Perjanjian Hati Part 9 - End

   Created On Bandung 28th December 2013Part 9Kadangkala cinta yang kau nantiSudah ada dalam genggaman tanganmuHanya saja kau belum menyadarinya :)           Nessa merasakan napasnya sesak ketika air laut mulai menenggelamkannya, asin yang panas memasuki tubuhnya, membuatnya megap-megap mencoba meminta pertolongan untuk terakhir kalinya, lalu semuanya hampir terasa gelap. Lalu lengan kuat itu mengangkatnya, menempelkan tubuh lemasnya ke dada telanjangnya yang keras. Aroma itu.. aroma parfum yang sangat dikenalnya...  Kevin? Nessa tersenyum dalam hati, menyadari Kevin telah menyelamatkannya. Lalu kesadarannya hilang. ***  Dia terbangun dan langsung terbatuk-batuk, membersihkan tenggorokannya yang terasa panas, Ibu Nessa berusaha menepuk-nepuk pundak Nessa untuk membantunya, sementara Ervan berlari keluar untuk memanggil dokter. Nessa menatap sekeliling ketika kesadarannya sudah kembali, dimana Kevin? itu yang terpikir olehnya pertama kali. Bukankah waktu itu Kevin yang menyelamatkannya? kenapa sekarang dia tidak ada? Tiba-tiba sebersit rasa kecewa memenuhi dirinya.  Ervan masuk kembali dengan dokter, dan Delina yang mengikuti dengan cemas di belakangnya . Dokter memeriksa Nessa sejenak lalu pergi dan  tampak becakap-cakap dengan ibu Nessa dan Ervan, sementara Delina duduk di tepi ranjang,   "Syukurlah kak Nessa, kakak sudah sadar, kami cemas sekali menanti di sini." Delina duduk di pinggiran ranjang dan menggenggam tangan Nessa. Nessa tetap memandang ke sekeliling, masih susah berbicara. Dimana Kevin? pikirnya. Delina sepertinya menyadari apa yang ada di benak Nessa, dia tersenyum. "Kak Kevin sedang membeli kopi di bawah. Kami yang memaksanya supaya menyingkir karena seharian dia seperti orang gila, mondar mandir di koridor, keluar masuk kamar, menunggumu sadar." Kevin mencemaskannya sampai seperti itu? benarkah? Sejenak dada Nessa membuncah oleh perasaan hangat. Lalu dia teringat akan kejadian sebelum dia tenggelam, kedatangan Paula, sikap acuh tak acuh Kevin ketika Paula terang-terangan menggodanya, dan kemudian kemarahan Nessa yang kekanak-kanakan. Astaga, kenapa dia marah? Kalau dia tidak mempunyai perasaan terhadap Kevin, dia tidak perlu semarah itu. Omong kosong kalau Paula memang tidak menghargai keberadaannya, seharusnya hal itu tidak akan mengganggunya kalau dia tidak mempunyai perasaan apa-apa kepada Kevin. Pipi Nessa memerah malu menyadari betapa kekanak-kanakan sikapnya sebelum tenggelam, Kevin pasti menertawakannya, karena dia seolah menunjukkan kalau dia cemburu berat kepada Paula. "Kak Kevin tampak sangat menyesal karena kak Nessa sampai tenggelam." Delina menyambung, tidak menyadari perubahan ekspresi Nessa. Lalu pintu terbuka dan Kevin masuk, lelaki itu langsung menghampiri Dokter dan bercakap-cakap dengannya, dan setelah dokter pergi, langsung melangkah mendekati ranjang. Delina, yang melihat ibu Nessa serta Ervan melangkah keluar, langsung ikut berpamitan keluar dulu, memberi kesempatan kepada Kevin berduaan dengan Nessa. Lelaki itu tampak letih. Nessa menyimpulkan. Apakah karena dirinya?   "Bagaimana perasaanmu?" Kevin menarik kursi mendekat dan duduk di samping ranjang, mengamati Nessa dengan cermat. "Aku baik." jawab Nessa pelan, suaranya masih serak dan tenggorokannya masih sakit. Tetapi secara keseluruhan dia baik-baik saja. "Maafkan aku." suara Kevin berbisik, "Aku memaksamu berenang. Pada akhirnya aku tidak menjagamu." Karena aku yang lari darimu, karena aku cemburu dan kekanak-kanakan. Nessa mendesah dalam hati, tetapi kata-kata itu tidak bisa keluar dari bibirnya. Dia hanya menggeleng lemah. Kevin tersenyum tipis sambil menatap Nessa, lalu menghela napas. "Aku.. kau bilang pernikahan ini seperti di neraka." mata Kevin tampak muram, "Aku tidak menyadari kalau kau begitu tersiksa dengan pernikahan ini. Karena aku.. karena aku sendiri mungkin bisa dikatakan menikmatinya." Lelaki itu mendesah, lalu seolah tidak tahan duduk lama disitu dia berdiri dan memasukkan tangan ke saku celananya, "Nanti setelah kau sembuh, kita bicarakan perihal perceraian. Aku akan memikirkan cara terbaik untuk menjelaskan kepada semuanya. Memang tidak adil menahanmu ke dalam pernikahan sandiwara ini." Kevin mendekat ke tepi ranjang, lalu membungkuk dan tanpa dinyana, mengecup dahi Nessa dengan lembut. "Cepat sembuh ya." bisiknya pelan sebelum melangkah pergi, meninggalkan Nessa yang tertegun tanpa mampu berkata-kata. Perasaannya berkecamuk, dan dia bingung harus bagaimana. *** Perceraian. Nessa memejamkan matanya. Bukankah itu jalan keluar yang terbaik dari pernikahan sandiwara ini? dari awal mereka menikah untuk mencegah perjodohan yang dilakukan mama Kevin untuk Kevin dan Delina, demi kebahagiaan adik-adik mereka. Dan memang benar, setelah mama Kevin meninggal, tidak ada yang perlu dipertahankan dari pernikahan ini. Tetapi meskipun ini adalah jalan keluar yang terbaik, entah kenapa Nessa merasa ini tidak benar. Hatinya memberontak ketika mendengar kata perceraian, dan itu karena alasan yang tidak dia tahu. Kenapa? Kenapa dia tidak menginginkan perceraian? Apakah itu karena dia merasa nyaman menjadi isteri Kevin, dan ingin terus menjadi isterinya. Apakah sebenarnya.... tanpa disadarinya, dia telah jatuh cinta kepada lelaki itu? Nessa memejamkan matanya ketika gemuruh perasaannya membuat kepalanya terasa pening. Jatuh cintakah dia kepada Kevin? Nessa tidak berpengalaman dalam hal jatuh cinta. Dia hanya pernah satu kali menyerahkan hatinya kepada laki-laki. Kepada Marcell, dan itupun dia telah dilukai sedemikian rupa.  Perasaannya sekarang kepada Kevin berbeda, bukan perasaan berbunga-bunga, jantung berdegup kencang ataupun terasa melayang-layang ketika membayangkan Marcell seperti dulu. Perasaannya kepada Kevin  ini tumbuh dengan pelan seiring berjalannya waktu. Muncul ketika menyadari betapa sayangnya Kevin kepada adik dan mamanya, muncul ketika dia merengkuh Kevin yang rapuh menangis dalam pelukannya, muncul dari kebersamaan mereka ketika Kevin tanpa ragu menopangnya ketika dia butuh dorongan, muncul di setiap detiknya bersama laki-laki itu. Dan mungkin inilah cinta, karena dia merasakan cemburu luar biasa atas kehadiran Paula. Oh astaga. Aku benar-benar telah jatuh cinta kepada Kevin. Tapi bagaimana sekarang? Karena dorongan cemburu yang kekanak-kanakan, dia telah mengatakan kepada Kevin bahwa pernikahannya seperti di neraka. Padahal sesungguhnya, dia bahagia. Dia bahagia. Haruskah dia mengungkapkan semuanya kepada Kevin? Tapi perasaan Kevin kepadanya sangat misterius. Lelaki itu mengatakan bahwa dia menikmati pernikahan mereka. Tidak lebih. Belum lagi kejadian malam itu, yang menunjukkan bahwa ketertarikan Kevin kepadanya hanya sekedar nafsu.  