Ditinggal 3 Pria

Satu lagi pelajaran tentang berdiri diatas dua kaki sendiri. Kali ini rasanya seperti berhadapan dengan dokter yang nggak jelas reputasinya, ia menyodorkan saya pil yang juga nggak jelas apakah akan menyembuhkan atau justru menyengsarakan. Yang jelas cuma satu hal, pil itu pahit dan saya harus menelannya.

Ketiga laki-laki yang dekat dengan saya, sahabat-sahabat saya akan segera menikah! Artinya: Nggak akan ada lagi laki-laki yang bisa saya tanyai, "Hoi, menurut lu sebagai cowok, gue jelek-jelek amat nggak sih, hari ini?". Nggak akan ada lagi laki-laki yang ngeladenin rengekan saya atas nama gender, "Jemput gue dong… ujan!", "Gue kan cewek, bawain tas gue, dong! Berat!", "Ladies first!" dan kalo lagi kepepet, "Gue kan cewek, jadi lu, dong, yang bayarin!"

Malam kemarin saya lagi perlu banget curhat sama salah satu dari tiga orang ini. Setelah ketemu nomornya, bukannya saya menekan tombol telpon warna hijau, saya malah menekan tombol telpon warna merah, alias menyabotase acara curhat malam saya sendiri. Entah kenapa, saya jadi merasa janggal, takut, tabu, seolah saya mau menghubungi mucikari.

Saya mulai berfikir, bahwa ada hal-hal dalam hidup kita yang memang harus berubah. Manusia punya fase perkembangan hidup dan itu nggak bisa dihindari. Yang bisa kita lakukan adalah menyikapinya. Bah! Omongan saya mulai basi. Ha…ha… ha…. Tapi memang kenyataannya begitu, kalo Spencer Johnson ngeliat saya, dia pasti bilang, "Your cheese has been moved, dahling!" Well, baiklah… sahabat saya ini sudah mau jadi suami orang, KTP-nya nggak lagi single, jadi ada hal-hal yang nggak bisa saya lakukan lagi bersama dia. Baiklah, saya akan memulai hari-hari 'tanpa' mereka. Baiklah… baiklah.… *nyengir dengan miris.

Eh, tapi bukan berarti saya nggak ikut bahagia, ucapan selamat saya pada mereka bukan dusta. Tentu saja saya juga bahagia. Sebab saya tahu, menikah sudah menjadi agenda mereka sejak kapan itu. Setiap kali acara curhat di gelar, mereka membincangkan tentang wanita idaman, menikah, anak, keluarga, rumah, tabungan dan bla… bla.. bla… dengan bersemangat. Saya menyadari gejalanya, saya tahu, sahabat-sahabat saya mengidap demam pernikahan. Maka, saya sudah menyiapkan diri kalau-kalau persahabatan ini akan 'berakhir'. Ketika akhirnya mereka mengatakan, "Lamaran gue diterima!" maka saya menginterpretasikan, "Jaga jarak ya sama gue!"

Kesimpulan dari semua ini, banyak agenda kami jadi terpancung. Tapi saya rela karena saya sayang dia, dia, dia. Saya tahu dia akan lebih bahagia jika menjalankan agendanya yang baru, bersama wanita pilihannya.

Selamat, Bro! semoga lancar sampai akhir.
 •  0 comments  •  flag
Share on Twitter
Published on April 15, 2011 06:35
No comments have been added yet.