Dua Perempuan di Sebuah Bar Yang Remang

Bar kecil itu sepi dengan nuansa pencahayaan remang-remang. alunan musik jazz mengalun lembut dari sudut ruangan. Katrin berdiri di pintu bar dan menatap ragu ke sekeliling, matanya mengernyit ketika menemukan apa yang dicarinya sedang duduk sambil termenung di sudut lain bar yang gelap. Dengan gugup Katrin membetulkan letak kacamatanya dan melangkah mendekat.
“Hai”
Rheana mendongakkan kepalanya, menatap sosok di depannya dengan teliti. Jadi inilah dia, gumamnya dalam hati. Inilah dia wanita yang juga dicintai oleh Alex.
“Hai juga”, tangannya terulur dan dengan sedikit canggung Katrin membalas jabatannya.
Rheana tidak bisa melepaskan pandangannya, pun ketika Katrin sudah duduk di hadapannya.
“Aku sudah memesan”, Rheana mengedikkan bahunya ke cangkir kopi di depannya, “Mungkin kamu ingin memesan dulu?”
Katrin mengangguk dan melambaikan tangannya memanggil pelayan lalu memesan minuman. Selama itulah Rheana memanfaatkan kesempatan untuk mengamati Katrin lagi, perempuan yang sungguh cantik. Cantik, dengan kacamatanya yang elegan dan tampak begitu feminim. Pantas Alex menganggap perempuan itu begitu berharga baginya. Dan perempuan itu memiliki Alex. Sejenak rasa sakit menghantam dadanya, terasa menusuk sampai ke ulu hatinya. Tidak adil!. Teriaknya dalam hati, perempuan ini sudah memiliki segalanya, karier yang bagus, kecantikan wajah, masa depan yang cerah, dan dia memiliki Alex, Alexnya. Perempuan ini sudah memiliki segalanya dalam genggaman tangannya, dan dia masih juga memiliki calon suami yang sangat sempurna. Atau paling tidak, di mata Rheana, Alex adalah pasangan paling sempurna di dunia.
“Kenapa kamu ingin bertemu denganku?”, Rheana memulai pembicaraan untuk memecah keheningan.
“Kamu tahu kenapa”
“Tidak, aku tidak tahu.”
“Ini tentang Alex”
Hening yang lama dan terasa menyesakkan
“Apa hubungannya dengan aku?”, Rheana memasang wajah sedatar mungkin, menenangkan diri. Katrin tidak mungkin tahu, Rheana tahu pasti Alex sedapat mungkin merahasiakan semuanya dari Katrin. Dia mencintai calon isterinya itu dan yang pasti tidak ingin melukainya.
Untuk pertama kalinya Katrin menatap mata Rheana dengan tajam, “Kau pasti sudah tahu apa hubungan semua ini denganmu ”, desis Katrin tampak menahan diri
Hening lagi. Kali ini lebih menyesakkan.
“Darimana kamu tahu tentang aku?”, Rheana mengalihkan kegugupannya dengan meneguk kopinya.
“Bukan urusanmu darimana aku tahu tentang dirimu”, suara Katrin setajam tatapannya, tatapan sakit hati seseorang yang dikhianati, “Bukan itu tujuan aku ingin menemuimu”
“Aku sudah meluangkan waktu untuk menemuimu secara baik-baik”, Rheana tidak tahan lagi menerima hujaman tatapan Katrin yang menusuknya , kenapa harus dia yang dihakimi? Bukankah dia juga berhak marah? Alex miliknya juga kan?, “Jadi Katrin, kalau kau bersikap seperti ini lebih baik aku pergi”, Rheana mulai beranjak dari duduknya
“Jangan.”
Satu kata. Menahan gerakan Rheana. Kedua perempuan itu saling menatap, sama-sama menunggu.
“Aku tahu tentangmu dari ponsel Alex.”
Kalimat singkat itu menjawab semuanya, membuat Rheana terdiam.
