Goodreads Indonesia discussion

163 views
Klub Buku GRI > Baca Bareng Buku Puisi: "Celana Pacarkecilku di Bawah Kibaran Sarung" by Joko Pinurbo

Comments Showing 51-100 of 218 (218 new)    post a comment »

message 51: by Sylvia (new)

Sylvia (sylnamira) | 513 comments Haha lucu jg tuh kalo abis tiap puisi ada sontreknya :D


message 52: by Thesunan (new)

Thesunan | 511 comments puisi #11 (hal.18)

Penyanyi yang Pulang Dinihari

Ia melewati jalan yang sudah bosan
menghitung langkahnya.
Rambutnya menyimpan kunang-kunang.
Matanya ingin menggapai bintang-bintang.
Tak ada yang benar-benar mengenalinya
selain angin yang masih menyebutnya perempuan.

Perempuan itu tak mau menangis.
Air matanya sudah hanyut di sungai.
Dan meskipun sungai berulangkali meriuhkan keperihan,
arus air tak mau kembali mengulang detak jam.

Malam sekarat di balik gaun transparan
dan sisa waktu dilumatkan di ujung lengan.
letupkan penyanyi, letupkan nada terakhir
yang belum sempat dihunjamkan.
Siapa tahu dada montok itu masih merindukan jeritan.

Tersaruk-saruk ia menyeret bayangan tubuhnya.
Gerimis hitam mengguyur wajahnya yang beku
sehingga bedak dan lipstik luntur
melumuri gaunnya yang putih.
Rambut coklatnya meleleh pekat.
Tapi singa luka itu tak mau pedih.
Mungkin hatinya merintih.

Maka kunang-kunang menggeremang di rambutnya,
bintang-bintang berkerlapan di matanya.
Ia menyanyi dan menari dan pinggulnya yang hijau
mengibaskan bayangan hitam orang-orang mati.
Tersuruk ia di sebuah tikungan
dan para peronda mau membawanya ke gardu.
Tapi singa luka itu menggeram nyalang
dan para lelaki dihardiknya pergi.

Hai perempuan, rumah mana bakal kautuju?
Awas hati-hati, di ujung jalan banyak polisi.
Ah sialan, dasar pemberani, sudah luka
masih juga menggoda. Tampaknya ia percaya
sebuah rumah setia menanti.

Seperti tamu asing, ia berhenti di depan pintu besi.
Plat nomor telah rusak, tak lagi mencantumkan angka.
Ia ragu apakah benar itu rumahnya.
Tapi ia masih ingat beha usang yang tergantung
di atas pintu, tanda sebuah dunia
atau sepenggal kehidupan masih menunggu.

Pintu besi telah mengunci diri,
menutup hati bagi tamu yang ingin singgah.
Daripada kaku dibalut embun pagi,
dipanjatnya pagar halaman berduri.
Seekor anjing menyalak nyaring
menggonggongi bau keringatnya yang asin.

Kembali ia termangu.
Ia ragu membuka pintu.
Ia takut pada pintu.
Baru setelah diketuk tujuh kali,
pintu hitam membukakan diri.
“Bukankah ini rumahmu?
Apakah engkau takut atau lupa samasekali?”
“Ya, ini memang rumahku.
Saban kali aku meninggalkannya,
saban kali pula harus mengenalinya kembali.”

Ia tertegun. Dadanya mengkerut
disepak dentang lonceng jam tiga pagi.
“Ah pintu, engkau lebih mengenal rumahku
ketimbang aku sendiri yang saban waktu merindukannya
dan kemudian meninggalkannya.
Barangkali studio-studio suara
dan panggung-panggung hiburan
telah membuatku jadi pelupa, jadi serba alpa.”

Perlahan ia melangkah ke ambang pintu.
Angin jahat menyingkap ujung gaunnya yang tipis.
Kakinya yang lembab melekat di lantai dingin.
Terasa dunia jadi lain, terasa dunia jadi lain.
Di dinding hitam sebuah topeng terkekeh-kekeh,
menyeringai menertawakan tamu asing
yang bertandang ke rumahnya sendiri.

Apakah ada malaikat yang selalu membawa anak kunci?
Kamar sudah menganga sebelum ia buka pintunya.
Dan di atas meja rias yang porak poranda
sebuah boneka masih menari-nari.

