Ikhsanun Kamil Pratama's Blog

March 3, 2015

Jebakan Belajar Personality

Sudah begitu banyak jenis ilmu personality hadir dalam kehidupan kita. Sebut saja seperti Myerr-Brigs, personality plus ala Florence Littauer, STIFIn, dan lain sebagainya. Perkembangan ilmu personality ini patut diacungi jempol dan diapresiasi, ini menunjukkan bahwa betapa manusia adalah sesosok makhluk yang sangat kompleks dan menawan.

Hanya saja, mempelajari ilmu personality ini bagaikan pisau bermata dua. Di satu sisi, memang ilmu tipe ini bisa membantu diri kita memahami orang lain untuk menjadi lebih mudah, sehingga kita bisa mengoptimalkannya. Namun, di sisi lain, ilmu ini bisa membuat ego kita menjadi menjulang lebih tinggi lagi.

Sebagai yang berkecimpung di dunia pernikahan dan keluarga, saya pribadi sering menerima dan mendengar keluhan pertengkaran seperti ini:

'Kamu ini gimana sih? Bukannya kamu udah tau kalo aku ini orangnya INTJ, Koleris-melankolis, sama Thinking??? Harusnya kamu kan ngerti dong aku kayak gini?', protes sang suami kepada istri

'Kamu juga gak ngerti aku yang orangnya ESFP, plegmatis-melankolis, Feeling. Dasar Thinking, tidak berperasaan, gak peka sama perasaan. Bukannya kamu juga udah belajar bareng aku, jadi kamu harusnya tahu dong kalo aku ini orangnya kayak gini???', balas sang istri

Ah, betapa tidak produktifnya pertengkaran seperti ini.

Sangat disayangkan, ilmu yang seharusnya mempermudah kehidupan, justru malah berbalik merumitkan kehidupan, memperkeruh suasana rumahtangga. Ilmunya tidak salah, namun yang salah adalah penyikapannya. Ketika ilmu personality yang seharusnya kita gunakan untuk membantu kita lebih memahami dunianya, namun justru malah berbalik teori personality ini sebagai dalih untuk dimengerti orang lain, serta pembenaran akan kekeliruan yang kita sendiri lakukan, dengan berbekal alasan 'ya saya orangnya kan tipenya 'kayak gini'!!'

Ah, ini memang salah penyikapan.

Dua orang yang berbeda isi kepala, beda kepribadian, beda kebiasaan, beda tingkah laku, bertemu dalam satu wadah yang bernama pernikahan, tentu potensi konfliknya SANGAT TINGGI. Maka, jikalau mencari pasangan yang bisa mengerti diri kita 100%, menikah saja dengan diri sendiri. Terlalu banyak ketidakcocokan antara suami dan istri, dan hal itu wajar. Karena itu, rahasianya pernikahan harmonis adalah manajemen ketidakcocokan.

Ilmu personality seharusnya kita gunakan sebagai alat untuk membuat kita bisa me-manage perbedaan kita dengan pasangan. Mari gunakan ilmu personality ini dengan tepat, untuk memahami dirinya, bukan untuk ngotot minta dipahami dan diperhatikan.

Pernikahan harmonis itu, saling MEMAHAMI...

bukan saling MENUNTUT minta dipahami...

Selamat membangun keharmonisan pernikahan Anda

Romantic-Couple

@canunkamil & @fufuelmart
 •  0 comments  •  flag
Share on Twitter
Published on March 03, 2015 20:45 Tags: marriage, pernikahan

Jebakan Belajar Personality

Sudah begitu banyak jenis ilmu personality hadir dalam kehidupan kita. Sebut saja seperti Myerr-Brigs, personality plus ala Florence Littauer, STIFIn, dan lain sebagainya. Perkembangan ilmu personality ini patut diacungi jempol dan diapresiasi, ini menunjukkan bahwa betapa manusia adalah sesosok makhluk yang sangat kompleks dan menawan.

Hanya saja, mempelajari ilmu personality ini bagaikan pisau bermata dua. Di satu sisi, memang ilmu tipe ini bisa membantu diri kita memahami orang lain untuk menjadi lebih mudah, sehingga kita bisa mengoptimalkannya. Namun, di sisi lain, ilmu ini bisa membuat ego kita menjadi menjulang lebih tinggi lagi.

Sebagai yang berkecimpung di dunia pernikahan dan keluarga, saya pribadi sering menerima dan mendengar keluhan pertengkaran seperti ini:

'Kamu ini gimana sih? Bukannya kamu udah tau kalo aku ini orangnya INTJ, Koleris-melankolis, sama Thinking??? Harusnya kamu kan ngerti dong aku kayak gini?', protes sang suami kepada istri

'Kamu juga gak ngerti aku yang orangnya ESFP, plegmatis-melankolis, Feeling. Dasar Thinking, tidak berperasaan, gak peka sama perasaan. Bukannya kamu juga udah belajar bareng aku, jadi kamu harusnya tahu dong kalo aku ini orangnya kayak gini???', balas sang istri

Ah, betapa tidak produktifnya pertengkaran seperti ini.