“Mereka memberikan dua ponsel Alex kepadaku, setahuku Alex hanya memiliki satu ponsel, tapi ada dua yang diserahkan kepadaku...”, suara Katrin tercekat, dia berdehem pelan, lalu ketika berhasil mengumpulkan suaranya lagi, terdengar sangat tajam, “Di dalam ponsel itu, tersimpan hampir enam ribu sms kalian berdua. Sejak kalian berkenalan, dua tahun yang lalu.”
Alex masih menyimpan sms-sms mereka? Sejenak hati Rheana terasa hangat. Tetapi sebelum kehangatan itu memancar di matanya, dia segera membunuhnya.
“Apakah kalian memulainya dua tahun yang lalu?”
“Apanya?”
“Kau tahu apa”
Rheana memalingkan muka, merasa jengah,
“Aku tidak harus menjawabnya”
“Kau harus menjawabnya!”, suara Katrin meninggi, dia mulai kehilangan kesabarannya, “Aku berhak untuk tahu sejak kapan perselingkuhan ini dimulai di belakangku!”
“Apa kau serius ingin tahu? Alex sangat ingin menjaga perasaanmu, dia tidak ingin kau tersakiti.”
“Dia tetap berselingkuh, itu sudah menyakitiku”
Rheana mendesah.
“Kami tidak pernah berencana untuk jatuh cinta satu sama lain.”
“Tapi kalian tetap saja tidak menahan perasaan kalian.”, Katrin menatap tajam, “Apakah pada saat pertama kau mengenal Alex, kau tahu bahwa dia sudah mempunyai calon isteri? Bahwa dia sudah berkomitmen untuk menikah denganku?”
“Ya, aku tahu. Alex tidak pernah menutup-nutupi statusnya yang sudah bertunangan.”
“Dan kau tetap melanjutkan hubunganmu dengannya, perempuan macam apa kau ini?”
Perempuan macam apa? Batin Rheana merintih galau. Yah perempuan macam apa dia? Mengetahui bahwa lelaki yang dicintainya adalah hak milik perempuan lain, tetapi dengan sepenuh hati tetap saja melepaskan dirinya untuk mereguk cinta dari lelaki itu. Alex tidak pernah menjanjikan apa-apa kepadanya, dia tidak bisa. Tetapi meskipun Alex datang ke pelukannya dengan segala ketidak pastian itu, dia tetap merengkuhnya dan membiarkan dirinya jatuh hati. Sekarang ketika ditanya perempuan macam apakah dirinya, Rheana sungguh tidak tahu harus menjawab apa. Perempuan gatal? Perebut kekasih orang? Perusak hubungan orang? Semua istilah-istilah buruk itu berkecamuk di kepalanya, merenggut sinar dari matanya.
“Aku mencintainya.”, Rheana menatap mata Katrin, memohon pengertian. Dia sudah lelah dengan segala penghakiman yang menciderai perasaannya selama ini. Dia hanya ingin mencintai. Salahkah dia?
Katrin memalingkan matanya, tidak tahan dengan tatapan memohon di mata Rheana, perempuan itu tampak menderita, dan astaga, dia merasa iba. Bagaimana mungkin dia bisa merasa iba kepada perempuan yang telah berselingkuh dengan tunangannya di belakangnya?
“Apakah..... Alex mencintaimu?”, suara Katrin bergetar, menahankan perasaannya.
“Maksudmu?”
“Apakah Alex pernah bilang kalau dia mencintaimu?”
Hening.
Ribuan kali. Pikiran Rheana melayang, rasanya setiap detik Alex selalu membisikkan kata-kata itu. “Aku mencintaimu, mungil”, Setelah mengucapkan kata-kata itu Alex pasti akan menatapnya dalam-dalam, lalu tersenyum lembut dan mengecup bibir Rheana dengan lembut. Rheana mempercayai kata-kata Alex dengan sepenuh hati.
Rheana mengangguk. Kesedihan langsung menghantam Katrin, tatapannya menerawang.