Ataukah jangan-jangan.... Kevin memang menginginkan perceraian ini? Karena ada Paula? Karena dia merindukan kebebasannya bercinta dengan semua perempuan tanpa harus dibebani tanggung jawab kepada seorang isteri? Benak Nessa dipenuhi berbagai pikiran, membuat dadanya semakin sesak. *** Pagi itu Nessa pulang dari rumah sakit, Kevin yang menjemputnya di-jam makan siang, masih mengenakan jas kerja yang membuatnya tampak elegan dan begitu tampan. Mereka diam dalam perjalanan pulang.  Mereka masuk ke kamar dan Nessa duduk di pinggiran ranjang, menatap Kevin yang meletakkan tas-tas berisi pakaian Nessa ke depan meja rias, "Kau tidak berangkat kerja lagi?" Kevin menoleh dan tersenyum, "Tidak, aku tidak kembali lagi. Aku pikir mungkin kau perlu ditemani hari ini." Nessa mendesah, "Tidak apa-apa, aku bisa istirahat dan tidur seharian."  "Aku sudah memintakan izin ke TK tempatmu mengajar." Kevin termenung, "Kau akan bosan kalau berbaring seharian disini tanpa teman, jadi aku akan menemanimu. Delina masih kuliah sampai sore, dan aku juga sudah meminta ibu untuk sementara tinggal di sini menemanimu besok kalau aku bekerja dan rumah kosong sementara kau masih harus istirahat di rumah, beliau baru bisa menginap disini nanti malam, aku sudah menyuruh supir menjemput beliau." "Terimakasih Kevin." bisik Nessa dengan tulus. Kevin tersenyum, lalu duduk di sofa di sudut kamar, menatap Nessa dengan miris. "Kita harus mulai mempersiapkan bagaimana menjelaskan kepada mereka semua kalau kita akan berpisah." Kenapa kau tampak sangat ingin segera berpisah denganku? Hati Nessa dipenuhi oleh pertanyaan-pertanyaan yang membuatnya pedih, tetapi dia tidak mampu mengutarakannya. "Mungkin kita harus mengutarakan yang sebenarnya kepada mereka." gumam Nessa akhirnya. Kevin tersenyum, "Delina akan mengamuk kepadaku. Dia pasti berpikir aku sudah menodaimu, mengingat reputasiku selama ini." "Aku akan menjelaskan kepadanya." Nessa tersenyum, "Bahwa kau berlaku bagai malaikat terhadapku setiap malam."  "Malaikat?" Kevin menatap Nessa dengan pandangan misteriusnya lagi, seakan ingin berkata sesuatu tetapi tertahankan, "Aku sebenarnya tidak ingin perceraian ini terjadi, apalagi dalam waktu-waktu dekat." Janutung Nessa berdegup, merasakan harapan tumbuh di dalam dirinya. Kevin tidak menginginkan perpisahan dengannya? Apakah itu karena Kevin ingin bersamanya? Kevin... mencintainya?" "Kenapa?" suara Nessa serak oleh antisipasi. "Kalau kita bercerai kau akan menyandang janda di usia muda, diceraikan hanya dalam beberapa bulan pernikahan.... aku laki-laki, beban sosialku tidak akan seberat dirimu." Kevin mendesah, "Aku mencemaskanmu. Itulah alasanku menunda-nunda perihal pernikahan ini." Tetapi kau tidak