Astaga, ranjang hitam menggoyang-goyangkan diri.
Kelambu telah habis dibakar mimpi.
Sebuah radio tertidur pulas di bantal biru,
tak henti-hentinya mengigau dan meracau.
Wah, tampaknya ia tengah bercumbu dengan orang mati
yang menciptakan gelombang siaran dinihari.

Ah perempuan, yang merindukan kebangkitan musim semi,
kini tubuhmu tegak di hadapan cermin retak.
Bibirmu hangus dan mengelupas. Berdarah.
Berdarah-darahlah leher hijau yang diterkam musim panas.
Kau mengaduh. Aduh. Kepada siapa kau mengaduh?
Kepada tatapan yang hancur luluh?
Kepada cermin yang tak lagi utuh?
Wah, jidatmu yang legam dilayari kupu-kupu hitam,
diarungi cicak-cicak hitam. Serba hitam.

Perempuan itu samasekali tidak gila.
Tidak lupa pada jagad kata yang dihuninya seorang diri
tanpa cinta. Tidak sangsi dan benci pada janji-janji baik
yang diucapkan para kekasih yang mengurungnya
dalam lingkaran ilusi.
Ia tidak gila.
Hanya sepi berkepanjangan, barangkali.

Dan ia benar-benar perempuan. Terbukti ia tabah,
tidak mudah menyerah pada keinginan murahan
untuk mencekik leher, memotong urat nadi.
Memang ia mengambil pisau dari laci almari,
tapi bukan untuk bunuh diri.
Ia cuma ingin menyembelih bayangan-bayangan hitam
yang berbondong-bondong di dinding legam.

Sebuah kamar bisa menjadi salon kecantikan.
Di sana ia bersolek, mengganti model rambut, alis
dan bulu mata agar setiap orang tergoda untuk pura-pura tak mengenalnya sehingga ia bisa mendapatkan cinta baru di atas kecantikan lama.

Demikian pula para lelaki
akan mendapatkan kejantanan kembali
pada tatapan yang sesilau kerlip api
setelah sekian lama dunia mereka miliki sendiri.
Ah lelaki, wajahmu tersipu malu disambar rayuan baru.
Lalu ia menyanyi di depan kaca almari.
Lagu-lagu lama disenandungkan kembali.
Kadang lebih merdu dari yang dinyanyikan di masa lalu, lebih baru dari lagu-lagu terbaru.
Perempuan, kau memang hanya berlomba dengan waktu.

Tak usah ditunda lebih lama.
Bibir pedas sudah siap menerima lumatan.
Dan jika dada kenyal itu menggembung mengempiskan
hasrat-hasrat terpendam, kamar sempit siap menampung
gemuruh topan dan lalu badai kehampaan.
Tapi tak ada saat untuk menangis menggigit-gigit tangan.

Penyanyi, jangan meraung memukul-mukul dinding.
Ranjang hitam sudah menggeliat minta dekapan.
Cermin retak sudah kembali berdandan.
Tanggalkan gaun usang, cobalah menggelinjang.
Dentang lonceng jam tiga pagi tergelak-gelak
menyaksikan tubuhmu, sakitmu, yang telanjang.

(1991)


message 53: by Thesunan (new)

Thesunan | 511 comments kang Eri pasti seneng nih sama puisi ini ada kata menggelinjang ahahahaha


message 54: by Hippo dari Hongkong (last edited May 06, 2010 03:30PM) (new)

Hippo dari Hongkong | 1033 comments Tanggalkan gaun usang, cobalah menggelinjang.

oke deh, gw coba menggelinjang kalo gitu :))
sebuah kata yang jarang terdengar lagi sekarang, heuheu


Hippo dari Hongkong | 1033 comments Puisi #12

Kisah Seorang Nyumin

Demonstrasi telah bubar. Kata-kata telah bubar.
Juga gerak, teriak, gegap, gejolak.
Tak ada lagi karnaval.
Bahkan pawai dan gelombang massa telah menggiring diri
masih bertahan dari serbuan beragam ancaman.
Siapa masih bicara? Bendera, spanduk, pamflet
telah melucuti diri sebelum dilucuti para pengunjuknya.
Tak ada lagi karnaval.
Di pelataran yang mosak-masik yang tinggal hanya
koran-koran bekas, berserakan, kedinginan
diinjak-injak sepi.

