Bukik Setiawan's Blog, page 7
March 2, 2016
7 Kesalahan Pengembangan Bakat Anak
Orangtua tentu ingin bakat anaknya berkembang optimal. Tapi ternyata banyak orang tua melakukan kesalahan dalam pengembangan bakat anak. Apa saja?
Pengembangan bakat anak ibarat angan-angan kosong.Banyak orangtua berangananaknya jadi orang hebat, misal seperti Joey Alexanderatau sosok anak hebat yang lain, tapi sedikit sekali yang tahu caramelakukan pengembangan bakat anak. Ketidahtahuan yang membuat banyak orang tua melakukan berbagai kesalahan. Akibatnya, banyak anak yang semula menunjukkan...
February 29, 2016
Bakat Bukan Takdir, Karena Setiap Anak Berhak Punya Impian
Bakat Bukan Takdir!Apa maksud judul buku kelanjutan dari buku Anak Bukan Kertas Kosong ini?Apa pentingnya buku ini untuk orang tua?
Bakat Bukan Takdir adalah buku yang mendobrak kesalahpahaman orang tua tentang bakat anak. Kesalahpahaman yang membuat pengembangan bakat anak kurang mendapat perhatian serius, bahkan cenderung diabaikan. Akibatnya, kita banyak menemui lulusan SLTA dan S1 yang mengalami kebingungan ketika masuk di dunia karier. Ada yang merasa salah jurusan. Ada yang bingung apa...
February 17, 2016
Andai Anak Saya Sehebat Joey Alexander, Apakah Saya Siap Menjadi Orangtuanya?
Siapa sih orangtua yang tidak ingin anaknya sehebat Joey Alexander? Tapi adakah orangtua yang bertanya, apakah saya siap jadi orangtua dari anak hebat?
Joey Alexander mengejutkan dunia musik melalui permainan piano jazz yang mempesona. Setelah diundang tampil di berbagai pentas musik dunia, ia menghasilkan album perdana My Favorite Things. Album yang membuatnya dinominasikan untuk dua kategori di Grammy Award yaitu Best Instrumental Jazz Album dan Best Jazz Solo Improvisation. Penampilannya di pembukaan acara tersebut mendapat apresiasi (standing applaus), bukan saja oleh orang biasa seperti saya, tapi oleh musisi dunia yang hadir pada saat itu.
Siapa sih orangtua yang tidak ingin anaknya jadi anak hebat seperti Joey? Sedikit banyak keinginan semacam itu pernah terbersit di hati orangtua ketika menyaksikan kehebatan anak lain termasuk kehebatan Joey Alexander. Seolah ketika mempunyai mobil sederhana, kita melihat mobil yang lebih wah dan kemudian muncul rasa ingin memilikinya.
Saya pun pernah terbersit keinginan Ayunda Damai, yang juga gemar bermain piano, bisa sehebat Joey Alexander. Tapi saya buru-buru menghapus keinginan tersebut dengan dua alasan. Pertama, anak bukan kertas kosong, setiap anak itu unik. Setiap anak telah dianugerahi dengan kemauan dan cara belajar yang khas yang menjadi bekal dalam proses tumbuh kembang yang tidak bisa dibandingkan dengan anak lain.
Kedua, saya bertanya pada diri sendiri, apakah saya sanggup menjadi orangtua dari anak hebat? Saya mungkin penulis buku pengembangan bakat anak, Anak Bukan Kertas Kosong. Saya mungkin dinilai masyarakat sebagai ahli pengembangan bakat anak. Tapi menjadi ahli, berbeda sekali dengan menjadi orangtua dari anak hebat. Kenyataannya, saya tidak sehebat orangtua Joey Alexander yang mendedikasikan hidup mereka untuk anaknya.
Dan pada titik ini, saya berhenti merasa iri, berhenti mempunyai keinginan membadingkan anak. Setelah mengehentikan keinginan yang tidak masuk akal itu, saya justru merasakan keinginan baru yang lebih segar, keinginan belajar dari orangtua Joey Alexander dalam mendidik anaknya. Karena Joey Alexander bukan hanya mencatatkan diri sebagai musisi kelas dunia, tapi juga menunjukkan diri sebagai ahli yang dilahirkan oleh orangtua dengan pendidikan menumbuhkan, bukan orangtua dengan gaya pengasuhan Tiger Parent.
Apa yang saya pelajari dari cara orangtua mendidik Joey Alexander?
Pertama, menjadikan anak sebagai prioritas, bukan mementingkan obsesi orangtua
“Joey lebih suka belajar sendiri. Pernah beberapa kali mengundang guru les, tapi tidak pernah lama. Paling lama delapan bulan,” kata ibunda Joey, Fara Urbach. (Detik.com)
“Kami mengalir saja. Tak pernah berharap apa pun,” kata orang tua Joey, Denny Sila dan Fara, dalam sebuah wawancara. (CNNIndonesia.com)
“Saya tahu perjuangan dia sejak dari Bali hingga pindah ke Jakarta sampai akhirnya pindah ke Amerika. Saya juga tahu apa yang dikorbankan oleh orang tuanya, sampai meninggalkan pekerjaannya untuk Joey,” Dira Sugandi. (Bintang.com)
Apa yang anda bayangkan 10 tahun yang akan datang? Apakah jawaban anda hanya berkaitan dengan kehidupan dan karir anda? Atau justru karir anak anda?
Menjadi orang tua Joey itu penuh tantangan. Orang tua yang mengesampingkan ego pribadi agar bisa mendahulukan kebutuhan dan kepentingan anak. Ketika menentukan cara belajar, sang orang tua tidak mengacu pada kemampuan dan keinginannya, tapi kebutuhan dan kenyamanan Joey. Tidak heran bila Joey sering ganti guru les dan bahkan pada akhirnya belajar sendiri. Usaha menemukan cara belajar terbaik bagi anak membutuhkan kebesaran hati orang tua.
