Bukik Setiawan's Blog, page 8

December 14, 2015

Belajar Calistung ala Ki Hajar Dewantara dengan 4 Langkah

Belajar calistung pada anak usia dini jadi perdebatan panjang di kalangan orangtua dan sekolah. Yuk pelajari tips belajar calistung ala Ki Hajar Dewantara. 

Banyak TK, tempat les maupun orangtua yang menggunakan cara belajar calistung dengan menuntut anak mengerjakan lembar soal (worksheet). Cara belajar calistung yang membosankan bagi anak. Karena membosankan, guru dan orangtua harus memaksa anak belajar. Akibatnya, anak stres dan pada akhirnya anak benci belajar. Pada akhirnya, cara belajar calistung yang memaksa itu membuat anak bisa calistung, tapi tidak gemar calistung. Anak bisa membaca, tapi tidak gemar membaca. Cara belajar calistung yang memaksa ini merupakan cerminan pendidikan menanamkan.


Ki Hajar Dewantara mengkritik pendidikan menanamkan seperti itu. Beliau mengkritik kecenderungan orangtua yang memaksa anak untuk belajar calistung. Ya ternyata kontroversi mengenai calistung bukan hal baru. Kita saja yang enggan belajar. Bagi beliau, pendidikan itu menuntun tumbuh kembangkan potensi anak, pendidikan menumbuhkan. Pendidikan itu bukan mencekoki pengetahuan pada anak, tapi menstimulasi anak untuk berpikir dan menemukan pengetahuan itu. Bagaimana aplikasinya dalam belajar calistung?


Dalam acara Mata Najwa edisi Belajar dari Ki Hajar Dewantara, cucu beliau Ibu Ganawati menceritakan cara belajar calistung bersama kakeknya. Para cucu tidak diajari calistung di dalam ruangan. Ki Hajar Dewantara justru mengajak para cucu bermain ke taman. Di taman, beliau bertanya mengenai jumlah masing-masing jenis bunga yang ada di taman itu. Keesokan harinya, mereka ke taman lagi dan Ki Hajar Dewantara mengajak cucu untuk menghitung ulang (Simak lengkapnya di video di bawah ini).






Belajar calistung ala Ki Hajar Dewantara




Posted by Anak Bukan Kertas Kosong on Tuesday, December 15, 2015


 


Luar biasa bukan?!


Ki Hajar Dewantara bukan hanya pemikir yang melampui jamannya, tapi juga pendidik yang mempraktikkan pemikirannya. Ajaran Ki Hajar Dewantara mengenai pendidikan menumbuhkan ini yang saya tuliskan di buku Anak Bukan Kertas Kosong. Salah satu bab dalam buku tersebut berjudul Belajar Seasyik Bermain, bagaimana anak belajar seasyik bermain. Anak belajar karena suka, bukan karena dipaksa. Model belajar dalam buku Anak Bukan Kertas Kosong selaras dengan cara belajar calistung ala Ki Hajar Dewantara.


 


belajar calistung ki hajar dewantara anak bukan kertas kosong


 


Anda tertarik? Silahkan baca dan pelajari 4 langkah Belajar Calistung ala Ki Hajar Dewantara ini

Rasa ingin tahu. Awali belajar dengan memancing keingintahuan anak. Anak usia dini, sesuai tahap perkembangannya, punya keingintahuan yang besar terhadap obyek atau benda yang dapat dilihat dan disentuh. Ki Hajar Dewantara mengajar bukan dengan tulisan dan duduk diam di kelas, tapi mengajak anak melihat bunga di taman. Anda bisa menggunakan benda yang lainnya, selama itu memancing rasa ingin tahu anak.
Kesempatan belajar. Ketika ada orang dewasa yang sok tahu mengenai segala hal, maka anak menjadi kehilangan ketertarikannya. Anak pun malas belajar. Karena itu, Ki Hajar Dewantara bukan menjelaskan jumlah bunga ke cucunya. Beliau justru bertanya. Apa pentingnya bertanya pada anak yang belum bisa berhitung? Penting sekali! Dengan bertanya, Ki Hajar Dewantara sebenarnya sedang memberikan kesempatan belajar pada cucunya. Apa itu kesempatan belajar? Kesempatan buat anak untuk berpikir sendiri, kesempatan untuk berbuat keliru, kesempatan untuk memperbaiki kekeliruannya.
Pengalaman seru. Belajar jadi seru ketika tantangan belajar sedikit di atas kemampuan anak. Tantangan yang tidak terlalu mudah, tapi juga tidak terlalu sulit. Awalnya anak diajak menghadapi tantangan belajar yang mudah, kemudian perlahan menghadapi tantangan yang lebih sulit. Pengalaman seru itu yang dirasakan pada cucu ketika diajak kembali ke taman untuk menghitung ulang jumlah bunga. Ada misteri, ada rasa ingin tahu pada anak.
Kebermaknaan. Proses belajar harus membuat anak merasa penting. Belajar menggunakan benda atau obyek yang ada di sekitar anak membuat anak merasa penting. Ia mempunyai kesempatan menjelaskan benda atau obyek itu ke teman, saudara atau orangtua. Karena itu, lebih bermakna bagi anak belajar mengeja nama sendiri, nama orangtua, nama teman yang disukai, nama benda yang dirumah, dibandingkan mengeja nama atau benda yang ada di lembar soal (worksheet).