Tapi di atas mimbar, di pusat arena unjuk rasa
Nyumin masih setia bertahan, sendirian.
Lima peleton pasukan mengepungnya.
"sebutkan nama partaimu."
"Saya tak punya partai dan tak butuh partai."
"Lalu apa yang masih ingin kau lakukan?
Mengamuk, mengancam, menggebrak, melawan?"
"Diam, itu yang saya inginkan."
"lakukan, lakukan dengan tertib dan sopan,
Kami akan pulang, mengemasi senjata,
mengemasi kata-kata. Pulang ke rumah
yang teduh tenang."

Sayang Nyumin yak bisa diam, Nyumin terus bicara,
menghardik, menghentak, meronta, meninju-ninju udara.
Dan para demonstran bersorak: "Hidup Nyumin!"
Suasana serasa senyap, sesungguhnya.


(1992)


Hippo dari Hongkong | 1033 comments eh, dah ada dek harun ternyata
met pagi

Harun Harahap wrote: "Erie: Coba menggelinjang dengan cara apa kang?"

digencet traktor :))


message 57: by Sweetdhee (new)

Sweetdhee | 1594 comments hahahahahaha..menggelinjang sekarat itu mah, Kang


message 58: by Sweetdhee (new)

Sweetdhee | 1594 comments "Saya tak punya partai dan tak butuh partai."


vote for this one
^_^


message 59: by Roos (new)

Roos | 2991 comments Hayoookkk lanjut...yang ganjil...yang ganjil...hahahaha...*melotot ke Imam*


message 60: by Hippo dari Hongkong (last edited May 06, 2010 06:25PM) (new)

Hippo dari Hongkong | 1033 comments Roos wrote: "Hayoookkk lanjut...yang ganjil...yang ganjil...hahahaha...*melotot ke Imam*"

orang ganjil emang cocokna nulis yang nomer ganjil juga :))


message 61: by Thesunan (new)

Thesunan | 511 comments HairycusHippocantropusErectusSimiriwingus wrote: "Roos wrote: "Hayoookkk lanjut...yang ganjil...yang ganjil...hahahaha...*melotot ke Imam*"

orang ganjil emang cocokna nulis yang nomer ganjil juga :))"


getok!!!!


gonk bukan pahlawan berwajah tampan (gonk) | 287 comments mam, mau pinjem peralatan perang model apa? gw siap ngebantu nech...


message 63: by Speakercoret (new)

Speakercoret | 2571 comments itu kenapa yg giliran ada pulang2nya, puisinya panjaaaaaang banget :D


message 64: by Thesunan (new)

Thesunan | 511 comments klaas-jan GONKtelaar wrote: "mam, mau pinjem peralatan perang model apa? gw siap ngebantu nech..."

adanya apa aja Gong..? boleh tuh... ahahaha


message 65: by Roos (new)

Roos | 2991 comments Whoeeeeeeeeeee...diketik itu puisinya! Dilarang perang disini. Hayooooo Lanjooot Dek Imam!


message 66: by Thesunan (last edited May 06, 2010 07:54PM) (new)

Thesunan | 511 comments puisi #13 (hal.26)

Kisah Senja


Telah sekian lama mengembara, lelaki itu akhirnya pulang ke rumah.
Ia membuka pintu, melemparkan ransel, jaket,
dan sepatu. "Aku mau kopi," katanya
sambil dilepasnya pakaian kotor yang kecut baunya.

Isterinya masih asyik di depan cermin, bersolek
menghabiskan bedak dan lipstik, menghabiskan sepi
dan rindu. "Aku mau piknik sebentar ke kuburan.
Tolong jaga rumah ini baik-baik. Kemarin ada pencuri
masuk mengambil buku harian dan surat-suratmu."

Tahu senja sudah menunggu, lelaki itu bergegas masuk
ke kamar mandi, gebyar-gebyur, bersiul-siul, sendirian.
Sedang isterinya berlenggak-lenggok di cermin,
mematut-matut diri, senyum-senyum, sendirian.
"Kok belum cantik juga ya?"

Lelaki itu pun berdandan, mencukur jenggot dan kumis,
mencukur nyeri dan ngilu, mengenakan busana baru.
Lalu merokok, minum kopi, ongkang-ongkang, baca koran.