Ketika Joey mendapat sambutan dan tawaran dari tokoh musik dunia, sang orang tua tidak menjadikan pekerjaan dan bisnisnya sebagai pertimbangan. Justru kebutuhan dan kepentingan Joey yang menjadi prioritas meskipun konsekuensinya pekerjaan dan bisnis orangtua harus dikorbankan. Ketika Joey mendapat nominasi di Grammy Award, sikap orangtuanya pun santai, “Kami mengalir saja. Tak pernah berharap apa pun”.
Kedua, menumbuhkan rasa ingin tahu, bukan mendikte anak.
“Semuanya datang dari orang tua saya. Sebenarnya ayah saya bisa sedikit bermain piano dan gitar. Saya mencintai suara piano dan itu yang membuat saya berminat. Seperti layaknya orkestra, ada 80 kunci dan ada suara bass-nya. Ini adalah alat musik yang lengkap dan itu menarik minat saya,” Joey Alexander. (BBC.com)
Pengalaman Joey dalam menapaki dunia musik dimulai dari usia dini. Saat Joey berumur enam tahun, ayahnya yang juga hobi musik membelikan sebuah keyboard kecil. Sang ayah memainkan alat musik itu di depan Joey untuk mengetahui minat anaknya terhadap musik. Rupanya Joey kecil amat tertarik. (Detik.com)
Seringkali orang tua mengenal bakat anak melalui tes baik tertulis maupun tes sidik jari. Setelah mendapatkan hasilnya, orangtua kemudian memutuskan “yang terbaik” buat anaknya. Meski terkesan keputusan “terbaik”, tapi seringkali orangtua justru terjebak mendikte anak. Padahal, sebagaimana saya tulis di buku Anak Bukan Kertas Kosong, orangtua telah dibekali kemampuan mengenali bakat anak melalui pengamatan dan interaksi dengan anak.
Joey bermain piano bukan karena kemauan atau perintah orangtua. Sebagaimana saya pernah bahas di “Inilah Alat untuk Menemukan Kecerdasan Majemuk Anak”, orang tua mengenalkan keyboard kecil dan memainkannya di depan Joey. Apa pentingnya aktivitas tersebut? Aktivitas tersebut menumbuhkan minat anak. Bila berminat terhadap suatu aktivitas, anak akan mencoba dan merasakan keasyikannya. Dari keasyikan itu, orangtua bisa mengenali 4 perilaku seru yang menjadi ciri bakat anak. Ada proses dialog antara orangtua dan anak dalam menemukan potensi sang anak.
Ketiga, menghargai proses dan usaha anak, bukan hasil akhir.
“Anda harus benar-benar bekerja keras dan harus senang melakukannya. Itulah yang paling penting,” Joey Alexander. (Kompas.com)
“Saya ingin mengembangkan (permainan) dengan berlatih dan bermain, dan menantang diri untuk menjadi lebih baik setiap hari’, Joey Alexander. (Kompas.com)
“But i just want to play and winning isn’t my goal. I came to the Grammys to play. Didn’t expect to win. It’s all about the music. The opportunity to play for both shows was a huge blessing”, Joey Alexander. (Komentarnya di Facebook Joey Alexander)
Dengan menghargai proses, orangtua membuat anak merasa nyaman dengan dirinya. Kenyamanan yang membuat anak tidak mudah khawatir terhadap penilaian orang lain. Kenyamanan yang membuatnya percaya diri mengekspresikan diri dan mengatasi berbagai tantangan belajar yang lebih sulit. Hal ini mematahkan salah kaprah pandangan pendidikan menanamkan bahwa menghargai anak hanya akan membuat anak jadi manja. Apresiasi dan upaya menghargai usaha anak justru membuat anak lebih berani mencoba tantangan yang lebih menantang.
Orang tua Joey pun tidak berambisi anaknya menjadi juara. Bahkan bisa dibilang, catatan prestasi Joey bukanlah hasil dari perlombaan, tapi hasil dari berkarya. Serius dalam menggarap karya, tapi santai dalam menghadapi lomba. Tidak berkarya jadi perkara, tapi tidak menang tidak mengapa. Berbeda jauh dengan fenomena yang kita lihat sehari-hari, orang tua, guru dan sekolah begitu serius hanya ketika menghadapi lomba. Tidak ada lomba, tidak berkarya. Semua kegiatan anak sifatnya perlombaan yang melatih anak jadi ahli curiga, tapi lemah dalam bekerjasama.
Lebih jauh lagi, menghargai usaha anak justru bisa melahirkan kegemaran belajar yang tumbuh dari dalam diri anak. Belajar piano bukan hanya saat akan pentas atau mengikuti lomba. Belajar latihan piano bukan sebagai latihan yang dijadwalkan orang dewasa yang dipaksakan pada anak. Belajar piano karena kemauan sang anak sendiri. Kenapa? Karena anak merasa nikmatnya belajar, nikmatnya bermain piano.
Keempat, membiarkan anak menikmati masa kini, sekaligus mendampinginya ke masa depan.
