From the Bookshelf of Jakarta's Bookworms…

Kopi Merah Putih

Indonesia-Anonymus,

Isman H. Suryaman (Editor)

Start date: June 1, 2009

Finish date: June 30, 2009

Discussion: Pembaca Non-fiksi

Why we're reading this: Bahan obrolan bulan Juni 2009: listrik, pendidikan, sampah, harga diri, bajaj, insinyur dan engineer, sub…more
[close] Bahan obrolan bulan Juni 2009: listrik, pendidikan, sampah, harga diri, bajaj, insinyur dan engineer, subsidi BBM, dan semua hal di sekitar Jakarta. Dalam rangka ultah Jakarta juga kali ya...

Find A Copy At

Libraries

Group Discussions About This Book

No topics in Pembaca Non-fiksi yet. Start one now »

What Members Thought

May 14, 2009 Nanto marked it as to-read

Shelves: nant-s-book, cerpen-dan-essay

Kopi telah ada di nusantara sejak lama. Di bawa oleh Belanda dengan jalan berliku. Konon diselundupkan via jema'ah haji yang pulang dari Mekah. Kopi yang aslinya berasal dari Ethiopia pertama kali ditanam di Depok. Uji coba pertama kopi nusantara yang gagal. Selanjutnya kopi menyebar di Nusantara. Tanah jawa pernah identik dengan kopi. Java nama dagang yang pernah sangat indentik dengan kopi, bahkan merambah ke produk lain. Tapi aura kopinya tidak lepas. Kopi juga ada di pulau lain di Nusantara. Kopi telah ada di nusantara sejak lama. Di bawa oleh Belanda dengan jalan berliku. Konon diselundupkan via jema'ah haji yang pulang dari Mekah. Kopi yang aslinya berasal dari Ethiopia pertama kali ditanam di Depok. Uji coba pertama kopi nusantara yang gagal. Selanjutnya kopi menyebar di Nusantara. Tanah jawa pernah identik dengan kopi. Java nama dagang yang pernah sangat indentik dengan kopi, bahkan merambah ke produk lain. Tapi aura kopinya tidak lepas. Kopi juga ada di pulau lain di Nusantara. Sumatera, dari Aceh hingga Lampung menyediakan kopi dengan cita rasa yang berbeda. Belum lagi Bali, Sulawesi hingga ke Papua.

Kopi bisa jadi "rempah-rempah" jilid II bagi Nusantara. Ketika rempah-rempah menghasilkan pelayaran hongi dan kerja rodi, kopi menghasilkan perkebunan dengan tanam paksanya. Kopi juga yang menjadi latar getir Saijah dan Adinda dalam lakon Max Havelaar. Kopi yang pahit, kopi yang getirnya bisa jadi merek yang baik. Seperti merk Kopi Multatuli barangkali.

Kopi juga sebuah tanda budaya penting. Inggris yang mengadopsi teh dari Cina sebagai bagian dari budayanya, sedang Eropa pada umumnya mengadopsi kopi dari kekhalifahan Islam sebagai bagian eksotika timur buat mereka. Arabican wine yang memabukan dan dicurigai dapat mencuci otak sehingga dilarang diminum.

Sayangnya, Belanda hanya mengambil untung dari kopi. Belanda hanya berlaku sebagai pedagang terhadap kopi. Tidak banyak racikan yang menjadi ciri Belanda. Hingga ada ungkapan di Rusia, bahwa mereka membeli kopi dari Belanda tetapi belajar minum kopi dari Perancis.

Budaya minum kopi menjadi sebuah simbol budaya yang berbeda di tempat barunya. Eksotika yang berkesan aristokratik dapat ditemukan dari beberapa cara minum kopi di Eropa dan Timur Tengah. Kopi pun menjadi perlawanan tersendiri ketika Amerika membuang teh dalam peristiwa Boston Tea Party. Lalu jenis budaya minum kopi apa yang ada di Nusantara?

Globalisasi telah membantu Indonesia untuk kembali menyadarkan akan arti kopi. Namun impor budaya kopi ini jadi sesuatu yang berbeda. Kopi waralaba dengan kemasan gelas plastik menjadi bungkus modernitas meski berkesan lepas-sejarah.

Selintas saya pernah mengamati budaya minum kopi yang dapat saya temui di sekeliling saya. Budaya warung kopi. Gayanya angkat kaki sebelah dan berbicara ngalor-ngidul. Apa yang jadi topik pembicaraan? Kabar selentingan yang bisa merambah hingga gosip seputar penguasa negeri. Seperti lirik Warkop DKI, "nongkrong di warung kopi. sentil sana dan sini. sekedar suara rakyat kecil. bukannya mau usil".

Bila ada buku berbahasa Indonesia ditulis oleh orang Indonesia yang mengambil judul kopi dan bubuhan merah putih di belakangnya. Seperti apa isinya? Merah Putih yang nasionalis, dan kopi yang warungan (angkringan) kah? Nasionalisme angkringan yang obrolannya harus dibarengi urat leher mencuat dikarenakan suara mereka harus berlomba mengalahkan latar suara deru kendaraan. Mungkin juga merambah kaum angkringan kosmopolit yang warungnya berpendingin udara dan lantunan jazz. Menegaskan alih budaya musik jazz yang muasalnya getir kaum budak menjadi budaya kosmopolit di kota besar Indonesia. Sambil menyeruput kopi dan terus ngerasani negeri sendiri.

Itukah tema buku ini, nasionalisme dalam seruputan kopi? Pahit sekaligus nikmat.

Mari cari bukunya dan konfirmasikan dugaanya. ...more

2 likes · Like · see review

Aug 23, 2009 Mark rated it it was ok

Shelves: in-possessions

Most people love to talk about many things, including talking about change for the better (i.e. improvement). This book is no difference. It just talks and gives ideas, not really proposing real action plans. Which bores most readers, like me.

Like · see review