"Aku minggat dulu mencari hidup. Tolong siapkan
ransel, jaket, dan sepatu." Si isteri belum juga rampung
memugar kecantikan di sekitar mata, bibir, dan pipi.
Ia masih mojok di depan cermin, di depan halusinasi.

(1994)


Hippo dari Hongkong | 1033 comments lanjuuuuut

Puisi #14 (hal 28)

Bayi di Dalam Kulkas

Bayi di dalam kulkas bisa lebih mendengarkan
pasang-surutnya angin, bisu-kelunya malam
dan kuncup-layunya bunga-bunga di dalam taman.

Dari setiap orang yang mendengar tangisnya mengatakan;
"Akulah ibumu. Aku ingin menggigil
dan membeku bersamamu."

"Bayi, nyenyakkah tidurmu?"
"Nyenyak sekali, Ibu. Aku terbang ke langit
ke bintang-bintang ke cakrawala ke detik penciptaan
nersama angin dan awan dan hujan dan kenangan."
"Aku ikut. Jemputlah aku, Bayi
Aku ingin terbang dan melayang bersamamu."

Bayi tersenyum, membuka dunia kecil yang merekah
di matanya, ketika Ibu menjamah tubuhnya
yang ranum, seperti menjamah gumpalan jantung dan hati
yang dijernihkan unruk dipersembahkan di meja perjamuan.

"biarkan aku tumbuh besar di sini, ibu.
Jangan keluarkan aku ke dunia yang ramai itu."

Bayi di dalam kulkas adalah doa yang merahasiakan diri
di hadapan mulut yang mengucapkannya.


(1995)


message 68: by Roos (new)

Roos | 2991 comments Waaaaaaaaaahh pas banget nih Bayi ngetik bayi...hehehe.


message 69: by Thesunan (new)

Thesunan | 511 comments puisinya cocok!!! di luar mirip bayi tapi di dalam aki2... gara2 diawetkan.. ahahhaha


message 70: by an (new)

an (drogini) | 488 comments klo pangilan pagi ma telepon tengah malam tu ada di buku ini ga ya?


message 71: by Sylvia (new)

Sylvia (sylnamira) | 513 comments bayi di kulkas? :D akibatnya di dalam fresh, luarnya kriput :D


message 72: by Thesunan (new)

Thesunan | 511 comments Sylvia wrote: "bayi di kulkas? :D akibatnya di dalam fresh, luarnya kriput :D"

ahahahahaha.... SGNT


message 73: by Thesunan (last edited May 07, 2010 01:29AM) (new)

Thesunan | 511 comments puisi #15 (hal.29)
ditujukan buat aki dan nini.. :)

Di Salon Kecantikan

Ia duduk seharian di salon kecantikan.
Melancong ke negeri-negeri jauh di balik cermin.
Menyusuri langit putih biru jingga
dan selalu pada akhirnya: terjebak di cakrawala.

“Sekali ini aku tak mau diganggu.
Waktu seluruhnya untuk kesendirianku.”

Senja semakin senja.
Jarinya meraba kerut di pelupuk mata.
Tahu bahwa kecantikan hanya perjalanan sekejap
yang ingin diulur-ulur terus
namun toh luput juga.
Karena itu ia ingin mengatakan:
“Mata, kau bukan lagi bulan binal
yang menyimpan birahi dan misteri.”


Ia pejamkan matanya sedetik
dan cukuplah ia mengerti
bahwa gairah dan gelora
harus ia serahkan kepada usia.

Toh ia ingin tegar bertahan
dari ancaman memori dan melankoli.
Ia seorang pemberani di tengah kecamuk sepi.

Angin itu sayup.
Gerimis itu lembut.
Ia memandang dan dipandang
wajah di balik kaca.
Ia dijaring dan menjaring
dunia di seberang sana.
Hatinya tertawan di simpang jalan
menuju fantasi atau realita.

Mengapa harus menyesal?
Mengapa takut tak kekal?
Apa beda selamat jalan dan selamat tinggal?
Kecantikan dan kematian bagai saudara kembar
yang pura-pura tak saling mengenal.

“Aku cantik.
Aku ingin tetap mempesona.
Bahkan jika ia yang di dalam cermin
merasa tua dan sia-sia.”