“Saya hanyalah seorang anak yang mempunyai aktivitas dan hobi sama seperti anak-anak pada umumnya. Saya suka mainan seperti Action figures super heroes dan juga suka nonton film. Seperti baru-baru ini saya nonton film Kungfu Panda di mana alur ceritanya menarik dan juga banyak actionnya.” Joey Alexander. (VOAIndonesia.com)
“Saya masih suka bermain dengan mainan saya, saya bermain tenis dan berenang. Saya masih berusia 12 tahun dan saya masih Joey. Saya selalu ingin bermain musik ini, yaitu jazz. Saya ingin bermain bersama banyak musisi, saya ingin mengomposisi musik lebih banyak lagi, mengaransemen musik, dan pergi tur keliling dunia dengan musik saya,” Joey Alexander. (BBC.com)
Tantangan bagi anak yang mengorbit atau populer di usia muda adalah tercerabut dari masa kanak-kanak. Tuntutan akibat popularitas seringkali menyibukkan anak dan orangtua sehingga melupakan tugas perkembangan masa anak-anak. Namun bila membaca pernyataan di atas, sang orang tua tetap membiarkan Joey menikmati masa anak-anaknya. Karena bermain, meski sering diremehkan banyak orang, mempunyai fungsi penting dalam menjaga keseimbangan dan kesehatan jiwa.
Meski “membiarkan” Joey menikmati masa anak-anaknya, bukan berarti orang tua mengabaikan kebutuhan belajar untuk masa depannya. Membiarkan anak bermain bukan berarti memanjakan anak, karena membiarkan anak bermain berdasarkan kebutuhan anak. Bila kebutuhan anak yang menjadi acuan, maka tidak heran bila orangtua Joey bukan hanya memenuhi kebutuhan masa kini, tapi juga memenuhi kebutuhan masa depan anaknya. Orangtua membantu Joey mengenali berbagai kesempatan belajar, mendukung Joey memanfaatkan kesempatan itu dan mendampingi langkah kaki anaknya untuk mewujudkan cita-cita di masa depan.
Begitulah pelajaran yang saya dapatkan dari bagaimana sang orang tua mendidik Joey Alexander. Bagi saya, kisah tersebut adalah cermin, cermin untuk menilai diri saya sebagai orang tua, sebagai pendidik buat anak saya. Pelajaran ini juga semakin memperkuat keyakinan saya terhadap Pendidikan Menumbuhkan berdasar ajaran Ki Hajar Dewantara sebagaimana saya tulis dalam Anak Bukan Kertas Kosong dan Bakat Bukan Takdir yang akan terbit pada pertengahan Maret 2016.
Tak usah risau. Buang jauh-jauh keinginan agar anak kita seperti Joey Alexander. Karena setiap anak unik. Karena yang penting bukan apakah anak kita akan jadi anak hebat, tapi apakah kita bisa menjadi orangtua yang sanggup mendidik anak hebat. Karena itu, mari terus dan terus belajar untuk menjadi pendidik paling keren buat anak kita.
Apa pelajaran mengenai pendidikan anak yang anda dapatkan dari kisah Joey Alexander? Tuliskan di kolom komentar ya
Nb.
Apa sudah beli albumnya? Saya sudah beli, kalau mau beli klik saja di My Favorite Things
The post Andai Anak Saya Sehebat Joey Alexander, Apakah Saya Siap Menjadi Orangtuanya? appeared first on TemanTakita.com.
January 25, 2016
Memilih Sekolah untuk Anak itu Susah-Susah Mudah
Memilih sekolah itu susah-susah mudah. Kami sendiri mengalami lika-likunya dalam mendampingi putri kami, Damai. Bagaimana kami memilih sekolah untuk anak? Kami mendaftar TK yang dekat lokasinya. Ada 3 TK yang masuk kandidat: 1. TK yang paling tua usianya; 2. TK yang paling bagus bangunannya; 3. TK yang paling terpencil lokasinya.
Kami pun berkunjung mengamati 3 TK tersebut. Ketika ke TK yang paling tua usianya, kami melihat ada satu dua anak yang kurang dapat perhatian. Ketika ke TK yang paling bagus bangunannya, kami kecewa dengan sikap staf yang menyambut, sikapnya tidak ramah, tidak antusias menyambut kami. Ketika ke TK yang paling terpencil lokasinya, kami senang dengan sikap kepala sekolah. Seorang ibu tua yang tulus, menyambut hangat kami.
Kami pun memilih TK yang paling terpencil lokasinya. Damai selalu bersemangat berangkat sekolah, meski kadang harus jalan kaki ratusan meter. Situasi berubah ketika TK itu beralih kepemilikan. Kepala sekolah diganti, suasana pun berganti. Ibu yang tulus diganti ibu yang penuntut & kompetitif. Ibarat Agatha Trunhbull, kepala sekolah di film Matilda. Kami pun memutuskan untuk memindahkan Damai.
Pengalaman memilih sekolah dasar pun kurang lebih sama. Belajar dari pengalaman itu, dari berbagai bacaan, serta dari buku Anak Bukan Kertas Kosong, saya menyusun panduan Memilih Sekolah yang Menumbuhkan.
Apa itu Sekolah yang Menumbuhkan? Buat pembaca Buku Anak Bukan Kertas Kosong tentu tidak asing dengan istilah Pendidikan Menumbuhkan, sebagai lawan dari pendidikan menanamkan (mendekoki anak). Sekolah yang Menumbuhkan adalah sekolah yang menghargai potensi unik anak dan memfasilitasi tumbuh kembangnya potensi anak. Sekolah yang meyakini bahwa setiap anak mempunyai kemampuan dan kemauan belajar. Tugas sekolah bukan mewajibkan anak belajar, tapi memancing rasa ingin tahu, memberi tantangan bertingkat, dan memfasilitasi proses refleksi sehingga anak gemar belajar, tekun belajar dan belajar mendalam.
Bila mempunyai visi yang sama dengan Sekolah yang Menumbuhkan, anda bisa menggunakan Panduan Memilih Sekolah yang Menumbuhkan.
Apa saja isi panduan tersebut?
