Jump to ratings and reviews
Rate this book

Anomali: Memoar Seorang Bipolar

Rate this book
Bagaimana jika dalam kehidupan yang nyaris tanpa persoalan besar, tiba-tiba kau mendapat kejutan memilukan? Bagaimana jika tubuhmu ternyata tidak dikehendaki oleh jiwamu? Apa yang kehidupan ini inginkan darimu? Apakah kelahiranmu adalah kecelakaan takdir?

Kau merasa semua hal di dunia ini melawanmu. Bahkan Tuhan seolah tidak berpihak padamu. Kau bingung. Ingin berontak.

Itulah yang dialami perempuan bernama Elnov. Dalam usia belia, dia harus menghadapi konspirasi orang-orang dewasa. Di tengah situasi karut marut, dia dinyatakan sebagai ODB (Orang dengan Bipolar) yang menghadapi persoalan mental

dengan dua kutub konflik, yaitu ledakan kebahagiaan dan langit depresi yang kelam.

Dalam buku ini, Elnov menceritakan semua dari sudut pandangnya. Kita diajak melihat alam pikiran, menyelami bagaimana setiap hari dia harus bertarung dengan diri sendiri. Dan bahwa usaha tidak akan mengkhianati hasil.

First published April 28, 2020

31 people are currently reading
274 people want to read

About the author

ELNOV

2 books16 followers
Elizabeth Novarina (Elnov) is diagnosed with Bipolar Disorder Type 2 in 2016. Under the observation of her psychiatrists, Elnov started to meditate and write journal consistently. These supporting treatments helped her in managing both the hypomanic and depressive phases of Bipolar. Her life journals then transformed into trilogy books of #MemoarSeorangBipolar by Gramedia Pustaka Utama publisher; "Anomali: Memoar Seorang Bipolar" (published 2020), "Andromeda" (published 2022), and "Anonim" (coming soon 2023). Elnov devoted herself to bipolar disorder and mental health issues. She is also a certified Hypnotherapist and a mindfulness Coach. More info about Elnov, please visit www.elnov.id

Ratings & Reviews

What do you think?
Rate this book

Friends & Following

Create a free account to discover what your friends think of this book!

Community Reviews

5 stars
71 (19%)
4 stars
130 (36%)
3 stars
131 (36%)
2 stars
20 (5%)
1 star
5 (1%)
Displaying 1 - 30 of 83 reviews
Profile Image for liz.
58 reviews6 followers
August 23, 2020
3,7/5🌟
Buku ini menurut ku bisa dijadikan “acuan” khususnya untuk orang-orang yg memiliki kenalan/kerabat dengan gangguan Bipolar dan bingung bagaimana sih cara ngehandle nya. Atau untuk orang-orang yg masih bingung Bipolar tuh apa, kok bisa orang kena Bipolar atau yg masih berpikiran skeptis tth Bipolar. Buku ini cukup menjelaskan hal itu. Dengan gaya bercerita, membaca buku ini sama seperti membaca diari kak Elnov. Namun, aku memperhatikan ada nya ketidak konsistenan dalam menyampaikan sesuatu.
Misalnya nama universitas atau instansi terkait yg di bagian awal buku di rahasiakan dengan hanya menyebut Kota nya saja tapi di pertengahan justru secara gamblang di sebutkan dan di bagian Tentang Penulis pun di sebutkan lebih gamblang lagi.
Lalu di buku ini aku merasa kadang kak Elnov sangat amat terbuka tapi kadang juga sangat amat tertutup.
Ada beberapa informasi yg menurutku terlalu rinci untuk di masukkan, misalnya tentang insiden mudik tahun 2016 itu terlalu rinci membahas penyebab mudik nya bisa chaos begitu. Dan tentang Candi Borobudur juga menurutku terlalu rinci.
Dan terakhir ttg orientasi seksual kak Elnov yang ((entah aku yg kurang teliti)) tidak dibahas di buku tapi tiba-tiba di bagian akhir buku di beritahu oleh salah satu profesional. Sepanjang buku kak Elnov hanya menyebut pacar dengan Teman Dekat.
Buku ini bagus, tapi maaf banget rasanya seperti tidak memiliki editor yang mereview dan mengedit buku ini agar lebih konsisten:(


Diluar semua itu, buku ini cocok untuk orang-orang yg pengen tau gimana sih kehidupan seorang Bipolar. Sebagai seseorang yg memiliki teman dengan gangguan Bipolar dan BPD, buku ini cukup membantu aku untuk mengetahui cara kerja orang2 Bipolar. Dan betul, orang Bipolar sangat butuh teman dan lingkungan yg positif. Yang mau mendengarkan tanpa menghakimi. Dan teman ku juga suka menulis seperti kak Elnov. Setelah baca ini jadi tahu bahwa menulis adalah salah satu upaya terapi ya?
Profile Image for Muhammad Muhsin.
54 reviews20 followers
August 10, 2022
Membaca buku ini mirip membaca "I Want to Die But I Want to Eat Tteokpokki", namun dengan konteks Indonesia (terasa membuminya) & hasil konselingnya diuraikan secara naratif.

Buku ini juga mirip "Loving the Wounded Soul" yang jujur & pelan-pelan bercerita dari sudut pandang orang pertama, tapi yang bersangkutan masih berjuang dengan issue-nya...beda dengan Tteokpokki di mana penulisnya (Baek Se-hee) yang menuliskan buku tersebut ketika mentally stable.

Dengan hal-hal tersebut: membumi, jujur, naratif, pelan-pelan & masih berjuang, saya rasa penulisnya berhasil memaparkan apa itu BPD, bagaimana hal itu dapat terjadi pada dirinya, bagaimana ia belajar pelan-pelan, dan bagaimana ia mengatasi stigma sekaligus mengambil beberapa langkah rasional.

Buku terasa lebih lengkap karena disertai komentar dokter sehingga kita mendapat persepektif lebih lengkap & sesuai perspektif medis.

Good job buat penulis & penerbit yang bisa menghadirkan buku terkait mental health sebagus ini. Apalagi konon editing-nya cukup minor karena dibiarkan "murni" biar pembaca tahu bagaimana proses kreatif penyintas BPD..

Buat yang mencari referensi terkait BPD, entah sebagai sesama penyintas atau Caregiver, ini bisa menjadi pengantar yang baik.. buat penyintas pun saya kira buku ini aman, karena trigger warning tidak ada yg sampai detail ke self harm, kemungkinan bagian relaps saja yg mungkin men-trigger.

Anyway, saya sebenarnya ingin mengapresiasi dengan memberi bintang 5 untuk upaya penulisan buku ini, tapi jujur masih ada kekurangan.. yakni perlunya dibikin sekuel kalau Mbak Elnov mau, saya janji akan revisi jadi 5 bintang, hehe.
Profile Image for Harumichi Mizuki.
2,430 reviews72 followers
August 3, 2023
Pernahkah kamu bangun di pagi hari, tapi begitu susah beranjak? Seolah hari itu kamu menyesal mengapa hidup harus dilanjutkan. Mengapa kita tak bisa berhenti sementara dari kehidupan. Untuk waktu yang lama?

Pokoknya hari itu kamu ingin berjeda dari hidupmu. Karena rasa sakit --yang tak tahu apa --terus muncul setiap kali kamu membuka mata.

Dan satu-satunya cara untuk membuatnya berhenti berkelebat adalah berhenti hidup. Atau tidur. Untuk selamanya. Kalau itu memungkinkan.