mencintaiku. Nessa mendesah lagi dalam hati. Seandainya kau bilang kau tidak menginginkan perpisahan karena kau mencintaiku, aku akan mengaku kalau aku mencintaimu... "Aku tidak apa-apa. Aku sudah lelah dengan sandiwara ini." Nessa mendesah, akhirnya. "Kenapa kau begitu ingin perceraian?", Kevin menatapnya lurus-lurus, "Apakah kau tidak bahagia?" Bukankah kau yang menginginkan perceraian? Nessa menjerit dalam hati. Tetapi lalu memalingkan muka, bingung harus menjawab apa. "Aku minta maaf kalau sudah membuat hidupmu bagai di neraka. Sungguh aku tidak berencana menyiksamu seperti itu. Kau mungkin ingin bebas dan menemukan cinta sejatimu di luar sana, dan itu tidak akan terjadi kalau kau masih terikat sebagai isteriku." Kevin mendesah, "Aku tidak berhak menghalangi kebahagiaanmu." Nessa memejamkan matanya, tak sanggup lagi mendengar. "Kau tidak apa-apa?" Kevin tampak cemas melihat Nessa memejamkan matanya sambil mengerutkan dahi. "Aku hanya sedikit pusing." Jawab Nessa pelan. Pusing dan patah hati, pastinya. Kevin mengangkat bahunya dan beranjak pergi,  "Yah.. istirahatlah, kita bicarakan nanti kalau kondisimu sudah lebih baik. Kalau kau butuh apa-apa, aku ada di ruang kerjaku." Lelaki itu beranjak dan meninggalkan ruangan. ***  Nessa sepertinya sudah tertidur lama, karena merasa lemas ketika terbangun. Suasana rumah sunyi senyap, dengan pelan dia beranjak bangun dari ranjang dan melangkah keluar. Rumah tampak lengang, tidak ada siapapun di sana. Para pelayan mungkin sedang sibuk di dapur. Dan Kevin... mungkin ada di ruangan kerjanya. Nessa melangkah menuruni tangga dengan pelan, kemudian tertegun ketika berada di ruang tamu dan menatap ke luar jendela. Ada mobil warna kuning cerah yang diparkir di halaman. Apakah Kevin sedang menerima tamu? Nessa melangkah penuh ingin tahu ke ruang kerja Kevin, terdengar suara percakapan samar-samar di sana. Pintu ruang kerja tidak tertutup sepenuhnya sehingga suara di dalam masih bisa keluar. Itu suara perempuan... suara Paula!  Oh Ya ampun! Bahkan perempuan itu masih mengejar kemari, di rumah Kevin. Saat dia ada di rumah! Sungguh keterlaluan!  Tetapi kemudian, percakapan yang terdengar olehnya membuatnya tertegun. *** "Apakah tujuanmu pada akhirnya tercapai?", itu suara Paula dengan ciri khas genit dan bercampur logat kebarat-baratannya. "Tidak. Belum. Dan aku masih membutuhkan bantuanmu." Itu suara Kevin, terdengar tegas dan dingin. "Ah, Kevin yang keras hati ternyata masih membutuhkan bantuanku." Paula terdengar terkekeh geli, lalu suaranya merendah sensual, "Seperti malam itu, ketika kau menyusuhku menyusul ke cottage tempatmu berada, tepat setelah kau bertengkar dengan Nessa..... ternyata aku masih berguna juga untuk menyenangkanmu." Kevin yang menyuruh Paula menyusul ke cottage itu? Jadi bukan Paula yang menyusul dengan inisiatifnya sendiri karena obsesinya terhadap Kevin? Wajah Nessa memucat. Astaga, betapa keterlaluannya Kevin. Pada satu titik dia merayu Nessa karena terdorong nafsu di atas ranjang, dan ketika Nessa menolaknya, dengan mudahnya Kevin memanggil perempuan lain untuk memuaskan nafsunya! Nessa mungkin telah salah menilai