Jump to ratings and reviews
Rate this book

Menghardik Gerimis

Rate this book
“Kalau hujan sekalian tidak apa-apa, aku suka,” katanya kepada istrinya selalu. “Tetapi gerimis selalu jatuh pelan-pelan, diam-diam, tidak memberi tahu, dan dengan licik membasahi lantai,” katanya melanjutkan. “Aku mencintai hujan sebab kalau jatuh bilang terus terang dan jelas suaranya, tidak membiarkan aku terpeleset.”


MENGHARDIK GERIMIS

102 pages, Paperback

First published July 1, 2019

27 people are currently reading
207 people want to read

About the author

Sapardi Djoko Damono

122 books1,588 followers
Riwayat hidup
Masa mudanya dihabiskan di Surakarta. Pada masa ini ia sudah menulis sejumlah karya yang dikirimkan ke majalah-majalah. Kesukaannya menulis ini berkembang saat ia menempuh kuliah di bidang bahasa Inggris di Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

Sejak tahun 1974 ia mengajar di Fakultas Sastra (sekarang Fakultas Ilmu Budaya) Universitas Indonesia, namun kini telah pensiun. Ia pernah menjadi dekan di sana dan juga menjadi guru besar. Pada masa tersebut ia juga menjadi redaktur pada majalah "Horison", "Basis", dan "Kalam".

Sapardi Djoko Damono banyak menerima penghargaan. Pada tahun 1986 SDD mendapatkan anugerah SEA Write Award. Ia juga penerima penghargaan Achmad Bakrie pada tahun 2003. Ia adalah salah seorang pendiri Yayasan Lontar.

Karya-karya
Sajak-sajak SDD, begitu ia sering dijuluki, telah diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa. Sampai sekarang telah ada delapan kumpulan puisinya yang diterbitkan. Ia tidak saja menulis puisi, tetapi juga menerjemahkan berbagai karya asing, menulis esei, serta menulis sejumlah kolom/artikel di surat kabar, termasuk kolom sepak bola.

Beberapa puisinya sangat populer dan banyak orang yang mengenalinya, seperti Aku Ingin (sering kali dituliskan bait pertamanya pada undangan perkawinan), Hujan Bulan Juni, Pada Suatu Hari Nanti, Akulah si Telaga, dan Berjalan ke Barat di Waktu Pagi Hari. Kepopuleran puisi-puisi ini sebagian disebabkan musikalisasi terhadapnya. Yang terkenal terutama adalah oleh Reda Gaudiamo dan Tatyana (tergabung dalam duet "Dua Ibu"). Ananda Sukarlan pada tahun 2007 juga melakukan interpretasi atas beberapa karya SDD.

Berikut adalah karya-karya SDD (berupa kumpulan puisi), serta beberapa esei.

Kumpulan Puisi/Prosa

* "Duka-Mu Abadi", Bandung (1969)
* "Lelaki Tua dan Laut" (1973; terjemahan karya Ernest Hemingway)
* "Mata Pisau" (1974)
* "Sepilihan Sajak George Seferis" (1975; terjemahan karya George Seferis)
* "Puisi Klasik Cina" (1976; terjemahan)
* "Lirik Klasik Parsi" (1977; terjemahan)
* "Dongeng-dongeng Asia untuk Anak-anak" (1982, Pustaka Jaya)
* "Perahu Kertas" (1983)
* "Sihir Hujan" (1984; mendapat penghargaan Puisi Putera II di Malaysia)
* "Water Color Poems" (1986; translated by J.H. McGlynn)
* "Suddenly the night: the poetry of Sapardi Djoko Damono" (1988; translated by J.H. McGlynn)
* "Afrika yang Resah (1988; terjemahan)
* "Mendorong Jack Kuntikunti: Sepilihan Sajak dari Australia" (1991; antologi sajak Australia, dikerjakan bersama R:F: Brissenden dan David Broks)
* "Hujan Bulan Juni" (1994)
* "Black Magic Rain" (translated by Harry G Aveling)
* "Arloji" (1998)
* "Ayat-ayat Api" (2000)
* "Pengarang Telah Mati" (2001; kumpulan cerpen)
* "Mata Jendela" (2002)
* "Ada Berita Apa hari ini, Den Sastro?" (2002)
* "Membunuh Orang Gila" (2003; kumpulan cerpen)
* "Nona Koelit Koetjing :Antologi cerita pendek Indonesia periode awal (1870an - 1910an)" (2005; salah seorang penyusun)
* "Mantra Orang Jawa" (2005; puitisasi mantera tradisional Jawa dalam bahasa Indonesia)

Musikalisasi Puisi

Musikalisasi puisi karya SDD sebetulnya bukan karyanya sendiri, tetapi ia terlibat di dalamnya.

* Album "Hujan Bulan Juni" (1990) dari duet Reda dan Ari Malibu.
* Album "Hujan Dalam Komposisi" (1996) dari duet Reda dan Ari.
* Album "Gadis Kecil" dari duet Dua Ibu
* Album "Becoming Dew" (2007) dari duet Reda dan Ari Malibu
* satu lagu dari "Soundtrack Cinta dalam Sepotong Roti", berjudul Aku Ingin, diambil dari sajaknya dengan judul sama, digarap bersama Dwiki Dharmawan dan AGS Arya Dwipayana, dibawakan oleh Ratna Octaviani.

Ananda Sukarlan pada Tahun Baru 2008 juga mengadakan konser kantata "Ars Amatoria" yang berisi interpretasinya atas puisi-puisi SDD.