(Tiga paragraf pembuka bab Mencari Jati Diri, halaman 1)


Dari sejak halaman pertama, buku yang ditulis Mbak Elnov ini sudah dengan tepat dan lugas menggambarkan kondisi hati yang dialami oleh mereka yang mengalami fase depresi. Fase yang sering disalahpahami orang-orang sebagai bentuk kemalasan. Padahal, jika sedang manic, orang-orang dengan bipolar bisa jadi orang paling aktif, paling lincah, paling dinamis, paling tangguh, dan paling memukau yang pernah kamu tahu.

Buku ini dengan sangat apik mewakili sensasi turbulensi yang dialami oleh penderita bipolar dengan gaya tulisan yang lugas dan sewajarnya. Tidak ada kesan drama lebay yang biasa kudapati dari beberapa literatur memoar lain soal bipolar. Mbak Elnov tampak berusaha menganalisis dengan tenang satu persatu lapisan kesadarannya saat mengalami ini dan itu selama relapse.

*

Serangan depresi pertama yang dihadapi Mbak Elnov terjadi pada tahun 2013, saat ia masih bekerja sebagai manajer klub sepak bola profesional, sambil mengambil studi S2 di UI. Sebenarnya sudah lama ia mendapat rujukan untuk bertemu psikolog dari dokter umum langganannya. Sang dokter merujuknya ke psikolog karena Mbak Elnov mengalami gejala psikosomatis. Namun, Mbak Elnov saat itu masih takut menemui psikolog karena takut pikirannya akan dibaca.

Akhirnya dalam kondisi didera sakit karena depresi, Mbak Elnov pun pergi ke RS untuk menemui psikolog klinis, Anastasia Sri Maryatmu, S.psi., M.Psi. Saat itu Mbak Elnov masih merasa bahwa menemui psikolog adalah aib.

Setelah menjalani terapi bersama psikolog, Mbak Elnov merasa suasana hatinya jadi lebih baik. Ia didiagnosis mengalami depresi. Ia hanya menemui sang psikolog dua kali karena setelah itu merasa kondisinya sudah membaik. Ia sudah bisa beraktivitas dengan normal baik untuk urusan pekerjaan dan kuliah. Dirinya bahkan sanggup melakukan perjalanan bisnis ke beberapa negara. Tahun 2014 Mbak Elnov berhasil meraih gelar master dengan predikat cum laude. Namun, di akhir bab Mbak Elnov menulis bahwa kondisi itu tidak berlangsung seterusnya.

*

Bab berikutnya menjabarkan tentang trauma masa kecil yang dialami Mbak Elnov, pada 26 Desember 1999. Waktu itu dirinya masih berusia 16 tahun. Oomnya saat itu menyuruhnya bertanya pada papa dan mamanya mengapa mereka berbeda agama. Mamanya muslim, sedangkan papanya Kristen. Mbak Elnov sendiri beragama Islam meskipun namanya bernuansa nasrani. Selama ini Mbak Elnov juga mempertanyakan kenapa secara fisik dirinya sama sekali tak mirip dengan kedua orangtuanya.

Benar saja, budenya yang merupakan kakak kandung mamanya kemudian berkata sambil menangis bahwa Elnov sebenarnya adalah anaknya. Berarti suami bude adalah ayahnya. Mereka bertiga kemudian menangis sambil berpelukan sebelum pakde dan budenya pulang ke Yogya.

Sejak itu Mbak Elnov merasa asing dengan papa dan mamanya. Dia juga jadi pendiam, penyendiri, dan kehilangan kepercayaan diri. Semangatnya untuk bersekolah hilang. Padahal, tadinya ia punya banyak teman dan aktif di banyak kegiatan sekolah.

Cita-cita Mbak Elnov saat itu hanyalah segera lulus SMA agar bisa kuliah di luar kota dan tak tinggal serumah lagi dengan mama-papanya. Namun, menjelang ujian kelulusan SMA, ayah kandungnya meninggal.

Cita-citanya untuk bisa meninggalkan rumah akhirnya terwujud. Mbak Elnov menjadi mahasiswi di Unpad Bandung dengan program studi D3 Bahasa Inggris. Semuanya berjalan baik-baik saja hingga di akhir semester keempat tiba-tiba Mbak Elnov sering sakit kembung, demam, dan meriang. Sakitnya tidak sembuh-sembuh meski sudah diberi obat. Dokter spesialis penyakit dalam yang merawatnya pernah berkata bahwa dirinya stres karena takut pada ibunya.

Akibat sakit, targetnya untuk bisa lulus cum laude dengan IPK di atas 3,5 tidak tercapai. Memang ia lulus dengan nilai sangat memuaskan karena IPK-nya 3,44. Tapi itu tetap tidak membuatnya puas. Ia kemudian melanjutkan studi ke program S1 Ekstensi di kampus yang sama. Menurut Elnov, kehidupannya saat itu lancar-lancar saja dan menyenangkan. Namun, di akhir semester, ia kembali mengalami sakit yang sama dengan sakit yang ia derita saat mau lulus dari D3. Di kemudian hari ia baru mengetahui bahwa yang dialaminya adalah psikosomatis.

Ia pun berhasil lulus dengan nilai yang memuaskan. Namun, masih kurang 1 nilai A lagi agar bisa lulus cum laude. Lagi-lagi ia kecewa dan menyalahkan diri sendiri. Sangat perfeksionis ya Mbak Elnov ini. Padahal, IPK-nya sudah mencapai 3,47.

Awal 2008, Mbak Elnov pindah ke Jakarta untuk mendapatkan pekerjaan yang lebih baik. Ia sempat bergabung oleh salah satu partai politik dan hampir menjadi caleg. Kemudian ia dikenalkan dan direkrut oleh seorang putra pendiri partai itu dan mendapat pekerjaan untuk menjadi manajer klub sepak bola. Ia jadi belajar banyak hal dan harus bersosialisasi dengan lingkungan baru yang levelnya di atasnya. Kariernya melesat drastis. Apalagi kemudian ia bisa mendapatkan gelar master dengan cum laude karena IPK-nya mencapai 3,71. Gaya hidupnya juga sehat. Namun, semua itu anehnya tidak terasa cukup baginya.

Kondisi semakin memburuk baginya ketika lingkungan mulai mengusiknya dengan berbagai pertanyaan seperti "kapan nikah?" dan "kapan nyusul?".

Setelah itu ia mulai terjebak dengan pikirannya sendiri. Di tempat kerja ia dianggap sebagai boru Batak. Rekan-rekan sekerjanya juga banyak yang mengenal papanya dengan baik. Padahal, dia tahu bahwa tak ada darah Batak di tubuhnya. Ketika ia berhadapan dengan boru Batak lain yang baru bekerja tapi lebih senior dan lebih berpengalaman, ia merasa tersaingi. Ia jadi sering menangis sendiri di kamar kos dan tempat kerjanya. Karena merasa semakin depresi, ia pun memutuskan berhenti bekerja. Setelah berhenti bekerja, baru ia merasa lebih tenang dan ringan karena tak lagi terbebani identitas dirinya sebagai boru Batak.

*

Setelah berhenti bekerja, Mbak Elnov menganalisis segala trauma dirinya. Salah satu traumanya diakibatkan oleh keluarganya. Mama dan papanya memang menyayanginya lebih dari keluarga kandung, tapi rasa sayang mereka terlalu overprotektif dan mengekangnya. Mereka sering khawatir hal buruk akan terjadi padanya.

Ia juga sering bermasalah dengan teman-teman terdekatnya karena kecenderungannya untuk meminta perhatian lebih sehingga membuatnya dijuluki drama queen. Gagal mendapatkan perhatian dari teman-temannya cukup untuk membuatnya sedih bahkan depresi. Mbak Elnov jadi makin paham masalah apa saja yang membuatnya jadi tidak nyaman menjalani kehidupan sehari-harinya.

