You've Got Me From Hello 9

Azka meninggalkan rumah Celia dengan marah. Marah besar. Berani-beraninya Celia mengancamnya seperti itu, padahal Celia sendiri telah mengkhianatinya bersama Eric. Apakah Celia pikir Azka tidak akan tahu? Apakah Celia pikir Azka begitu bodohnya?
Dengan kencang dia mengendarai mobilnya, dia butuh bertemu dengan Sani. Di saat kemarahannya menggelegak seperti ini, hanya Sani yang bisa menenangkannya.
Ketika sampai di depan cafe, Azka memarkir mobilnya dengan sembrono. Dia tergesa memasuki cafe itu, hendak mengambil beberapa makanan kecil untuk dibawa ke apartemen Sani, tadi dia sudah berjanji untuk datang jam sembilan malam ke sana.
Tetapi kemudian langkahnya tertegun, melihat ke kursi di bagian sudut, tempat favorit Sani ketika duduk, dan melihat sosok itu di sana.
Sani? Kenapa dia ada disini? Bukankah dia masih sakit?
Azka melangkah mendekat, kerinduannya meluap. Dia ingin memeluk gadis itu ke dalam pelukannya, untuk menenangkan hatinya dari kemarahannya terhadap Celia.
“Sani, kenapa kau ada di sini? Bukankah kita janji bertemu di apartemenmu?”
Sani mendongak dan Azka tercekat, tatapan mata Sani kepadanya penuh kemarahan... kemarahan yang dibalut dengan luka.
Seketika itu juga Azka menyadari bahwa Sani sudah tahu mengenai pertunangannya dengan Celia.
“Kau membohongiku.” Suara Sani bergetar meskipun dia tampak berusaha tergar, Azka melirik ke anggur merah yang dibawa Sani, dan mengernyit. Perempuan itu sudah menghabiskan lebih dari satu gelas.
“Aku bisa menjelaskannya kepadamu, Sani.”
“Tidak!” Sani menyela dengan keras, lalu tertawa ironis, “Ironis bukan? Aku meninggalkan tunanganku karena dia berselingkuh dengan perempuan lain, tetapi sekarang aku malah menjadi selingkuhan dari seorang lelaki yang sudah bertunangan.” Matanya menyala penuh kemarahan kepada Azka, “Kau sangat kejam, Azka melakukan ini semua kepadaku.”
“Aku bisa menjelaskannya Sani, semua ini tidak seperti yang kau kira....”
“Apakah perempuan bernama Celia itu benar-benar tunanganmu?”
Azka tertegun, lalu memejamkan matanya dengan pedih, “Ya.”
Air mata mengalir di mata Sani, menuruni pipinya. Dia tampak amat sangat terluka,
“Apakah... apakah... kau mencintainya?”
Mata Azka menajam. “Apakah aku mencintainya? Tidak. Kau pasti bisa merasakan itu, aku jatuh cinta setengah mati kepadamu, tidak mungkin aku mencintainya.”
“Apakah pertunangan yang kau lakukan dengan Celia dulu itu berlangsung atas nama cinta?” Sani bertanya lagi, berusaha menghapus air matanya dengan usapan tangannya.
Azka memandang Sani dengan pedih, tidak mampu berbohong, “Pada mulanya semua atas nama cinta... lalu.”
Hati Sani teriris perih, Azka sama saja dengan Jeremy, lelaki itu dulu menjalin pertunangan mereka atas nama cinta, kemudian mengkhianatinya begitu saja karena perempuan lain. Oh ya ampun! Teganya Azka melakukan ini semua kepadanya. Sani tidak mau mendengar apapun dari Azka, semua ini terlalu menyakitkan untuk dia tanggung,
“Cukup!” Sani menutup telinganya dengan tangan, tidak mau mendengar apapun yang diucapkan oleh Azka. “Sudah cukup, kau memang penjahat! Semua lelaki sama saja! Mereka semua jahat!” beberapa mata tampak melirik ke arah mereka, tetapi Sani tidak peduli. Dia terlalu marah dan sakit untuk peduli, dia beranjak pergi.