Buku

* "Sastra Lisan Indonesia" (1983), ditulis bersama Subagio Sastrowardoyo dan A. Kasim Achmad. Seri Bunga Rampai Sastra ASEAN.

Ratings & Reviews

What do you think?
Rate this book

Friends & Following

Create a free account to discover what your friends think of this book!

Community Reviews

5 stars
48 (22%)
4 stars
98 (46%)
3 stars
60 (28%)
2 stars
5 (2%)
1 star
1 (<1%)
Displaying 1 - 30 of 50 reviews
Profile Image for Teguh.
Author 10 books335 followers
July 7, 2019
Fiksi mini (mungkin terminologi ini terlalu Indonesia) karangan Pak SDD ini serasa sedang menyimak puisi beliau. Karena puisi adalah permainan bahasa maka di cerita-cerita dalam buku ini sangat kentara bahasa penyair. Menangkap suasana, menangkap bunyi gerimis, tempias hujan yang turun, daun tua kecokelatan yang tercerai dari dahan. Tapi indah.

Kesukaan saya adalah Naik Ka-Er-El, Jendela, dan Meditasi Sunan Kalijaga. Untuk judul terakhir ini saya pernah hampir mengalami menonton teater yang setipe. Justru sampai kelar teater, hampir tidak ada cerita. Keeekeee. Kesel tapi justru bikin penonton geramm.

Sebagai sastrawan senior, Pak SDD saya rasa haruslah menjadi contoh kreativitas dan ketahanan menulis tidak dipagari usia. Malu sama beliau yang masih terus produktif--dan best seller.
Profile Image for hans.
1,158 reviews152 followers
October 18, 2023
Bahas perenggan Sapardi selalu berkait hal emosi yang sedap dibaca. Berlatar kisah-kisah harian; berkait mitos atau dongeng, tentang pengalaman dan impian, lunak suara burung atau iring dengung hujan dan musim yang bertukar, kisah suami isteri, pertemuan, kekaguman, persahabatan dan suara-suara kecil dalam kepala. Beberapanya bertarung hal amarah dan perasaan tak puas hati namun masih bersahaja dan menarik bagi aku. Gemar dengan narasi ceritanya yang metaforikal dan distruktur dalam perspektif kebendaan atau subjek tak hidup; tentang bendera, kalendar, kisah jalanan, ruangan atau angin dan bulan. Koleksi cerpen yang ringan dan agak sentimental namun mampu beri tarikan, renungan dan peringatan.
Profile Image for Nathalie Indry.
53 reviews8 followers
July 2, 2021
Saya nggak ragu memberikan 5 Star. Menurut saya, dalam kumpulan tulisan sependek itu, Pak Sapardi mampu menunjukkan kualitas dirinya sebagai seorang sastrawan. Bagaimana tidak? Saya sampai terheran - heran sendiri, bagaimana apapun yang ada di sekitar kita bisa digubah, dikaitkan, dan jadi memiliki makna baru yang lebih dalam.

Contohnya, dalam "Jendela", Ia yang berencana akan memasang sebuah jendela di rumah - dalam narasinya mengingatkan kembali tentang makna hidup bahwa sejatinya, jendela mengingatkan kita bahwa ada batas luar dan dalam. Kembali pada pilihan manusia, akan tetap berada di dalam - atau di luar. Batas ini tentunya bermakna banyak hal, mulai dari yang sepele sampai batas diri.

Belum lagi dalam cerita pendek lain, beliau menggambarkan hubungan yang hangat antara manusia dengan aliran sungai. Wah, pokoknya, menurut saya, benda atau entitas lain bisa digubah, dikaitkan dan dilahirkan ulang pemaknaannya oleh Pak Sapardi dengan bahasa yang puitis.
Profile Image for zaawithbooks.
57 reviews6 followers
March 25, 2022
"Kalau hujan sekalian aku tidak apa-apa, aku suka. Tetapi gerimis selalu jatuh pelan-pelan, diam-diam, tidak memberitahu, dan dengan licik membasahi lantai. Aku mencintai hujan sebab kalau jatuh bilang terus terang dan jelas suaranya, tidak membiarkan aku terpeleset "
-Menghardik Gerimis hlm. 3

Menurutku, buku ini lebih pantas disebut sebagai kumpulan cerita pendek, atau sajak yang dinarasikan dengan teramat indah. 

Aku sebelumnya pernah membaca beberapa karya Pak Sapardi sekilas. Saat zaman mondok, diperpustakaan yang hanya diberi waktu satu setengah jam perminggunya.

Mencari buku karya Pak Sapardi sudah jadi rutinitasku, meskipun membacanya gak bisa terlalu menghayati karena diburu waktu. Setelah aku bisa membaca buku-buku beliau dengan sesuka hati tanpa diburu waktu, aku semakin yakin kalau rutinitasku mencari buku beliau hingga sudut-sudut perpustakaan bukanlah hal sia-sia.

Dan menurutku, di antara beberapa buku Pak Sapardi yang pernah kubaca, buku Menghardik Gerimis ini yang paling cocok dibaca untuk para awam puisi yang baru mau mencoba membaca karya Pak Sapardi.

