Jump to ratings and reviews
Rate this book

My Journey from Paris to Java

Rate this book
"The intoxicating and romantic possibilities of the exotic would be deliberately embraced in the 19th century and cultivated and playfully fashioned into escapist fantasies of armchair travel. Balzac's My Journey from Paris to Java clearly belongs to this genre and deserves to be more widely known as a classic." Foreword, Nigel Barley

64 pages, Paperback

First published January 1, 1832

11 people are currently reading
89 people want to read

About the author

Honoré de Balzac

9,459 books4,290 followers
French writer Honoré de Balzac (born Honoré Balzac), a founder of the realist school of fiction, portrayed the panorama of society in a body of works, known collectively as La comédie humaine .

Honoré de Balzac authored 19th-century novels and plays. After the fall of Napoléon in 1815, his magnum opus, a sequence of almost a hundred novels and plays, entitled, presents life in the years.

Due to keen observation of fine detail and unfiltered representation, European literature regards Balzac. He features renowned multifaceted, even complex, morally ambiguous, full lesser characters. Character well imbues inanimate objects; the city of Paris, a backdrop, takes on many qualities. He influenced many famous authors, including the novelists Marcel Proust, Émile Zola, Charles John Huffam Dickens, Gustave Flaubert, Henry James, and Jack Kerouac as well as important philosophers, such as Friedrich Engels. Many works of Balzac, made into films, continue to inspire.

An enthusiastic reader and independent thinker as a child, Balzac adapted with trouble to the teaching style of his grammar. His willful nature caused trouble throughout his life and frustrated his ambitions to succeed in the world of business. Balzac finished, and people then apprenticed him as a legal clerk, but after wearying of banal routine, he turned his back on law. He attempted a publisher, printer, businessman, critic, and politician before and during his career. He failed in these efforts From his own experience, he reflects life difficulties and includes scenes.

Possibly due to his intense schedule and from health problems, Balzac suffered throughout his life. Financial and personal drama often strained his relationship with his family, and he lost more than one friend over critical reviews. In 1850, he married Ewelina Hańska, his longtime paramour; five months later, he passed away.

Ratings & Reviews

What do you think?
Rate this book

Friends & Following

Create a free account to discover what your friends think of this book!

Community Reviews

5 stars
18 (13%)
4 stars
33 (24%)
3 stars
60 (44%)
2 stars
22 (16%)
1 star
3 (2%)
Displaying 1 - 25 of 25 reviews
Profile Image for Jim.
2,375 reviews778 followers
April 20, 2019
This is not a work that is usually thought of as being in the Balzac canon, but My Journey from Paris to Java is a surprisingly funny book. Just for the record, Honoré de Balzac never traveled to Java: Instead, he wrote a book satirizing all the tall tales that travel writers recount about the flora, fauna, women, and so on about the exotic places they visit. Here is one little warning to prospective travelers:
Go inside a shop selling precious cloths; bargain, buy some cashmere or a length of tamava ... if you turn your back for a moment while the merchant is rolling up your purchase on the counter, wrapping it and tying it with string, the package flies to the back of the shop and is replaced by another containing inferior goods, that an apprentice has been preparing in the corner of the shop to look exactly like the one you were buying. With no explanation for this miraculous metamorphosis, you return to the shop furious at having been duped by the Chinese everybody had warned you about; but his only response is to laugh at you.
This is a wonderful book easily on a par with Balcac's best fiction, even though it "purports" to be nonfiction.
Profile Image for Fact100.
431 reviews38 followers
November 14, 2018
Önemli bir kısmının "doğulu kadınların (özellikle üst sınıftan olanların) ne kadar olağanüstü hayvanlar" oluşuna düzülen methiyelerden oluşması ve diğer konularda da sığ bakış açısından kurtulunamaması sebebiyle anılardan ziyade fantaziler düzeyinde kalmış bir eser.

2,5/5
Profile Image for Seno Guntur Pambudi.
75 reviews30 followers
November 26, 2022
Sebuah buku Kembara dari Paris ke Jawa (Voyage de Paris à Java) terbit pada November 1832 di Prancis. Penulisnya, seorang pemuda berusia 30 tahun. Kelak nama penulis itu akan menjadi besar, penulis itu bernma Honoré de Balzac.

Sebuah buku yg menarik dari orientalisme Eropa, karena sang penulis sebelumnya tak pernah sekali pun menginjakkan kaki ke tanah Jawa. Justru karena hal tersebut, menjadi daya tarik untuk kisah ini.