“Dia sering sekali mengatakan kalau dia mencintaiku”, gumam Katrin mengambang, “Setiap kami bertemu, setiap kami berbicara melalui telephone, dia selalu mengatakan kalau dia mencintaiku”
Seberkas rasa cemburu menusuk di dada Rheana,
“Oh ya? Bagus dong”, Rheana berusaha menahan ekpresinya tetap datar. Tapi Katrin merasakan kesakitan yang memancar dari Rheana.
“Terlalu sering, sampai aku merasakan kata-kata itu seperti sapaan biasa, seperti ucapan selamat pagi, selamat siang atau selamat malam”, sambung Katrin dengan senyuman miris, “Kini aku tahu kenapa.”
Tiba-tiba Rheana didorong perasaan untuk menghibur perempuan di depannya ini, entah kenapa. Padahal seharusnya dia membenci Katrin. Perempuan ini adalah perempuan yang dengan mudahnya memiliki posisi yang sangat diimpikan oleh Rheana, posisi sebagai perempuan pemilik Alex, perempuan yang berhak atas Alex. Tetapi entah kenapa Katrin tampak begitu terpukul dengan kenyataan yang ada di depannya. Yah, bagaimanapun juga, mereka mencintai laki-laki yang sama. Hanya saja, Rheana mengetahui tentang keberadaan Katrin di hati Alex, sedang Katrin tidak tahu apa-apa. Apakah Rheana bisa dikatakan lebih beruntung di banding Katrin, dia sendiri tidak tahu.
“Alex mencintaimu”, bisik Rheana serak.
Kepala Katrin yang menunduk terangkat dengan segera, matanya tampak getir,
“Kalau dia mencintaiku, dia tidak akan berselingkuh denganmu”
“Tidak, jangan berpikir begitu....aku.... aku bingung bagaimana menjelaskannya, tapi sebagai perempuan yang mencintai Alex, aku tahu kalau Alex mencintaimu, dia peduli padamu, perasaannya masih sama”
“Aku membaca sms-sms kalian. Bagaimana Alex berkata-kata lembut kepadamu, bagaimana Alex menyusun kata-kata romantis untukmu, dia tidak pernah begitu kepadaku, menyusun kata-kata romantis, begitu serius.... begitu puitis, seolah-olah ini adalah Alex yang berbeda”, Katrin menahankan matanya yang berkaca-kaca, “Alex tidak mungkin mencintaiku.”
“Dia mencintaimu”, suara Rheana meninggi untuk mempertegas maksudnya, “Mungkin dia memang tidak pernah bersikap romantis ataupun puitis untukmu, mungkin itu dilakukannya karena dia mengetahui kalau kau tidak akan nyaman dengan kasih sayang seperti itu, mungkin Alex memandangmu sebagai perempuan yang lebih bahagia dengan tindakan tulus daripada kata-kata. Jangan pernah berpikir kalau Alex tidak mencintaimu, aku tahu sekali, dia mencintaimu.”
“Aku tidak pernah berpikir sebelumnya kalau Alex tidak mencintaiku”, suara Katrin semakin bergetar, “Aku tahu kalau Alex mencintaiku... tetapi, kalau Alex mencintaiku dan kemudian tetap saja ada perempuan lain yang bisa membuat Alex berselingkuh.....bukankah itu...”, suara Katrin hilang, “Bukankah itu berarti... Alex lebih mencintai perempuan itu dibandingkan aku?”
Udara di antara mereka tiba-tiba terasa menyesakkan dada
Lalu Rheana tersenyum getir dan menggeleng,
“Tidak”, gumamnya.
“Tidak?”, Katrin memandang bingung.
“Tidak. Aku mungkin akan setuju ketika kamu bilang Alex mencintaiku. Tapi aku akan membantah keras-keras kalau kamu bilang bahwa Alex lebih mencintaiku daripada dia mencintaimu”
“Kamu nggak bisa bilang begitu, semua bukti sudah menunjukkan kepadaku”
“Percayalah, aku tahu”, Rheana memandang sedih, “Sesering apapun Alex menunjukkan kalau dia mencintaiku, aku tahu dia tidak akan pernah mau meninggalkanmu demi aku. Di matanya kamu adalah pelabuhan terahkirnya, tempatnya pulang, wanita yang akan dinikahinya dan akan selalu dicintainya”, setiap kata terasa mengiris bagi Rheana, tapi dia menahankannya, “Bagi Alex, kamulah yang nomor satu.”. Dan aku si nomor dua, sebuah suara berbisik, mengejek hati Rheana.