Survai memahami pendidikan menumbuhkan
Tiga salah kaprah memilih sekolah
Tiga faktor dalam memilih sekolah
Lima langkah praktis memilih sekolah
Panduan mengunjungi calon sekolah
Empat pertanyaan kunci yang penting ditanyakan ke sekolah
Silahkan unduh
Klik Panduan Memilih Sekolah yang Menumbuhkan
Meski panduan ini bisa digunakan pada tingkat sekolah menengah, tapi sebenarnya panduan ini ditujukan untuk memilih TK dan SD. Untuk sekolah menengah, kami melakukan proses yang agak berbeda karena menyesuaikan dengan usia dan perkembangan Damai. Bocoran saja, kami sudah meminta Damai, yang saat ini kelas 4 SD, melakukan riset berbagai alternatif pendidikan lanjutannya. Tapi itu nanti akan dibahas di panduan yang berbeda.
Silahkan unduh, pelajari, dan bila perlu silahkan diskusikan dengan 2o ribu orangtua yang bergabung di grup Facebook Pengembangan Bakat Anak.
Semoga panduan tersebut bermanfaat. Bila ada masukan atau tips tambahan, silahkan tulis di kolom komentar
The post Memilih Sekolah untuk Anak itu Susah-Susah Mudah appeared first on TemanTakita.com.
January 19, 2016
Tuhan, Aku Ingin Jadi Telepon Pintar
Telepon pintar sebagai bagian dari teknologi informasi sungguh banyak membantu kehidupan di jaman modern ini. Teknologi pintar bisa membantu orangtua untuk menumbuhkan kegemaran belajar anak. Teknologi bisa meningkatkan kualitas proses belajar. Teknologi juga menyediakan media dan bahan belajar yang dapat diakses dari mana pun. Teknologi bisa membantu anak dalam berkarya. Teknologi juga mengasah logika dan kemampuan menyelesaikan persoalan. Teknologi bisa menyediakan alternatif jalan-jalan berlibur buat keluarga. Bahkan, teknologi memberi kesempatan berkarir yang belum pernah ada pada masa sebelumnya, seperti menjadi programer dan Youtuber.
Tapi karena sangat membantu, telepon pintar seringkali jadi mengganggu. Bayangkan kita mempunyai seorang asisten yang mengerjakan apa saja yang kita butuhkan. Akibatnya, kita tidak perlu melakukan apa-apa untuk memenuhi kebutuhan kita. Begitu juga dengan teknologi, karena bantuan yang diberikan hingga seringkali kita hanyut dalam kemudahan. Hampir seluruh kebutuhan kita disediakan solusinya oleh teknologi. Kita pun seolah masuk dalam pusaran yang menyedot perhatian kita. Kenyataannya, semakin kita terhubung dengan telepon pintar maka semakin kita terputus dari orang-orang di sekitar.
Shiyang He, seorang desainer di Kantor Ogilvy Beijing, membuat serangkaian foto iklan untuk Shenyang Center For Psychological Research, yang menggambarkan efek merusak telepon pintar terhadap relasi antar manusia. Tiga foto yang diposting Shiyang He di akun Behance.net bisa anda lihat di bawah ini:
Dari ketiga foto tersebut di atas lahirlah puisi ini

Semoga tulisan, foto dan puisi ini bisa jadi pengingat buat kita untuk menggunakan teknologi secara bijak. Karena secanggih apapun, tak ada teknologi yang bisa menggantikan kasih sayang, kehadiran dan perhatian orangtua pada anak.
Apa tips Ayah Ibu dalam menggunakan teknologi secara bijak? Silahkan berbagi di kolom komentar ya
The post Tuhan, Aku Ingin Jadi Telepon Pintar appeared first on TemanTakita.com.
January 10, 2016
Anak bosan belajar? Ini Tips Mengatasinya
Bosan belajar menjadi topik yang ditanyakan orangtua ketika kami membuka kesempatan tanya jawab di http://bit.ly/TanyaABKK. Apakah anda sebagai orangtua atau pendidik mempunyai pertanyaan yang serupa? Bila iya, ada baiknya anda meluangkan waktu untuk membaca baik-baik tulisan mengenai tips mengatasi bosan belajar ini.
Bosan belajar adalah topik yang jarang dibahas dalam seminar mengenai pendidikan anak. Bosan belajar biasanya dialami anak pada usia 7 – 13 tahun atau bila mengacu pada buku Anak Bukan Kertas Kosong, termasuk fase Belajar Mendalam. Anak pada usia tersebut seringkali tidak lagi menjadi fokus kekhawatiran orangtuanya. Akibatnya, anak seringkali harus menyelesaikan sendiri persoalan bosan belajar yang dirasakannya sehingga bertumpuk dan menimbulkan persoalan ketika anak beranjak remaja awal.
Padahal bosan belajar itu adalah respon manusiawi anak terhadap suatu tujuan dan cara belajar atau kondisi fisik dan psikologisnya. Jadi ketika orangtua menghadapi anak bosan belajar maka yang penting dilakukan adalah jeda, menunda semua penilaian terhadap anak. Karena sangat sering terjadi ketika anak bosan belajar, orangtua langsung bersikap reaksioner dan menuduh anak sehingga semakin memperburuk keadaan. Atau bisa juga orangtua tetap memaksa anak belajar yang hasilnya justru anak semakin merasa terpaksa belajar.
Ada beberapa kemungkinan penyebab anak bosan belajar yang dapat dikelompokkan menjadi 3 kategori yaitu:
Tujuan belajar
Tidak ada tujuan belajar. Seringkali dalam proses belajar, pendidik tidak menjelaskan tujuan belajar. Anak dianggap sudah seharusnya belajar, ada atau tidak ada tujuan belajar.