Kevin, lelaki ini bermoral bejat, dia tidak seharusnya mencintai Kevin! "Nessa?" suara Kevin membuat Nessa yang berdiri terpaku di pintu terlonjak dari lamunannya, "Sudah sejak kapan kau ada di situ?" Suara Nessa bergetar karena emosi, "Sudah sejak aku mendengar betapa tidak bermoralnya dirimu!" Ditatapnya Kevin yang terpaku dengan tatapan cemas dan Paula yang memandangnya dengan senyuman aneh berganti-ganti, "Aku menginginkan perceraian. Segera." Air mata mulai membuat matanya terasa panas. Tidak! Kevin tidak boleh melihatnya menangis! Dengan segera, dia membalikkan badan, hendak meninggalkan tempat itu. Tetapi Kevin bergerak cepat dan meraih tangannya, menahannya dengan keras. "Tunggu dulu!" serunya marah, "Kau salah paham! Biar aku jelaskan." "Menjelaskan apa?" Kali ini Nessa tidak bisa menahan air matanya, "Aku mendengar sendiri, ternyata kau yang menyuruh Paula menyusulmu ke pantai itu. Bukan Paula yang mengejarmu! Aku jijik kepadamu Kevin! Aku tidak menyangka kau tidak bisa menahan nafsumu, padahal status kita masih suami isteri. Setidaknya kau harus menghormatiku, meskipun pernikahan ini hanya sandiwara!", Nessa berteriak tidak peduli ada Paula di sana, mendengar semuanya. Toh pernikahan ini akan berakhir bukan? "Kau salah paham! Aku tidak menyuruh Paula menyusul untuk menidurinya!", Kevin berseru setengah emosi, "Aku menyuruhnya untuk membantuku! Untuk membuatmu cemburu!" Apa? Nessa tertegun. Pernyataan terakhir Kevin.. apakah dia tidak salah dengar? Kevin meminta Paula membantu membuatnya cemburu? Kenapa Kevin melakukannya? Ditatapnya Paula yang melihat pertengkaran mereka sambil mengangkat alis dan senyum menghiasi bibirnya yang berlipstick merah menyala itu. "Wah..wah, sepertinya ini pertengkaran pribadi suami isteri, dan aku tidak berhak ikut campur." Paula meraih tasnya yang tergeletak di meja, "Seharusnya kau berbangga hati Nessa, seorang Kevin, yang tidak pernah peduli pada seorang perempuan, sampai memohon bantuanku, hanya untuk membuatmu cemburu." Paula mengedipkan sebelah matanya sebelum melangkah pergi, "Dulu aku dan Kevin memang kekasih, tetapi sekarang tidak lagi. Kami hanya bersahabat, aku sudah menikah secara rahasia dengan kekasih sejatiku, bahkan Kevin yang menjadi saksi pernikahan kami. Aku berutang kepada Kevin, karena itulah aku setuju untuk membantunya." Paula lalu melempar senyum kepada Kevin, "Sepertinya sampai di sini aku bisa membantumu, Kevin sayang. Semoga kau bisa membereskan masalah rumah tanggamu dengan baik dan berujung bahagia." lalu perempuan itu melangkah pergi meninggalkan ruangan. ***  Nessa tertegun, menatap kepergian Paula, lalu berbalik menatap Kevin dengan marah, dihempaskannya tangan Kevin yang masih menahan tangannya, kali ini Kevin menyerah dan melepaskannya. Mereka berdiri berhadap-hadapan di depan ruang kerja Kevin. "Apa maksud semua ini." Kevin mengacak rambutnya frustrasi, lalu melangkah memasuki ruangan kerjanya, "Duduklah, dan aku akan menjelaskan semuanya." Tanpa suara Nessa mengikuti Kevin dan duduk di sofa ruang kerja itu, di depan Kevin. "Jelaskan padaku." gumam Nessa dengan suara bergetar ketika Kevin tetap tidak bersuara. Lelaki