“Tapi tidak pernah ada bukti kalau...”
“Alex pernah dihadapkan pada posisi memilih antara aku dan kamu, dan dia memutuskan meninggalkanku demi kamu”, Rheana meringis, sungguh dia ingin melupakan kenangan itu kalau bisa, tetapi rasanya dia harus mengatakannya sekarang atau Katrin akan selamanya salah paham.
“Teruskan”, suara Katrin begitu lirih dan ragu-ragu
“Suatu hari aku mengalami kecelakaan, kakiku patah, aku ada di rumah sakit”, Rheana memejamkan matanya mencoba mengusir kepedihan yang menyeruak, “Alex menungguiku waktu itu, tetapi ada seuatu yang tampak mengganggu pikirannya, dia tampak tidak tenang disana. Aku tahu Alex sedang memikirkanmu, meski aku tidak pernah mengatakannya, aku tahu hari itu adalah hari ulangtahunmu, aku tahu Alex seharusnya menghabiskan waktu bersamamu”, Rheana tersenyum getir, “Tapi waktu itu aku kesakitan, kakiku patah dan obat penghilang sakit tidak bekerja dengan baik, aku demam, aku mual dan keegoisanku merajalela, aku ingin Alex bersamaku, bukan bersamamu”, mata Rheana mulai berkaca-kaca, “Saat itu aku menangis, aku memohon..... tetapi Alex meminta maaf, dan dia pergi, dia pergi untuk memenuhi janjinya, merayakan ulangtahunmu. Bersamamu, perempuan yang dicintainya di hari ulangtahunmu”
Hening. Udara terasa semakin berat.
Katrin ingat hari itu, di hari ulangtahunnya, Alex datang dengan senyum cerah dan sebentuk liontin emas sebagai hadiah ulangtahunnya. Mereka menghabiskan waktu berdua, makan malam istimewa lalu duduk berpelukan di sofa sambil menikmati es krim dingin. Katrin ingat dia mengatakan betapa dia mencintai Alex, betapa dia bahagia memiliki calon suami seperti Alex, betapa dia bersyukur kepada Tuhan karena memberikan pasangan sempurna seperti Alex, betapa dia berterimakasih karena hari ulang tahunnya terasa begitu indah. Dan Alex tersenyum, meraih kepala Katrin, menenggelamkannya di dadanya, dan memeluknya erat-erat. Malam itu adalah salah satu malam terindah yang akan selalu dikenang Katrin.
“Meskipun begitu... kamu tetap mencintai Alex?”, tanya Katrin hati-hati.
Rheana mendesah,
“Aku mencintai Alex semudah aku bernafas. Aku mencintainya, karena itulah aku mengerti kenapa dia tidak bisa menjanjikan apa-apa kepadaku, kenapa dia memilih merahasiakan diriku demi menjaga perasaanmu, kenapa dia tidak bisa meninggalkanmu demi diriku, aku sungguh-sungguh mengerti.”, Rheana mencoba tersenyum kepada Katrin, “Perasaan yang ini.....mungkin semua orang akan mencaci-maki. Tetapi aku bangga karena aku punya perasaan ini”
Katrin terdiam dan menatap jalinan jemarinya di meja.
“Ya... aku tahu perasaan itu. Alex sungguh amat mudah dicintai, dan aku sangat mencintainya. Kau tahu, keluargaku dulu tidak menyetujui hubunganku dengan Alex, papaku sudah menjodohkanku dengan junior di tempat kerjanya, sesama dokter, tetapi aku begitu mencintai Alex, aku memperjuangkannya, Kalau aku tidak mencintai Alex, mungkin aku sudah menyerah dan meninggalkannya, tetapi aku terlalu mencintainya untuk melepaskannya”
Rheana terdiam. Membantah kata-kata Katrin dalam hatinya, terlepas dari cinta atau tidak, Alex memang lelaki yang berharga.
