bukan dulu aku naksir kepadanya. Dan sekarang dia sedang tidak terikat dengan siapapun."
Rachel tahu, dan ketika itu, di masa lalu, masa-masa Calvin begitu memuja Anna membuatnya menyimpan perih yang dalam, yang disembunyikan jauh di dalam hatinya. Tetapi waktu itu Anna sudah punya pacar, dan Calvin tidak punya kesempatan, jadi Rachel bisa tenang. Setelah Calvin dan Anna lulus dari akademi, dan Anna melanjutkan pendidikannya di luar negeri, Rachel merasa tenang... apalagi setelah itu Calvin tampaknya tidak dekat dengan perempuan manapun.
Dan sekarang Anna kembali? .... tidak sedang terikat dengan siapapun... begitu kata Calvin tadi. 
Rachel langsung merasakan dadanya diremas oleh perasaan pedih yang sama, perasaan yang sudah hampir dilupakannya bertahun lalu.
"Kalau begitu aku pulang dulu Rachel, sudah malam." Calvin melirik jam tangannya, lalu melempar senyum manis kepada Rachel sebelum pergi, "Ingat, aku akan menjadi orang pertama yang sangat bahagia kalau kau menerima kesempatan itu."
*** 
Kenapa dia mencium Rachel? Kenapa dia mencium anak perempuan ingusan itu?
Jason merenung di tengah hingar bingar pesta itu, merasa marah kepada dirinya sendiri. Oh Astaga, Jason yang begitu berpengalaman kepada perempuan, tidak bisa menahan diri dan mencium Rachel, anak ingusan yang lebih muda delapan tahun darinya, yang mungkin bahkan belum pernah berciuman sebelumnya!
Dan kenapa pula Rachel berani-beraninya menolak tawarannya? Tawaran istimewa yang mungkin tidak akan pernah diberikannya kepada orang lain?
Hati Jason dipenuhi kemarahan. Dia akan membuat Rachel memohon-mohon untuk menjadi muridnya. Dia pasti bisa melakukannya.
Rachel mungkin jenis perempuan yang suka membuat lelaki mengejarnya, pura-pura menolak sebelum meminta bagian yang lebih besar.... mungkin saja Rachel sengaja memanipulasi Jason. Mungkin saja Rachel seculas perempuan-perempuan lain yang dikenalnya selama ini, seculas ibunya....
Dan Jason tidak akan membiarkan Rachel melakukan itu kepadanya, dia akan memberi Rachel pelajaran karena berani-beraninya menolaknya.
Bersambung ke part 5

 •  0 comments  •  flag
Share on Twitter
Published on May 31, 2013 09:28
No comments have been added yet.


Santhy Agatha's Blog

Santhy Agatha
Santhy Agatha isn't a Goodreads Author (yet), but they do have a blog, so here are some recent posts imported from their feed.
Follow Santhy Agatha's blog with rss.