Tujuan belajar tidak jelas. Mungkin ada tujuan belajar, tapi tujuan belajarnya terlalu abstrak bagi anak karena tujuan belajar dirumuskan dengan kalimat abstrak.
Tujuan belajar tidak relevan. Mungkin ada tujuan belajar dan jelas. Tapi bagi anak, tujuan belajar itu tidak relevan, tidak terkait dengan minat, kebutuhan atau persoalan yang dihadapinya. Bisa jadi tujuan belajar ditetapkan hanya oleh pendidik, tanpa meminta masukan dan persetujuan dari anak.
Tidak ada kesepakatan mengenai sasaran belajar. Bisa jadi tujuan belajar telah dikomunikasikan pada anak, tapi tujuan belajar itu tidak diwujudkan menjadi sasaran belajar yang dilengkapi dengan dukungan dan konsekuensi. Atau bisa jadi ada kesepakatan belajar tapi tidak ditulis dan ditempel di tempat yang mudah didilihat.
Cara dan Kondisi Belajar
Cara belajar yang tidak nyaman. Bila cara belajar tidak sesuai dengan profil kecerdasan majemuk, anak cenderung membutuhkan energi banyak dalam melakukan pembelajaran.
Anak tidak tertarik dengan konten dan cara belajar. Karena belajar tidak diawali dengan menarik minat anak terhadap konten dan cara belajarnya.
Anak tidak merdeka belajar. Anak tidak bisa memilih waktu, cara dan tempat belajar. Bagi anak, belajar seolah jadi kekangan, bukan kenikmatan.
Anak tidak merasakan pengalaman seru selama belajar. Ada dua kemungkinan, tantangan belajar terlalu rendah atau terlalu tinggi dibandingkan kemampuan anak. Bila terlalu rendah, anak seolah mengerjakan aktivitas rutin yang membosankan. Bila terlalu sulit, anak bisa merasakan tekanan atau stress belajar.
Anak kurang mendapatkan apresiasi. Anak sudah giat belajar, tapi pendidik tidak memberi kesempatan pada anak untuk menceritakan pengalaman belajarnya.
Anak kurang mendapat umpan balik. Anak sudah mencapai capaian belajar tertentu tapi tidak ada umpan balik dari pendidik. Jadi seolah capaiannya itu percuma saja.
Anak tidak punya teman yang fokus belajar pada bakat yang sama. Jadi seolah anak sendirian menghadapi kesulitan belajar, tidak ada teman untuk berbagi
Anak tidak merasakan kemajuan belajar. Pendidik tidak merefleksikan proses dan hasil karya anak. Akibatnya, kemampuan belajar anak tidak berkembang sehingga kesulitan menghadapi tantangan belajar yang kesulitannya terus bertambah.
Kondisi fisik dan psikologis
Anak merasa lelah. Anak telah melakukan aktivitas yang menguras energinya sehingga tidak lagi punya energi untuk belajar.
Anak mempunyai persoalan. Persoalan bisa besar, bisa kecil tapi yang jelas mengganggu konsentrasi belajar anak.
Anak merasa sakit. Anak mungkin merasa sakit pada salah satu anggota badannya.
Jadi cara mengatasi anak bosan belajar adalah menemukan kemungkinan penyebabnya. Dari sejumlah penyebab di atas, mana yang sekiranya dialami oleh anak. Bila persoalannya telah diketahui, orangtua bisa mengajak anak menemukan solusi untuk mengatasi persoalan itu.
Kembali ke pertanyaan di awal tulisan ini: Jika sudah menemukan bakat anak…apakah kita wajib terus mengasah bakat anak meskipun terkadang anak bosan belajar atau lelah? Jawabannya tentu tidak. Orangtua harus sejenak jeda, memahami kebutuhan dan emosi anak, dan mengajak anak mencari solusi untuk mengatasi kebosanan belajar itu. Belajar dalam kondisi bosan tidaklah efektif. Lebih baik mengatasi dulu rasa bosan itu sebelum melanjutkan proses belajar.
Dalam buku kedua yang akan terbit Maret 2016, saya akan banyak membahas panduan dan tips praktis bagi orangtua dalam mendampingi fase Belajar Mendalam (usia 7 – 13 tahun). Bila anda ingin mengatasi persoalan anak bosan belajar, bila anda ingin mendampingi anak anda belajar mendalam untuk meraih karir cemerlang, pastikan anda sudah mendaftarkan email di Buku.TemanTakita.com. Bila sudah mendaftar, periksa kotak email anda dan lakukan konfirmasi dengan meng-klik tautan yang ada pada email dari kami.
Sumber foto: Flickr
The post Anak bosan belajar? Ini Tips Mengatasinya appeared first on TemanTakita.com.
January 5, 2016
Inilah alat untuk mengenal kecerdasan majemuk
Mungkin anda termasuk salah satu dari banyak orangtua yang ingin mengenal kecerdasan majemuk anak. Apa sih potensi anak saya? Apa kecerdasannya yang menonjol? Orangtua kemudian mengikutkan anak tes mengenal kecerdasan majemuk anak. Orangtua bisa cepat dapat hasil tes tersebut. Tes memang cepat memberikan hasil, namun seringkali hasilnya sekedar diketahui orangtua. Kecerdasan majemuk anak hanya sekilas diingat, tanpa dipahami dan digunakan dasar untuk menstimulasi anak. Cepat dapat, cepat hilang.
Daripada menggunakan uang untuk tes mengenal kecerdasan majemuk anak, lebih baik gunakan untuk membeli alat ini. Alat untuk mengenal kecerdasan majemuk anak ini lebih banyak manfaatnya dibandingkan tes mengenal kecerdasan majemuk anak. Alat apa sih? Perhatikan foto di bawah ini.