Dalam hal pekerjaan, Mbak Elnov mengatakan dirinya sering meremehkan pekerjaan sehingga sering mengulur-ulur waktu. Anyone can relate with this? Hayo ngacung 😂. Demi menciptakan rasa nyaman dalam bekerja, Mbak Elnov sering berlebihan sehingga malah tidak memulai pekerjaan utamanya. Misalnya sibuk membenahi posisi duduk, posisi tangan saat mengetik, hingga memilih lagu pengiring. Ia juga sering terdistraksi, misalnya dengan adanya telepon atau pesan yang masuk, diajak bicara orang lain, menilai orang-orang dalam pikirannya sendiri, atau tiba-tiba ingin ngemil, malas, hingga ingin mengecek dan meng-updatemedia sosial. Mungkin banyak juga yang bisa relate dengan hal ini 😂

*

Pada Februari 2015 akhirnya Mbak Elnov mendapat tawaran bekerja sebagai peneliti di tim yang bertugas membantu salah satu lembaga pemerintahan. Segala hal baru ia pelajari dengan penuh semangat. Ia pun ingin membangkitkan lagi ikatan alumni yang tadinya vakum. Usulnya disetujui dan dia ditunjuk sebagai ketua pengurus. Namun, kebahagiaan itu kemudian digantikan dengan perasaan minder karena merasa tak sebanding dengan peneliti lain yang sebagian besar berprofesi sebagai dosen. Ia rasanya kehilangan bahan untuk bicara, berdebat, menulis, atau sekadar berpendapat.

Mood-nya kembali naik-turun. Ia kembali sering merasa meriang dan tak nyaman dikelilingi orang-orang. Sahabatnya, Vika, memotivasinya untuk melalukan self-healing. Padahal, setelah Vika mengatakan bahwa dirinya butuh bantuan tenaga profesional, ia sempat berhenti berteman dengannya selama dua tahun. Anehnya, Vika diceritakan tidak setuju Mbak Elnov ke psikiater karena takut temannya ini bakal diberi obat dan akhirnya ketergantungan.

Berkat bantuan sahabat lama mamanya, Mbak Elnov menjalani tes MMPI-2 di Smart Mind Center. Ia mengerjakan 567 soal dalam waktu 60 menit. Soalnya mengharuskan ia menjawab setuju atau tidak setuju. Hal tes diperiksa oleh dr. Dharmawan Purnama. Menurut sang dokter, saat itu Mbak Elnov dipenuhi dengan perasaan dendam, pikiran negatif, paranoia, ego yang rendah, dan ideas of reference (menghubung-hubungkan suatu kejadian atau hal dengan diri sendiri).

Ia pun mendapat obat Aripiprazole untuk memblokir pikiran negatif, Benzodiazepin, obat untuk kecemasan, dan Agomelatine. Awalnya ia tidak minum obat karena takut bakal ketergantungan. Tapi karena terus-menerus tegang dan gelisah, akhirnya ia minum juga obatnya. Obat harus dikonsumsi secara rutin minimal satu minggu baru memberikan efek.

Dokter Dharmawan kemudian mengajarinya tentang mindfulness dan konsep here and now. Sang dokter menyuruhnya berhenti menilai segala sesuatu dan fokus saja pada saat ini. Dia juga diminta untuk berlatih mematikan pengaruh eksternal. Misalnya ketika ada orang lain mengatakan dirinya jelek, dia tidak langsung murung, sebaliknya jika ada orang yang mengatakan hal positif soal dirinya, dia tidak jadi besar kepala.

Setelah Lebaran tahun 2015, atas rekomendasi dr. Dharmawan, Mbak Elnov menemui psikiater di Pekalongan, dr. Henny Rosita. Mama dan papanya terkejut saat tahu dirinya sedang menjalani terapi kejiwaan.

Mengobati penderita depresi tak hanya mengobati penderitanya. Tapi juga "mengobati" orang-orang di sekitarnya untuk memahami situasi yang dihadapi. Dan di atas semuanya, menyadari bahwa bisa jadi kita ikut berperan menambah penderitaannya. (Elnov, hal. 90)

*

Pada 4 Maret 2016, Mbak Elnov pergi ke Candi Borobudur bersama teman dekat dan mama-papanya. Saat itulah Mbak Elnov merasakan ketertarikan untuk mempelajari meditasi. Ia pun tertarik mempelajari agama Buddha. Baginya perjalanan wisata itu adalah momen spiritual.

Ia sampaikan keinginannya untuk belajar agama Buddha itu kepada sahabat lama mamanya yang dulu juga memberinya rekomendasi untuk mengunjungi Smart Mind Center, Tante Dudi. Dari sang tante, ia mendapatkan kontak dan alamat tempat pelatihan meditasi di Jakarta Timur, Bali Usada. Latihan meditasi itu ia jalani dengan penuh semangat.

Ia pun ingin mengajak ibu kandungnya terkena kanker payudara stadium 4 untuk belajar meditasi juga. Tapi ibunya tak berminat karena menganggapnya kurang islami, meskipun bapak kandungnya dulu sering bermeditasi juga untuk kesehatan.

Pelatihan meditasi selama 8 minggu itu membuat Mbak Elnov jadi lebih bisa mengapresiasi alam. Ia juga belajar pengobatan cakra untuk mengurangi rasa sakit di punggungnya akibat fibromyalgia.

*

Pada 20 Juli 2016, di sesi konselingnya, dr. Henny meminta Mbak Elnov untuk memilih bidang seni apa yang bisa mewakili perasaannya. Mbak Elnov memilih menulis. Sang dokter meminta Mbak Elnov menulis apa yang dirasakan dan mengirimkan hasilnya untuk dia baca. Untuk membuat tulisan pertamanya yang sepanjang 6 halaman dengan 1 spasi, Mbak Elnov benar-benar menangis, marah, bahkan merasakan nyeri di perut. Setelah menulis, Mbak Elnov jadi ingin mempertemukan mamanya dengan dr. Henny. Dia pun mengatakan kepada mamanya bahwa dr. Henny ingin menemuinya. Karena kalau tidak dibilang begitu, mamanya tidak akan mau.

Setelah mamanya menemui dr. Henny, Mbak Elnov pun menanyainya. Saat itulah sang mama menyebutkan soal bipolar. Ternyata Mbak Elnov adalah penderita bipolar, tidak hanya depresi. Sebenarnya mamanya tidak boleh memberi tahu Mbak Elnov karena dr. Henny tidak ingin pasiennya itu menstigma dirinya sendiri. Dikatakan bahwa seharusnya Mbak Elnov menjalani psikoterapi dulu untuk mengubah mindset-nya. Tapi Mbak Elnov sudah kadung tahu dan mencari informasi soal bipolar.

Gangguan bipolar dikenal juga dengan gangguan mood. Penderitanya merasakan mood swing atau perubahan suasana hati yang mengganggu aktivitas dan bisa mendatangkan masalah jika tidak ditangani. Biasanya orang merasakan senang dan sedih karena suatu sebab. Tapi bagi orang dengan bipolar, perubahan suasana hati itu adalah efek dari kelainan pada otak, yaitu ketidakseimbangan neurotransmiter. Neurotransmiter adalah hormon-hormon di otak yang mengatur suasana hati. Bagi orang bipolar, perubahan suasana hati ini bisa terjadi sangat sering tanpa penyebab yang jelas.