Buku ini terdiri dari dua bab, yg pertama Kembara dari Paris ke Jawa, yg kedua Peristiwa di Tepi Pantai yg menurut saya kedua bab ini merupakan dua kisah dan tokoh yg berbeda.

Bermodal cerita dari kawannya, Balzac menggambarkan Jawa mulai dari bentang alam, hasil alam, flora atau fauna, dan wanita. Balzac menggunakan fantasinya untuk berkisah tentang tanah Jawa yg dikhayalkannya.

Si tokoh dalam buku ini merupakan seorang penulis/penyair yg memiliki keinginan kuat untuk pergi bertualangan ke negeri Timur. Akhirnya dengan berbagai cara si tokoh sampai juga di Jawa. Bagi si tokoh tanah Jawa merupakan hal yg sangat menawan.

Balzac menuliskan wanita Jawa sangat eksotis juga merupakan pencemburu berat. "Maut hadir dalam senyum seorang perempuan, dalam kerling matanya, gerak rayuannya..." (hlm 20)

Balzac jg menuliskan perempuan Jawa sangat tergila-gila dengan pria Eropa, kaya raya, dan juga janda yg sering ditinggal mati oleh suaminya. Wanita Jawa sangat mengerhagai rambutnya yg indah tdk seperti orang Eropa.

Fantasi2 Balzac tidak tepat 100% mengenai wanita Jawa, kita tahu di masa kolonial (saat Balzac menulis cerita ini). Banyak wanita2 Jawa hanya menjadi gundik, tidak mempunyai hak atas tubuhnya sendiri, beda dgn apa yg dituliskannya.

Balzac menuliskan jg hasil alam, seperti kopi, teh, anggur, dan candu yg dua diantaranya merupakan produk alam unggulan dari Jawa. Ia melukiskan keeempatnya sebagai pemicu, merangsang syaraf lewat denyut2nya.

Saya tidak membahas bab 2 buku ini, yg saya rasa terlalu menarik bagi saya. Buku ini aga sulit bagi saya, bukan karena terjemahannya yg buruk namun karena deskripsi2 Balzac dan diksi2 yg dipakainya tidak sesuai dengan saya.

Di luar hal tersebut, buku ini sangat menarik untuk dibaca. Kita bisa melihat bagaimana pandangan oriantalis Eropa memandang Jawa pada abad ke -19.
Profile Image for Yuniar Ardhist.
145 reviews18 followers
May 28, 2021
Dalam konteks literatur, ini memang pantas disebut karya hebat. Sebagai bagian dari kajian orientalisme, Balzac berhasil mengawinkan antara telaah kajian dengan fantasi. Bayangkan, buku yang ditulis tiga abad sebelum kita berhasil membacanya dalam Bahasa Indonesia, menceritakan tentang pengalaman seorang tokoh yang bertualang ke Jawa. Menariknya, tokoh yang menceritakan pengalaman berharga itu tidak mewakili pengalamannya sendiri, melainkan dari kisah yang ia dengar dari salah seorang pengembara yang mengaku pernah melakukan perjalanan ke Jawa.

Cerita tentang petualangan seorang tokoh ke sebuah negeri jauh bernama Jawa (Java) ini digambarkan dengan banyak deskripsi visual. Layaknya seorang antropolog menjelajah ke tempat asing yang belum pernah ia kunjungi dan temukan sebelumnya. Ia pun memulai perkenalan dengan banyak objek yang ditangkap mata dan berinteraksi dengan mereka. Di sinilah, Balzac menggambarkan tentang burung gelatik, buah sirsak, teh, biji kopi, candu, keris, pohon upas, tandu, kerbau (yang ia sebut sebagai banteng), serta sekelompok 'makhluk' yang ia sebut sebagai kera, juga buaya. Tak ketinggalan, dalam karya ini Balzac juga menuliskan ilustrasinya tentang para perempuan Jawa dalam nuansa yang eksotis.