Sangat mudah bukan? Pendidikan menumbuhkan membuat setiap tempat adalah tempat belajar, setiap waktu adalah waktu belajar. Belajar bisa di mana saja, kapan saja. Terlebih bagi kita yang tinggal di Indonesia dengan alam yang luar biasa beragam. Kita seharusnya menjadi bangsa gemar belajar karena hidup di ruang belajar raksasa. Buang lembar soal! Ajak anak belajar calistung ala Ki Hajar Dewantara. Belajar di rumah, di sekolah, di taman, di mana saja.


belajar-calistung-ala-ki-hajar-dewantara-anak bukan kertas kosong-khd


Apakah ayah ibu sudah pernah mencoba cara belajar calistung sebagaimana yang diajarkan Ki Hajar Dewantara? Ceritakan di komentar ya 


Pelajari Belajar Seasyik Bermain, dapatkan Buku Anak Bukan Kertas Kosong di Buku.TemanTakita.com


Sumber foto: Flikr


The post Belajar Calistung ala Ki Hajar Dewantara dengan 4 Langkah appeared first on TemanTakita.com.

 •  0 comments  •  flag
Share on Twitter
Published on December 14, 2015 19:28

December 7, 2015

Frozen, Begitulah Ketika Bakat Anak Disembunyikan

Film Frozen memang sebuah film anak, tapi film ini menyimpan sebuah kisah mengenai bakat anak, bakat anak yang disembunyikan. Apa yang terjadi? 

Film Frozen banyak memikat anak dan orang tua buat menyaksikannya. Bahkan lagu tema film tersebut, Let It Go sudah diadaptasi ke dalam beragam bahasa, baik yang resmi maupun inisiatif sendiri. Mengapa Frozen begitu populer? Bukan hanya keindahan animasi dan musiknya. Jalan cerita Frozen mewakili suara hati anak yang selama ini terpendam. Judul Frozen sendiri menggambarkan kondisi puncak persoalan yang dihadapi dan diselesaikan para tokohnya.


Alkisah di sebuah istana, dua orang putri, Elsa, sang kakak dan Anna hidup bahagia di sebuah istana. Selayaknya saudara, mereka senang bermain bersama. Elsa mempunyai sebuah kekuatan langka, bisa mengendalikan salju, yang membuat permainan mereka menjadi permainan yang seru dan menarik.


Sebagaimana bakat pada anak-anak lain, kekuatan Elsa pada saat kecil adalah sebuah kegembiraan. Elsa bisa memainkan sesuka hatinya. Kegembiraan yang dalam film Frozen disimbolisasi oleh sosok Olaf, manusia salju yang selalu ceria. Tapi sekali kekuatan itu melukai adiknya, orang tua pun khawatir akan bahaya kekuatan yang dimiliki Elsa.


Orang tua mereka kemudian mengisolasi Elsa dari dunia luar bahkan dari adiknya sendiri. Orang tuanya melarang Elsa mengekspresikan kekuatan itu dengan memintanya menggunakan sarung tangan. Dan berharap suatu saat nan Elsa bisa mengelola kekuatan dengan sendirinya.