Anda pasti menyangka alat itu adalah sekedar mainan. Benar, bahwa alat ini adalah mainan. Tapi mainan bukan sekedar mainan.
Dengan mainan ini, orangtua bisa mengenal kecerdasan majemuk. Kok bisa? Selama bermain, anak akan menggunakan kecerdaan majemuknya yang terkait, dalam hal ini adalah kecerdasan musik. Ketika kecerdasan musik anak menonjol, maka anak akan menunjukkan perilaku seru yaitu cepat belajar, asyik, puas dan ingin mengulang. Beri kesempatan beberapa kali sampai orangtua merasa yakin, apakah anak mempunyai kecerdasan musik yang menonjol atau tidak.
Ini bukan teori. Kami, saya dan isteri, mempraktekkannya ke anak. Sejak kecil, kami membelikan beragam mainan buat anak dan mengajak anak ke berbagai arena bermain. Dari banyak mainan, Ayunda Damai, putri saya paling suka dengan mainan yang sebelah kiri, Xulophone super mini. Ia cepat belajar, asyik hingga bisa berlama-lama, suka menceritakan pengalaman ketika bermain dan ingin mengulang. Ia bisa mengetuk ritmis. Dari pengalaman itu, kami menyimpulkan Damai mempunyai kecerdasan musik yang menonjol.
Kesimpulan kami tidak keliru. Ketika TK akhir, kami menawarkan anak kami untuk les piano yang hingga hari ini masih ditekuninya. Anda bisa melihat Portofolio Bakat Anak saya di “Videoku”. Ketika liburan akhir tahun, Damai membeli Xulophone di Kampung Wisata Kendang Sentul. Dan ia dengan nyaman dan cepat menemukan dan memainkan lagu Selamat Ulang Tahun dengan mainan itu.
Percayalah, mainan adalah alat belajar yang paling asyik. Melalui mainan, kita bisa mengenal kecerdasan majemuk anak. Bukan hanya itu manfaat dari mainan ini. Mainan ini memberi bonus, manfaat tambahan. Apa itu?
Membuat anak aktif bermain. Dengan adanya mainan ini, anak tentu senang bisa bermain, mencoba aktivitas baru, eksplorasi mainan sampai puas.
Mengurangi waktu anak menggunakan gawai (gadget). Dengan bermain mainan ini, tentu waktu menggunakan gawai bisa berkurang.
Mengasah kemampuan motorik kasar anak. Dengan bermain mainan ini, alat melatih kemampuannya dalam menggerakkan tangan secara tepat.
Kalau memilih tes mengenal bakat, anda cuma dapat 1 manfaat. Kalau memilih alat ini, anda bisa mengenal kecerdasan majemuk anak sekaligus manfaat yang lain.
Saya sudah menjelaskan konsep mengenal kecerdasan majemuk anak di buku Anak Bukan Kertas Kosong atau anda bisa baca dengan KLIK TULISAN INI. Secara praktis, saya akan menjelaskannya di buku kedua. Pada buku kedua selain pengetahuan praktis, saya akan mengadakan Kelas Pengembangan Bakat Anak. Pastikan anda mendapatkan informasi penting ini, silahkan daftarkan email anda di Buku.TemanTakita.com.
Anda ingin mendapatkan mainan, alat atau media belajar dan bakat anak, anda bisa berkunjung ke Toko.TemanTakita.com. Saat ini, koleksinya masih terbatas tapi kami akan terus melengkapinya terus.
The post Inilah alat untuk mengenal kecerdasan majemuk appeared first on TemanTakita.com.
December 28, 2015
Masuk sekolah lebih cepat atau lebih lambat? Ini Hasil Risetnya
Kebanyakan orang tua berpikir, anak lebih cepat masuk sekolah itu lebih baik. Karena semakin muda anak masuk sekolah maka semakin cepat anak belajar, semakin lama anak belajar, semakin bagus dalam mencapai prestasi akademik. Dalam beberapa kasus atau beberapa anak, logika tersebut bisa terbukti. Latihan lebih lama membuat anak lebih siap bukan?
Tapi apa kata riset mengenai hal itu? Bagaimana bila kita melihat kecenderungan umum pada anak dari berbagai negara? Inilah kesimpulan risetnya.
Anak-anak yang lebih tua mendapatkan skor 4 – 12 persentil lebih tinggi dibandingkan anak yang lebih muda pada kelas 4 dan 2 – 9 persentil lebih tinggi pada kelas 8 di berbagai negara yang diteliti…..(Kelly Bedard and Elizabeth Dhuey, 2005)
Anak-anak yang lebih lambat masuk sekolah (sehingga lebih tua dibandingkan teman sekelas) justru mendapatkan nilai lebih tinggi dibandingkan anak-anak yang lebih cepat masuk sekolah. Dan dampak waktu masuk sekolah ini terus terlihat ketika anak naik kelas, dan bahkan ketika anak masuk jenjang kuliah. Anak yang lebih cepat masuk sekolah cenderung lebih kurang berminat melanjutkan pendidikan ke pendidikan tinggi.
Mengapa?
Pertama, anak yang lebih lambat masuk sekolah mempunyai kematangan yang lebih baik dibandingkan teman sekelas. Kematangan yang berpengaruh pada interaksi sosial dengan murid lain maupun dengan guru. Kematangan membuat anak lebih mampu mengelola tuntutan sosial maupun tuntutan akademis.
Kedua, anak yang lebih lambat masuk sekolah mempunyai waktu lebih banyak untuk menguasai keterampilan dasar yang dibutuhkan untuk belajar menguasai keterampilan yang lebih kompleks.