“Aku mencintaimu Sani!” Azka setengah berdiri, berusaha meraih lengan Sani dan menahannya. Tetapi Sani yang sudah begitu marah, meraih gelas anggur yang tinggal setengah dan menuang isinya ke wajah Azka,
“Pergi saja ke laut dan buang cintamu itu. Aku tidak pernah menerima cinta dari seorang pengkhianat!” Gumamnya marah, tanpa sadar dia menggenggam gelas itu dan melangkah pergi secepat kilat.
Meninggalkan Azka yang masih terpaku di sana, basah oleh anggur yang dituangnya.
“Aduh!” Suara perempuan itu mengagetkannya, begitupun benturan keras yang dirasakannya. Sani mendongak dan terpaku karena merasa bersalah, dia telah menabrak seorang perempuan karena kalutnya, dan gelas anggurnya yang basah, yang dipegang di tangannya menempel di gaun putihnya, menimbulkan noda di sana,
“Oh maafkan saya.” Perempuan yang menabraknya berucap dengan menyesal, mendongakkan kepala dan menatap perempuan itu. Perempuan itu sangat cantik, batin Sani dalam hati, dia pasti perempuan bahagia yang tidak pernah disakiti oleh laki-laki.
“Tidak apa-apa.” Gumam Sani lembut, menyadari bahwa Azka masih duduk di sana, menatapnya dari kejauhan, tetapi tidak berusaha mendekatinya
Perempuan cantik itu melirik noda di gaun Sani dan menatap Sani dengan tatapan bersalah, “Tapi… Noda di baju anda..”
“Tidak apa-apa. Bisa dibawa ke laundry, jangan dipikirkan.” Sani menganggukkan kepala kepada perempuan itu, lalu mengucap permisi dan melangkah pergi.
Sebelum pergi dia meletakkan gelas kosong anggur itu di sebuah meja dekat pintu. Airmata mengalir di matanya ketika melirik cafe itu untuk terakhir kalinya sebelum ia menyeberang menuju apartemennya. Hatinya hancur lebur, kali ini jauh lebih sakit daripada ketika Jeremy mengkhianatinya. Jauh lebih pedih dan menyakitkanKarena Sani sadar, bahwa dia sudah mencintai Azka dengan sangat dalam.⧫⧫⧫Albert datang membawakan handuk untuk Azka. Azka menerimanya dengan tatapan kosong, menggunakannya untuk mengelap wajah dan rambutnya yang basah oleh anggur.
“Tidak berjalan seperti yang seharusnya ya?”
Azka termenung pedih, “Tidak.”
“Lalu apa yang akan kau lakukan setelahnya?”
Pikiran Azka bergejolak. Antara kemarahan yang makin menggelegak atas kata-kata Celia kepadanya tadi, bercampur pada kemarahan ke dirinya sendiri karena dia terlalu lambat dan membuat Sani mengetahui mengenai pertunangan itu sebelum waktunya,
“Aku akan berbuat sesuatu. Nanti.” Gumamnya dingin.
Malam itu, Azka duduk di cafe semalaman, menatap ke arah jendela, ke arah apartemen Sani.⧫⧫⧫Dia masih merenung di apartemennya ketika pintunya diketuk.
“Masuk.” Gumamnya tak bersemangat.
Pintu itu terbuka dan Keenan melangkah masuk dengan gaya santainya, dia mengangkat alis melihat Azka yang tampak begitu murung.“Tidak bekerja hari ini?”
Azka melirik Keenan dengan dingin, “Tidak.”
Keenan tersenyum dan mengambil tempat duduk di depan Azka, “Baru kali ini seorang Azka meninggalkan tanggung jawabnya, karena seorang perempuan.” Gumamnya ringan, membuat Azka melemparkan tatapan membunuh kepadanya.
“Apa yang kau lakukan di sini?”
“Aku memang ingin mampir menengokmu, tetapi beberapa pelayan di bawah tampaknya sedang asyik membicarakan insiden semalam. Dimana seorang perempuan menumpahkan anggur dari gelasnya ke sang pemilik cafe.” Keenan terkekeh, “Tidak ada perempuan lain yang berani melakukan itu padamu, dan kau membiarkannya, Azka. Kecuali Sani.”
Azka hanya terdiam, meneguk kopinya dengan frustrasi.
“Apakah pada akhirnya Sani tahu tentang Celia?”
Azka mengganggukkan kepalanya, “Dia tahu sebelum saatnya.”