Yang di dalam kaca tersenyum simpul
dan menunduk malu
melihat wajah yang diobrak-abrik tatawarna.
Alisnya ia tebalkan dengan impian.
Rambutnya ia hitamkan dengan kenangan.
Dan ia ingin mengatakan:
“Rambut, kau bukan lagi padang rumput
yang dikagumi para pemburu.”

Kini ia sampai di negeri yang paling ia kangeni.
“Aku mau singgah di rumah yang terang benderang.
Yang dindingnya adalah kaki langit.
Yang terpencil terkucil di seberang ingatan.
Aku mau menengok bunga merah
yang menjulur liar
di sudut kamar.”

Ada saatnya ia waswas
kalau yang di dalam cermin memalingkan muka
karena bosan, karena tak betah lagi berlama-lama
menjadi bayangannya
lalu melengos ke arah tiada.

Lagu itu lirih.
Suara itu letih.
Di ujung kecantikan jarum jam
mulai mengukur irama jantungnya.

“Aku minta sedikit waktu lagi
buat tamasya ke dalam cemas.
Malam sudah hendak menjemputku
di depan pintu.”

Keningnya ia rapatkan pada kaca.
Pandangnya ia lekatkan pada cahaya.
Ia menatap. Ia melihat pada bola matanya
segerombolan pemburu beriringan pulang
membawa bangkai singa.

Senja semakin senja.
Kupu-kupu putih hinggap di pucuk payudara.
Tangannya meremas kenyal yang mrucut
di sintal dada.
Dan ia ingin mengatakan:
“Dada, kau bukan lagi pegunungan indah
yang dijelajahi para pendaki.”

Ia mulai tabah kini
justru di saat cermin hendak merebut
dan mengurung tubuhnya.
“Serahkan. Kau akan kurangkum,
kukuasai seluruhnya.”

Ia ingin masih cantik
di saat langit di dalam cermin berangsur luruh.
Hatinya semakin dekat
kepada yang jauh.


(1995)


message 74: by Thesunan (last edited May 07, 2010 01:26AM) (new)

Thesunan | 511 comments wiiiw., gerah abis menuliskan kembali puisi ini


message 75: by Speakercoret (new)

Speakercoret | 2571 comments Thesunan wrote: "wiiiw., gerah abis menuliskan kembali puisi ini"

pinjam kipas kang erie aja :D


message 76: by miaaa, Moderator (new)

miaaa | 2354 comments Mod
lah ini toh yg bikin IT manyun tretnya kalah bersaing ama sebelah huh *plak
*melenggang pergi*

*balik bentar*
ada aki menggelinjang dilindes traktor? kirain gara2 apa
*beneran pergi*


message 77: by Thesunan (new)

Thesunan | 511 comments jiahhh dateng2 malah nabok!!!


*plak plak bolakbalik gak berhenti


message 78: by Ayu, Moderator (new)

Ayu Yudha (ayu_yudha) | 1293 comments Mod
Hatinya semakin dekat
kepada yang jauh.


mantaps.. :)


Hippo dari Hongkong | 1033 comments rhe wrote: "klo pangilan pagi ma telepon tengah malam tu ada di buku ini ga ya?"

nggak ada keknya :D


message 80: by Hippo dari Hongkong (last edited May 07, 2010 02:27PM) (new)

Hippo dari Hongkong | 1033 comments Dada, kau bukan lagi pegunungan indah
yang dijelajahi para pendaki.”


sayang sekali




message 81: by Hippo dari Hongkong (last edited May 07, 2010 02:30PM) (new)

Hippo dari Hongkong | 1033 comments Puisi #16 (hal 33)

Malam Pembredelan

Segerombolan pembunuh telah mengepung rumahnya.
Mereka menggigil di bawah hujan yang sejak sore
bersiap menyaksikan kematiannya.
Malam sangat ngelangut, seperti masa muda
yang harus bergegas ke pelabuhan,
meninggalkan saat-saat indah penuh kenangan.

Ia sendiri tetap tenang, ingin santai dan damai
menghadapi detik-detik akhir kehancuran.
Ia mengenakan pakaian serba putih
dengan rambut disisir rapih dan wajah amat bersih.
Bahkan ia masih sempat menghabiskan sisa kopi
di cangkir ungu, sambil bersiul dan sesekali berlagu.