itu memejamkan matanya, lalu menghembuskan nafasnya. "Seperti yang kau bilang tadi, aku meminta bantuan Paula untuk membuatmu cemburu." "Kenapa?" sela Nessa cepat. Kevin menatap Nessa dengan tajam, "Karena aku ingin kau cemburu kepadaku." "Lalu apa tujuanmu? Apakah untuk memuaskan ego lelakimu ketika isterimu cemburu kepadamu?" gumam Nessa jengkel. Sialan! semua ini direncanakan dan dia terpancing dengan mudahnya. Mungkin Kevin dan Paula menertawakan sikapnya diam-diam di belakangnya. Pemikiran itu membuat hatinya terasa sakit. "Bukan, astaga Nessa, kenapa kau selalu berpikiran buruk kepadamu?" gumam Kevin marah, "Aku ingin kau cemburu kepadaku karena aku mencintaimu." Kali ini Nessa benar-benar ternganga, itu tadi.. apakah itu pengakuan cinta Kevin kepadanya? Kevin melirik Nessa yang terpaku, lalu tersenyum kecut. "Yah, semua karena aku mencintaimu, mau dibilang bagaimana lagi. Kau mungkin tidak percaya. Tetapi aku sudah menyimpan perasaan kepadamu sejak di pesta itu, ketika aku melihatmu pertama kali, berdiri dengan cantiknya di sana sendirian. Lalu dengan angkuhnya menolak rayuanku. Aku menyelidiki masa lalumu lebih karena aku ingin tahu tentangmu, bukan karena kau adalah kakak Ervan. Dan aku semakin mencintaimu ketika tahu kisahmu, masa lalumu bersama Marcell, segalanya..." Kevin mendesah frustrasi, "Kau mungkin tidak akan percaya, tetapi bahkan aku menawarkan perjanjian sandiwara gila itu lebih karena aku terdorong oleh perasaanku, daripada akal sehatku. " Ketika Nessa tetap tidak berkata-kata, Kevin melanjutkan. "Seiring berjalannya waktu perasaanku semakin dalam. Pernikahan ini adalah saat paling membahagiakan dalam hidupku. Ketika aku bangun di pagi hari dan menyadari kau sedang bergelung mencari kehangatan di tubuhku, ketika aku bergegas pulang dari kantor karena tidak sabar bertemu denganmu. Ketika aku menatapmu dan bergumam dalam hati, memanggilmu sebagai isteriku. Aku merasa terlalu bahagia, sehingga menyimpan harapan konyol bahwa pernikahan  ini akan berlangsung selamanya." Kevin menatap Nessa lekat-lekat, matanya tampak sedih, "Tetapi aku tidak bisa membacamu. Aku tidak bisa menebak perasaanmu, karena itulah aku meminta Paula membantuku, untuk melihat apakah kau cemburu kepadaku." Kevin mendesah, "Cara kau memarahi Paula di makam itu membuatku bahagia luar biasa, kau dengan gigih mempertahankanku. Karena itulah malam itu aku berharap lebih, terlalu percaya diri, aku memutuskan untuk merayumu...." Kevin mengerjapkan matanya, "Tetapi kau tahu hasilnya seperti apa bukan? bukannya merayumu, aku malah menunjukkan kepadamu bahwa aku hanyalah bajingan yang menyimpan nafsu tak bermoral kepadamu." Nessa menggelengkan kepalanya, tetapi tak bisa berkata-kata. "Malam itu aku begitu marah." gumam Kevin, "Aku ingin membuatmu menunjukkan  kalau kau juga menyimpan perasaan yang sama kepadaku. Dalam kemarahanku aku menelepon Paula, untuk menyusul ke pantai, untuk memancing cemburumu lagi. Mungkin dengan kehadiran Paula kau bisa menyadari bahwa kau sebenarnya juga tertarik kepadaku." Kevin tertawa pahit, menertawakan dirinya sendiri, "Pada akhirnya kau malahan mengatakan kepadaku