Seluruh diksinya mudah dimengerti, pesan yang beliau sampaikan dalam tiap untaian katanya juga tersampaikan seluruhnya.
Profile Image for Evan Dewangga.
303 reviews37 followers
August 11, 2021
Ada dua cerpen yang isinya menggambarkan tema keresahan yang juga saya miliki:

1. Main Catur
Ceritanya simpel, tentang dua orang bermain catur sambil berbincang santai namun filosofis. Dalam bermain catur, ada dua hal berlawanan yang bisa dimaknai. Pertama adalah kehendak bebas, karena pemain bebas menggerakkan apa saja bidak yang ada (sesuai aturan tentunya). Kedua, jika dilihat dari bidaknya, sesungguhnya tidak ada kebebasan, semua dikendalikan oleh pemain, semua sudah diatur, atau jika mau lebih ekstrem, merujuk ke determinisme, dan bidak tidak punya kuasa menolak takdir dari tangan pemain. Keresahan ini senada dengan kuliah Einstein tentang determinisme, hanya saja Einstein menggunakan bahasa yang lebih ilmiah dan ditambah pemikiran tentang moral (https://www.jstor.org/stable/10.7723/...). Dengan dua halaman singkat, Eyang Sapardi dapat mengajak saya terjun bebas kembali ke pemaknaan tentang catur dan hidup yang kelewat dalam tapi ya bodohnya saya, mau mau aja diajak terjun dan kembali bertanya.

2. Zaman Edan
Eyang Sapardi mengangkat betapa aktualnya karya Ronggowarsito di era sekarang.


Langsung saya teringat, quote pembuka buku Antisocial Media: How Facebook Disconnects Us and Undermines Democracy, buku tentang bagaimana media sosial justru mendiskoneksi kita:

"Some claim that the world is gradually becoming united, that it will grow into a brotherly community as distances shrink and ideas are transmitted through the air. Alas, you must not believe that men can be united in this way. To consider freedom as directly dependent on the number of man's requirements and the extent of their immediate satisfaction shows a twisted understanding of human nature, for such an interpretation only breeds in men a multitude of senseless, stupid desires and habits and endless preposterous inventions. People are more and more moved by envy now, by the desire to satisfy their material greed, and by vanity."
-diambil dari The Brothers Karamazov karangan Fyodor Dostoyevsky

Sama seperti Ronggowarsito, Dostoyevsky juga seakan bisa "meramal" masa depan. Namun yang dimengerti pujangga-pujangga besar bukan teknologi atau masa depan akan bagaimana, justru yang mereka mengerti adalah bagaimana sebenarnya "human nature". Mau "semaju" apapun teknologi dan peradaban, manusia tetaplah manusia. Lewat cerpen ini juga agaknya saya tersentil untuk teringat konsep waktu yang siklikal khas banyak budaya di Asia yang tentunya melatar belakangi konsep reinkarnasi juga. Atau untuk memparafrase M. Aan Mansyur, bagaimana pohon dan tumbuhan memaknai waktu? Mereka melihatnya waktu tidak serta merta maju terus begitu saja, namun melihatnya sebagai siklus, musim hujan, kemarau. Atau di belahan bumi lain, pohon melihat 4 musim. Kita bahkan bisa menghitung umur pohon dari lingkaran di dalam batangnya. Jadi pada dasarnya tidak ada jaman dulu dan sekarang, karena waktu merupakan siklus.

Nah ini senada dengan salah satu syair sepanjang masanya Eyang Sapardi: "Yang fana adalah waktu. Kita abadi."
Profile Image for Ipeh Alena.
543 reviews21 followers
August 2, 2019
Menghardik gerimis berisi kumpulan cerita pendek karya eyang #sapardidjokodamono . Berisi kumpulan racauan beliau terhadap banyak hal. Seperti, tentang mengapa ada nama Jalan Lurus yang seolah mengharuskan sebuah jalan terus lurus tidak boleh belok sedikitpun. Atau, kisah tentang percintaan seseorang dengan sungai yang putus saat berada di gurun.⁣

📝 Saya pribadi lebih menyukai puisi-puisi karya beliau. Meski bukan berarti karya beliau buruk. Hanya masalah selera. ⁣

🌷Selama membaca karya dalam buku ini. Yang memang multitafsir buat saya. Sehingga, imajinasi saya melayang membayangkan apakah seperti ini dan itu maksud Eyang SDD. Tentunya, ada satu karya yang menjadi favorit. Berjudul sama dengan judul buku ini. Sebuah kisah tentang seseorang yang me ncintai hujan namun membenci gerimis.⁣

👍 Buat kalian yang suka dengan karya beliau. Jangan sampai dilewatkan buku yang satu ini. Sampulnya manis, meski isinya tak selalu berbau hal yang manis. Ada ribuan rasa di dalamnya yang bisa dikecap.⁣
Profile Image for Herda Fatimah.
33 reviews4 followers
November 29, 2021
Buku ini bukan buku puisi. Isinya adalah semacam kumpulan sajak/cerpen/Perenungan/ Pendeskripsian benda mati yang seolah hidup jadi manusia -yang tentu tidak bisa dibilang sederhana karena, ya, ini adalah karya Pak Sapardi. Pak Sapardi Djoko Damono. ☀️

Lumayan mudah untuk dipahami dan masih terbilang cocok buat pembaca pemula karyanya beliau (seperti saya). Dibandingkan "Ada Berita Apa Hari ini, Den Sastro?", ini jauh lebih mudah dicerna.

Banyak hal sederhana yang terkemas jadi begitu menarik. Seperti kisah angin yang mempertanyakan sarangnya. Mengapa ia bisa terbang seperti burung tapi ia tidak punya sarang seperti burung? Apakah syarat memiliki sarang adalah dengan memiliki sayap? Dan dialog benda-benda mati lainnya yang diceritakan seolah benda-benda itu adalah manusia. Ini semua, pasti butuh perenungan yang nggak biasa.

Di usianya yang sudah sepuh ketika buku ini terbit, tulisan Pak Sapardi ini terasa seperti tulisan anak muda yang kuat dan ceria.