Istana yang diisolasi dari dunia luar membuat Anna tidak punya teman bermain kecuali kakaknya. Sang adik sebagaimana biasa mengajak kakaknya untuk bermain bersama. Ajakan Anna digambarkan melalui lagu ”Do you want to build snowman”, sebuah lagu ceria sekaligus getir. Ajakan Anna untuk bermain ditolak oleh Elisa berkali-kali, bahkan bertahun-tahun kemudian tetap ditolak.


Ditengah relasi adik kakak yang terasing itu, kedua orang tuanya meninggal pada sebuah badai di lautan. Orang-orang istana menjaga keadaan sebagaimana yang diperintahkan oleh raja dan ratu sebelum meninggal. Sampai suatu hari istana dibuka untuk masyarakat luas demi melaksanakan pengukuhan Elsa sebagai Ratu baru.


Elsa yang sedari kecil sudah memandang kekuatannya sebagai kutukan begitu khawatir kekuatannya akan muncul sewaktu-waktu. Kejadian pertama ke ka harus melepas sarung tangannya untuk memegang panji-panji kerajaan berhasil dilalui Elsa. Tapi ketika Anna terus menerus mendesak dan membuat kesal, Elsa pun lepas kendali hingga mengeluarkan kekuatannya.


Olaf atau Marshmallow, frozen bakat anak


Kekuatan Elsa menjadi-jadi hingga menjadi bahan tontonan dan bahkan menimbulkan kemarahan orang-orang karena dianggap membahayakan. Elsa pun kemudian melarikan diri dari istana, menyeberangi teluk, menembus hutan hingga mendaki gunung. Pada titik itulah, Elsa merasakan bebannya berkurang. Ia pun menyanyikan lagu Let It Go, sebuah lagu yang menyuarakan jeritan ha seorang anak. Lagu yang menyampaikan pesan, biarkan aku menjadi diriku sendiri.


Elsa yang tidak pernah belajar mengelola kekuatannya seolah mendapat kebebasan. Ia menggunakan kekuatannya tak terkendali. Kekuatan tak terkendali itu dalam film Frozen disimbolisasikan sosok Marshmallow salju raksasa yang membenci dunia. Sampai pada puncaknya, kekuatan tak terkendali membuat inti salju melukai jantung Anna.


Apakah ayah ibu sudah mendapat gambaran dari secuplik kisah Frozen tersebut? Apa dampaknya ke tika bakat anak disembunyikan ?


Kebanyakan orang tua mengelola bakat anak seperti orang tua Elsa dan Anna dalam film Frozen: mengisolasi dan melarang anak mengekspresikan kekuatannya. Anak berkali-kali menerima berbagai larangan dari orang tua seperti dilarang lari, dilarang menggambar, dilarang menyanyi, dilarang bermain. Anak pun diisolasi dari dunia luar agar dunia dak mengetahui kekuatan anak. Karena bila tahu, dunia bisa memandang anak-anak sebagai anak yang aneh.


Don’t let them in, don’t let them see

Be the good girl you always have to be

Conceal, don’t feel, don’t let them know

Well now they know


Anak dituntut berlaku sebagai anak normal, seperti anak kebanyakan. Lihat bagaimana orang tua yang sibuk mendandani anaknya ketika akan pentas, begitu sempurna hingga sisi anak-anaknya pun sama sekali tak terlihat. Sebagaimana orang tua Elsa dalam film Frozen yang meminta Elsa mengenakan sarung tangan agar terlihat baik-baik saja.


Padahal secara alami, setiap anak unik. Tidak ada anak ”normal”, yang ada adalah anak unik yang ”dinormalkan”. Apa yang terjadi ketika anak ”dinormalkan”?


Lebih dari sekedar bakat anak tidak berkembang, ketika bakat anak disembunyikan, anak akan merasa tertekan. Hati kecilnya menjerit, meminta kesempatan untuk jadi dirinya sendiri. Bahkan disembunyikan pada batasan ekstrim, bakat anak justru bisa melahirkan ekspresi yang negatif dan tidak terkendali.


Ada banyak anak yang merana karena diabaikan bakatnya oleh orang tua. Andai kita bisa mendengarkan suara ha anak, kita akan mendengarkan lagu Let It Go mengalun tanpa henti dari berbagai sudut…….



