Dalam Hutan
Hutan mengingat masa depan
dan masa lalu pada serat kulit-kulit kayu,
mencatat perjalanan waktu sejak
selaksa bintang yang jauh.
Dari jendela kereta yang sedang melaju, Lawu mengajariku menulis puisi. Ia membiarkanku tidak melakukan apapun selain memandang ke luar dan melamun.
Aku berharap bisa membencimu dengan alasan-alasan sebanyak daun-daun. Sampai kesadaran membuatku bersetuju dengan hutan, bahwa ia tidak meminta apapun kecuali kerelaan.
Bayangkan suatu hari yang haru aku menghilang ditelan halimun. Seberapa lama kamu akan menyadari? Seberapa besar kamu berusaha menghubungiku?
Akan ada perpisahan di masa depansebagaimana kita saling tidak mengenal di masa lalu. Daun-daun kering gugur dan pulang kepada pohon kehidupan. Akar-akar saling berbicara mengabarkan angan yang selalu dekat.
Apalah arti kita di tengah kemarin dan esok? Makhluk yang mengagumi denting minor piano, petikan gitar, tongeret, juga dingin angin yang menusuk.
Malam yang pendiam tiba di atas kota. Hutan dan kota yang gelisah seharusnya tidak bermusuhan, seperti kejujuran seharusnya tidak berpisah dengan jantung puisi karena kata-kata kadang berkhianat pada dirinya sendiri.
Kamu hutan malam ini, tempat cinta dengan warna yang lekas pudar memugar wajahnya kembali. Menuntun tangan sepi menuju puncak kesadaran.
Tanah mengucapkan salam perpisahan ketika musim dingin yang menggigilkan pucuk-pucuk akasia menarik kita menuju keabadian. Dalam kematian yang tidak lagi menakutkan.
dan masa lalu pada serat kulit-kulit kayu,
mencatat perjalanan waktu sejak
selaksa bintang yang jauh.
Dari jendela kereta yang sedang melaju, Lawu mengajariku menulis puisi. Ia membiarkanku tidak melakukan apapun selain memandang ke luar dan melamun.
Aku berharap bisa membencimu dengan alasan-alasan sebanyak daun-daun. Sampai kesadaran membuatku bersetuju dengan hutan, bahwa ia tidak meminta apapun kecuali kerelaan.
Bayangkan suatu hari yang haru aku menghilang ditelan halimun. Seberapa lama kamu akan menyadari? Seberapa besar kamu berusaha menghubungiku?
Akan ada perpisahan di masa depansebagaimana kita saling tidak mengenal di masa lalu. Daun-daun kering gugur dan pulang kepada pohon kehidupan. Akar-akar saling berbicara mengabarkan angan yang selalu dekat.
Apalah arti kita di tengah kemarin dan esok? Makhluk yang mengagumi denting minor piano, petikan gitar, tongeret, juga dingin angin yang menusuk.
Malam yang pendiam tiba di atas kota. Hutan dan kota yang gelisah seharusnya tidak bermusuhan, seperti kejujuran seharusnya tidak berpisah dengan jantung puisi karena kata-kata kadang berkhianat pada dirinya sendiri.
Kamu hutan malam ini, tempat cinta dengan warna yang lekas pudar memugar wajahnya kembali. Menuntun tangan sepi menuju puncak kesadaran.
Tanah mengucapkan salam perpisahan ketika musim dingin yang menggigilkan pucuk-pucuk akasia menarik kita menuju keabadian. Dalam kematian yang tidak lagi menakutkan.

Published on December 29, 2023 14:21
No comments have been added yet.