Buku ini ditutup dengan narasi berjudul Adam. Yang itu dimaksudkan sebagai Nabi Adam AS. -yang sedang bercengkrama dengan anak keturunannya; bahwa manusia diturunkan ke bumi sejatinya bukan semata karena sebuah kesalahan. Tapi memang sudah begitu ketetapannya dan jangan pula sibuk mempertanyakan sebabnya. Itu sepenuhnya adalah kehendak Sang Pencipta, dan kita, sebagai debu yang ditiupi nyawa harus tunduk, pasrah sumarah atas segala ketetapan-Nya.
Profile Image for cindy.
1,981 reviews156 followers
July 14, 2019
Wah, pak sdd nulis kumcer flash fiction! Tema isinya macam-macam, dari kejadian sehari-hari yan dituliskan sederhana (fav-ku Menghardik Gerimis yang jadi judul kumcer ini) sampai interpretasi baru cerita wayang (Dongeng Rama Sita dan Perihal Air Kehidupan). Ada yang sangat sureal tapi jenaka (Naik Ka-Er-El), ada pula yang dataaar sepanjang cerita tapi ngagetin kalimat penutupnya (Tata Ruang). Yang indah dan nyangkut di hati (Apakah Engkau Ada?) dan yang abadi (Kalender dan Jam).

#GD
Profile Image for fara.
280 reviews42 followers
August 19, 2022
Flash fiction? Fiksi mini? Dibilang cerpen terlalu pendek, dibilang puisi terlalu panjang pula. Saya suka sama gaya bahasanya, cantik dan ritmis. Banyak sekali personifikasi bertebaran; memanusiakan hal-hal yang ada di sekitar.

Karena abadi, kata jam, ia tidak bisa ditunda atau dibatalkan apalagi dihentikan; pendeknya, tak akan ada yang pernah bisa menangkap waktu dan memenjarakannya untuk disiksa atau diadili atau dirayu atau diapakan saja.
Profile Image for Nike Andaru.
1,636 reviews111 followers
October 2, 2019
191 - 2019

Ini sepertinya terlalu pendek untuk dikategorikan cerpen.

Tetap enak sih dibaca. Menjura sama eyang SDD yang masih berkarya hingga saat ini (sehat sehat ya eyang).

Judul favorit :
- Jendela
- Dongeng Rama dan Sita
- Tentang Seseorang yang Membenci Matahari
Profile Image for Rari Rahmat.
38 reviews7 followers
August 9, 2020
38 cerita sangat pendek. seperti puisi-puisi bernarasi atau prosa. seperti seseorang yang menulis diari atau jurnal keseharian. seperti seseorang yang mengumpulkan arsip-arsip tulisan lamanya yang tak pernah dipublikasi sebelumnya lalu menjadikannya satu ke dalam buku.

judul buku ini diambil dari judul cerita pertama di dalamnya. bila lelaki itu mendendam amarah terhadap gerimis yang menyebabkannya terpeleset di teras sehingga harus dioperasi karena patah tulang, aku punya cerita lain. ketaksukaanku pada gerimis terjadi ketika mereka cuma numpang lewat—setelah semua jemuran sudah diangkat. lalu menjemurnya lagi. bikin kesal, kan? tetapi betul kata lelaki itu, gerimis memang lembut dan santun—membuat istrinya yang tengah hamil berharap anaknya nanti perempuan. seperti hujan.

membaca Menghardik Gerimis, saya jadi paham betapa Eyang teliti dan memperhatikan lingkungan sekitar, tumbuhan, hewan-hewan, dan alam semesta—itulah mengapa puisi-puisinya terasa sangat dekat.

Eyang menceritakan semua yang dilihatnya dengan cara pandangnya sendiri. seperti dalam judul Sungai, "aku diam-diam mengagumi suara riciknya ketika ia bernyanyi menghindari bebatuan, disaksikan oleh pohonan rindang yang suka tumbuh di sepanjang tepinya. apalagi jika kebetulan ada beberapa ekor burung yang berkicau di ranting-ranting pohonan itu."

pada bagian tengah sampai akhir, Menghardik Gerimis berisi sekumpulan racauan-racauannya tentang prosa-prosa kematian. Eyang seperti sudah tahu bahwa ia sedang berada di detik-detik masa tuanya. misalnya pada cerita Perihal Air Kehidupan berikut:
"apa gerangan yang kautemukan di semua tempat itu, cucuku?"
"air kematian, eyang."
"dan kau yakin bahwa di dasar samudra ini akan kautemukan Air Kehidupan, cucuku?"
"saya yakin, eyang."
"dan kau sekarang belum merasa letih mencarinya, cucuku?"
"saya sudah merasa letih sekali, eyang. itu sebabnya saya ke mari untuk mencari tahu di mana Air Kehidupan itu bisa saya temukan, eyang."
"nah, beristirahatlah kau sekarang, cucuku. di sini Air Kehidupan dan Air Kematian telah menjadi satu. kau tidak akan bisa membedakannya."

atau di cerita Stasiun, "ia berada dalam sebuah ruangan yang seluruhnya terbuat dari cahaya mahaputih tetapi tidak menyilaukannya. ia diam, perhatiannya terpusat, pikirannya hening, hasratnya bening—tidak membayangkan dirinya ada atau tiada."
Profile Image for Hëb.
170 reviews7 followers
March 7, 2021
Meskipun tidak jadi membelinya secara fisik, tapi aku tetap bisa membaca buku ini lewat Gramedia Digital. Buku ini menjadi buku 'sepilihan cerpen' kedua yang kubaca setelah Sepasang Sepatu Tua: Sepilihan Cerpen. Sedikit berbeda dari buku sebelumnya, buku ini lebih tipis -hanya 102 halaman, dan diselipi beberapa ilustrasi. Dari segi isi, menurutku buku ini tidak hanya memuat 'sepilihan cerpen', tapi juga beberapa sajak dan puisi. Oiya, nama Joko Pinurbo juga disebut dalam salah satu puisi di dalamnya. Beberapa karya mencantumkan nama di bawah judul, tapi aku tidak tahu persis mengenai artinya.