“Sebelum rencanamu untuk menyingkirkan Celia eh?” Keenan melemparkan tatapan mata penuh tanya, ingin tahu apa sebenarnya rencana Azka untuk Celia. Tetapi kemudian dia sadar bahwa Azka tidak ingin menjawab pertanyaannya, “Sudah kubilang kau sangat terkenal, dan sangat sulit menyembunyikan informasi semacam itu.”
“Aku tahu, aku pikir aku akan punya waktu lebih lama.” Azka meringis pedih, “Sani dikhianati oleh tunangannya, dan dia sekarang menganggap aku sama brengseknya dengan tunangannya itu. Aku sudah berusaha menjelaskan tetapi dia tidak mau mendengarkan aku.”
“Tunggu sampai dia tidak marah lagi.”
“Aku takut dia pergi Keenan, aku takut.... aku... aku tidak akan bisa hidup tanpanya.” Azka membungkuk, meremas rambutnya dengan frustrasi
Dan Keenan duduk di sana, mengamati dengan sedih, merasakan hatinya teriris. Baru kali ini Azka bersedia meninggalkan seluruh tanggung jawabnya, demi mengejar perempuan yang dicintainya. Dan saudara kembarnya itu sekarang harus menghadapi kemungkinan untuk patah hati.⧫⧫⧫Keenan berdiri di depan pintu rumah Celia, menunggu. Celia muncul beberapa saat kemudian dan mengernyit ketika mendongak dan melihat bahwa Keenan yang muncul di sana.
“Ada apa?” Celia tentu saja bingung, tidak pernah sekejappun dia menyangka bahwa Keenan akan datang menemuinya. Dia pernah berusaha mengejar Keenan dan ternyata lelaki itu tidak pernah serius kepadanya. Pada akhirnya Celia memutuskan untuk mengalihkan perhatiannya kepada Azka, toh wajah mereka sama... Meskipun jauh di dalam hatinya... dia lebih mencintai Keenan, Keenan yang mudah tertawa, Keenan dengan pakaian santai dan gaya menggodanya yang selalu membuat Celia berdebar, dan semua hal yang sangat bertolak belakang dari Azka. Azka terlalu serius, terlalu formal, dan terlalu datar.
Tetapi Keenan sepertinya tidak menyimpan perasaan yang sama. Sehingga Celia harus puas memiliki saudara kembarnya yang sangat mirip dengannya.
Keenan menatap Celia dengan serius, tatapan yang tidak pernah dilihat Celia sebelumnya karena Keenan selalu penuh canda.
“Aku selalu tahu bahwa kau tidak pernah mencintai Azka.” Keenan bergumam, membuka percakapan, menatap Celia dalam-dalam, membuat Celia mengernyit.
Ketika Celia bertunangan dengan Azka, Keenan hanya mengangkat alisnya waktu itu, tidak menolak tapi juga tidak menyetujui. Padahal waktu itu Celia mengharapkan setitik reaksi kecemburuan dari Keenan, sayangnya ternyata dia tidak tersimpan sedikitpun di hati Keenan. Lalu setelah kecelakaan itu, tatapan tidak peduli Keenan kepadanya berubah menjadi tatapan marah... Ah dia tahu tentang pengkhianatan Celia kepada Azka tentu saja, dan lelaki itu tampak jijik kepadanya serta berusaha menentang ketika Azka bersikeras melanjutkan pertunangan itu. Tentu saja Keenan tidak bisa berbuat apapun untuk menghalangi Celia dan Azka, sebentar lagi Celia akan menikah dengan Azka.
“Kau tidak pernah tahu apa yang kurasakan.” Celia bergumam, mendongak mentaap Keenan yang masih berdiri dan menunduk ke arahnya,
“Aku tahu.” Tiba-tiba saja Keenan berjongkok di depannya, membuat matanya sejajar dengan mata Celia, “Aku tahu persis bahwa akulah yang kau cintai.”