Jika sedang sangat bersemangat, maka bisa jadi ODB sedang mania atau hipomania. Reaksi saat mania yang sering terlihat adalah marah, lalu juga sangat berenergi. Ketika mengalami episode mania, ODB bisa memiliki banyak ide cemerlang dan mengambil keputusan yang tanpa ia sadari susah untuk diwujudkan. Episode ini disebabkan karena neurotransmiter banyak mengantarkan hormon serotonin dan dopamin ke otak.

Saat episode mania menghilang, suasana hatinya beralih ke episode depresi sehingga ODB akan kehilangan semangat untuk mengerjakan keputusan yang sudah diambil, dan itu akan mendatangkan masalah baginya. Pada saat depresi, yang paling parah ODB bisa kehilangan semangat untuk hidup. Saat depresi, neurotransmiter mengirimkan lebih sedikit hormon serotonin dan dopamin ke otak.

Agar neurotransmiternya bisa stabil, ODB memerlukan obat yang berfungsi sebagai mood stabilizer. Dokter Henny dan Mbak Elnov tertawa setelah Mbak Elnov mengatakan bahwa istilah-istilah yang berkaitan dengan bipolar terdengar sangat keren. Mbak Elnov lalu mendapatkan mood stabilizer pertamanya, Asam Varploat. Mbak Elnov harus meminumnya setiap malam selama enam bulan. Dirinya langsung gelisah begitu tahu ia harus minum obat dalam jangka waktu selama itu.

Mbak Elnov sendiri didiagnosis memiliki bipolar tipe 2. ODB dengan bipolar tipe dua kadarnya lebih ringan daripada bipolar tipe satu. Tidak ada mania, tapi lebih ringan, hipomania. Saat hipomania, ODB akan merasa dirinya menarik, produktif, dan bisa mencapai kesuksesan. Mbak Elnov merasakan hal ini ketika dirinya berharap sesuatu pada hal yang sedang ia kerjakan. Ia merasa begitu yakin bisa mencapainya. Padahal, tidak semuanya bisa ia capai seorang diri dan berarti dia harus bekerja sama dengan orang lain. Hal ini sering mengecewakannya dan membuatnya tersinggung, lalu diam dan memilih menjaga jarak. Setelah mempelajari tentang bipolar, Mbak Elnov kembali menyalahkan keluarganya.

*

Saat menjalani medikasi dengan Asam Varploat ER 250, jadwal tidur Mbak Elnov jadi lebih teratur dan lelap. Di pagi hari ia jadi lebih bersemangat, tapi malah seperti orang bingung, bengong. Untuk mengimbangi efek obat, ia menulis jurnal harian dan mendengarkan lagu. Sesekali ia bernyanyi dan menggali dalam-dalam lirik lagunya, mencari kesamaan rasa, dan menghanyutkan diri dalam iramanya.

Obatnya kemudian diganti di minggu kedua karena ia merasa tidak nyaman. Diganti menjadi Quetiapine XR 50 mg. Obat ini juga memberikan efek mengantuk, berkeringat dingin, dan pusing. Namun, tidurnya tak bisa lelap. Akibatnya aktivitas paginya terganggu. Namun, medikasi kali ini dibarengi dengan psikoterapi yang pelan-pelan mengubah mindset-nya. Ia jadi berhenti menganalisis orang lain.

Namun, ia merasa terperangkap di Pekalongan. Hatinya tidak terima. Dia mengatai dirinya sendiri gila. Skenario-skenario kematian terbayang di otaknya. Ia juga berimajinasi dengan mengulang-ulang adegan masa lalu yang ingin ia poles. Akhirnya meski awalnya ditentang mamanya, ia kembali ke Jakarta. Sisi positifnya, papanya mau menemani istrinya menghadap dr. Henny.

Di Jakarta ia terus menganalisis episode-episode bipolarnya. Karena terinspirasi dengan buku Unquiet Mind: A Memoir of Moods and Madness karya Kay Redfield Jamison, Mbak Elnov jadi terinspirasi untuk membuat buku Anomali ini. Kay Redfield Jamison adalah profesor perempuan di bidang psikiatri dari UCLA. Dia juga ODB.

Buku ini kemudian ditutup dengan Mbak Elnov yang mengikuti acara One Day Mindfulness bersama Bali Usada pada 21 Agustus 2016.

Meditasi ini membuatku mampu mengenali jurang paling dalam di pikiranku. Yang sebelumnya tak pernah terdeteksi sedikit pun. Aku mulai jujur pada diri sendiri. Bahwa ada --bahkan banyak --hal-hal yang kelam. Yang kusimpan dalam-dalam di bawah sadarku.

(Elnov, hal 152)


Di akhir Mbak Elnov pun memutuskan untuk memberanikan diri menghadapi semuanya.

*

Buku ini juga memberikan harapan bahwa bipolar bisa disembuhkan dengan pengendalian pikiran yang disiplin. Mbak Elnov memilih jalur meditasi sebagai salah satu metode selain farmakologi.

Highly recommended! Baik untuk para ODB (orang dengan bipolar) yang sedang mencari cara untuk keluar dari label, atau bagi para non-ODB yang ingin belajar soal bipolar untuk memahami ODB di sekitar mereka.

Di bagian akhir buku, ada beberapa pendapat para ahli yang juga memberikan clues sekaligus harapan bahwa bipolar sebenarnya bisa disembuhkan.
Profile Image for Ahmad Suhudi.
10 reviews1 follower
July 20, 2020
Ditengah kurangnya buku penulis Indonesia yang membahas soal kesehatan mental, buku ini hadir terasa lebih bermakna. Sebuah memoar yang tentu saja sangat kental nuansa curhatnya dan blak-blakan sang penulis. Walau begitu, terasa ada gelombang naik turun dalam keterbukaan penulis. Terkadang bercerita begitu detail dan sangat terbuka, disisi lain terkesan menjaga jarak dan menyimpan rahasia.
Tapi tak mengapa, kehadiran buku seperti ini perlu mendapat apresiasi lebih ditengah arus semakin soliternya hidup modern, sekaligus membuka mata bahwa gangguan mental itu nyata, sehingga tak lagi gampang kita mencap para penderita sebagai orang lebay, caper dan lemah iman.
Profile Image for svrhld.
105 reviews7 followers
June 5, 2021
There's too many unnecessary details of the story. It makes you forgot that you're reading a book about bipolar.
Profile Image for peachberryss.
58 reviews
November 24, 2021
Bipolar. Buku ini menceritakan kisah sang penulis yang mengidap gangguan kesehatan mental yaitu bipolar. Dari awal sampai akhir diceritakan kehidupan penulis, mulai dari saat kecil, trauma yang dialami, perjalan karir, pertemanan, perjalanan menemui psikiater, meditasi, hingga struggle dan perasaan saat mengidap bipolar. Aku jarang baca buku tentang mental health kayak gini, jadi banyak banget pelajaran yang bisa diambil. Jadi tau sudut pandang kehidupan dari penderita bipolar dan bagaimana seharusnya kita tidak menempatkan stigma terhadap mental health itu sendiri. Di akhir buku dijelaskan dari sudut pandang para psikiater dan guru meditasi. Setelah baca buku ini jadi super tertarik banget sama meditasi dan mindfulness!
Profile Image for Aisyah Rahmatusysyifa.
85 reviews
November 22, 2020
Buku yang cukup tipis tetapi membuat saya gelisah sepanjang membacanya.

Buku ini merupakan kisah perjalanan sang penulis yang mengidap bipolar. Penulis menuturkan kisahnya sejak awal ia merasakan ada yang tidak beres dengan kesehatan mentalnya, hingga akhirnya didiagnosis bipolar tingkat 2.

