59 dan Semakin Akrab dengan Kematian

Suatu malam Safa menghitung umur Embahnya ketika ia meninggal berdasarkan tahun yang tercatat di nisan.

"59. Bener gak bapak?" Ia bertanya.
"Betul." saya menjawab cepat.
"Masih muda ya?" Safa berkesimpulan, karena sebelumnya saya bercerita bahwa Empi Safa (sebutan untuk ibu dari nenek) berumur 81 tahun ketika meninggal. Saya baru sadar, bahwa satu-satunya cara seorang berumur 50 tahun dianggap muda adalah ketika ia meninggal.

Beberapa waktu lalu, saya menjadi wali pernikahan salah satu adik perempuan saya. Itu kali ke dua saya melakukannya, dan pada keduanya saya sama-sama menangis. Manusia bisa emosional karena meletakan perasaan pada satu hal. Suatu peristiwa bisa membuat satu orang senang sementara orang lain biasa saja, begitu juga satu peristiwa bisa membuat satu orang sedih sementara orang lain biasa saja.

Bapak tidak pernah menikahkan semua anak perempuannya, sementara 3 anak saya adalah perempuan. Saya tidak tahu apakah saya akan menikahkan anak-anak perempuan saya, atau seperti bapak, saya akan meninggal di usia 59 tanpa sempat melakukannya.

Jika ikut umur bapak, maka sisa hidup saya adalah 21 tahun. Jika diibratkan batrai HP maka saat ini sisa batrai saya adalah 41,39%. Saat saya berusia 59, Nada, anak tertua saya akan berumur 32, bisa jadi ia sudah menikah, bisa jadi belum. Jika memikirkan itu, saya menemukan bayangan yang lebih akrab tentang kematian. Tumbuh kesadaran kembali bahwa kematian adalah konsekuensi dari kehidupan.

Seperti film A Man Called Otto, setiap orang mungkin akan tiba pada satu titik kehidupan, dimana mereka ditinggalkan oleh orang-orang tersayang. Terkadang trauma dari kehilangan tersebut tidak bisa diatasi dengan mudah. Film itu berhasil mengajak penonton untuk memperhatikan dan melihat hal-hal kecil di sekeliling kita. Bahwa manusia akan selalu membutuhkan orang lain untuk sembuh. Waktu juga akhirnya yang bisa menyembuhkan luka. Bagi yang pernah ditinggal tiba-tiba, tentu dengan mudah memahami perasaan ini.

Usia hidup tidak seperti batrai HP. Ia tidak bisa di recharge. Maka untuk mengantisipasi atau mengirit batrai, yang perlu dilakukan adalah menggunakan aplikasi lebih efisien dan selektif, tidak banyak membuka aplikasi yang kurang bermanfaat apalagi yang cepat menghabiskan energi. Manusia seharusnya bisa memilih akan memfokuskan hidupnya pada orang-orang yang memang layak untuk dikenang atau diperjuangkan.

Saat ini saya tidak lagi mengkhawatrkan apakah nanti saya akan sempat manjadi wali nikah untuk anak-anak saya atau tidak, karena umur tentu bukan urusan manusia untuk menentukan. Saya hanya akan mulai memfokuskan energi pada orang-orang yang pantas.










 •  0 comments  •  flag
Share on Twitter
Published on February 16, 2023 16:35
No comments have been added yet.