"Selamat datang. Saya sudah menyiapkan semua
yang akan Saudara rampas dan musnahkan; kata-kata,
suara-suara, atau apa saja yang saudara takuti
tetapi sebenarnya tidak saya miliki."

Ia berdiri diambang pintu.
Ditatapnya wajah pembunuh itu satu satu.
Mereka gemetar dan memandang ragu.
"Maaf, kami agak gugup.
Anda ternyata lebih berani dari yang kami kira.
Kami melihat kata-kata berbaris gagah
di sekitar bola mata anda."

"Terima kasih. Saudara masih juga berkelakar
dan pura-pura menghibur saya.
Cepat laksanakan tugas Saudara atau kata-kata
akan menyerang balik Saudara."

"Baiklah, perkenankan kami sita dan kami bawa
kata-kata yang bahkan telah anda siapkan dengan rela.
Sedapat mungkin kami akan membinasakannya."

"Ah, itu kan hanya kata-kata.
Saya punya yang lebih dahsyat dari kata-kata."

Tanpa kata-kata, gerombolan pembunuh itu berderap pulang.
Tubuh mereka yang seram, wajah mereka yang nyalang
lenyap ditelan malam dan hujan.

Sementara di atas seratus halaman majalah
yang seluruhnya kosong dan lengang
kata-kata bergerak riang seperti di keheningan sebuah taman.
Sebab, demikian ditulisnya dengan tinta merah:

kata-kata adalah kupu-kupu yang berebut bunga,
adalah bunga-bunga yang berebut warna,
adalah warna-warna yang berebut cahaya,
adalah cahaya yang berebut cakrawala,
adalah cakrawala yang berebut saya.


Lalu ia tidur pulas.
Segerombolan pembunuh lain telah mengepung rumahnya.

(1995)


message 82: by ucha (new)

ucha (enthalpybooks)  | 27 comments wow dah puisi #16
@mas harun, usul dong, kalau sdh lengkap ketikan puisi2 di buku ini dr teman2 GRI di akhir bulan bisa digabungkan dan dikirim ke www.mitranetra.or.id
aku cek buku ini blm ada di list mereka..


message 83: by Thesunan (new)

Thesunan | 511 comments Mengapa harus menyesal?
Mengapa takut tak kekal?
Apa beda selamat jalan dan selamat tinggal?
Kecantikan dan kematian bagai saudara kembar
yang pura-pura tak saling mengenal.


*keplok2...


message 84: by Thesunan (last edited May 08, 2010 11:45PM) (new)

Thesunan | 511 comments puisi #17 (hal.36)


Kisah Semalam

Yang ditunggu belum juga datang. Tapi masih digenggamnya surat terakhir yang sudah dibaca berulang. “Aku pasti pulang pada suatu akhir petang. Tentu dengan bunga plastik yang kauberikan saat kau mengusirku sambil menggebrak pintu:
‘Minggat saja kau, bajingan. Aku akan selamanya di sini, di rumah yang terpencil di sudut kenangan.’”

Belum sudah ia bereskan resahnya. Tapi malam buru-buru mengingatkan: “Kau sudah telanjang, kok belum juga mandi dan berdandan.” Maka ia pun lekas berdiri dan dengan berani melangkah ke kamar mandi. “Aku mau bersih-bersih dulu. Aku mau berendam semalaman, menyingkirkan segala yang berantakan dan berdebu di molek tubuhku.”

Dan suntuklah ia bekerja, membangun kembali keindahan
yang dikira bakal cepat sirna:
kota tua yang porak poranda pada wajah
yang mulai kumal dan kusam;
langit kusut pada mata yang memancarkan
cahaya redup kunang-kunang;
hutan pinus yang meranggas pada rambut
yang mulai pudar hitamnya;
padang rumput kering pada ketiak
yang kacau baunya;
bukit-bukit keriput pada payudara yang sedang
susut kenyalnya;
pegunungan tandus pada pinggul dan pantat
yang mulai lunglai goyangnya;
dan lembah duka yang menganga antara perut dan paha.

