Gak Dateng Debat
Ada yang merasa nggak, Pilkada kali ini sangat panas?
Lebih panas daripada Pilkada 2009. Mungkin lebih panas daripada Pilpres 2014 kemarin. Makanya banyak yang bilang ini “Pilkada rasa Pilpres”.
Tensi tinggi. Maki maki.
Mau tau alasannya mengapa kampanye Pilkada 2017 sepanas ini?
Ada beberapa.
Yang pertama:
Karena banyak yang masih belum melepas muatan kampanye Pilpres yang lalu.
Dan kalau kita tidak belajar untuk melepas muatan kampanye Pilkada kali ini, kampanye Pilpres 2019 akan jauh lebih membakar lagi.
Kampanye Pilpres 2014 memang berakhir kurang enak dengan salah satu kubu (Prabowo-Hatta) mengajukan tolak banding ke MK karena memiliki bukti kecurangan-kecurangan yang mereka nyatakan mereka bawa dalam 10 mobil box. Tapi walau begitu toh akhirnya Prabowo hadir pada acara sumpah jabatan Presiden-Wakil Presiden sebagai penutup bab tersebut.
Banyak kubu pada akhirnya belum bisa melepas muatan kampanye pilpres akhirnya ketika mulai memasuki kampanye Pilkada DKI. Yang kalah masih kesel. Yang menang masih jumawa.
Tapi di Pilkada DKI, ada sesuatu yang menarik terjadi.
Pak Jokowi berniat untuk mendatangi Pak Prabowo. Lawannya dalam kontestasi Pilpres kemarin. Pak Jokowi tidak mengundang Pak Prabowo ke Istana, justru ingin bertamu ke kediaman Pak Prabowo.
Pak Prabowo menyambut baik niat tersebut dan menyambut Pak Jokowi dengam Marching Band. Memberikan hormat, sebelum kemudian menjabat tangan Pak Jokowi. Mereka kemudian berkuda dan difoto media massa. Foto yang setiap kali saya lihat saya selalu menggumamkan lagu “You’ve got a friend in me” dari soundtrack Toy Story.
Di kesempatan lain, Pak Prabowo datang ke Istana kemudian mereka berfoto media ketika sedang ngeteh sore.
Apa yang terjadi? Dua orang ini kan bertarung sengit di kampanye pilpres. Kok malah asik asik santai begini?
Selain ada langkah politik yang diambil Pak Jokowi terkait situasi saat itu, dua sosok ini mau menunjukkan gestur “Pilpres 2014 sudah berlalu”
Dan memang sesungguhnya, sudah jauh berlalu.
Orang orang yang terlibat langsung di kampanye, pasca Pilpres sudah kembali ke kehidupan masing masing, kembali beraktivitas dan kembali berbuat untuk kebaikan dirinya atau bangsa.
Siapa yang belum?
Banyak Pendukungnya.
Saya sendiri sering ditanya terkait tweet tweet saya yang lampau mengenai Pak Prabowo. Padahal saya sudah jelaskan di wawancara dengan Pange dan Iman di #Asumsi bahwa penilaian saya berubah terhadap Pak Prabowo tapi sikap saya sama.
Sejak pertemuan Pak Jokowi dan Pak Prabowo penilaian saya terhadap beliau berubah. Saya mulai bisa melihat figur Prabowo yang dikagumi begitu banyak pendukungnya. Saya bisa melihat ada perubahan positioning juga dari Pak Prabowo. Kalau orang yang melihat pertemuan Prabowo dan Jokowi tidak berubah penilaiannya saking bencinya, maka seharusnya penilaiannya berubah terhadap Jokowi karena beliau jelas kini menunjukkan gestur bersahabat.
Tapi sikap saya terhadap beliau masih sama. Bahwa kalau beliau mau maju sebagai capres, sebaiknya dijalani dulu saja sidang HAM yang lama tertunda. Karena selama kasus 98 terus terkait dengan beliau tanpa kejelasan maka orang akan terus mempertanyakan.
Saya pernah bahas ini dengan seorang kawan di Gerindra dan dia memahami sikap saya. Bahkan menurutnya Pak Prabowo tidak pernah menghindar dari sidang yang menyangkut hal ini, karena dari awal pun beliau selalu menjawab panggilan dari pemerintah bahkan pernyataan bahwa beliau siap bertanggung jawab atas tindakan yang diambil anak buahnya pun keluar dari masa sidang kode etik yang sudah berjalan. Sebuah pertanyaan besar juga untuk pemerintah RI mengapa sidang atas semua kasus HAM yang pernah terjadi di Indonesia tidak dijalankan sesuai dengan janji Presiden Jokowi semasa kampanye 2014.