“Dia lelaki yang pantas diperjuangkan”, Rheana terpekur, tanpa sadar menyuarakan pikirannya.
“Ya”, Katrin menganggukkan kepalanya, setuju. Matanya tersenyum tanpa sadar.
Hening lagi, seolah-olah kedua perempuan itu tidak tahu harus berkata apa lagi.
“Kenapa.... kenapa kau menghubungiku? Kenapa kau ingin bertemu denganku? Apa tujuan dari pertemuan ini sebenarnya?”, Rheana berpikir keras, tidak mungkin kan Katrin hanya ingin menyakiti dirinya sendiri dengan mengorek-ngorek kisah perselingkuhan Alex dengannya? Atau Katrin ingin menghakimi dan mencaci makinya? Tetapi kalau itu memang tujuannya, seharusnya Katrin sudah melakukannya dari tadi.
“Mungkin kau berpikir aku ingin mencaci makimu”, Senyum simpul muncul di sudut bibir Katrin, menertawakan dirinya sendiri, “Sejujurnya, itulah tujuanku pada awalnya, aku ingin mencaci makimu, menumpahkan kemarahanku, perasaan dikhianati ini begitu menyesakkan dada sampai-sampai aku hampir kehilangan kewarasanku...”
Rhena terdiam, menunggu.
“Tetapi kemudian aku sadar, aku cuma... aku cuma kaget ternyata ada kamu di tengah hubungan kami, dan aku hanya ingin melihat... apakah kamu.. benar-benar nyata”
“Aku nyata dan ada”, Rhenana mengangkat bahu.
“Ya, dan ketika aku menyadari itu, perasaanku hancur....”
“Perasaanku sudah hancur dari dulu”, Rheana menyela, “Kalau terus menerus memikirkan siapa yang lebih Alex cintai, kenapa Alex lebih memilihmu... aku pasti akan hancur, karena itu aku selalu berusaha tidak memikirkannya”, Rheana menatap Katrin dengan sedih, “Selama ini kamulah yang beruntung Katrin, kamu menerima cinta Alex dengan pengetahuan kalau cintanya hanya untukmu, sedangkan aku menerima cinta Alex dengan pengetahuan akan kenyataan bahwa ada kamu yang lebih dicintainya... posisimu lebih beruntung....”
“Apakah kalau kau boleh memilih, kau akan memilih tidak tahu apa-apa... seperti aku?”
Rheana terdiam. Apakah kalau boleh bertukar dia akan memilih berada di posisi Katrin? Sebagai kekasih yang dicintai dan dijaga hatinya agar tidak tersakiti, dan bahagia tanpa tahu kalau kekasihnya membagi cinta dengan perempuan lain? Rasanya posisi Katrin terasa indah dan aman, jauh dari kesakitan yang getir seperti yang dirasakannya setiap kali dia memikirkan Alex, tapi entah kenapa, Rheana tidak akan mau bertukar, bahkan meskipun dia diberi kesempatan. Baginya cara mencintai Alex seperti dia mencintai adalah cara terindah yang bisa dia lakukan. Mencintai tanpa meminta apa-apa. Hanya ingin mencintai dan tidak menginginkan apa-apa lagi. Ini adalah pilihannya dan dia senang dengan pilihannya itu.
Rheana menggelengkan kepalanya dan Katrin mendesah,
“Yang paling menyedihkan... aku merasa lebih baik berada di posisimu.”, kata-kata itu bagaikan pengakuan yang diungkapkan Katrin dengan kesedihan yang mendalam.
Rheana mengernyitkan keningnya, bingung.
“Seiring berjalannya waktu, aku merasa Alex semakin lama semakin menjauh dariku”, sambung Kristin sambil tersenyum ironis.
