Ariel Seraphino's Blog, page 4

March 22, 2015

Kata-kata Memasuki Dirimu

Saya memikirkan tentang apa yang telah disampaikan oleh Dee Lestari ketika saya menghadiri Dee’s Coaching Clinic yang diadakan oleh Bentang Pustaka baru-baru ini. Saat itu saya mengikuti kelas menulis singkat tersebut di Solo yang menjadi kelas pertama yang beruntung mendapatkan kedatangan seorang Dee Lestari untuk mengetahui bagaimana proses kreatif yang beliau lakukan dalam menulis karya-karya […]
 •  0 comments  •  flag
Share on Twitter
Published on March 22, 2015 06:09

February 10, 2015

Bentang dan Apa Artinya Bagi Saya

Ini adalah tulisan yang saya buat dengan ketulusan yang ikhlas dan apa adanya tentang apa yang saya rasakan dan saya alami selama saya mengenal Bentang Pustaka dan buku-buku yang diterbitkannya. Pertama kali saya mengenal ada sebuah penerbitan bernama Bentang adalah sewaktu saya menghabiskan masa sekolah SMP hingga SMA di Jogjakarta. Ketika masa itulah saya sedang […]
 •  0 comments  •  flag
Share on Twitter
Published on February 10, 2015 08:21

January 27, 2015

Membaca Manusia Kamar

Barangkali memang benar yang dibutuhkan oleh seorang penulis untuk kelak menjadi seorang maestro dalam bidangnya hanyalah ketekunan. Hal inilah yang kemudian saya tangkap ketika membaca dua karya Seno Gumira Ajidarma, Manusia Kamar dan Negeri Kabut. Bagaimana seorang maestro sastra negeri kita ternyata telah menulis sedemikian lama, konon beliau sudah menulis ketika berumur 16 tahun. Dan […]
 •  0 comments  •  flag
Share on Twitter
Published on January 27, 2015 10:42

January 15, 2015

Selamat Datang

Selamat Datang   Semua yang akan Anda baca di blog ini hanyalah sekelumit dari banyaknya kisah yang saya alami selama hidup saya. Tidak semua cerita patut untuk diceritakan seperti juga tidak semua cerita bisa diceritakan pada semua orang. Kadang semakin banyak yang berusaha kita tunjukkan kepada orang lain, semakin telanjanglah kita. Di lain hal, semakin […]
 •  0 comments  •  flag
Share on Twitter
Published on January 15, 2015 07:56

January 29, 2012

Jakarta, Aku Yakin Aku Cinta Padamu

Tentang kesekian kalinya kembali ke ibukota yang penuh sesak dengan manusia dan begitu padat dengan berbagai kesibukan. Kota yang ramai. Jakarta, aku yakin aku cinta padamu. Meski belum usai peluh yang kerap datang setiap mengunjungimu. Manusia-manusia degil yang bertebaran di sudut2 kotamu. Yang bertarung dengan jutaan orang lainnya meraup untung. Tokoh-tokoh yang menjalankan perannya masing2. Kadang sulit menjelaskan dengan sedikit kata.
Ini adalah pengalaman terakhirku yang kembali mengingatkanku padamu. Tentang segala hal yang pernah aku lewati bersamamu selama ini. Jakarta, aku yakin aku cinta padamu. Tidak perduli betapa kotor dan buruknya udara yang aku hirup. Tidak perduli betapa gelapnya langit-langit yang aku lihat. Aku bertemu dengan beberapa teman baru sejak aku datang pagi tadi. Mungkin ini sedikit tidak mungkin, aneh dan jarang.
Perjalananku kali ini dimulai dari Bandung, hingga akhirnya berlabuh di Jakarta aku berada disana sampai jam 8 malam. Ketawa-ketawa dan bercanda satu sama lain dengan beberapa teman-teman lama sambil berbuka puasa bersama, dan masih saja aku merasa begitu bodoh karena melewatkan beberapa jam di jalan untuk sampai dan bertemu dengan mereka. Karena ketika sampai disana aku hampir merasakan kehilangan yang begitu besar. Jalanan Jakarta di waktu dan tempat mana pun selalu ramai dipenuhi dengan kendaraaan. Membuat kemacetan dimana-mana.
Kemuian setelah sesi makan-makan dengan beberapa teman tadi selessi, kami lantas foto-foto lagi diluar. Semakin menyiratkan perasaan bahwa ternyata hari ini saya sering sekali berfoto bersama. Luar biasa! Tuhan pasti sangat cemburu sekarang, aku memang memiliki banyak teman.
Saat pergi darinya, selalu merasa mesra dengan keadaan yang ada.
Dari lampu2 jalanan di sekitar Cawang yang bersinar begitu benderang, udara malam yang dingin dan nyamuk2 yang tak henti memburu. Tak terkecuali dengan kamu. Kamu, manusia yang selalu aku rindu ketika sampai di Jakartamu. Aku tak mengerti ujian macam mana lagi yang akan kau suguhkan kepadaku kali ini. Sudah tiga ratus hari aku datang dan kembali lagi disini. Dan memori itu selalu membawaku pulang kepadamu.
Waktu kali ini memang kian tak menentu. Dirimu dimana kini aku masih tak tahu. Ini adalah gunung Sinai yang selalu menungguku. Jika hanya berlari dan tertatih saja tak akan berhenti aku dibuatnya. Ini adalah Gunung Everest yang membuatku terhenti di satu tempat. Ini adalah gunung es yang menenggelamkan Titanic-ku.
Semakin aku datang, semakin aku dibuat mabuk kepayang. Harus ada sesuatu yang dibiarkan tetap tak sempurna. Bagaimana jika bagian itu adalah dirimu. Inilah realitanya. Wujud sama yang terkunci di satu sudut waktu.
Mungkin saat ini kamu tidak berada disini. Mungkin hari ini kamu tak lagi seperti yang dulu. Mungkin ketika bertemu kelak, kamu tak perduli padaku. Tetapi aku tidak bisa melupakan wajahmu. Seperti bulan yang tetap setia muncul nanti malam. Kamu akan terus ada. Jadi jangan hapus aku hanya karena lupa.
Suatu saat kita akan beranjak tua, dilupakan dan tak berdaya. Jika orang bilang menjadi tua berarti bisa menjadi bijaksana, kenyataannya tidak selalu seperti itu. Ini seperti tetes air dalam sebongkah batu. Meski tahu batu itu akan hancur karena setetes air, kenyataannya yang menghancurkan kita bukanlah hal-hal besar. Ini hanyalah hal-hal kecil dan remeh. Berulang kali kita berusaha menyadari hal itu sejak dulu. Tetap saja kita tak bisa menjadi tua dan bijaksana dalam waktu yang bersamaan. Begitu pun denganku.
Ini hanyalah sesuatu yang tak bisa kuelakkan.
Datangnya begitu cepat bak petir di siang bolong.
Ketika kusadar kemudian, kutahu tak ada lagi yang nyata yang bisa diselamatkan. Jadi dengarlah sedikit saja, meski aku terus menunggumu datang dan berjumpa. Dirimu dan diriku bukan keturunan dewa. Kita adalah anak Adam. Meski tidak terpisah antara Safa dan Marwah. Waktu tak mungkin berdusta. Satu janji saja sudah cukup untuk dikatakan.
Jakarta, aku yakin aku cinta padamu.
 •  4 comments  •  flag
Share on Twitter
Published on January 29, 2012 09:30