Pipi Celia memerah dan jantungnya berdebar mendengar kata-kata Keenan itu. Apa maksud Keenan sebenarnya?Keenan mengeluarkan sesuatu dari sakunya, sebuah kotak kecil berwarna hitam dari beludru, dibukanya kotak itu. Isinya sebuah cincin berlian yang begitu indah dan berkilauan,
“Aku mencintaimu Celia, sudah sedari lama aku memendam perasaan ini. Tapi kau lalu memilih bertunangan dengan Azka. Aku menunggu lama dan pada akhirnya sadar bahwa kalian berdua tidak pernah saling mencintai. Aku yang mencintaimu, bukan Azka. Dan aku yakin kau juga mencintaiku.”
“Apa?” Celia benar-benar terkejut, bibirnya menganga, matanya berganti-ganti menatap cincin berlian itu dan beralih ke wajah Keenan. Tetapi yang ditemukannya di wajah Keenan adalah keseriusan yang dalam.
“Kalau kau bersedia, aku akan menghadap Azka dan mengungkapkan semuanya, bahwa kita saling mencintai, bahwa kita ditakdirkan bersama. Azka akan mengerti, apalagi aku sangat yakin bahwa dia tidak mencintaimu. Dia pasti akan memberikan restu kepada kita untuk bahagia bersama.”
Mata Celia tampak berkaca-kaca. Oh astaga. Keenannya! Lelaki yang dicintainya dari awal. Bagaimana mungkin dia bisa menolaknya? Batinnya sendiri sudah mengakui bahwa dia hanya menggunakan Azka sebagai pelarian, dia mencintai Azka karena lelaki itu bagaikan perwakilan dari saudara kembarnya, dan yang dicintai oleh Celia sesungguhnya adalah Keenan.
“Kau... kau tidak sedang mempermainkanku bukan?” Celia masih meragu meskipun hatinya langsung berbunga-bunga melihat senyum lembut Keenan kepadanya,
“Aku? Bercanda? Percayalah padaku, Celia, aku tidak pernah melakukan ini kepada perempuan manapun, tidak pernah sebelumnya. Hanya kau satu-satunya perempuan yang bisa membuatku berlutut dan menawarkan cincin. Dan aku akan mati karena patah hati kalau kau menolaknya.” Keenan menunjukkan cincin itu lagi dan berubah serius, “Nah, Celia, maukah kau memutuskan pertunanganmu bersama Azka dan kemudian bersumpah setia untuk menikah denganku?”
Air mata bahagia membanjiri mata Celia, “Ya!” serunya bersemangat, dia memajukan tubuhnya, memeluk Keenan erat-erat dan merasa begitu melayang ketika Keenan membalas pelukannya, “Ya. Keenan, aku bersedia! Aku akan menikah denganmu!”
Celia tidak melihat wajah Keenan yang begitu pedih ketika memeluknya. Keenan sudah terlalu sering berbuat egois, memanfaatkan kebaikan hati Azka, membiarkan kakaknya itu bertanggung jawab atas semua hal yang seharusnya mereka bagi bersama. Kini giliran Keenan membalas budi, setidaknya dia bisa mengambil salah satu tanggung jawab Azka yang paling berat. Pemandangan Azka yang begitu menderita telah mendorongnya untuk berbuat ini. Dia bisa dan dia mampu untuk menolong kakaknya.
Biarlah dia yang mengambil alih tanggung jawab terhadap Celia, dan membiarkan Azka bisa mengejar cinta sejatinya.⧫⧫⧫“Aku harus berbicara denganmu.” Keenan bergumam di pintu, menyadari Sani di dalam sana merasa ragu untuk membukanya.
Keenan berhasil naik ke atas karena resepsionis apartemen mengira bahwa dia adalah Azka, jadi dia membiarkannya masuk. Dan sekarang lelaki itu sudah berdiri di depan apartemen Sani, ingin memberikan penjelasan.“Apakah Azka yang mengirimmu kemari?” Tanya Sani dari balik pintu.
“Tidak. Saudaraku itu terlalu menderita untuk berpikir apapun, yang dia lakukan hanyalah mengurung diri di apartemennya dan merenung. Tidak makan, tidur ataupun bekerja, kalau terus-menerus begitu aku cemas dia akan mati.” Keenan mendesah, “Kumohon, biarkan aku bicara denganmu sekali saja, setelah itu aku tidak akan mengganggumu lagi.’
Sani tertegun, hatinya terasa pedih mendengar kata-kata Keenan tentang Azka, tetapi dia menguatkan hatinya, bukankah dia juga mengalami kepedihan yang sama? Dia tidak bisa makan, tidak bisa tidur dan terus-terusan menangis?