Ketiga, guru tanpa disadari lebih menyukai anak-anak yang lebih matang sehingga lebih memberi perhatian dan merekomendasikan anak-anak itu untuk mengikuti berbagai program akademik tambahan. Stimulasi yang lebih banyak membuat anak yang lebih matang mendapat tantangan dan kesempatan belajar lebih banyak.
Semoga hasil riset ini membuat kita sebagai orang tua lebih bijak dalam mengambil keputusan kapan waktu yang tepat buat memasukan anak sekolah.
Apakah anda akan memasukkan anak ke sekolah lebih cepat atau lebih lambat? Apa faktor yang jadi pertimbangan anda?
Dengan mempraktekkan Pendidikan yang Menumbuhkan, orangtua dapat optimal mengembangkan bakat anak. Dapatkan buku Anak Bukan Kertas Kosong serta bonus GRATIS poster mengenali kecerdasan majemuk anak, poster menstimulasi kecerdasan majemuk dan buku-e Hari Pertama Sekolah di Buku.TemanTakita.com
Sumber riset: The Persisntence of Early Childhood Maturity: International Evidence of Long-Run Age Effects. Baca juga: Interpreting the Evidence on Life Cycle Skill Formation
Sumber foto: Flickr
The post Masuk sekolah lebih cepat atau lebih lambat? Ini Hasil Risetnya appeared first on TemanTakita.com.
December 21, 2015
Hari Ibu, Apa Ucapan dan Doa Untuk Ibu?
Apa rasa paling sakit yang pernah dirasakan manusia? Tak ada rasa sakit yang melebihi rasa sakit yang dirasakan ibu ke ka proses melahirkan anaknya. Rasa sakit yang menusuk, rasa sakit yang dirasakan seluruh tubuhnya. Proses melahirkan anak adalah perjuangan yang mempertaruhkan jiwa ibu, perjuangan dengan rasa sakit tak terkira. Perjuangan melahirkan hanya bisa ditempuh seorang ibu dengan cinta kasih yang tak terhingga. Apa ucapan hari ibu buat beliau? Apa doa untuk ibu?
Tahun-tahun awal setelah melahirkan pun adalah perjuangan berat bagi seorang ibu. Tidur dan berjaganya seorang ibu mengikuti tidur dan berjaganya seorang anak. Ketika anak bangun dan menangis, seorang ibu hadir disisinya untuk memberi rasa nyaman. Ketika anak bangun dan ketakutan, seorang ibu hadir disisinya untuk memberi rasa aman. Tak heran bila di tahun-tahun awal seorang ibu dur dengan waktu terbatas, hanya 2 – 4 jam sehari bahkan mungkin kurang. Apa ucapan hari ibu buat beliau? Apa doa untuk ibu?
Anak mulai tumbuh, ibu pun tetap berjuang buat anaknya. Ketika anak makan makanan terbaik, ibu sabar menan dan menghabiskan apa yang tak dihabiskan anaknya. Ketika anak sakit dan merasa kesakitan, ibu tegar menan dan berharap bisa menukar dirinya yang merasakan kesakitan anaknya. Ketika anak butuh sesuatu, ibu pun rela memberikan yang terbaik bahkan rela menjual barang pribadinya agar kebutuhan anak tercukupi. Apa ucapan hari ibu buat beliau? Apa doa untuk ibu?
Rahim Ibumu, bukan tempat calon koruptor
Pesan Menteri Anies Baswedan pada Hari Ibu: Saya mengundang para ibu untuk mengirim pesan pada anak-anaknya. Sampaikan pada mereka, Nak tolong jangan korupsi. Rahim ibumu, bukan tempat calon koruptor. Buat ibu bangga. Jangan buat ibu malu. Sumber video: https://www.youtube.com/watch?v=cEZ7q...
Posted by Anak Bukan Kertas Kosong on Monday, December 21, 2015
Ketika anak sudah besar dan bersiap hidup di tempat terpisah, ibu harus rela melepaskan buah ha nya. Meski ibu tidak bisa lagi melihat anaknya tiap pagi, meski ibu tidak bisa menemani anaknya tiap hari, ibu merelakan anaknya buat hidup mandiri. Tak diungkitnya perjuangan hidup mati melahirkan anak, tak diungkitnya pengorbanan yang telah diberikan, ibu merelakan anaknya menempuh jalannya sendiri. Apa ucapan hari ibu buat beliau? Apa doa untuk ibu?
Mungkin ibu bukanlah ibu yang sempurna. Mungkin ibu bukanlah ibu yang selalu benar. Mungkin ibu bukanlah ibu yang paling baik. Tapi ibulah yang memberikan seluruh cinta kasih yang dimilikinya. Tapi ibulah yang berusaha dan berusaha yang terbaik dengan seluruh kemampuannya. Apa ucapan hari ibu buat beliau? Apa doa untuk ibu?
Bahwa apa yang dilakukan anak tak pernah setara dengan pengorbanan ibu. Bahwa cinta kasih anak tak pernah sebesar cinta kasih ibu. Tapi sudah sepatutnya, sudah seharusnya, sudah selayaknya, seorang anak mengucapkan terima kasih pada ibu, memberi ucapan hari ibu, memanjatkan doa buat ibu.
Apa ucapan hari ibu buat beliau? Apa doa untuk ibu? Tuliskan di kolom komentar ya
The post Hari Ibu, Apa Ucapan dan Doa Untuk Ibu? appeared first on TemanTakita.com.
December 19, 2015
Nilai Rapor Anak Jelek? Ini yang Harus Dilakukan
Ketika menerima rapor anak, orangtua seringkali fokus pada nilai rapor yang didapatkan anak. Tepatnya, fokus pada nilai jelek atau nilai yang tidak sesuai harapan orangtua. Orangtua pun jadi kecewa pada nilai rapor yang jelek dan memberi respon negatif pada anak. Orangtua marah, memberi ceramah dan hukuman pada anak dengan harapan anak lebih semangat belajar di masa mendatang. Benarkah harapan orangtua itu akan terwujud?