Kegelisahan yang dipaparkan penulis dalam tulisannya pun turut saya rasakan ketika membaca buku ini. Buku ini cukup ringan dan cocok untuk dibaca kalangan awam yang mau mengetahui dan memahami isu kesehatan mental, khususnya terkait bipolar.
Profile Image for Faridilla.
66 reviews
September 11, 2020
Isu kesehatan mental memang banyak diangkat belakangan ini.

Melalui buku ini kita dibawa untuk memahami seorang bipolar.
Profile Image for Bimo Tyasono.
16 reviews15 followers
June 10, 2020
Membaca buku ini memberikan perspektif bagaimana perasaan-perasaan yang dialami oleh ODB dari sudut pandang orang pertama, salah satu gangguan kesehatan mental yang jarang diangkat di Indonesia. Kita diajak untuk mencoba ikut merasakan apa yang ada di dalam benak penulis sebagai seorang Bipolar. Sampai benar-benar tiba di bab mengenai bipolar, aku tidak terlalu menangkap apa sebenarnya bipolar yang dialami oleh penulis. Untunglah penjelasan tentang bipolar ini juga ditambahkan pada komentar praktisi di bagian akhir buku.

Buku ini adalah nonfiksi yang ditulis dengan sangat straightforward sehingga sama sekali tidak sulit untuk menghabiskannya dalam satu kali duduk. Yang aku bingung penulisan universitas yang ga konsisten kadang cuma nyebut lokasi, kadang nyebut Unpad dan UI (apa mungkin ini disebabkan gangguan bipolar aku jg kurang paham tapi waktu baca nyadar banget sih).

Semoga dengan buku-buku seperti ini semakin meningkatkan kepedulian orang Indonesia dan tidak terus memberi stigma pada para pengidap penyakit kejiwaan apapun bentuknya.

Profile Image for Annisa' Taqiyyatul 'Azizah.
22 reviews3 followers
May 23, 2023
As someone who study psychology and bipolar survivor at the same time the writer experience is similar to me. It makes me realize I can deal with bipolar disorder and doing normal life like other people. Her coping mechanism is same with my mechanism with writing and journalling, maybe the next step I must educate my inner circle about bipolar disorder. Someone with bipolar disorder can pursue career, dream, and be successful in life. Because of this book I know something about medication what I took, know how those medication works to fix neurotransmitter, mood stabilizer, and so on. This makes me interest to know about chemistry. To maintain mental health condition must doing treatment with professional such as therapist, psychiatrist, and psychologist. Practice being mindfullness is mandatory to do for anyone who struggle with mental illness. I think there is several part of this book, make someone triggering such as lose faith to religion, deal, family problem, etc. From this book I know my own self worth as bipolar survivor and next step what should I do to makes me feel better.
Profile Image for Renov Rainbow.
276 reviews2 followers
June 15, 2021
Ide kesehatan mental sebenarnya bagus. Saya mengerti kenapa buku ini sangat penting buat Elnov. Buku ini mengingatkan saya pada karyanya Matt Haig, Reasons to Stay Alive. Dari mulai quote setiap bab kemudian konsep penulisan.


Imho, sayangnya buku ini lebih seperti curahan hati dalam bentuk diari. Banyak bagian yang sebenarnya tidak perlu dibahas dan menghabiskan setengah buku hanya untuk membahas soal prestasi akademis, profesional dan asal usul keluarga. Sebagai penulis, kita harus memposisikan sebagai pembaca dan apakah informasi ini relevan atau tidak untuk disampaikan .


Buku ini lebih tepatnya menguak kepribadian Elnov, ketimbang penyakit bipolar itu sendiri.

63-2021
Profile Image for Nur Rokhmani.
255 reviews6 followers
December 13, 2020
Buku memoar—yang dengan berani membawa isu psikologis dalam dirinya sendiri. Adalah buku nonfiksi yang cukup layak untuk dibaca. Membuat kita cukup mendapat gambaran bahwa seorang dengan Bipolar, atau seseorang dengan isu psikologis lainnya membutuhkan seseorang yang mampu memahami, bukan menghakimi.

Namun, diluar itu, aku agak kurang puas dengan apa yang ditulis di dalamnya. Karena aku nyaris tidak merasakan aura dan emosi bipolar seperti pada judulnya. Tidak terlalu jelas, dan tidak terlalu menggambarkannya. Hanya, semua itu ditolong dengan satu dua subbab kecil tentang bipolar dan depresi.

Kemudian, isu tentang kecenderungan seksual yang disebut di akhir secara tiba-tiba oleh dokter yang menanganinya, padahal tidak pernah disinggung di dalam isi utama membuat aku jadi tercengang. Terutama ketika di bagian itu, dokter tersebut menyampaikan bahwa orang tua Elnov harus mulai menerima kecenderungan seksual (yang menurutku menyimpang;homoseksual) yang dialami Elnov, alih-alih menyarankan agar hal itu diatasi, selayaknya harapanku kepada para dokter Sp.Kj. dan atau psikiater/psikolog ketika menemukan kasus kelainan kecenderungan seksual.

Tidak sesuai ekspektasi, tapi masih layak dibaca.
Profile Image for Tasha Dhyani.
156 reviews4 followers
June 16, 2021
Salut kepada penulis yang telah berani mengungkapkan perjalanannya mulai dari identifikasi diri dan mengakui bahwa dirinya butuh bantuan profesional sampai ke setiap tahap medikasi yang dilaluinya. Terima kasih telah berbagi. Sayangnya secara kualitas penulisan, tulisannya kurang memuaskan.

Banyak paragraf yang tidak koheren dengan pokok bahasan setiap babnya, selain itu banyak lompatan gagasan hampir di setiap paragraf. Banyak informasi yang dikenalkan di satu titik, tapi tidak secara tuntas dibahas sampai akhir buku. Misalnya, apakah akhirnya penulis mengonfrontasi orangtua asuhnya terkait perihal adopsinya? Ini sampai akhir buku tidak dibahas secara eksplisit, padahal perihal ini dikatakan sebagai trauma mendalam yang dialami penulis di masa kecilnya saat berusia 16 tahun, trauma mendalam yang kemudian menjadi salah satu hal yang sangat memengaruhi keadaan mental penulis di kehidupan dewasanya. Pikiran untuk mengakhiri hidup juga terkesan tiba-tiba karena sebelumnya tidak dijelaskan apa dan bagaimana penulis sampai pada pemikiran itu. Kata bipolar pun baru muncul di halaman 123 (dari total 170 halaman di buku); artinya penulis menghabiskan sekian porsi dari buku untuk... apa?-kalau pada akhirnya secuil porsi terakhir dari bukunya memperlakukan bipolar sebagai topik baru (tidak mengaitkan bagian sebelumnya dengan tema besar buku).

Sebagai tulisan dan memoar, buku ini terlalu deskriptif. Rasa sakit dan penderitaan kurang dijelaskan secara mendalam dan jelas, sehingga gagal membuat pembaca berempati. Saya telah banyak membaca memoar lain yang memuat gangguan kesehatan mental yang bahkan bukan sebagai tema besarnya, tetapi tetap berhasil dengan jelas menggambarkan penderitaan yang mereka alami, dan pada akhirnya memberikan pengertian bermakna pada pembacanya tentang permasalahan rumit ini. Peraturan mendasar dalam menulis adalah "show, don't tell". Tulisan ini merupakan kasus sebaliknya.
Profile Image for Anisa Rahimah.
37 reviews1 follower
September 18, 2020
Sebagai seseorang yang juga memiliki bipolar, aku berekspektasi tinggi terhadap buku ini dengan harapan bisa berbagi struggle dan tips yang dialami saat sedang manik atau depresi. Ternyata ga terlalu dapet momen-momen dimana penulis benar-benar ngerasain struggle saat manik atau depression atau penguat yang bisa bikin author bertahan dari bipolarnya. Menurutku buku ini cuma ngejelasin surface dan keseharian author. Yang bisa aku relate cuma momen-momen pas author ke psikiater sama keadaan author yang galau tentang identitas dirinya yang dianggap orang sekitar batak padahal aslinya orang jawa. Aku ngerti soal kegalauan itu karena pengalamanku.
Profile Image for ND Ratna .
101 reviews
June 8, 2023
Detail bipolarnya ada di bagian bab paling belakang
Profile Image for Panda.
66 reviews
December 23, 2022
Buku ini benar-benar aku baca dengan satu kali duduk. Jujur, buku ini nggak pernah masuk ke wishlist bacaku. Tapi tiba-tiba aja muncul di gramedia digitalku. Karena ada kata memoar di judulnya; yang mana aku sangat suka dengan buku-buku memoar, jadi ya sudah tanpa pikir panjang aku baca saja.