“Bagaimana kau bisa bilang begitu?”, Rheana menyela dengan gusar, teringat akan hari-hari yang dilewatkannya sendiri dengan kesakitan akan pengetahuan bahwa Alex sedang menghabiskan waktunya bersama Katrin, “Dia selalu bersamamu, dia selalu ada untukmu, seluruh prioritas waktunya diberikan untukmu”
“Ya, dia memang ada di sebelahku, aku bisa memeluknya, aku bisa menggenggam tangannya, aku bisa menciumnya, dia selalu ada disampingku kapanpun aku mau, kapanpun aku minta, Alex selalu memberikan waktunya untukku....”, Katrin mendesah lagi, “Tapi hatinya seperti tidak ada di sana, tubuhnya ada di sana, tapi keberadaannya terasa jauh... dulu aku tidak tahu kenapa, tapi sekarang aku tahu, tubuhnya ada di pelukanku, tetapi hatinya ada pada dirimu.”
Rheana ingat Alex pernah berkata kepadanya, “Kuberikan hatiku untukmu Rheana, seluruhnya untukmu”, saat itu dia hanya tersenyum dan menganggap kata-kata Alex hanyalah salah satu dari ungkapan puitisnya. Tetapi sekarang, ketika Katrin yang mengatakannya, entah kenapa, dia mempercayainya.
“Yah.... mungkin aku memang memiliki hatinya... tetapi tidak pernah bisa memeluk Alex, bahkan disaat aku sangat merindukannya, tidak pernah bisa memintanya ada bahkan di saat aku membutuhkannya, tidak bisa meminta seluruh waktunya, karena memang aku tidak berhak.... itu terasa sangat menyakitkan, lebih menyakitkan daripada apapun...”
Hening lagi. Kedua perempuan itu terpekur. Memikirkan pilihan yang ada. Yang satu memiliki tubuh, yang satu memiliki hati. Sungguh dua pilihan yang sangat sulit. Memiliki tubuh tapi tidak memiliki hati, sama saja berpelukan dengan kehampaan yang dibalut kebahagiaan semu. Memiliki hati tetapi tidak bisa memiliki raga, sama saja memiliki sekuntum mawar paling indah di dunia, tetapi beracun, dan tidak bisa disentuh. Kedua-duanya sama-sama sulit, ditambah lagi dengan ketidak-mungkinan untuk bisa memiliki kedua-duanya sekaligus, hati dan jiwa.
Katrin menarik napas panjang, lalu menyesap cappucino pesanannya, setelah meletakkan gelasnya, dia menatap Rheana dan mencoba tersenyum meski guratan kelelahan tampak jelas di wajahnya,
“Yah... mungkin sudah saatnya aku pergi”, Katrin melirik jam tangannya, “Mereka semua pasti sudah menungguku”
Rheana menganggukkan kepalanya, tidak tahu harus berkata apa. Matanya mengawasi Katrin yang berdiri dan membenahi tasnya, perempuan itu nampak begitu pucat, tanpa sadar dia ikut berdiri,
“Kau tidak apa-apa Katrin?”, kata-kata itu terlontar di bibirnya sebelum sempat di tahannya.
Katrin tertegun, seolah tidak menyangka akan mendengar kata-kata itu dari bibir Rheana, kemudian dia tersenyum,
“Aku.... entahlah...”, Katrin menghela nafas panjang, “Setidaknya aku bertahan”, senyumnya tampak begitu sedih.
Rheana menganggukkan kepalanya seolah salah tingkah,
“Baiklah kalau begitu, aku juga akan pergi”, Rheana mengulurkan tangannya, “Selamat tinggal”
“Selamat tinggal.”, Katrin membalas jabatan tangannya. Mereka lalu saling melepaskan jabatan tangan, sedikit salah tingkah, dan kemudian setelah menggumamkan ucapan perpisahan tak jelas Rheana melangkah pergi, meninggalkan bar mungil itu.