bahwa pernikahan kita bagaikan di neraka untukmu. Dan kemudian aku malahan membuatmu celaka... Oh astaga padahal yang kuinginkan hanyalah mengetahui perasanmu kepadaku. Aku akan sangat senang kalau kau juga mencintaiku, tetapi kalau kau belum mencintaikupun aku bertekad akan membuatmu mencintaiku." "Bukan salahmu kalau aku tenggelam..." desah Nessa cepat. Kevin mengangkat bahu, "Jangan membelaku, semua salahku. Aku yang memaksamu mencoba berenang di laut, aku berjanji untuk menjagamu tetapi pada akhirnya kau malah tenggelam. Aku tidak ingin membuatmu menderita, karena itulah aku menyerah. Kau akan kuberikan perpisahan yang sangat kau inginkan itu. Tetapi... aku hanya ingin kau tahu, aku mencintaimu Nessa, dan aku tidak peduli kau membalas cintaku atau tidak. Aku ingin kau tahu, kau memiliki hatiku, bahkan nanti ketika kita sudah bercerai. Seandainyapun kau memberiku kesempatan, aku ingin menunjukkan bahwa aku mencintaimu, lebih dari yang pernah kau tahu." Mata Nessa mulai berkaca-kaca. Semua informasi ini terlalu mendadak, sekaligus terlalu membahagiakan. Nessa tidak pernah menyangka kalau Kevin menyimpan perasaan kepadanya. Bahwa lelaki itu memupuk perasaannya pelan-pelan, diam-diam dan semakin dalam selama pernikahan mereka. "Tetapi aku tidak ingin bercerai." gumam Nessa pelan. Kevin mengerutkan keningnya mendengar jawaban Nessa, "Tetapi kau bilang kau tidak bahagia, karena pernikahan ini seperti di neraka?" Nessa berdehem, jantungnya berdegup liar, "Itu semua luapan perasaan kekanak-kanakanku, karena aku cemburu." "Apa?" suara Kevin menjadi dalam, dan was-was, "Apa Nessa?" "Aku mengatakan itu karena aku cemburu." kali ini suaranya lebih mantap. "Dan itu karena...?" Suara Kevin semakin tegang, Nessa bisa merasakan jantung Kevin berdegup liar, sama sepertinya. "Karena aku sepertinya juga menyimpan perasaan kepadamu." "Nessa!" Kevin berseru, lalu melangkah cepat ke arah Nessa dan menariknya berdiri menghadapnya, "Katakan sekali lagi! Apa maksudnya itu?" "Karena aku juga mencintaimu." Kali ini Nessa tersenyum lebar, "Dan terimakasih kepada Paula, dia memang membantumu, karena kalau tidak ada dia, aku tidak akan menyadari perasaanku." Kevin berseru pelan, lalu memeluk Nessa erat-erat. "Ah. Ya Tuhan Nessa." suara lelaki itu bergetar, "Kau tidak menyadari betapa seringnya aku mencoba membaca hatimu, menebak-nebak apa yang ada di dalam kepala cantikmu itu. Aku tidak pernah merasa begini kepada wanita lain sebelumnya. Tidak pernah!" Dengan lembut, Nessa membalas pelukan Kevin, lelaki itu kini terasa lebih dekat, tanpa penghalang saat mereka sudah saling mengungkapkan perasaan masing-masing. "Jadi kita harus bagaimana." gumam Nessa dalam senyuman. Kevin menatapnya serius. "Tidak ada perceraian. sudah pasti tidak akan ada!", Kevin menjauhkan tubuhnya sedikit dari Nessa, lalu mengecup dahi Nessa, mengecup pipi Nessa, mengecup bibir Nessa dengan kecupan ringan yang lembut. "Suka atau tidak suka kau akan menjadi isteriku selamanya." Nessa terkekeh, "Kau sangat arogan, Kevin." Lelaki itu balas tersenyum, "Aku sudah memilikimu sebagai isteriku, dan akan kupertahankan." Mata Kevin bersinar