Sama sekali
Pertama: Saya tidak percaya santet. I think its ridiculous. Tapi saya tidak bisa dianggap mewakili seluruh rakyat Indonesia. Bahkan beberapa saudara sepupu saya ada yg percaya.
Kedua: Byk yg ga tau UU santet itu isinya kur-leb: Kalo ada yg ngaku2 bisa/ nawarin santet/ ilmu hitam bisa dipenjara. Bukan pro, justru kontra.
Nih bunyinya:
RUU KUHP Pasal 293 ayat (1)
Berbunyi: Setiap orang yang menyatakan dirinya mempunyai kekuatan gaib, memberitahukan, memberikan harapan, menawarkan atau memberikan bantuan jasa kepada orang lain bahwa karena perbuatannya dapat menimbulkan penyakit, kematian, penderitaan mental atau fisik seseorang, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak Kategori IV.
ayat (2): Jika pembuat tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) melakukan perbuatan tersebut untuk mencari keuntungan atau menjadikan sebagai mata pencaharian atau kebiasaan, maka pidananya dapat ditambah dengan 1/3 (satu per tiga).
Di negara seperti Singapore, RUU itu jelas akan mudah disetujui. Tapi di negara macam Haiti atau Brasil dgn ilmu hitam & vodoo yg mengakar dgn budaya tentu akan keras ditolak. Its part of the culture.
Pertanyaannya, bagaimana dgn Indonesia.
Kita memang negara yg maju, tapi perlu diingat, ragamnya budaya dan kepercayaan di Indonesia harus diakomodir. Janganlah lalu karena mayoritas org Indonesia tidak percaya lalu santet 100% dianggap tidak ada dan menganggap minoritas bangsa Indonesia ini mengkhayal.
Kalau pola pikir semacam ini dibiarkan, kasian atuh agama minoritas di Indonesia. Kasian atuh suku suku tradisional. Masak mereka tidak ada yg bela? Dianggap tidak ada?
Lalu bagaimana?
Maka untuk menyelesaikan masalah ini, muncul wacana DPR utk studi banding.
Hasil dari studi banding ini menentukan isi dari RUU santet termasuk pada akhirnya menentukan perlu atau tidak hal semacam santet dll diatur dalam UU KUHP
Saya sendiri tidak anti studi banding ke luar negeri.
Betul, saya percaya ada beberapa hal yg bisa diselesaikan dgn teknologi. Seperti baca di internet atau baca buku. Tapi saya sendiripun ketika lagi belajar soal hukum, ekonomi, politik, psikologi, baik dari buku atau dokumenter, atau webisode di youtube, sering termenung dgn banyak pertanyaan. Seandainya saya punya org bisa ditanya.
Bagaimana dgn Skype?
Mengingat setiap negara punya tetek bengek yg ribet, saya ragu sejumlah anggota DPR yg ada di pansus tertentu bisa janjian dgn anggota DPR dari negara lain utk Skype-an bareng, apalagi kalau zona waktunya benar benar berseberangan. Di sini siang di sana dini hari, misalnya.
Belum lagi masalah jaringan antar negara yg saya yakin sanga minim. Boro boro mau Skype-an dgn anggota DPR di Prancis. Kenal aja kaga.
Masalah dari Studi Banding DPR adalah bukan di studi bandingnya, tapi di orang orang yg ke sana.
Dont hate the game, hate the player.
Yg salah bukan sistem studi banding, tapi orang orang yg berangkat ke sana dan tidak kerja malah liburan dan belanja bersama anggota keluarga yg dibayar pake uang rakyat.
Yg salah, adalah anggota DPRnya.
Tapi tunggu, bagaimana anggota DPR itu bisa duduk di kursi DPR? Ohiya, RAKYAT YANG MEMILIH.
Berarti ternyata salahnya kita kita juga
Setiap kali saya keliling Indonesia utk jadi pembicara seminar berkaitan dgn semangat kebangsaan, saya selalu tanya siapa yg sudah ikut pemilu Caleg 2009 kmrn dan masih ingat nama yang dia contreng
100% orang yang ikut memilih anggota DPR, tidak ingat nama org yg dia pilih
Kalau tau namanya aja engga, bagaimana dia bisa tau orang yg dipilih ini bukan penjahat?
Pantesan aja DPR isinya ciprik2 yg kerjanya liburan ke luar negri ketika seharusnya bekerja. Rakyatnya juga ciprik2 dan ga milih dgn benar.
Itulah bodohnya demokrasi Indonesia yg katanya salah satu yg terbesar di dunia. Besar tapi bodoh… Seperti.. Ah, sudahlah.
Pertanyaannya kemudian, apakah pantas RUU Santet studi bandingnya ke Russia. Prancis. Inggris dan Belanda?
Kembali ke ucapan saya tadi, di negara seperti Singapore, RUU itu jelas akan mudah disetujui dan dianjurkan oleh semacam DPRnya Singapore utk disetujui. Tapi di negara macam Haiti atau Brasil dgn ilmu hitam & vodoo yg mengakar dgn budaya tentu akan keras ditolak. DPRnya Brasil akan menyarankan DPRnya Indonesia utk membatalkan RUU tsb.
Maka menurut saya, paling tepat memang pergi ke negara maju yg kaya dgn keragaman kultur. Entah kalau Belanda & Russia, tapi Prancis terutama Inggris penuh dgn keragaman. Kalau anda pernah ke London atau pernah pelajari soal London, anda akan tahu bahwa kota itu seperti seisi bumi dikumpulin dlm 1 kota. Semua ras dan semua warga negara dari negara lain ada di sana
Mungkin kita bisa pelajari bagaimana mereka menyikapi ilmu hitam dgn bijak tanpa mengeliminasi dan mengkerdilkan orang orang yg percaya.
Yang kita tidak percaya kan bukan konsep studi bandingnya. Tapi anggota DPRnya.
Kita tidak percaya mereka karena kita tidak kenal.
Andai yg berangkat studi banding adalah misalnya Anies Baswedan, Faisal Basri atau Ridwan Kamil mungkin anda akan percaya.
This whole mess is a matter of trust.
Saatnya ini jadi momen utk buat kita sadar, lain kali ikut pemilu caleg, pilih yg kita percaya. Atau jangan memilih sama sekali.
Pandji Pragiwaksono's Blog
- Pandji Pragiwaksono's profile
- 130 followers