Lama Katrin terpaku menatap Rheana yang membalikkan tubuhnya dalam diam, matanya menelusuri punggung itu, melihat Rheana yang tampak lunglai terasa begitu menyentuh hatinya. Seharusnya dia membenci perempuan itu, tetapi entah kenapa, dia merasa tersentuh.
“Rheana ?”
Rheana membeku mendengar panggilan Katrin, pelan-pelan dia memutar tubuhnya dan menatap Katrin ragu,
“Ya?”
Katrin menelan ludah,
“Mungkin.... mungkin kau mau datang ke pemakaman besok pagi?”
Bibir Rheana menganga, tidak menyangka kata-kata itu akan keluar dari bibir Katrin.
“Kau memintaku datang....?”, suara Rheana entah kenapa menjadi begitu parau, dia berdehem untuk menenangkan dirinya, “Aku.... benarkah? bolehkah aku datang ?”
“Tentu saja boleh. Kau juga berhak datang... lagipula... lagipula ....”, Katrin menghela nafas panjang, “Alex pasti akan bahagia kalau kau datang ke pemakamannya...”.
Rheana masih diam disana, terpaku dengan mata berkaca-kaca.
“Kau... kau tidak pernah datang di rumah sakit pada saat-saat terahkir Alex... jadi aku...”, Suara Katrin tertelan di tenggorokannya.
“Kau tahu aku tidak bisa datang”, suara Rheana bergetar.
“Ya... aku mengerti”
Katrin benar-benar mengerti. Seharusnya dia marah, tetapi entah kenapa dia bisa mengerti. Rheana hanyalah wanita yang ingin mencintai. Dia mencintai Alex dengan sepenuh hatinya, tetapi dia menderita. Mungkin memang Katrin lebih beruntung dibandingkan Rheana. Dia bisa selalu ada di sisi Alex, bahkan tadi siang di saat-saat terahkir Alex, dia bisa menggenggam tangan lelaki itu, membisikkan kata cinta untuk mengantar kepergian Alex selama-lamanya. Tetapi Rheana, perempuan itu pasti sangat ingin datang, tapi dia terikat disana, tidak bisa menengok lelaki yang dicintainya yang sedang terbaring sekarat di ranjang rumah sakit, Rheana pasti sangat menderita, dan Katrin bisa membayangkan bagaimana rasanya.
“Kalau kau bisa datang, datanglah besok.”
Mata Rheana tampak berkaca-kaca,
“Aku.. aku pasti akan datang....”, suara Rheana terdengar bahagia, “Terimakasih.”, hanya satu kata, tapi penuh dengan emosi yang meluap-luap, penuh dengan rasa syukur sesungguhnya yang melimpah.
Dua perempuan itu berdiri berhadapan, dipenuhi oleh perasaan yang menyesakkan dada.
Lalu tanpa kata, Rheana membalikkan badan dan pergi, air matanya berderai, tetapi hatinya penuh rasa syukur. Dia tidak bisa mengantarkan kepergian Alex di saat-saat terahkirnya, tetapi Tuhan begitu baik, memberinya kesempatan untuk mengucapkan salam terahkir kepada jenazah Alex sebelum lelaki itu dimakamkan ke peraduan terahkir.
Tidurlah dalam damai Alex, aku akan selalu mencintaimu....
Aku akan selalu mencintaimu, tak peduli siapapun yang kamu cintai.....
Di belakangnya, Katrin melepas kacamatanya dan menyusut airmatanya, dia sudah melakukan apa yang seharusnya dilakukannya. Tangannya memeluk dirinya sendiri dan mendesah dalam kesedihan,
Tidurlah dalam damai Alex, aku akan selalu mencintaimu....
Aku akan selalu mencintaimu, tak peduli siapapun yang kamu cintai.....
THE END
Published on November 22, 2012 18:02
No comments have been added yet.
Santhy Agatha's Blog
- Santhy Agatha's profile
- 483 followers
Santhy Agatha isn't a Goodreads Author
(yet),
but they
do have a blog,
so here are some recent posts imported from
their feed.