Benar-benar pemberani. Tak gentar ia pada sepi
dan gerombolannya yang mengancam lewat lolong anjing
di bawah hujan. Ada suara memanggil pelan.
Ada cermin besar hendak merebut sisa-sisa kecantikan.
Ada juga yang mengintip diam-diam sambil terkagum-kagum:
“Wow, gadisku yang rupawan tambah montok dan menawan.
Aku ingin mengajaknya lelap dalam hangat pertemuan.”

“Ah, dasar bajingan. Kau cuma ingin mencuri kecantikanku.
Kau memang selalu datang dan pergi tanpa setahuku.
Masuklah kalau berani. Pintunya sengaja tak aku kunci.”

Tak ada sahutan. Cuma ada yang cekikikan
dan terbirit-birit pergi seperti takut segera ketahuan.

“Baiklah, kalau begitu, permisi. Permisi cermin.
Permisi kamar mandi. Permisi gunting, sisir, bedak, lipstik, minyak wangi dan kawan-kawan. Aku sekarang mau tidur, ngorok.
Aku mau terbang tinggi, menggelepar, dalam jaring melankoli.”

Sesudah itu ia sering mangkal di kuburan,
menunggu kekasihnya datang. Tentu dengan setangkai
kembang plastik yang dulu ia berikan.

(1996)


message 85: by Thesunan (new)

Thesunan | 511 comments “Baiklah, kalau begitu, permisi. Permisi cermin.
Permisi kamar mandi. Permisi gunting, sisir, bedak, lipstik, minyak wangi dan kawan-kawan. Aku sekarang mau tidur, ngorok.
Aku mau terbang tinggi, menggelepar, dalam jaring melankoli.”


permisiii.. mo tidur lagi...


message 86: by Sweetdhee (new)

Sweetdhee | 1594 comments Sesudah itu ia sering mangkal di kuburan,
menunggu kekasihnya datang


laaah?


message 87: by Thesunan (new)

Thesunan | 511 comments knp dhit ko kaget.. hehehehe


Hippo dari Hongkong | 1033 comments Mari kita lanjut lagi..

Puisi #18 (hal 39)

Gambar Porno di Tembok Kota

untuk A.S.A.

Tubuhnya kuyup diguyur hujan.
Rambutnya awut-awutan dijarah angin malam.
Tapi enak saja ia nongkrong, mengangkang
seperti ingin memamerkan kecantikannya:
wajah ranum yang merahasiakan derita dunia;
leher langsat yang menyimpan beribu jeritan;
dada montok yang mengentalkan darah dan nanah;
dan lubang sunyi, dibawah pusar,
yang dirimbuni semak berduri.


Dan malam itu datang seorang pangeran
dengan celana komprang, baju kedodoran, rambut acak-acakan.
Datang menemui gadisnya yang lagi kasmaran.

"Aku rindu Mas Alwy yang tahan meracau seharian,
yang tawanya ngakak membikin ranjang reyot
bergoyang-goyang, yang jalannya sedikit goyah
tapi gagah juga. Selamat malam Mas Alwy."

"Selamat malam, Kitty. Aku datang membawa puisi.
Datang sebagai pasien rumah sakit jiwa dati negeri
yang penuh pekik dan basa-basi."

Ini musim birahi. Kupu-kupu berhamburan liar
mencecar bunga-bunga layu yang bersolek di bawah
cahaya merkuri. Dan bila situasi politik memungkinkan,
tentu akan semakin banyak yang gencar bercinta
tanpa merasa waswas akan ditahan dan diamankan.

Sesaat ada juga keabadian. Diusapnya pipi muda,
leher hangat dan bibir lezat yang terancam kelu.
Dan dengan cinta yang agak berangasan diterkamnya
dada yang beku, pinggang yang ngilu, seperti luka
yang menyerahkan diri pada sembilu.

"Aku sayang Mas Alwy yang matanya beringas
tapi ada teduhnya. Yang cintanya ganas tapi ada lembutnya.
Yang jidatnya licin dan luas, tempat segala kelakar
dan kesakitan begadang semalaman."

"Tapi malam cepat habis juga ya. Apa boleh buat,
mesti kuakhiri kisah kecil ini saat engkau terkapar
dipuncak risau. Maaf, aku tak punya banyak waktu
buat bercinta. Aku mesti lebih jauh lagi mengembara
di papan-papan iklan. Tragis bukan, jauh-jauh datang
dari Amerika cuma untuk jadi penghibur
di negeri orang kesepian?"