Let it go, let it go

And I’ll rise like the break of dawn Let it go, let it go

That perfect girl is gone

Here I stand in the light of day

Let the storm rage on,

The cold never bothered me anyway


Ketika tidak berani menjadi dirinya sendiri, anak pun akan kesulitan dalam membangun relasi sosial yang sehat. Ia ibarat kayu yang hanyut di sungai, ikut kemana arus sosial membawanya. Ia melakukan aktivitas bukan aktivitas yang sesuai dengan dirinya, tapi hanya yang diterima oleh lingkungan sosialnya. Lebih jauh lagi, bakat anak yang disembunyikan tidak bisa berkembang karena bakat anak berkembang butuh kesempatan belajar seluas-luasnya.


Simbolisasi mengenai ekspresi bakat adalam film Frozen digambarkan oleh dua sosok, Olaf dan Marshmallow. Keduanya menjadi simbol dari jiwa anak-anak dalam film Frozen tersebut. Olaf adalah sosok yang ceria dan imajinatif, yang menggambarkan keadaan jiwa ketika bakat anak diakui, diberi kesempatan dan diapresiasi. Marshmallow adalah sosok pemarah dan tak terkendali, yang menggambarkan ke ka bakat anak disangkal, disembunyikan dan dianggap memalukan. Penulis cerita Frozen seolah mengatakan, pilihlah simbol pilihanmu. Iya, pilihan ada di tangan kita, ditangan orangtua, apakah bakat anak akan menjadi Olaf atau menjadi Marshmallow.


Bakat anak adalah anugerah sekaligus kutukan, tergantung bagaimana orang tua menyikapinya. Apa yang terjadi ketika bakat anak disembunyikan? Anak menjadi terasing dari dirinya, dari lingkungan dan dari pekerjaannya. Dan sesungguhnya tidak ada orang tua yang bahagia melihat anaknya terasing seperti itu. Orang tua bahagia melihat anak bahagia. Anak bahagia ketika menjadi dirinya sendiri, bangga dengan bakat yang dimilikinya.


Mari belajar untuk mengakui dan menghargai bakat anak.


The post Frozen, Begitulah Ketika Bakat Anak Disembunyikan appeared first on TemanTakita.com.

 •  0 comments  •  flag
Share on Twitter
Published on December 07, 2015 14:21

May 23, 2015

Kenalkan, Inilah Portal Bakat Anak Indonesia

TemanTakita.com, sebuahportal bakat anak yang menyediakan tips, informasi dan berita untuk orang tua dalam mengembangkan bakat anaknya.

Impian untuk menciptakan aplikasi pengembangan bakat anak ternyata menemui jalan berliku dan menanjak. Dukungandari sebuah inkubasi dan beberapa media, ternyata belum cukup untuk merealisasikan impian itu. Karena yang dibutuhkan oleh sebuah startup adalah dukungan nyata dari komunitasnya. Bila belum menyadari kebutuhan dan solusi untuk memenuhi kebutuhan itu,...

 •  0 comments  •  flag
Share on Twitter
Published on May 23, 2015 02:49

April 10, 2015

Ketika Keinginan Anak Tidak Dipenuhi 

Apakah semua keinginan anak harus dipenuhi? Bagaimana menolak keinginan anak tanpa menyakiti?

Banyak orang tua mengeluh di grup FB Pengembangan Bakat Anak mengenai anaknya yang marah, menangis, membenturkan kepala atau membanting barang ketika keinginan sang anak tidak dipenuhi. Ketika digali lebih lanjut bagaimana respon orang tua, hampir semuanya memberi respon mengalah dan memenuhi keinginan anak. Tanpa disadari, respon orang tua itu justru memperkuat perilaku anak.

Ketika Keinginan Anak Tidak Dipenuhi

Keinginan anak Ditola...

 •  0 comments  •  flag
Share on Twitter
Published on April 10, 2015 21:57

March 30, 2015

Presentasi Pendidikan yang Menumbuhkan

Pendidikan bukanlah menanamkan pengetahuan dalam diri anak. Pendidikan itu menumbuhkan kodrat dalam diri anak agar bermanfaat untuk diri sendiri dan untuk lingkungan sekitarnya. Simak presentasi berikut ini

Pendidikan yang Menumbuhkan from Bukik Setiawan

Ingin mempelajari pendidikan yang menumbuhkan? Dapatkan buku Anak Bukan Kertas Kosong di toko buku kesayangan anda atau di agen buku. Daftar agen buku, klik http://bit.ly/DaftarAgenABKK

The post Presentasi Pendidikan yang Menumbuhkan appe...