Kalau kalian pernah baca I Want to Die but I want to Eat Tteokpokki karya Baek See-Hee, nah buku ini mirip benget dengan IWTDBIWTET. Hanya saja buku ini ditulis dengan format narasi bukan dialog percakapan. Sebagian besar topik yang dibahas di buku ini menceritakan tentang latar belakang kehidupan penulis. Yang menurutku ini sangat bagus, karena dapat membantu kita memahami bahwa kehidupan atau latar belakang seseorang bisa sangat berpengaruh kepada mental developmentnya dll.

Sebelum review lebih lanjut, disclaimer dulu wkwk. Jadi aku adalah tipe orang yang dalam kondisi tertentu mudah menyerap energi-energi negatif (maksudnya kek kesedihan, kekekecewaan, kegelisahan dll) setelah menderngar, membaca, atau bahkan melihat peristiwa-peristiwa tersebut. Saking kompleksnya masalah keluarga penulis, sampai membuatku berhenti membaca sejenak.

Sebenarnya lebih ke masalahnya yang ternyata lebih kompleks daripada dugaanku. Itu baru masalah keluarga, kemudian juga ada masalah dengan pekerjaannya, lingkungan pertemanan dll yang membuatku tambah terbawa suasana Haha. Tapi yang aku salut dari penulis, dia sangat sigap dan aware terhadap gejala-gejala yang muncul dan mungkin sudah mempengaruhi kehidupan sehari-hari. Penulis juga nggak hanya berdiam diri, ia ikut meditasi dll. Menurutku ini adalah hal yang keren dan memotivasi pembaca yang mungkin memiliki masalah yang hampir sama untuk lebih aware terhadap kesehatan diri (mental dan fisik).

Seperti kebanyakan orang-orang di sekitarku, penulis juga pada awalnya sempat denial ketika dinyatakan sebagai ODB (Orang Dengan Bipolar). Dan entah kenapa proses penerimaannya agak membuatku tersentuh :'). Aku juga jadi tersadarkan bahwa, dalam proses-proses tersebut peran dan dukungan seseorang entah itu orang tua, sahabat, atau orang terdekat akan sangat membantu dalam proses penerimaan.

Namun sayangnya, memang sebagian besar pembahasan berfokus kepada latar belakang kehidupan penulis. Proses diagnosa dan konsul bersama psikolog, psikiater tidak dijelaskan terlalu banyak.

Meskipun begitu, menurutku buku ini tetap worth to read, apalagi buat kalian yang ingin membaca buku yang bisa selesai saat itu juga. Alurnya menurutku relatif cepat dan disampaikan tidak berbelit-belit. Sehingga tidak perlu membaca hingga berkali-kali.
Profile Image for Fatmalogi .
11 reviews
February 24, 2022
[Sedang Sayang-sayangnya Sama Mental (Bukan Ayang) ]

Jika ditanya hal yg akan masuk daftar prioritas dlm hidup sekarang, maka aku akan menjawab 'kesehatan mental'. Hal semacam inilah yg menurutku harus dijaga, dirasa/dikelola baik2. Olah rasa yg ku maksud bs jd dlm bentuk pertanyaan "why" kpd diri sendiri.

Satu tahun terakhir ini, kiranya buku2 self improvement yg ku baca adl kebanyakan ttg mental issue. Pd suatu kasus yg spesifik, pembacanya tentu bs general sj. Maksudku adl buku2 dgn pembahasan mental issue bs dibaca siapapun, penderita, psikolog/psikiater ataupun orang2 diluar itu semua. Tanpa terkecuali. Sama seperti buku ini. Bs dibaca siapapun yg ingin membacanya. Jangan berkerut kening dulu, Fren. Bipolar mungkin adl satu diantara isu kejiwaan yg msih tdk banyak dibahas dan bahkan tdk diketahui penyebabnya.

Menurutku menarik, ketika membaca memoar ini. Buku ini sejatinya mirip dengan I Want To Die But I Want To Eat Tteokpokki. Bedanya adl kasus kejiwaan yg diderita. Buku ini jga menyajikan dlm bentuk narasi. Suara2 dan pikiran yg berasal penderita. Setidaknya kita bisa membaca scr langsung bagaimana mereka (ODB: Orang Dengan Bipolar) menjalani hidup. Buku ini begitu ringan, tetapi kita bisa jga mendapatkan pengetahuan yg begitu kaya dari buku ini jga. Mungkin karena buku ini ditulis langsung dgn sudut pandang 'Aku'. Kita mnjdi lebih merasakan bagaimana yg penulis rasakan.

Namun, ada beberapa hal yg menurutku sgt disayangkan. Meski ini sebuah memoar, ada hal2 yg tdk dituliskan scr runtut sehingga memicu kebingungan. Semisal pd aspek asmaranya, diawal, penderita tdk pernah menyebutkan urusan perihal asmara yg dia jalani. Akan tetapi, menuju akhir Ia menyebutkan bahwa memiliki seorang teman dekat. Ya. Kalau kita lihat di sisi lain, mungkin penulis tdk ingin memberitahu bagaimana orientasi seksual yg dia jalani. Aku pun baru tahu ketika dibagian akhir dan psikolog yg menanganinya jga sedikit memberi penjelasan akan hal itu.

Sbg penutup, aku rasa buku ini jga cukup menjadi alasan bagaimana aku bs mempelajari banyak hal lgi tentang isu kesehatan mental. Dan itu jga membuatku merasa lebih ingin menghargai mereka dgn cara memahaminya. Satu lgi yg inginkan kuselipkan di akhir sebagai doa, kata Idgitaf "Semoga Sembuh".

Salam.
#bacabuku #bukudigital #literasi #bookreview #RingkasFatma
Profile Image for Shelly.
Author 2 books44 followers
September 24, 2021
Waw. Ini pertama kalinya aku membaca sebuah memoar terkait kesehatan mental. Ketika membaca aku nggak berharap banyak, tapi nyatanya kecepatan membacaku mengalir dan melambat kalau pas nemuin kutipan atau info penting. Banyak sekali hal yang kucatat (sampai beberapa halaman) dan beberapa bagian aku baca berulang-ulang. 


Aku mengenal buku ini sejak Juli lalu. Ketika itu di sebuah acara webinar Kak Elnov beserta seorang psikiater menjadi narasumbernya. Nah, setelah membaca buku ini aku makin paham betapa perjuangan Kak Elnov berliku-liku. Beliau konsul sana-sini, mengalami berbagai fase sampai akhirnya Kak Elnov mencapai keyakinan yang teguh. 


