Isman H. Suryaman's Blog, page 4

June 30, 2009

June 25, 2009

Parodi Tokusatsu (dalam Lima Menit)

Menanggapi tulisan Super Rangers dalam Lima Menit, sejumlah pembaca berkomentar, "Bukannya tayangan tokusatsu sendiri emang aslinya ancur, Man?"

Jawaban saya: betul. Tapi setidaknya mereka niat dalam membuat cerita yang ancur. Bahkan kostum yang ancur pun konsisten. Memang diniatkan. Bukan karena minim kepedulian.

Untuk menunjukkan betapa niatnya acara tokusatsu untuk bikin tayangan yang ancur, saya akan menulis ulang sebuah skenario parodi tokusatsu yang saya tulis sepuluh tahun lalu.

Bagi pemb
 •  0 comments  •  flag
Share on Twitter
Published on June 25, 2009 09:28

June 14, 2009

Super Rangers (dalam Lima Menit)

Super Rangers adalah serial anak-anak di TPI mulai 29 Mei 2009, tiap Sabtu dan Minggu malam. Sepertinya, sang produser dan kawan-kawan berniat untuk membuat tayangan tokusatsu untuk anak-anak.

Kualitas tayangan yang mereka hasilkan jelas mencerminkan persepsi mereka atas penonton serial ini. Tidak usah kita berbicara mengenai anggaran yang minim. Kostum dan peralatan seadanya bukanlah halangan, asalkan skenario dan penggarapannya serius.

Pertanyaannya: seberapa serius dua hal terakhir itu di Sup
 •  0 comments  •  flag
Share on Twitter
Published on June 14, 2009 04:45

Indonesia Bagian Nun Jauh Di Sana

Beberapa hari lalu, saluran TPI menayangkan iklan film India, Om Jai Jagadish. Setelah iklan selesai, langsung disambung dengan logo TPI dengan tagline, "Makin Indonesia, makin asyik aja."

Keteledoran? Tapi kok terasa benar juga, ya? Mungkin TPI hadir untuk mengingatkan kita untuk bertanya-tanya; saat ciri suatu bangsa diidentikkan dengan pola konsumsi produk kreativitas bangsa lain, akankah bangsa tersebut mengalami krisis identitas?

 •  0 comments  •  flag
Share on Twitter
Published on June 14, 2009 04:27

March 26, 2009

Ironis Karena Tidak Ada Yang Menganggapnya Ironis

Jumat ini (27 Maret 2009), daerah sekitar Gasibu Bandung mulai mengalami kemacetan. Penggalangan massa kampanye di area strategis ini memasuki periode puncak. Jumat adalah jadwal Partai Demokrat, Sabtu (28 Maret) PAN, dan Minggu (29 Maret) PKS.

Tidak ada hal baru. Massa masih berkumpul tanpa tujuan jelas disertai ingar-bingar. Yang penting mengenakan atau mengusung atribut partai (kaos, bendera, atau spanduk).

Entah mereka berkumpul murni karena mendukung atau ada tujuan lain. Yang jelas, kabar me
 •  0 comments  •  flag
Share on Twitter
Published on March 26, 2009 21:13

February 23, 2009

Rumah Sakit, Sumber Tawa #6: Dari Motor

Dari dua minggu sebelum masa perawatan Donna di rumah sakit, ternyata banyak penderita patah tulang. Dari dokter hingga perawat mempertanyakan hal tersebut, "Kok banyak amat sih yang patah tulang? Lagi musim, ya?"

Dan rupanya, sebagian besar pasien ini memiliki tren penyebab yang sama: jatuh dari motor. Sehingga pertanyaannya lebih menjurus, "Patah kenapa? Jatuh dari motor?"

Biasanya saya yang menjawabkan karena Donna terlalu teler untuk berbicara. Saya sampai merasa seperti penyanyi yang hanya
 •  0 comments  •  flag
Share on Twitter
Published on February 23, 2009 04:16

February 22, 2009

Rumah Sakit, Sumber Tawa #5: Broker Saham

Ada tiga pasien di seberang ranjang Donna. Selain dari DJ Tak Kesampaian yang menempati ranjang tengah, ada juga Broker Saham di ranjang sebelah kanan.

Mengapa saya sebut Broker Saham?

Karena dia terkena demam berdarah dan terus-menerus melaporkan perkembangan trombositnya via ponsel, seakan menginformasikan nilai indeks saham.

Hari pertama: "Trombositku 141! Turun 11 ribu."

Hari kedua: "Sekarang 119 ribu. Nggak begitu drastis sih. Masih normal, lah. Kita lihat besok."

Hari ketiga: "Tuh, kan 111 r
 •  0 comments  •  flag
Share on Twitter
Published on February 22, 2009 23:15

February 19, 2009

Rumah Sakit, Sumber Tawa #4: Semua Berawal dari Ambulans

Sepertinya ini memang nasib Donna menjadi mitra hidup seorang penulis humor: mengalami kejadian aneh-aneh. Bahkan saat awal kecelakaan pun sudah terlihat.

Saya segera pulang ke rumah saat mendapat kabar jatuhnya Donna. Melihat Donna yang tergeletak pasrah, saya juga tidak berani memindahkannya dengan sembarangan. Langsung saya menelepon bagian UGD suatu rumah sakit.

"Tolong kirimkan ambulans ke rumah saya ya, Mbak," ujar saya pada operator.

"Oh, ada keadaan darurat, Pak?" tanya operator.

Saya semp
 •  0 comments  •  flag
Share on Twitter
Published on February 19, 2009 08:19

February 18, 2009

Rumah Sakit, Sumber Tawa #3

Setelah selesai operasi, saya dan Donna hanya bisa menunggu di kamar dengan bingung. Mengapa? Karena dokter bedah tulangnya sudah keburu mengurus operasi lain, tidak sempat ketemu.

Selama sehari semalam, kami terus dihantui pertanyaan yang tak terjawab. Ini harus dirawat sampai kapan? Terus pengobatan selanjutnya bagaimana? Yang lebih penting lagi: hasil operasinya gimana sih? Beres? Atau jangan-jangan cuman buka tangan terus nengok, "Wah, bener-bener patah, nih. Kirain bercanda. Oke, teman-tema
 •  0 comments  •  flag
Share on Twitter
Published on February 18, 2009 23:21

Rumah Sakit, Sumber Tawa #2

Kamar inap Donna memuat maksimal lima pasien. Dan sering kali kehadiran mereka mendukung proses pemulihan dengan cara tersendiri. Pada hari pertama, perawat berkata, "Malem ini puasa, ya, Bu? Enam jam lagi operasi."

"Nggak masalah, Suster," jawab Donna. "Emang nggak nafsu makan kok."

"Kenapa?" tanya perawat khawatir.

Pas di bilik sebelah terdengar pasien muntah-muntah. Berkali-kali.

Sang perawat tidak menunggu jawaban. Hanya mengangguk mengerti.

Sementara itu, pasien di ranjang seberang tampak m
 •  0 comments  •  flag
Share on Twitter
Published on February 18, 2009 23:04