Setelah menghela napas panjang, Sani membuka pintu dan menatap Keenan dengan dingin, “Katakan apapun yang kau mau, lalu pergilah.”
Keenan meringis menerima sikap dingin Sani, “Bolehkah aku masuk? Ini akan sangat panjang.”
Sani menatap Keenan, lalu pada akhirnya dia memundurkan diri dan membiarkan mereka masuk.
Mereka duduk di sofa, dalam keheningan,
“Well? “ tanya Sani setelah beberapa lama tampaknya Keenan belum ingin mengatakan apapun.
Keenan mendesah, “Aku masih bingung harus memulai dari mana... kita mulai dari Celia, tunangan Azka.” Keenan melirik dan menemukan luka di mata Sani ketika nama Celia disebut, “Celia dulu mengejarku dan ingin memilikiku. Tetapi tentu saja aku hanya main-main dengannya. Dan setelah sadar dia tidak bisa memilikiku, dia mengejar Azka. Azka waktu itu masih begitu rapuh sepeninggal orang tua kami, dan Celia menghujaninya dengan perhatian-perhatian hingga akhirnya Azka menerima Celia. Aku bilang ‘menerima’ karena aku yakin bahwa dari awal, Azka tidak pernah mencintai Celia. Dia hanya merasa dia bisa menerima Celia di sisinya, itu saja. Dan kemudian merekapun bertunangan.” Keenan mengangkat bahunya, “Aku sedikit terkejut ketika Azka mengambil langkah serius itu bersama Celia, tetapi kemudian aku sadar, Celia tahu betul kelemahan Azka, dia tahu Azka mudah merasa bertanggung jawab kepada seseorang dan dia memanfaatkannya. Mereka berduapun bertunangan. Dan semua tampak baik-baik saja. Sampai kemudian pengkhianatan itu terjadi.”
Pengkhianatan? Jantung Sani berdegup kencang, Apakah sebelumnya Azka juga pernah mengkhianati Celia?
“Celia yang mengkhianati Azka.” Keenan bergumam, memahami pertanyaan yang ada di mata Sani, “Azka sangat sibuk waktu itu, mengambil alih perusahaan yang diwariskan oleh ayah sehingga dia tidak punya waktu untuk memberikan perhatian kepada Celia yang manja. Celia yang manja dan haus kasih sayang akhirnya mencari pelarian kepada pria lain, seorang pria brengsek bernama Edo. Lelaki itu merusaknya dan meninggalkannya dalam kondisi hamil.”
“Apa?” Sani terkesiap, menutup mulutnya dengan jemarinya, tidak menyangka akan informasi itu.
“Ya. Dia hamil, dan dia ditinggalkan. Celia menangis, datang kepada Azka, berharap bisa memanfaatkan sikap tanggung jawab Azka. Tetapi dia memperoleh yang sebaliknya, dia marah besar, semua itu sudah berada di luar batas toleransi Azka. Sayangnya Celia memilih waktu yang salah ketika mengaku, dia sedang berada di dalam mobil bersama Azka, dan kemudian mereka mengalami kecelakaan.”
Sani teringat berita yang dibacanya, bahwa Celia adalah seorang model yang kemudian berhenti setelah sebuah kecelakaan...
“Celia keguguran. Dan kakinya dinyatakan lumpuh, tidak bisa berjalan lagi selamanya. Azka seperti yang kau tahu merasa sangat bersalah dan kemudian mengambil seluruh tanggung jawab terhadap Celia, dia melanjutkan pertunangan itu. Melanjutkan rencana pernikahan itu meskipun hatinya luar biasa pedihnya. Seluruh perasaan yang pernah dimilikinya bersama Celia tentu saja sudah musnah, tetapi dia tetap berusaha menjalani apa yang sudah dijanjikannya, dan dia berusaha tetap setia.”
Oh Ya ampun. Kasihan Azka. Itulah hal yang pertama terlintas di benak Sani. Kasihan Azka... lelaki itu sekali lagi memikul tanggung jawab yang bertentangan dengan hati nuraninya.
