lorong waktu menuju masa kecil

Apa yang akan kamu katakan kepada bayi kecil itu?

Bayangkan kamu sedang berada di lorong rumah sakit.

Dinding putih, langit malam, lampu yang tak banyak menyala — hanya kamu yang ada di sana.

Di sisi kiri lorong itu, ada kaca yang besar.

Di balik kaca itu, ada belasan boks bayi.

Dan, ada satu bayi yang menangis.

Lalu, kamu melangkah menuju suara tangisan itu.

Melangkah, melangkah, melangkah.

Semakin kamu mendekat, semakin mereda tangisan bayi itu, seolah-olah ia tahu.

Perlahan, langkahmu terhenti, kepalamu menunduk, melihat nama bayi itu.

Pupil matamu melebar. Tubuhmu membeku. Terperanjat.

Nama lengkapmu yang tertera di sana.

Untuk kali pertama dalam hidupmu, kamu bertemu dirimu yang dulu. Saat masih jadi bayi kecil yang polos, tak tahu apa-apa tentang dunia, sedang menutup mata, terlelap.

Jadi, apa yang ingin kamu katakan kepada bayi kecil ini?

Lalu, seperti sebuah film fantasi, semua di sekitarmu memudar, semua menjadi putih, dan kaca yang membatasi kamu dan diri kecilmu menghilang.

Tak ada apa-apa lagi di sana.

Kecuali kamu dan diri kecilmu.

Maka, kamu mengambil langkah yang sangat pelan.

Mendekati bayi kecil itu — diri kecilmu.

Sampai berdiri di sampingnya.

Kamu memandangi mata kecilnya yang terpejam, jemari mungilnya yang menekuk, embusan napasnya yang sendu.

Kemudian, kamu meletakkan telunjukmu di jemari kecilnya.

Hangat.

Jemari mungilnya menyelimuti telunjukmu dengan erat, seakan berisyarat, jangan pernah pergi.

Dan, kamu tak bisa menahan air matamu.

Jadi, kamu mengangkatnya dari boks itu, menggendongnya, memeluknya erat, seakan kamu tak ingin kehilangannya.

“Jadi, apa yang akan kamu katakan kepadanya?” bisikku.

Tapi, kamu terlalu tenggelam dalam momen ini sampai tak mampu bersuara, terisak memandangi bayi kecil ini.

Karena kamu tahu…

Bayi kecil ini akan menumpahkan banyak air mata di masa dewasanya, melebihi tangisannya di masa kecil.

Bayi kecil ini akan melalui banyak hal yang sulit di hidupnya. Bayi kecil ini akan menanggung beban yang berat.

Bayi kecil ini akan punya harapan dan mimpi besar di dunia ini, lalu dihantam realitas sampai jatuh di sumur depresi paling dalam.

Bayi kecil ini akan merasa tidak dicintai di masa dewasanya. Tidak pernah meraskan cinta yang utuh dari orangtuanya. Tidak pernah merasakan cinta yang hangat dari orang yang dia harapkan. Bahkan, merasa tidak pantas untuk mencintai dirinya sendiri.

Bayi kecil ini akan jatuh cinta pada orang yang salah, dan kamu merasa bersalah telah memilih orang itu.

Bayi kecil ini akan keliru memilih langkah karena tak ada seorang pun yang mengarahkannya harus bagaimana dan ke mana.

“Kamu mau bilang apa sama dia?” tanyaku sekali lagi, karena aku bisa merasakan pertemuan ini akan berakhir.

Tapi, kamu hanya bisa berlutut dan terisak hingga punggungmu berguncang.

Maka, aku — versi dirimu di masa depan — berbisik padamu,

“Kamu harus berjanji untuk bikin dia bahagia di sisa hidupnya.

Lalu, kutinggalkan kamu sejenak, menyaksikan pemandangan ini dari kejauhan.

Pertemuan pertama kamu dan dirimu sendiri.

Dan, mataku menghangat dan mengabur menyaksikan ini semua. Karena satu hal yang aku sadar:

Di usiamu yang sekarang, di mana kamu merasa tidak berguna, tidak punya prestasi yang membanggakan, ternyata kamu… masih sayang sama kamu. Sungguh-sungguh menyayanginya seakan ini sesuatu yang paling berharga dalam hidupmu.

Kamu hanya perlu bertemu diri kecilmu seperti ini.

Perlahan, bayi dalam gendonganmu memudar, matamu yang basah terbuka, melihat sekelilingmu, dan semua telah memutih tak berbatas, seperti berada di sebuah tempat tanpa ruang dan waktu.

Lalu, kamu melihat aku — versi dirimu di masa depan.

Dan, aku melihatmu mengangguk dengan air mata yang masih mengalir di pipi, berkata,

“Iya, aku akan bikin dia bahagia.

Author’s Note & Next Episode:

Apakah ada air yang menggenang di bola matamu? Karena ketika aku menuliskan ini, ada genangan di mataku. Dan, oh, kamu ingin membaca kelanjutan kisah ini? Aku sudah menuliskan lengkap di buku: Sorry, my younger self, I can’t make you happy… but i will. Bisa kamu temukan di Gramedia atau Tokopedia atau Shopee. Anyway, begini sampul bukunya:

Terima kasih sudah mau membaca sampai sini. Perjalanan berikutnya? Air Terjun Air Mata, semua air di air terjun itu berasal dari air mata seumur hidupmu. See you there. — from your writer friend, Alvi Syahrin[image error]
 •  0 comments  •  flag
Share on Twitter
Published on February 20, 2025 05:24
No comments have been added yet.