Dibandingkan Sepasang Sepatu Tua: Sepilihan Cerpen, menurutku buku ini jauh lebih 'cantik' dan 'kaya'. Sajak-sajak maupun cerpen yang termuat di dalamnya sangat khas tulisan Sapardi yang mengalir dan bermakna implisit. Makna dari sajak dan cerpennya bisa jadi implisit, namun sederhana dan menyentuh. Salah satu yang menjadi favoritku adalah "Berkibarlah Benderaku", "Naik KA-ER-EL", "Saksi", "Zaman Edan", dan "Adam". Cerpen-cerpen tersebut ditulis dengan gaya dan narasi yang lugas, tapi memiliki makna yang luar biasa, terutama "Zaman Edan" yang mengambil inti dari puisi "Kalatidha" karya pujanggawan Jawa; Ronggowarsito. Dalam buku ini, Sapardi juga memasukkan unsur-unsur pewayangan, seperti termuat dalam "Dongeng Rama dan Sinta". Ini mengingatkanku pada bukunya yang berjudul Namaku Sita.

Untuk yang kesekian kalinya, karya-karya Sapardi berhasil meyakinkanku bahwa beliau memang salah satu sastrawan hebat dalam sejarah sastra Indonesia.
Profile Image for Netha..
5 reviews
February 7, 2025
“Aku adalah sebuah jalan, Jalan Lurus namaku…Sebagai jalan, temtu aku tidak begitu suka jika tidak boleh berbuat lain kecuali berusaha untuk tetap lurus, tetapi mau apa lagi – mereka menginginkanku demikian, sesuai namaku…Bagaimana seandainya aku jadi gila sebab tidak punya hak untuk berbuat lain kecuali berusaha terus-meneurs agar tetap lurus?…Bayangkan, aku harus lurus terus meskipun mendaki bukit, menuruni lembah, menyeberang padang, dan menempuh gurun – dan tentu tidak ada di antara mereka yang mau tahu jika pada suatu hari nanti aku capek dan tak bisa berbuat lain kecuali ikut-ikutan menyebut-nyebut namaku sendiri, entah untuk apa.”

Berapa kali aku mesti membaca ulang bait-bait cerpen berjudul “Jalan Lurus”, dari halaman 4-5 buku ini? Indah, luar biasa, kata-katanya mengairi pipiku dengan sopan.

Aku merasa bahagia sebab Eyang Sapardi menjadi kawan yang baik, mengerti aku dan lubuk perasaanku, meski sekali pun belum pernah keluar dari mulutku apa yang kurasakan itu.

Berkali-kali beliau menuliskan tentang hujan, sungai, dedaun dan pepohonan yang hijau, air, matahari, dan hujan lagi. Dihiasi dengan kisah-kisah singkat dari perwayangan, dan semuanya itu baik.

Mencintai alam adalah satu-satunya hal terbesar yang bisa saya curahkan untuk tempat berpijak ini. Barangkali SDD pun demikian, dan beliau mampu mencurahkan cintanya itu menjadi bentuk sebuah buku.

Saya pula bukan pujangga yang pandai dan paham dan menguasai bahasa-bahasa kecintaan, dan tentu saja bukan SDD namanya, jika beliau tidak menggunakan teknik itu. Namun, magis, sebab saya mampu membuat tafsir pribadi akan semua tulisannya. Saya tarik semuanya ke dalam kehidupan saya, dan berakhir lagi-lagi memuji kepiawaiannya menulis.

Keren. Buku ini sangat bagus. Terimakasih sudah mengisi gelas kosongku, Menghardik Gerimis!
Profile Image for Khira Firli.
5 reviews1 follower
June 4, 2022
Menghardik Gerimis | Serpihan Cerpen | Sapardi Djoko Damono | 96 halaman 🌧️
Berisi 38 judul cerpen pendek syahdu menenangkan hati dan menusuk relung jiwa wkwkwk
Keputusan yang tepat untuk menjadi distraksi dari novel2 jejepangan selama ini. Dari semua judul, paling suka 2 judul yaitu : Kalender dan Jam & Supir Taksi.

Kalender memang terkenal keras kepala, tetapi jam selalu berusaha meyakinkannya tentang hakikat waktu. Waktu itu fana, kata kalender. Disobek atau berkelebat begitu saja, tidak akan pernah bisa ditangkap lagi. Orang menyobekku dan memanfaatkanku sebagai bungkus kacang atau apa saja, katanya hanya untuk menghilangkan jejak yang pernah dilaluinya dengan sangat tergesa. Telunjuk orang, katanya, selalu bergeser dari tanggal ke tanggal yang sangat rapat jaraknya. Kalau sudah menunjuk ke suatu tanggal, sama sek ali lalu tidak berniat memperhatikan yang sebelumnya.
Tetapi jam berpendapat lain. Waktu itu abadi, katanya. Kalau jarum-jarumku berputar, katanya mereka bergerak dari angka ke angka lain, tetapi tetap saja di porosnya. Karena abadi, kata jam, ia tidak bisa ditunda atau dibatalkan apalagi dihentikan: pendeknya, tak akan ada yang pernah bisa menangkap waktu dan memenjarakannya untuk disiksa atau diadili atau dirayu atau diapakan saja.
Kalender dan jam juga bertengkar tentang apakah waktu bisa ditunggu, soalnya orang selalu berbicara mengenai menunggu waktu. Kalau bisa ditunggu, kata kalender, maka yang menunggu itu mempunyai jarak dengan waktu, yakni berada di luarnya. Itu mustahil. Tapi jam mengatakan bahwa segala yang berada di alam semesta ini sedang menunggu waktu dan sekaligus berada di dalamnya.