Keenan tersenyum kecut melihat ekspresi Sani, “Kau merasa kasihan kepadanya bukan? Begitupun aku? Azka hidup dengan menanggung beban karena kebaikan hatinya dan aku selalu menentang pertunangannya dengan Celia karena aku tidak mau dia menderita.... Apalagi ketika kemudian dia bertemu kau, Sani.”
Keenan memajukan tubuhnya, “Kau pasti tahu dan merasakan bahwa Azka benar-benar mencintaimu, dia tidak pernah selembut itu dengan perempuan manapun. Dulu dia begitu dingin, tenang dan pandai menutupi perasaannya, tetapi kepadamu dia sepertinya tidak bisa menahan diri.” Keenan mengamati Sani, “ Kau pasti tidak tahu bahwa Azka mempunyai rumah sendiri, sebuah rumah mewah di daerah elite yang sangat sejuk dekat dengan kantor pusat perusahaannya. Tetapi sejak bertemu denganmu, dia memilih untuk selalu pulang ke apartemen di atas cafe yang sederhana yang jauh dari kantornya, selarut apapapun dia pulang dia selalu berusaha ke sana. Hanya supaya dia bisa berdekatan denganmu.”
Mata Sani terasa panas ketika dia mengingat kebaikan dan kelembutan hati Azka kepadanya, melihat betapa sedihnya lelaki itu ketika pertengkaran mereka di cafe. Oh astaga, dia tidak tahu kalau seperti ini kisahnya. Kalau saja dia tahu...
Kalau saja dia tahu dia akan berbuat apa? Tidak mungkin kan dia menerima cinta Azka dan membuat Azka meninggalkan Celia? Batin mereka berdua pasti akan sama-sama tersiksa, berbahagia di atas penderitaan perempuan lain.
Keenan menghela napas panjang, “Sekarang kalian sudah tidak perlu bingung lagi. Aku sudah mengatasi Celia.”
Sani menatap bingung ke arah Keenan, “Mengatasi Celia? Apa maksudmu?”
Keenan menatap Sani dengan pedih, “Aku sadar bahwa selama ini aku egois, membiarkan Azka menanggung semuanya, aku hampir sama jahatnya seperti Celia, mengetahui kelemahan Azka adalah kebaikan hatinya, dan aku memanfaatkannya... Tetapi ketika hari itu aku melihat betapa menderitanya Azka, aku tidak tahan. Aku ini adiknya dan adik macam apa yang bisa membiarkan kakaknya menderita padahal tahu bahwa dia bisa berbuat sesuatu?”
“Maksudmu....?” Sani bertanya-tanya, akan kemana arah dari kata-kata Keenan itu.
“Yang dicintai Celia sebenarnya adalah aku. Aku tahu persis itu sejak awal mula.” Keenan terkekeh, “Aku mendatangi Celia pagi ini dan menawarkan pertunangan, berpura-pura mencintainya dan memintanya meninggalkan Azka. Perempuan itu langsung menyambarnya bagaikan ikan hiu yang kelaparan.”
“Astaga Keenan? Kenapa kau melakukan itu?”
“Karena aku menyayangi Azka, sejak kecil dia selalu menjaga dan melindungiku, bahkan sampai dewasapun dia selalu melakukannya. Sekarang giliranku untuk membuatnya bahagia.”
“Tetapi kau tidak benar-benar mencintai Celia..”
“Tidak apa-apa.” Keenan tersenyum, “Aku sudah mengambil seluruh jatah kebahagiaanku di muka, sekarang giliran Azka yang mendapatkannya.”⧫⧫⧫*Sepeninggal Azka, Sani masih merenung kebingungan. Pada akhirnya dia memberanikan diri, menelepon nomor Azka.
“Halo Sani?” pada deringan pertama telepon itu langsung diangkat, seolah-olah Azka memang sedari tadi duduk merenung menatap ponselnya.
“Azka.” Sani memejamkan matanya, merasa bersalah ketika mendengar nada letih di suara Azka, lelaki itu menanggung beban berat karenanya, “Aku... bisakah aku ke cafe? Aku ingin bicara.”
bersambung ke part 10
Published on March 25, 2013 04:13
No comments have been added yet.
Santhy Agatha's Blog
- Santhy Agatha's profile
- 483 followers
Santhy Agatha isn't a Goodreads Author
(yet),
but they
do have a blog,
so here are some recent posts imported from
their feed.