"Terima kasih, gadisku."
"Peduli amat, penyairku."


(1996)


Hippo dari Hongkong | 1033 comments Dan malam itu datang seorang pangeran
dengan celana komprang, baju kedodoran, rambut acak-acakan.


Dycka yah?




message 90: by Ayu, Moderator (new)

Ayu Yudha (ayu_yudha) | 1293 comments Mod
HairycusHippocantropusErectusSimiriwingus wrote: "Dan malam itu datang seorang pangeran
dengan celana komprang, baju kedodoran, rambut acak-acakan.

Dycka yah?

"


*ngakak*


message 91: by Thesunan (new)

Thesunan | 511 comments HairycusHippocantropusErectusSimiriwingus wrote: "Dan malam itu datang seorang pangeran
dengan celana komprang, baju kedodoran, rambut acak-acakan.

Dycka yah?

"



iyahhh.... di alkateri, tapi ketuker sama bencong.. ahaahhaah


message 92: by Sweetdhee (new)

Sweetdhee | 1594 comments Thesunan wrote: "knp dhit ko kaget.. hehehehe"

kebayang pelem suzanna
hehehehe


message 93: by Sweetdhee (last edited May 09, 2010 06:59AM) (new)

Sweetdhee | 1594 comments HairycusHippocantropusErectusSimiriwingus wrote: "Dan malam itu datang seorang pangeran
dengan celana komprang, baju kedodoran, rambut acak-acakan.

Dycka yah?

"

hihihihi..
kang Dyka bukanna rambutnya bagus yaa?


message 94: by lita (new)

lita HairycusHippocantropusErectusSimiriwingus wrote: "Dan malam itu datang seorang pangeran
dengan celana komprang, baju kedodoran, rambut acak-acakan.

Dycka yah?

"


wakakakak...*kebayang tampang dyka pas bangun tidur*


message 95: by Thesunan (new)

Thesunan | 511 comments puisi #19 (hal. 42)
puisi terakhir malam ini sebelum naik ranjang

Jauh

Jauh nian perjalanan di atas ranjang
padahal resah cuma berkisar
dalam pusaran arus gelombang.

Kaudaki puncak risau dalam galau malam
namun selalu kandas dihadang
konspirasi kecemasan.
Memang harus sabar dan tawakal
meniti birokrasi kematian.

Lantas laut mencampakkan kau ke pelabuhan.
Kauseret bangkai kapal yang terbakar
ke pantai gersang.

Kau terhempas kembali ke dataran lengang,
menyusuri rute panjang kelahiran.

Kau mengambang, melayang

seperti bayi terlelap
dalam ayunan ranjang.

(1996)


Hippo dari Hongkong | 1033 comments Sweetdhee wrote: "kang Dyka bukanna rambutnya bagus yaa? "

bagus kalo blom tidur
;))


message 97: by Hippo dari Hongkong (last edited May 09, 2010 04:04PM) (new)

Hippo dari Hongkong | 1033 comments Thesunan wrote: "puisi #19 (hal. 42)
puisi terakhir malam ini sebelum naik ranjang"


emang kuat yah ranjangnya?
;))

tar puisi #20 na dikeluarin menjelag fajar aja
:D


message 98: by Thesunan (new)

Thesunan | 511 comments HairycusHippocantropusErectusSimiriwingus wrote: "Thesunan wrote: "puisi #19 (hal. 42)
puisi terakhir malam ini sebelum naik ranjang"

kuat gitu ranjangnya? ;))

tar puisi #20 na dikeluarin menjelag fajar aja
:D"



wadezig!!!!! ciaaaTTTT!!!

saiful fajar.. pedang fajar.. cocok!! komo mun saiful jamil.. ahahah


message 99: by Speakercoret (new)

Speakercoret | 2571 comments Sweetdhee wrote: "HairycusHippocantropusErectusSimiriwingus wrote: "Dan malam itu datang seorang pangeran
dengan celana komprang, baju kedodoran, rambut acak-acakan.

Dycka yah?

"
hihihihi.. kang Dyka bukanna rambutnya bagus yaa? "


fans rambut dyka btambah :p


Hippo dari Hongkong | 1033 comments Speakercoret wrote: "Sfans rambut dyka btambah :p "

dirimu termasuk fans juga yah?
;))


back to top