 •  0 comments  •  flag
Share on Twitter
Published on March 30, 2015 08:19

March 21, 2015

Pendidikan ala “Anak Bukan Kertas Kosong” Menurut Para Ahli Pendidikan

Apa kata ahli pendidikan mengenai konsep pendidikan yang ditawarkan dalam buku Anak Bukan Kertas Kosong? Simak pendapat mereka

Buku Anak Bukan Kertas Kosong membuktikan bahwa gagasan-gagasan yang digelorakan oleh kebanyakan pegiat pendidikan hari ini bukanlah hal yang progresif, bukan hal yang belum ada di tanah air ini sebelumnya. Gagasan pendidikan yang membebaskan dan menghargai kemanusiaan murid tidak asing, bahkan sudah ada di Republik ini sejak lama. Malahan Bapak Pendidikan Republik In...

1 like ·   •  0 comments  •  flag
Share on Twitter
Published on March 21, 2015 05:55

February 22, 2015

Menengok yang Ditinggalkan Ki Hajar Dewantara

Bagaimana keterkaitan ajaran Ki Hajar Dewantara dengan buku Anak Bukan Kertas Kosong? Prof. Dr. H.A.R. Tilaar, M.Sc.Ed., menjelaskan keterkaitannya dalam sebuah kata pengantar. Simak



Buku Anak Bukan Kertas Kosongmerupakan suatu perpaduan teori dan pengalaman orang tua atau pendidik mengenai pendidikan modern. Inilah sebenarnya hakikat dari suatu ilmu pendidikan yang merupakan perpaduan integral antara teori dan praksis pendidikan. Ilmu pendidikan modern adalah suatu ilmu teoretiko praksis. Ilm...

 •  0 comments  •  flag
Share on Twitter
Published on February 22, 2015 03:57

February 18, 2015

Rene Suhardono: Pastikan Anak-anak Tahu Kalau Mereka Istimewa

Ini adalah tulisan kata pengantar dari Rene Suhardono untuk buku Anak Bukan Kertas Kosong, sebuah panduan bagi orang tua dalam mengembangkan bakat anaknya. Silahkan simak


Apa satu aspek kehidupan yang akan mempengaruhi semua aspek kehidupan lainnya tanpa kecuali? Jika benar dan baik aspek kehidupan ini, maka akan benar dan baik pula lainnya. Jika buruk dan terbelakang, maka akan buruk dan terbelakang juga lainnya. Satu aspek kehidupan itu adalah PENDIDIKAN. Tidak ada dokter, insinyur, guru, ak...

 •  0 comments  •  flag
Share on Twitter
Published on February 18, 2015 04:37

February 11, 2015

Anak Bukan Kertas Kosong, Sebuah Profil Buku

Buku Anak Bukan Kertas Kosong adalah sebuah panduan bagi orang tua dalam mengembangkan bakat anaknya di jaman kreatif. Simak ringkasan isi bukunya

Judul : Anak Bukan Kertas Kosong

Segmen Pembaca : Orang tua dengan anak usia 4 – 12 tahun, guru dan aktivis pendidikan

Penerbit : Panda Media (imprint Gagas Media)

Tanggal Terbit : Februari 2015

Pengarang : Bukik Setiawan (@bukik)

Jumlah Halaman : 249 halaman + xviii

SitusBuku : Buku.TemanTakita.com

Facebook Buku : Anak Bukan Kertas Kosong


Cover Buku Anak Bukan Kertas Kosong


Bagaimana...

 •  0 comments  •  flag
Share on Twitter
Published on February 11, 2015 23:47

Semua Pertanyaan Ada di Buku 

Tadi malam mendengar celetukan Damai “Pertanyaannya yang keluar di ulangan ada di buku semua”. Apa arti pertanyaan ini? Apa konsekuensinya bagi pembelajaran anak?


Banyak orang sudah lega dengan reposisi Ujian Nasional yang sudah tidak lagi menjadi syarat kelulusan. Karena UN selama ini menjadi acuan tunggal untuk sekian lama proses belajar. Belajar hanya terarah pada bagaimana mengerjakan ujian nasional dengan baik dan benar.


Tapi kenyataannya, ujian nasional sebagai syarat kelulusan bukan satu...

 •  0 comments  •  flag
Share on Twitter
Published on February 11, 2015 21:57