Sangat disayangkan, ilmu yang seharusnya mempermudah kehidupan, justru malah berbalik merumitkan kehidupan, memperkeruh suasana rumahtangga. Ilmunya tidak salah, namun yang salah adalah penyikapannya. Ketika ilmu personality yang seharusnya kita gunakan untuk membantu kita lebih memahami dunianya, namun justru malah berbalik teori personality ini sebagai dalih untuk dimengerti orang lain, serta pembenaran akan kekeliruan yang kita sendiri lakukan, dengan berbekal alasan 'ya saya orangnya kan tipenya 'kayak gini'!!'

Ah, ini memang salah penyikapan.

Dua orang yang berbeda isi kepala, beda kepribadian, beda kebiasaan, beda tingkah laku, bertemu dalam satu wadah yang bernama pernikahan, tentu potensi konfliknya SANGAT TINGGI. Maka, jikalau mencari pasangan yang bisa mengerti diri kita 100%, menikah saja dengan diri sendiri. Terlalu banyak ketidakcocokan antara suami dan istri, dan hal itu wajar. Karena itu, rahasianya pernikahan harmonis adalah manajemen ketidakcocokan.

Ilmu personality seharusnya kita gunakan sebagai alat untuk membuat kita bisa me-manage perbedaan kita dengan pasangan. Mari gunakan ilmu personality ini dengan tepat, untuk memahami dirinya, bukan untuk ngotot minta dipahami dan diperhatikan.

Pernikahan harmonis itu, saling MEMAHAMI...

bukan saling MENUNTUT minta dipahami...

Selamat membangun keharmonisan pernikahan Anda

Romantic-Couple

@canunkamil & @fufuelmart
 •  0 comments  •  flag
Share on Twitter
Published on March 03, 2015 20:45 Tags: marriage, pernikahan

February 2, 2015

Ini Dia Cara Membangun Kesuksesan Karier - Keluarga

Pernikahan bagaikan mengarungi gelombang kehidupan bersama. Namun sayang, banyak yang (tanpa sadar) memilih untuk berlayar tanpa menentukan ‘pulau tujuan’nya. Sehingga, kehidupan pernikahannya bak mengapung begitu saja di tengah ombak. Bingung tak tentu arah, terserah ombak membawa kemana...

Jika pernikahan tak jelas kemana arah ‘pulau tujuannya’, maka jangan heran jika kehidupan pernikahan begitu hambar. Maksud bekerja mencari uang demi anak istri, namun anak istri terasa tak menganggap dan tak menghargai peluh keringat di luar sana. Maksud hati membangun karier demi keluarga dengan cara ‘mengorbankannya’, namun lama kelamaan terasa ‘ditinggal’ oleh keluarga. Maksud hati menjalankan Long Distance Marriage demi keluarga, namun tak ada deadline dilakukan sampai kapan, sehingga tak bisa terbangun kedekatan dengan keluarga.

Jangan sampai kita bekerja demi keluarga, dengan cara mengorbankannya. Karena itu, ciptakan keseimbangan dalam karier dan keluarga Anda, dengan mendesain pernikahan Anda. Setidaknya, ada tiga langkah untuk mendesainnya.

Yang pertama, desain ‘pulau tujuan’ Anda. Jawab dalam hati lalu tulislah, 'untuk apa saya perlu.bekerja?'. Apakah pure finansial, aktualisasi diri, passion, mengisi waktu, ibadah, atau ada alasan lainnya? Lalu, jawab juga pertanyaan ‘untuk apa saya berkeluarga?’, ‘untuk apa saya memiliki anak?'. Jawablah dengan jujur, bukan alasan karena jawaban yang Anda tulis, apapun itu, sedang mengecek niat Anda. Niat layaknya surat, salah tulis alamat akan sampai salah tempat.

Yang kedua, diskusikan bersama pasangan Anda dan desainlah ‘peran’ Anda berdua. Masalah hidup semakin lama semakin berat, Anda dipersatukan dengan pasangan Anda untuk bekerjasama mengarungi derasnya hidup, bukan untuk berjalan sendiri-sendiri. Sepakatilah siapa yang lebih berperan di rumah, siapa yang lebih berperan di luar. Sepakatilah siapa guru bagi anak-anak Anda, siapa kepala sekolahnya. Sepakatilah, peran apa yang paling tepat agar kehidupan pernikahan Anda harmonis. Ingat, masing-masing peran apapun itu, suami-istri-ayah-ibu-pebisnis-karyawan-profesional, semuanya meminta tanggungjawab Anda. Maka, diskusikanlah bagaimana pembagian peran dalam kehidupan Anda berdua.