Yang aku nggak habis pikir adalah keberanian Kak Elnov untuk membagi kisah kondisinya tersebut dalam sebuah buku non fiksi. Pasti rasanya berat sekali, belum lagi harus menceritakan keadaan keluarga dan mengorek masa lalu, jadi aku betul-betul angkat topi pada sang penulis. 


Buat yang belum membaca, buku ini bukan hanya mengenai Bipolar tapi juga tentang pencarian jati diri, menganalisis perasaan, mengenali alam bawah sadar, serta pentingnya kegemaran entah itu bermusik, menyanyi, melukis, menulis, atau teater. Kebetulan Kak Elnov ini kegemarannya menulis jadi aku cukup relate. Begitu juga dengan mindfulness, yoga, dan meditasi. Lebih rajin lebih bagus. Aku sangat setuju.


Bagian yang juga luar biasa dari buku ini adalah kata-kata penutup dari tiga psikiater dan seorang guru meditasi. Penasaran? Ayo baca bukunya hehehe.


Akhir kata, aku ingin mengucapkan selamat sekaligus terima kasih banyak pada Kak Elnov atas keberanian dan juga inspirasi yang tersalurkan melalui buku ini. 


Bintang: ​5/5 


Kutipan favorit:




Aku ingin melarikan diri. Entah dari apa. Entah ke mana. (hlm. 53)


Dalam penanganan depresi, sangat penting untuk tahu manakah depresi yang membutuhkan pengobatan dan yang hanya butuh terapi konsultasi - Jodie Foster (hlm. 78)


Emosi seperti makhluk. Mereka butuh dibebaskan. Mereka butuh disalurkan. Mengekang mereka hanya akan menciptakan monster-monster yang tersembunyi. (hlm. 152)

Profile Image for mayday.
435 reviews11 followers
July 25, 2021
Satu hal yang saya acungi jempol dari memoar ini. Kemauan kak Elnov untuk berobat. Butuh jiwa besar untuk mengakui jika kamu sakit. Dengan itu kamu tidak akan menyakiti dirimu sendiri dan orang lain.

Memoar ini bagi saya adalah sebuah kisah pilu tentang breakdown, keinginan untuk mati dan perjalan kembali untuk memilih hidup. Banyaknya kasus depresi di kalangan muda yang hidup dalam dua kali krisis moneter, ketidakstabilan ekonomi dan perubahan budaya dari orang tua ini memang sangat perlu diperhatikan. Tidak usah banyak stigma mengenai sakit mental karena bagi saya sakit mental itu seharusnya dinormalisasikan saja seperti sakit fisik, klo sakit, ya ke dokter. Jangan ke dokter google. Sama juga seperti dokter dharmawan, di akhir buku ini, yang bercerita, "saya bisa bilang gangguan psikologis pasti ada unsur biologisnya."

Buku ini bukan buku pertama yang saya baca tentang gangguan psikologis, ada memoar lain yang juga saya baca sejak saya SMP, dalam buku tersebut, si penulis berkata bahwa self sabotage yang dia lakukan pada dirinya lah yang membuat dirinya merusak semua neurotransmiter di kepalanya dan membuat hormon dalam tubuhnya tidak seimbang? Penulis ini ngapain? Dia jarang tidur dan makan tidak teratur dan tidak dijaga nutrisinya...

...tapi klo dia dari kalangan ekonomi ke bawah bagaimana? Gak tidur demi kerja, makan tidak teratur karena gak punya uang, apalagi jaga nutrisi? alamak. Lingkaran setan sekali.

Saya sudah beberapa kali, seperti teman kak Elnov, yang berkata ke teman sendiri "you should see a shrink". Ada beberapa yang benar-benar ke psikiater, ada yang klo saya bilangi itu cuman "iya mide, insyaAllah" tapi setidaknya saya jadi tambah paham keraguan teman-teman ini berkat buku kak elnov. Saya tidak pernah ada di posisi mereka, jadi membaca buku ini memberi saya revelation, "kenapa sih?"

Top kak, salut kak Elnov mau menulis buku ini dan membagikan cerita pribadi ini ke khalayak umum.
Profile Image for Khira Firli.
5 reviews1 follower
January 30, 2022
“Dan aku tidak menyalahkan mereka yang berpendapat bahwa aku orang yang tidak bersyukur. Mereka hanya tidak mengetahui apa yang aku rasakan. Seperti sebuah luka, yang tidak bisa aku tunjukkan kepada orang-orang bentuknya.”
Kisah tentang seorang ODB (Orang dengan Bipolar), Elnov, menemukan kebenaran yang mencekat. Entah tubuhnya menerima namun pasti jiwanya tidak. Yang membuat penulis sangat tertekan diumur belianya. Dibesarkan ditengah keluarga serba kecukupan dan terpandang, tidak membuat Elnov nyaman hidup di dunia ini. Orang tua angkat yang berbeda agama, berlebihannya perhatian yang didapatkan, pandangan dari orang-orang setiap kali melihatnya karena fisiknya yang berbeda dari manusia-manusia pada umumnya. Hal-hal tersebut terlihat ‘sepele’ bagi mereka yang ‘normal’. Namun Elnov berbeda. Jika sedang ingin memasuki dunianya, dia cukup memejamkan matanya dan pergi jauh memasuki dunia khayalan yang lebih ramah baginya.
Di buku ini, kita disuguhkan sebuah perjalanan ingin sembuh dari seorang penderita Bipolar yang selama ini kita hanya dengar ‘katanya-katanya’. Kita diajak untuk menjadi seorang bipolar selama membaca buku ini. Diawali dengan ‘berbeda’nya sikap. Perjuangan menemui seorang psikiater dan psikolog, hingga memberanikan diri untuk mengkonsumsi ‘obat-obat’ untuk mereda ketakutan-ketakutan di kepala.
Jika dari kacamata orang ‘biasa’ terkesan mereka dengan bipolar ini sangat annoying. Mereka lebay, selalu ambis, selalu ingin nomor satu, hanya ingin didengarkan, tidak bisa jadi pendengar yang baik, mood swing parah, intinya selalu ingin dimengerti. Males banget pasti punya temen kaya gini kan? Padahal disitu mereka juga gatau kenapa mereka kaya gitu. Mereka mau berontak tapi sebenarnya mereka sedang sakit dan gatau harus berbuat apa.
Profile Image for Lintang Dita.
52 reviews
March 9, 2023
⭐4.2/5

Sebuah buku yang kembali memberikan sudut pandang baru buatku tentang masalah kesehatan jiwa, khusunya tentang Bipolar. Cukup membaca judulnya aja sudah bikin aku tertarik untuk baca, mungkin karena aku punya rekaman juga tentang kesehatan jiwaku sendiri.

Buku ini mengambil langsung sudut pandang orang pertama, menceritakan kisah sang penulis sendiri yang menderita gangguan bipolar. Buku ini bukan hanya membahas tentang apa itu bipolar, gejala-gejala awal yang dirasakan, dan penyebabnya. Tetapi, juga tentang mood swing seperti apa yang dirasakan oleh penulis, bagaimana penulis menghadapi masalah di kehidupan sehari-harinya, dan keberanian penulis dalam menceritakan pengalaman hidupnya dari awal merasakan gejala sampai akhirnya didiagnosis menderita gangguan bipolar, termasuk bagaimana cara penulis pelan-pelan mengatasi dirinya sendiri jika gejala-gejala tersebut muncul kembali. Dan hal itu membuatku salut sehingga penulis patut diacungi jempol 👍

Gaya penulisannya santai dengan bahasa yang mudah dipahami. Aku cukup menikmati dari awal sampai akhir membaca buku ini, meskipun ada beberapa bagian yang menurut aku sebenarnya ga begitu penting untuk diceritakan. Selebihnya, buku ini bagus dan cukup menarik untuk kalian yang ingin mengenal ODB (Orang Dengan Bipolar).