WAW BOOM PAAAAWWWW 💥💥💥💥
Profile Image for Faisal Chairul.
266 reviews16 followers
July 23, 2021
Pertemuan perdana gw sama karyanya almarhum Bapak Sapardi Djoko Darmono ini awalnya karena terpincut dengan desain sampul cantik buatan tangan @kecelakaanwarna. Buku ini merupakan kumpulan cerpen. Cerita-cerita dalam kumcer ini singkat dan padat, kebanyakan cerita hanya dimuat dalam 1-2 halaman saja. Cerita yang dimuat dalam 3-4 halaman bisa dikatakan sedikit sekali, bisa dihitung jari. 'Menghardik Gerimis' sendiri merupakan salah satu judul cerpen dalam kumcer ini.
.
Cerita-cerita dalam kumcer ini dapat dirasakan terinspirasi dari benda-benda yang ada di sekitar kehidupan manusia. Gerimis, matahari, daun, kalender, jam dinding, bis kota, bis jemputan sekolah, patung polisi dan lainnya. Ada cerita yang bikin gw terpukau dengan kalimat-kalimat puitis di dalamnya. Ada cerita yang bikin gw terhanyut. Ada cerita filosofis. Ada cerita yang bikin gw mengangguk-angguk tanda sepaham. Ada cerita yang bikin gw mengernyit dahi tanda berpikir keras berusaha memahami makna yang ingin disampaikan (atau memang cerita itu hanya cerita, mungkin tidak setiap cerita harus memiliki makna).
.
Cerpen favorit gw diantaranya 'Menghardik Gerimis', 'Tentang Gerimis', 'Daun', 'Kalender dan Jam', dan'Tentang Seseorang yang Membenci Matahari'.
Profile Image for mushtabara.
153 reviews
November 13, 2023
(4,7⭐️) “Terima kasih, kau telah membantu menyelesaikan tugasku di dunia dengan sebaik-baiknya.”

Buku pertama Eyang Sapardi yang aku baca ini berhasil membuatku jatuh cinta dengan tulisan beliau. Semua ini berkat event Cuci Gudang Gramedia sehingga aku dapat membawa pulang buku ini seharga 20ribu rupiah saja! Hehehe ^^

Oleh karena aku sangat suka membaca buku kumpulan cerpen akhir-akhir ini, ini menjadi bacaan yang pas untukku. Buku ini sangat cocok bagi pembaca yang sedang ingin memperkaya gaya bahasa. Banyak sekali penggunaan bahasa yang dituturkan secara unik, sepertinya ala beliau.

Terlebih lagi, banyak cerita menggunakan tokoh benda mati, seperti gerimis, sungai, jam, kalender, jalanan, dan lain sebagainya. Aku pribadi sangat suka bacaan yang menghadirkan benda mati sebagai tokoh yang seolah-olah hidup dan berlagak layaknya manusia! ^^

Dari segi tebal halaman, buku ini tergolong tipis dan bisa dibaca sebagai light reading. Sedangkan untuk cover, covernya simple dan cantik <3

Berikut judul cerpen yang aku suka:
- Jalan Lurus
- Sungai
- Tentang Gerimis
- Layang-layang
- Kamar
- Testamen
Profile Image for Afifah Alfiandri.
46 reviews
December 10, 2023
Judul buku ini agaknya diambil dari cerpen yang dimuat pada halaman pertama, yakni cerpen "Menghardik Gerimis". Cerpen ini jugalah yang jadi favorit saya, selain cerpen "Untuk Elisa". Saya mendapati buku ini di iBI Library, aplikasi e-book yang dibuat Perpustakaan Bank Indonesia.

Hal yang paling terkesan ketika membaca cerpen Eyang Sapardi adalah rasa penasaran akan makna ceritanya, karena biasanya Eyang membuat cerpen berdasarkan kehidupan sekitar. Ini juga terlihat di buku ini. Sebutlah cerita yang berjudul "Jalan Lurus", "Dalam Lift", "Batu di Pekarangan Rumah", dan lain-lain.

Buku yang diterbitkan Gramedia ini bisa dibilang cukup tipis karena isinya cuma 100-an halaman. Meskipun begitu, sebagaimana saya membaca cerpen-cerpen karya seorang penyair, kali ini pace membacanya juga agak lambat karena sekaligus mendalami maknanya. Oh iya, keunikan cerpen-cerpen Eyang yang dikumpulkan dalam buku ini ialah jumlah halamannya yang tak banyak. Satu cerpen panjangnya hanya 2-3 halaman. Bahkan ada juga yang hanya satu paragraf, seperti cerpen dengan judul "Jendela". Menurut saya rating bukunya 4/5!
Profile Image for Eva Novia Fitri.
163 reviews1 follower
February 21, 2023
Aduh, eyang Sapardi...baru cerpen ketiga sudah membuat macet melanjutkan. "Surat" judulnya. Tentang dilema cinta yang luar biasa. Lewat metafora yang indah, semua kepedihan, kebingungan, dan kerumitan pilihan antara cinta dan tak ingin menyakiti terlukis sedetil detilnya. Halus. Utuh. Perih. Ck ck ck.