Yang ketiga, desain rules dan SOP dalam rumah Anda. Sepakbola tanpa rules handsball akan membuat permainan menjadi sangat liar. Begitu pula dengan kehidupan kita. Ingatlah, manusia yang bermasalah itu adalah yang terlalu dikekang atau terlalu dibebaskan. Adanya rules dalam hidup Anda akan membuat Anda ‘on the track’ dari pulau tujuan yang telah Anda berdua desain. Pastikan, taati rules dariNya dan desain rules secara teknis dalam rumah Anda berdua.

Peta di tangan tak berarti hambatan dalam perjalanan menghilang. Peta di tangan membuat perjalanan kita fokus akan tujuan. Begitu pula dengan mendesain pernikahan, akan membuat Anda berdua fokus pada tujuan. InsyaAllah, kebahagiaan dan keberkahan akan selalu mewarnai kehidupan Anda.

Selamat membangun keharmonisan pernikahan Anda.

Romantic Couple
@canunkamil & @fufuelmart
 •  0 comments  •  flag
Share on Twitter
Published on February 02, 2015 16:46 Tags: career, karir, life, marriage, pernikahan

February 1, 2015

Mengalah untuk Kalah

Sudah dari jauh hari, suami mengidamkan untuk bermain futsal dengan rekan kerjanya, karena kesibukan kerja yang padat merayap. Pada akhirnya, didapatlah waktu janjian bersama rekan-rekannya untuk bermain. 'Sabtu depan. YES!! Futsal juga', tutur sang suami.

Waktu pun berlalu dengan ketenangan, jadwal pun sudah diridhai oleh sang istri dari jauh hari. Namun, istrinya yang sedang hamil besar, pada sabtu pagi merengek bagai anak kecil, ingin nonton bareng di jadwal futsalnya sang suami! Tentulah sang suami gondok luar biasa. Namun, karena rasa sayang pada sang istri, akhirnya sang suami memilih untuk MENGALAH. Ya, sang suami memilih untuk menturuti apa maunya sang istri...

Namun apa yang terjadi gerangan?

'Ah, dasar ni istri gak bisa ngerti aku apa?'
'Ah, dasar ni istri egois banget sih!'
'Ah, dasar ni istri gak bisa banget sih ngasih aku waktu istirahat!'
dan bermacam omelan lainnya beterbangan di kepalanya. Bisa ditebak, wajah cemberut seperti apa yang terbentuk pada wajah suami, saat menyetir, jalan-jalan di dalam mall, saat makan bersama, dan saat nonton.

Suasana? Tentu suram. Romantis? Enjoy? Hmmm, rasanya jauuuuh. Meskipun sang suami 'rela' mengorbankan kesenangan pribadinya demi sang istri, namun kesebalannya dan kegeramannya masih 'terbawa'. Inilah yang biasanya terjadi jika MENGALAH...

Namun, akan berbeda jika sang suami memilih untuk MENGERTI istrinya, 'Sebegitu diperlukankah diriku? Kalau bukan aku yg menemaninya nonton, masa harus mantannya yang menemani?', begitu kuranglebih self-talknya. Ada perbedaan nuansa kan dengan self-talk mengeluh2 di atas?

Tentu saja, bukan bermaksud dan bukan berarti di kondisi ini yang benar adalah suami harus turuti 100 % keinginan istri, atau kebalikannya. Namun, seberapa sering hubungan pernikahan terluka 'hanya' karena suami, istri, atau keduanya saling mengalah satu sama lain? Dan seberapa sering hubungan pernikahan menjadi indah hanya karena suami, istri, atau keduanya saling mengerti satu sama lain?

Gantilah kata 'MENGALAH' jadi 'MENGERTI'. Mengalah seringkali karena diikhlas-ikhlaskan, tapi masih menyimpan omelan dalam dada. Sedang mengerti, dimulai dari ikhlas betulan, berusaha mencari tahu mengapa pasangan bertindak 'seperti itu', apa kebutuhan pasangan yang belum terpenuhi sehingga ia meminta request seperti itu. Merepotkan memang, namun indah pada akhirnya...

Pernikahan harmonis bukan diisi oleh suami istri yang saling mengalah, pun bukan diisi oleh suami istri yang saling menuntut minta dimengerti, namun pernikahan harmonis diisi oleh suami istri yang saling mengerti satu sama lain.

Selamat membangun keharmonisan pernikahan Anda :)
 •  0 comments  •  flag
Share on Twitter
Published on February 01, 2015 20:22 Tags: pernikahan