"Terkadang orang menganggap remeh keinginan orang lain untuk mengakhiri hidup. Padahal, orang yang berpikir untuk mengakhiri hidup adalah orang yang membutuhkan bantuan."
- Halaman 60 -

"Emosi seperti makhluk. Mereka butuh dibebaskan. Mereka butuh disalurkan. Mengekang mereka hanya akan menciptakan monster-monster yang tersembunyi. Dalam kasusku, mereka meledak menjadi gejolak amarah yang membabi buta untuk kemudian beralih menjadi kesedihan yang begitu dalam."
- Halaman 152 -
Profile Image for Jiao Li.
93 reviews9 followers
August 27, 2023
Sejujurnya aku download buku ini di Gramdig karena aku sendiri juga pernah didiagnosis dengan gangguan bipolar. Aku juga menjalani medikasi sebentar tapi kemudian berhenti. Lewat buku ini aku pengen tau lebih lanjut tentang bipolar dan gimana sih orang lain dengan diagnosis yang sama menjalani hidupnya.

Aku kagum sih sama penulisnya. Dia bisa menuliskan pengalamannya di buku ini dengan jernih. Gaya penulisannya juga sederhana dan mudah dipahami.

Aku kan biasanya baca 2 buku sekaligus ya, fiksi dan nonfiksi. Hampir selalu buku fiksi lebih menarik, tapi buku ini beda. Mungkin karena tema yang diangkat cukup relate denganku aku jadi lebih tertarik untuk baca ini daripada buku fiksi fantasi yang sedang aku baca berbarengan.

Buku ini bukan cuma bisa dibaca oleh orang yang hidup dengan bipolar loh, tapi juga dengan orang-orang di sekitarnya. Lewat buku ini kamu bisa tau rasanya menjalani hidup dengan bipolar. Kalo kamu lagi mau coba baca lebih banyak buku nonfiksi coba deh mulai dari buku ini, meskipun nonfiksi bukunya nggak berat, kok!
Profile Image for jian..
77 reviews5 followers
December 6, 2021
Ini adalah buku nonfiksi pertama yang bisa aku selesaikan dalam kurun waktu 24 jam.
Buku ini berisi perjalanan sang penulis yang struggling dalam menghadapi depresi yang berujung bipolar. Aku cukup resah saat membaca buku ini, seolah aku juga berada di depan sang penulis dan ikut menyaksikan bagaimana susahnya dia yang berperang melawan dirinya sendiri.

Aku banyak mendapat insight baru dari membaca buku ini. Aku juga jadi tahu, gimana kesulitan-kesulitan yang dirasakan oleh mereka yang mengalami bipolar disorder. Aku juga semakin paham bagaimana harus menghadapi teman yang cerita, apalagi saat mereka berada di dalam titik terendah hidupnya.

Meskipun buku ini ditulis melalui sudut pandang penulis yang juga seorang penderita bipolar, tapi menurutku buku ini mudah cukup mudah untuk dipahami karena bahasa yang digunakan sangat ringan. Kudos for author!

Profile Image for Qothrunnada.
99 reviews9 followers
April 29, 2022
3,5 ⭐️
Membaca buku ini seperti baca diari keseharian kak Elnov. Tentang apa yg memicu Bipolarnya, bagaimana munculnya, serta gejala-gejalanya, bahkan sampai obat-obatannya (aji mumpung sekalian inget2 pelajaran hehe). Tapi sebenernya I expect too much for this book. Selain itu, dari penulisnya sendiri ada beberapa hal yg menurutku tidak konsisten, salah satunya adalah waktu penulis cerita bahwa dia adalah tipe org yg suka jadi pusat perhatian, lalu di bab setelahnya dia cerita bahwa dia tidak nyaman kalo dia nampak menonjol (cerita saat org2 memperhatikan fisiknya di pasar). Aku juga ngerasa bahwa penulis kadang nulis suatu informasi yg menurutku berlebihan, contohnya kondisi macet yg diceritakan terlalu detail.
Terlepas dari itu semua, buku ini cocok dibaca buat kamu yg punya kondisi sama kayak kak Elnov, pasti bisa ngerasain apa yg dirasakan juga.
Semangat kak Elnov!
Profile Image for Sa.
44 reviews
November 3, 2023
Buku pertama dari Trilogy yang ditulis oleh Elnov.
186 Halaman.

Buku ini mungkin terkesan "apa sih" untuk orang-orang yang belum pernah mengalaminya. Namun, untuk orang-orang yang mengalami atau mendampingi orang yang mengalami, penulis menggambarkannya dengan cukup jelas. Bagaimana hal yang dianggap kecil oleh seseorang bisa sangat besar di mata orang lain. Bagaimana penulis menjelaskan sebesar apa usaha yang ditempuh untuk sembuh dan mulai bertumbuh dengan kehidupan yang baru.

Salut untuk penulis yang meminta bantuan pada orang yang tepat. Dan mau menghadapi kepahitan kenyataan yang pasti sangat sulit dihadapi. Semoga semua perjuangan ini tidak sia-sia ya.

Sstt, kalau kamu merasa mengalami apa yang dirasakan seperti penulis, lebih baik mencari pertolongan yang tepat ya, dibanding menebak-nebak diagnosa diri sendiri. Semangattt
Profile Image for Isma_hdy.
2 reviews
March 25, 2023
Buku pertama tentang pengalaman mental seorang, yang pertama kubaca. Cerita tentang Mbak El, si penulisnya sendiri yang sedang berjuang melawan bipolar nya. Berusaha tetap hidup waras dan normal, meski banyak yang bertentangan.

Jujurly aku capek bacanya, karena juga menguras energi ku. Yang mencoba memahami, berusaha empati, dan ikut masuk dalam cerita. Terima kasih sudah menyadarkanku bahwa penyakit mental itu benar adanya.
Profile Image for nidsy.
15 reviews
January 3, 2022
Rasanya seperti dibawa ke dunia Elnov dari kecil, dari awal dia merasa ‘ada yang kurang beres’ dalam dirinya, sampai Elnov dewasa dan tahu diagnosa sebenarnya. Bagi seorang penyintas orang dengan gangguan mental seperti Elnov, buku ini bakal saya nilai berat sebelah, karena banyak bagian dari buku ini saya alami secara langsung. Bagaimanapun saya berharap suatu saat saya bisa berdamai dengan diri saya sendiri seperti Elnov. :)
Profile Image for Ajengp.
58 reviews7 followers
April 28, 2022
Narasi kurang penjabaran.
Hanya segelintir perasaan penulis yang tidak begitu jelas detailnya- menyentil batang tanpa benar-benar menelisik akar.

Orangtua digambarkan overprotektif, tapi dari yang kubaca, tidak begitu jelas sifat overnya dimana.

Seksualitas yang tidak begitu digambarkan, hanya bermain-main dengan kata 'aku berbeda', kontribusi dari seorang pakarlah yang kemudian menuliskan tentang kecemasan sang penulis karena berbeda aliran seksual.

Secara keseluruhan, seperti mengintip diari penulis. Tau isi hati, tapi setelah membaca, tidak begitu banyak pengetahuan yang didapat.
1 review1 follower
May 21, 2021
Recommended. Sebuah buku yang ditulis dari pov seseorang yang mencoba “berteman” dengan Bipolar sehingga penulis bisa membagikan kisah pertemanan tersebut agar lebih banyak orang mengenal apa itu Bipolar dan bagaimana kita memperlakukannya.
Displaying 1 - 30 of 83 reviews

Can't find what you're looking for?

Get help and learn more about the design.