Santunnya diksi dan alur SDD memang belum tertandingi. Smooth and silky.

Cerpen " Sungai" pun menyayat demikian menyengat. Analogi kisah cinta 'aku' dan 'sungai' yang begitu indah, dan tiba tiba harus dihadapkan pada padang pasir yang mau tidak mau akan melenyapkan 'sungai'. 'Aku' rela sementara tak melihat 'sungai' yang akan mengalir di bawah padang pasir daripada tetap di permukaan, saling berjumpa namun lenyap karena panas nya gurun. Dan "aku ' pun berjanji bila rindu ia akan terus menggali padang pasir hingga 'sungai' nanti muncul kembali.

Ada kepahitan yang dibungkus seolah olah bahagia di cerpen " Testamen". Rasanya miris. Endingnya tragis. Tapi diksiya manis.
Profile Image for Rin.
Author 1 book17 followers
April 14, 2021
Tadinya aku ingin memberikan rating 4/5, tetapi setelah kupikirkan aku memutuskan untuk memberi 3/5 saja. Sebetulnya aku lebih suka karya beliau dalam bentuk cerita seperti yang ada di buku ini daripada puisi, hanya saja ada beberapa cerita yang membuatku terheran-heran dan sepertinya salah tafsir oleh makna yang ingin disampaikan. Atau mungkin, aku saja yang tidak terlalu memahami gaya bahasanya ... sehingga semakin dibaca, aku justru ingin segera menamatkannya karena mau beralih ke bacaan lain. :')

Omong-omong, isi bukunya sangat beragam. Kebanyakan menyinggung kehidupan, baik yang sehari-hari ataupun alam. Ada juga yang terasa lucu dan haru. Semuanya berbeda-beda dan tidak mempunyai ciri yang sama.
Profile Image for Nadhira Salsabila.
3 reviews
July 9, 2021
Ini adalah buku karya Alm. Sapardi Djoko Damono pertama yang kubaca.

Buku ini merupakan kumpulan 38 cerita pendek karya beliau. Cerita-cerita tersebut menyajikan kisah sederhana sehari-hari dengan tokoh yang juga sederhana. Hal sederhana tersebut dikemas oleh Alm. sedemikian rupa dan dibubuhi interpretasi pribadinya dan akhirnya jadi punya makna yang lebih dalem.

Ceritanya banyak menggunakan majas sehingga menambah kesan mendalam dan hidup akan makna yang sedang berusaha disampaikan.

Namun, beberapa cerita yang disajikan terasa lebih seperti diari yang berisi racauan akan kejadian sehari-hari, tetapi tetap tersaji dengan penggambaran kejadian yang detail dan hidup.

Sejauh ini dapat kusimpulkan isinya cukup bagus meskipun bukan tipikal bacaan kesukaanku.

Sekian
Profile Image for disaaneh.
24 reviews1 follower
January 30, 2022
semua peristiwa dalam buku ini sungguh tidak terduga, saya jatuh hati sekali pada bagian untuk elisa, atau tentang berkibarlah benderaku, naik ka er el. semuanya bisa menjadi hidup dan bernyawa juga berdampingan. mereka seperti saling bicara satu sama lain, bagian terakhir adalah bab yang saya baca perlahan karena sadar bab berikutnya telah usai. menurut saya ini bisa dibaca siapa saja tanpa harus mengerti kenapa bisa jadi begitu isinya, tapi ini tidak seperti cerpen melainkan monolog makhluk yang mendadak punya nama dan bisa bicara semua. ini benar-benar masterpiece, karena membayangkan benda mati menjadi bersuara dan berdampingan dalam kehidupan itu susah menuliskannya tetapi eyang sapardi membuat semuanya menjadi karismatik

oh iya, sampulnya manis sekalii
Profile Image for Maria.
37 reviews6 followers
April 5, 2022
Kumpulan cerita pendek yang beragam dan indah yang sudah pasti tidak mengecewakan dari (alm.) Sapardi Djoko Damono. Saya menyukai covernya yang simpel dan manis, juga materi tulisan dalam buku ini. Penuh dengan personifikasi dan metafora dari kisah-kisah sederhana tentang detil-detil kehidupan sehari-hari yang dikemas dengan apik dan diinterpretasikan dengan indah. Saya merasa tiap-tiap cerita menarik dan teduh. Saya membacanya di Gramedia Digital, menikmati beberapa cerita menemani jam istirahat kantor setiap hari dengan perlahan. Beberapa cerita yang menjadi favorit saya antara lain :
1. Menghardik Gerimis
2. Kalender & Jam
3. Bis Jemputan Sekolah
4. Polisi Patung
5. Tentang Seseorang Yang Membenci Matahari
6. Adam
Profile Image for Elfa Rahayu.
9 reviews
August 15, 2021
Ini pertama kali saya membaca karya beliau, walaupun sudah banyak saya mendengar nama Sapardi Djoko Damono. Saya tidak pernah menduga akan dibuat terheran-heran dengan karya beliau yang penuh pesan tersirat. Sejujurnya, saya tidak pernah tau aliran karya beliau, tetapi melalui Menghardik Gerimis, saya melakukan sedikit 'research' tentang beliau.