sensual dan suaranya menjadi parau, "Mungkin sekarang kita bisa membahas masalah malam pertama." Nessa memukul lengan Kevin sambil tertawa, "Apakah hal itu tidak jauh-jauh dari otak kotormu selama ini?" Kevin tertawa, tawanya lepas, tampak bahagia. "Kau tidak tahu betapa susahnya untukku menahan diri tidak menyentuhmu di ranjang itu. Setiap pagi aku bangun dengan nyeri yang menyiksa. Tetapi saat itu kupikir semua sepadan, karena pada akhirnya aku akan memilikimu." "Tetapi kau menyerah untuk melepaskanku tadi." "Karena aku mencintaimu, karena aku ingin kau bahagia." Kevin menundukkan kepalanya, lalu mengecup bibir Nessa dengan lembut, "Sekarang setelah aku mengetahui perasaanmu kepadaku, jangan harap kau akan kulepaskan." Nessa membalas kecupan Kevin, sejenak mereka hanyut dalam ciuman yang panas, sampai Kevin mengangkat kepalanya dengan napas terengah, "Aku merencanakan bulan madu di Paris dengan suasana romantis, tetapi sepertinya aku tidak mau menunggu." matanya bersinar penuh pertanyaan, membuat Nessa terharu sekaligus merasa sangat dihargai. Ketika Nessa menganggukkan kepalanya dengan lembut, Kevin meraih Nessa dan menggendongnya, seolah Nessa begitu ringan di tangannya, "Kalau begitu sekarang." gumamnya penuh hasrat, lalu mengangkat isteri yang belum pernah disentuhnya, dan membawanya menaiki tangga menuju kamar. Nessa mengalungkan lengannya di leher Kevin dengan bahagia, tak pernah disangkanya pernikahan sandiwara karena perjanjian ini akan berakhir seperti ini. Berakhir menjadi penyatuan hati, menjadi perjanjian hati.  Nessa memejamlan matanya, tidak ini bukan akhir. Ini adalah awal segalanya, bisa dibayangkannya dia dan Kevin bergandengan di usia senja, menatap wajah anak cucu mereka dengan bahagia. Tuhan memang selalu memberikan skenario misterius bagi umatnya. Dulu dia pernah begitu mencintai Marcell hingga merasa tidak mampu mencintai lelaki lain. Tetapi kemudian Tuhan memberikan Kevin untuknya, yang dicintainya dengan begitu saja. Yang juga mencintainya dengan begitu saja. Dan dia yakin bahwa mereka akan bahagia sampai akhir. Karena mereka saling mencintai, dan hati mereka sudah saling berjanji. End  Baca Part 1 http://anakcantikspot.blogspot.com/2012/12/perjanjian-hati-part-1.html
Baca Part 2 http://anakcantikspot.blogspot.com/2012/12/perjanjian-hati-part-2.html
Baca Part 3 http://anakcantikspot.blogspot.com/2012/12/perjanjian-hati-part-4.htmlBaca Part 4 http://anakcantikspot.blogspot.com/2012/12/perjanjian-hati-part-4_28.htmlBaca Part 5 http://anakcantikspot.blogspot.com/2012/12/perjanjian-hati-part-5.htmlBaca Part 6 http://anakcantikspot.blogspot.com/2013/01/perjanjian-hati-part-6.htmlBaca part 7 http://anakcantikspot.blogspot.com/2013/01/perjanjian-hati-part-7.htmlBaca part 8 http://anakcantikspot.blogspot.com/2013/01/perjanjian-hati-part-8.html  
1 like ·   •  0 comments  •  flag
Share on Twitter
Published on January 09, 2013 03:30
No comments have been added yet.


Santhy Agatha's Blog

Santhy Agatha
Santhy Agatha isn't a Goodreads Author (yet), but they do have a blog, so here are some recent posts imported from their feed.
Follow Santhy Agatha's blog with rss.