Maka dengan damainya Jokowi dan Prabowo, yang perlu ditanya tanya adalah: Kenapa pendukung pendukungnya masih pada panas? Apalagi dengan panasnya Pilkada kini, pertanyaannya kemudian ketika mereka tidak bisa melepas muatan kampanye Pilpres, untungnya apa?
Ketika kampanye Pilkada ini usai, kita semua harus belajar untuk melepas atribut kampanye dan kembali ke kehidupan sehari hari. Supaya kampanye Pilpres tidak lebih panas lagi kondisinya.
Yang kedua:
Pilkada kali ini panas karena maraknya fitnah.
Ini sebenarnya bukan hal baru. Yang baru itu bukan fitnahnya, tapi siapa yang menyebarkan fitnah. Kali ini pelakunya, banyak orang orang terdidik yang berpengaruh
Kelihatannya juga tidak semua yang menyebarkan fitnah, sadar bahwa itu fitnah.
Banyak yang menyebarkan konten yang narasinya sesuai dengan keyakinannya sendiri, tanpa mencoba memverifikasi.
Begitu besar keyakinan seseorang akan sesuatu, sering kali dia menyebar luaskan informasi yang sejalan dengan keyakinannya tanpa benar benar mencoba mencari tahu apakah yang dia sebarkan itu benar atau tidak dan lebih penting lagi, akan membuat kondisi lebih sejuk atau justru lebih parah.
Kata Chris Rock
“Anyone who makes up their mind before they hear the issue is a damn fool”
Ini karena kadang kadang orang terjebak dengan ideologi mereka dalam menentukan pendapatnya terkait sebuah isu, sebelum memahami atau mendalami isu tersebut. Dalam kasus Chris Rock yang dimaksud adalah “Liberal” dan “Conservative”.
Di Pilkada kali ini, ideologi yang dipegang dan dimainkan adalah “Kebhinnekaan”
Contoh kasus, ketika banyak orang percaya pada anggapan bahwa Mas Anies intoleran karena didekati oleh ormas ormas yang dikenal intoleran, maka ketika muncul di twitter foto “Kontrak Politik Jakarta Bersyariah” orang langsung mengambil sikap ini pasti benar. Tanpa terlebih dahulu mencoba mendalami. Atau setidaknya bertanya kritis saja kepada diri sendiri “Masak sih?”
Itu pertanyaan yang valid lho.
“Masak sih Mas Anies akan membuat Jakarta Bersyariah? Masak orang orang sekitarnya setuju? Masak Pandji yang dalam stand-upnya membahas regulasi prostitusi diam diam saja akan kontrak ini?”
Sebenarnya kan asal kritis dikit, sudah bisa terbaca bahwa ini besar kemungkinan hoax.
Tapi ya namanya juga bias, sikap langsung diambil sebelum sejenak mencoba memahami.
Kejadian paling lucu soal sebaran Kontrak Syariah ini adalah proses fitnahnya disebar dan direvisi sebelum kemudian disebar lagi oleh pelakunya hehe
Pertama tama yang menyebar adalah kontrak seperti di bawah ini
Fitnah ini dengan mudah dipatahkan karena semua orang-pun bisa bikin beginian lalu diprint, difoto dan disebar.
Setelah tidak dimakan netizen, muncul versi dengan tanda tangan di bawah ini supaya lebih dipercaya…
Tapi sebelum Netizen kemakan tanda tangan yang keliatannya rekayasa digital ini, fitnah di atas langsung cepat dipatahkan. Karena ternyata tanda tangan Mas Anies tidak seperti yang di atas. Bahkan kalau buka wikipedia-pun kita semua bisa melihat seperti apa tanda tangan Mas Anies.
Berhubung sudah tahu bentuk tanda tangan Mas Anies seperti apa, baru muncullah hasil revisi hoax terbaru di bawah ini hehehe
Kocak ya?
Harusnya, anda sekarang sudah meyakini bahwa yang di atas adalah fitnah. Fitnah yang kurang terkoordinir, tapi ya tetap saja fitnah. hehe.
Dan kalau anda percaya bahwa itu adalah fitnah, anda bisa coba pikirkan dengan kritis, dari mana fitnah itu datang. Berhubung peserta Pilkada DKI tinggal 2 pasang.
newest »
take a look to sewa mesin fotocopy
Pandji Pragiwaksono's Blog
- Pandji Pragiwaksono's profile
- 130 followers