Ketika orangtua merespon negatif dengan marah, ceramah dan memberi hukuman, justru membuat anak menjadi tertekan. Semakin tertekan maka semakin besar anak memberi respon negatif juga. Respon negatifnya bisa berupa penyesalan yang luar biasa, menyalahkan diri sendiri, dan kepercayaan diri pun runtuh. Bisa juga berupa bantahan, menyalahkan faktor lain terhadap jeleknya nilai rapor. Bisa juga berupa membantah apa yang dikatakan orang tua. Alih-alih harapan orangtua terwujud, anak justru jadi semakin terpuruk semangat belajarnya.
Lalu apa seharusnya respon orangtua ketika anak mendapat nilai rapor yang jelek?
Sekarang bayangkan anda sebagai orangtua, berada pada posisi anak yang mendapat nilai rapor jelek. Apa yang anda rasakan? Apa yang anda butuhkan ketika mendapat nilai rapor jelek?
Atau bayangkan di pekerjaan, apa yang anda rasakan dan butuhkan ketika target kerja anda tidak tercapai? Apakah kemarahan atasan membuat anda merasa lebih baik?
Ketika kita mengalami kesulitan, kita tidak butuh kesulitan lain berupa kemarahan orang lain. Ketika kita berada pada kondisi sulit, kita justru butuh orang yang mendengarkan, justru butuh dikuatkan agar mampu menghadapi kondisi sulit tersebut. Bayangkan ketika target kerja anda tidak tercapai, ada sahabat yang bersedia mendengarkan keluh kesah anda. Didengarkan adalah obat mujarab untuk semua kesulitan. Meski hanya didengarkan, seolah beban di pundak kita sudah jauh berkurang. Begitu pula dengan anak kita ketika mendapat nilai rapor yang jelek.
Bagaimana langkah orangtua menghadapi anak yang mendapat nilai rapor jelek? Apakah diterima begitu saja nilai rapor itu?
Pertama, bertanya. Hindari perkataan atau pertanyaan yang menghakimi anak, yang membuat anak justru menghindari untuk bercerita keadaan sebenarnya. Ajukan pertanyaan yang membantu anak merefleksikan nilai rapor yang didapatkannya. Contoh: Bagaimana nilai rapormu? Apa nilai rapor yang sudah sesuai dengan usahamu dan mana nilai rapor yang harus diperbaiki?
Kedua, dengarkan. Dengarkan cerita anak sampai selesai. Dengarkan dengan hati, jaga nada suara dan ekspresi wajah anda. Pahami emosi yang dirasakan oleh anak. Biarkan semua uneg-uneg anak keluar secara tuntas. Uneg-uneg yang tertahan hanya akan membuat komunikasi orangtua dan anak jadi tersumbat.
Ketiga, refleksikan. Ajukan pertanyaan agar anak merefleksikan usaha anak. Ketika nilai rapor anak jelek, tanyakan apakah nilai itu sesuai harapan dan usahanya. Bila tidak sesuai harapan anak, tanyakan berapa nilai yang sebenarnya bisa dicapai oleh anak pada pelajaran tersebut. Ajak anak untuk berpikir mengenai perilaku belajar yang perlu diperbaiki agar mendapai nilai yang diharapannya tersebut. Atau bisa juga perilaku belajar baru yang perlu dibentuk pada masa mendatang.
Keempat, bangun komitmen. Bila sudah menemukan perilaku belajar yang perlu dilakukan, ajak diskusi untuk menyusun rencana. Tanyakan pada anak, dukungan yang dibutuhkan dari orangtua agar anak bisa menjalankan rencana tersebut.
Contoh percakapan orangtua dengan anak dalam membahas nilai rapor:
Ibu: Jadi, kalau melihat isi rapor itu, trus mengingat lagi belajarmu satu semester ini, apa yang menurutmu sudah baik dan apa yang perlu diperbaiki?
Damai: (agak lama berpikir) Sebenarnya Mam, aku 3 kali nggak ngerjakan PR selama semester ini. Jadi beberapa nilaiku kelihatannya nggak gitu bagus juga karena itu.
Saya: O ya? Kenapa?
Damai: Aku kurang disiplin Mam, trus aku juga teledor soalnya pas kejadian lupa PR yang kedua itu karena aku lupa dimana naruh buku catatan PR-ku. Baru seminggunya lagi itu ketemu.
(Baca percakapan lengkapnya dengan klik di Refleksi Tentang Proses Belajar)
Jadi, nilai rapor anak jelek bukanlah akhir dunia. Jangan memberi respon negatif yang justru menghancurkan semangat belajar anak. Dengarkan dan dukung anak agar mampu bangkit atau semakin semangat belajar. Lakukan refleksi agar anak mampu menemukan solusi sendiri. Semangat belajar yang berkobar untuk menjalankan solusinya sendiri yang akan membuat anak bangkit, semakin semangat belajar dan mencapai hasil yang lebih baik.
Dengan mempraktekkan Pendidikan yang Menumbuhkan, orangtua dapat optimal mengembangkan bakat anak. Dapatkan buku Anak Bukan Kertas Kosong serta bonus GRATIS poster mengenali kecerdasan majemuk anak, poster menstimulasi kecerdasan majemuk dan buku-e Hari Pertama Sekolah. Klik Buku.TemanTakita.com
Sumber foto: Flickr
The post Nilai Rapor Anak Jelek? Ini yang Harus Dilakukan appeared first on TemanTakita.com.