Buku ini ditulis dengan kalimat yang indah dengan pesan tersirat dibaliknya. Walaupun ada beberapa bagian yang tidak bisa saya terjemahkan maksudnya, tetapi banyak pesan tersirat dalam kalimat yang membuat kagum. Saya rasa, baru kali ini saya membaca 'sastra' yang sesungguhnya.
Profile Image for Moon.
208 reviews3 followers
August 10, 2022
2.5 / 5 stars

This book is objectively good. The writing is good, and somewhere in the narration and the minimal plot in the short stories, I assume there were hidden deep message or some sort about humanity, life, etc. I also can find satire in this. We're all know how renowned the author is.

But then, at the end of the day, I rate books not because of how objectively good it is, but rather how much I enjoyed it. So... 2.5 stars it is. The reason why I rate it so low is because I am dumb and can't comprehend most of the stories at all. I'm sure it will be a good book for literature major. But it's just not for me.
Profile Image for yay.
24 reviews
December 14, 2022
Ini ketiga kalinya saya membaca karya beliau. Cerpen pembuka yang merupakan judul utama dari buku ini membuat saya kagum sekaligus berujar "Benar juga."
Saya bertanya-tanya apakah gerangan makna tersembunyi di tiap cerpen, sebab kebanyakan tak dapat saya pahami.
Namun karena gaya penulisan Eyang Sapardi, saya betah membacanya. Bahkan objek remeh seperti kalender dan jam pun dapat menjadi tokoh. Beliau dapat menghidupkan tokoh-tokoh ini. Saya sungguh jatuh cinta dengan cara beliau menulis tiap kalimatnya.
Saya juga beberapa kali membuka-buka KBBI dan Google mencari maksud kata dan tokoh yang belum pernah saya temui sebelumnya.
Profile Image for Sandra Frans.
208 reviews4 followers
August 18, 2020
Sepertinya tidak usah terlalu berpanjang kata untuk mereviu karya Pak Sapardi. Setiap kalimat yang beliau hasilkan itu selalu puitis. Beliau begitu mudah mengubah batu di depan rumah menjadi sesuatu yang simbolis. Atau pertemuan di lift menjadi suatu yang mendebarkan. Bahkan patung polisi, dalam buah pikir Sapardi menjadi sebuah cerita. Cerita Rama dan Sita juga dibahasakan dengan praktis dan tetap indah.

Saya suka membaca tulisan pak Sapardi saat malam sebelum tidur, bagus untuk menenangkan pikiran ;).
Profile Image for Haefa Azhar.
78 reviews
July 7, 2024
Anak zaman sekarang menyebutnya sebagai flash fiction atau mini fiksi. Karena mungkin terlalu pendek untuk ukuran cerpen dengan diksi di beberapa bagian yang metaforik, tapi tidak terstruktur dan terasa lebih lugas layaknya prosa.

Berikut beberapa cerpen yang aku sukai, seperti Naiklah Ka-Er-El, Meditasi Sunan Kalijaga, Layang-layang, Dongeng Rama dan Sita, Berhitung, Bis Jemputan Sekolah, Testamen, dan Adam, saya merasa alurnya terasa cerkas.

Beberapa karya berjudul Sarang Angin, Kalendar dan Jam, Apakah Engkau Ada memiliki pesan lewat personifikasi yang kaya akan makna kontemplasi.

Secara garis besar, buku ini bukan karya kesukaanku dari Sapardi Djoko Darmono karena kebanyakan cerpen yang ada di sini tidak memiliki alur merantai yang jelas. Pengalaman membaca buku ini membuat saya tersesat karena berusaha menginterpretasikan konteks di beberapa cerita dan di beberapa cerita terasa seperti hanya ingin dituangkan begitu saja. Yang disayangkan, beberapa kata masih menggunakan bahasa tidak baku. Padahal di dalam buku ini, SDD masih menggunakan kekuatannya, yaitu diksi yang indah dan romantis. Semoga cetakan berikutnya, editor bisa mengubah beberapa kata yang tidak baku ke kata yang baku sesuai KBBI.
Profile Image for Amani Maurin.
7 reviews4 followers
January 31, 2022
buku ini membuat aku mulai memperhatikan detail-detail kecil yang ada di sekitar. jam tangan yang tidak berhenti berdetik, angin yang mencari sarang, dan jendela-jendela yang biasa kuabaikan tanpa sengaja. tulisan pak sapardi memang harus dibaca pelan-pelan. dihayati perlahan-lahan. dicermati dalam-dalam. karena di dalamnya ada makna tersirat yang membuat kita menghargai dunia lebih baik lagi.
Profile Image for Monique Clariza.
31 reviews7 followers
March 21, 2022
38 sepilihan cerpen ini kubaca tanpa rasa buru-buru di kedai kopi, saat perjalanan pulang, dan di sela-sela waktu. Aku menyadari banyak "hah" momen dan sesekali melamun perihal maksud yang ingin disampaikan penulis. Di sana berkerumunan kalimat ajaib soal kehidupan. Tiga favoritku antara lain: Menghardik Gerimis, Main Catur, dan Adam.

Rate: 4/5🌟
8 reviews
December 27, 2022
Buku ini berisi kumpulan cerpen yang menggunakan objek benda-benda mati yang digambarkan seperti hidup (majas personifikasi), bagus bukunya. Rasanya seperti detail deskripsi yang ingin digambarkan penulis memang seindah itu, tetapi ada beberapa bab yang kurang bisa dipahami hanya sekali baca. Buku ini lebih banyak mengandung makna implisit.
Displaying 1 - 30 of 50 reviews

Can't find what you're looking for?

Get help and learn more about the design.