June 25, 2011

Habit

Beberapa hari kemarin ini, gue ditanya orang soal salah satu kebiasaan gue yg rada beda dari org lain, kebiasaan itu adalah memakai jam di tangan kanan. Waktu pertama ditanya sih, gue cuma jawab seadanya aja, karena emang org nya jg nanyanya dadakan gitu. Kan gue jd gak prepare jawaban dunk? Hehehe.
Nah setelah kejadian itu gue flash back bgt jauh ke belakang. Ingatan gue jatuh di suatu tempat di masa lalu, ketika pertama kali gue punya jam tangan waktu SD kelas 6. Sebuah jam tangan yang ckp bagus dipakai anak seumur itu. Gue inget2 lg kenapa gue bisa punya habit pake jam di tangan kanan. Pernah gak lo merasa bahwa kebiasaan2 kita skrg adalah bagian dari pengaruh org lain? Hal inilah yang terjadi sm gue skrg. Alasan gue skrg pake jam di tangan kanan adalah karena dulu, waktu kelas 6 itu, gue punya cewe idola, yg seisi kelas itu tau gue suka sm dia. Dia juga tau siy gue suka sm dia. Tp saking freak nya malu gue buat ngajak dia ngomong, gue cuma bisa perhatikan semua kebiasaan dia yang gue inget bgt mpe skrg.
Salah satunya adalah kebiasaan pakai jam di tangan kanan ini. Gue inget gue tiap hari Cuma bisa ngeliatin dia tiap dtg ke sekolah, di kelas, mpe jam pulang sekolah. Jadi gue hapal bgt gimana dia tiap harinya. Dia pake jam tangan di tangan kanan, pakai tas di gantung di pundak kanan, rok panjang karena dia pake jilbab setiap ke sekolah. What a nice day, I’ve had!
Setelah kejadian itu, gue tanyain soal kebiasaan gue ini sama yg bersangkutan, yg tidak lain, tidak bukan adalah si cewek idola gue ini. Kebetulan kita masih kontak, walau udah gak ada feeling apa2 lg gue sm dia. Dan reaksi dia juga kaget, kok gue masih inget. Ternyata, dia sendiri jg masih inget kalo dulu gue niru dia gitu. Dari mulai jam tangan di kanan, tas di pundak kanan, sampai dia inget kalo tiap kita pulang sekolah, gue suka ngikutin dia sampe dia dijemput sm supirnya.
Satu lagi kebiasaan gue yg dibentuk dari pengaruh jaman dulu adalah kebiasaan pake tas di pundak kanan, gue masih suka pake tas begitu sampai gue SMA. Dan gue juga kaget, kalo kebiasaan ini tuh gue dapetin dari dia. Gue inget banget gimana gue dulu SMA, tiap ke sekolah, bawa tas punggung yang cuma gue gantung di pundak kanan. Hehehe menakjubkan ya bagaimana hebatnya pengaruh itu bagi seseorang?
Bayangkan gimana rasanya kalo dulu gue ngikutin org2 kaya jaman dulu, beeuhh mungkin gue jg udah kaya raya kali. Hehehe. Itu hebatnya pengaruh bagi hidup tiap orang. Hal-hal kecil yang kadang kita anggap remeh ternyata berdampak besar di kemudian hari. Kayak gue, dulu memperhatikan si cewe idola tiap hari, gue liat kebiasaan dia, dll. Akhirnya gue meniru, yang mana, semua orang mampu melakukannya. Sampai akhirnya kebiasaan itu gue bawa samapai gue dewasa gini. Luar biasa! Amazing!
 •  0 comments  •  flag
Share on Twitter
Published on June 25, 2011 02:42 Tags: point-out