Seperti begini misalnya, "Di Paris, kau bisa hidup sesuka hatimu : mencari kenikmatan, bercinta, dan minum-minum sepuasmu, seperti halnya kebosanan yang lantas segera menyergapmu. Tapi di Jawa, kematian seolah menggantung di awang-awang : melayang di atas kepalamu, maut itu hadir dalam senyum seorang perempuan, dalam kerling matanya, dalam gemulai gerak rayuannya, dalam lambaian kain kebayanya. Di sana, jika kau bersikap seolah mencintai, mengobral rasa simpati, maka kau bisa musnah tak berbekas... Betapa banyak bujuk rayu mematikan yang timbul akibat kebaikan yang terpaksa dibuat-buat! Maka jangan dengar buaian mereka : kau harus tegas pada dirimu sendiri, selalu bersikap sewajarnya, berpegang erat pada pendirian, dan jangan menghambur-hamburkan uang. Sehingga, setelah tangan gaib usai dengan teliti menulis Mane, Tekel, Phares, takdirmu sudah digariskan, dalam catatanmu, kau akan menemukan dirimua tengah berada di hadapan perempuan Jawa." (hlm.20)

Selain itu, Balzac pun menuliskan deskripsi fisiknya dengan, "... Di sana, perempuan mempunyai kulit putih dan mulus seperti sabun mandi; tak ada gelap dalam raut wajah, bibirnya terlihat jelas; telinganya, lubang hidungnya, semua tampak langsat; hanya bola mata hitam legam disertai kelopak coklat yang terlihat berbeda di dalam lingkaran wajah merona cerah istimewa. Rambutnya tergerai indah luar biasa. Hanya dengan mengibaskan rambut itu, tiap perempuan serasa bisa berada dalam lindungan sebuah tirai tak yang tak bisa ditembus oleh sorot mata paling tajam sekalipun, dan lapisan itu tergerai ke bawah di setiap sisi. Hiasan berharga itu, yang membuat dirinya teramat sedemikian bangga, adalah benda yang dirawat paling cermat...." (hlm.22)

Masih ada lagi lanjutannya di buku. Begitupun deskripsi untuk objek-objek lain. Sangat menarik, dan terus terang membuat saya tersenyum-senyum mengetahui betapa sebagian digambarkan lebih dari kenyataannya, haha.. Di sisi lain, sungguh memikat untuk menunjukkan betapa indah dan menariknya sebuah negeri asing semacam jelmaan surga tersembunyi.

Sekilas di awal, pembaca mungkin bertanya apa sesungguhnya yang ingin dikatakan Balzac dalam buku ini. Namun, dengan membaca deskripsinya serta melihat beberapa foto-foto yang digunakan sebagai ilustrasi visual, pembaca akan mengerti. Terkait deskripsi yang tidak selalu tepat, tentu saja hal itu menjadi mudah bagi kita yang tinggal di tempat tujuan imaginasi Balzac. Tapi, mengingat karya ini ditulis tiga abad lampau, tanpa bantuan teknologi semaju sekarang untuk bisa memberikan gambaran tepat pada segala sesuatu dalam hitungan waktu sangat singkat, ini luar biasa!

Di sini, pembaca juga akan tahu bahwa Balzac tidak benar-benar tepat tahu di mana letak Jawa. Ia hanya menyebutkan di negeri Hindia, di mana itu tampaknya tidak jauh dari Tiongkok atau India. Saat itu, ketika kolonalisasi Eropa dimulai, bangsa Eropa mengira bahwa di bagian benua Asia hanya terdiri dari Arab, Tiongkok, Persia, dan India. Hindia, adalah negeri yang membentang antara Persia hingga Tiongkok. Maka tak heran pembaca akan menemukan bayangan suatu negeri yang menjadikan Kalkuta, Sungai Gangga, Cina, Tiongkok, Arab, dan Persia sebagai bagiannya. Situasi di negeri ini bahkan dikatakan sangat indah hingga mampu menghapus keindahan serta keanggunan kota Paris.

Di akhir kisah, Balzac menuliskan tak ada yang benar-benar tahu apakah pengembara yang bercerita tentang Jawa itu benar pernah mengunjungi Jawa atau hanya racauan orang gila. Cerdik, seolah menjadi alibi Balzac sendiri jika ternyata gambaran yang ia tuliskan tidak tepat.

Selain kisah itu, ternyata buku ini menyediakan satu lagi cerita yang dituliskan Balzac. Judulnya "Peristiwa di Tepi Pantai". Masih mengangkat tema yang sama : perjalanan ke sebuah tempat yang asing. Di situ menceritakan kisah pasangan yang sedang berwisata ke suatu tempat baru, belum pernah dikunjungi sebelumnya. Di sana mereka menyaksikan suasana yang sangat indah, pemandangan yang menghangatkan hati.

Dalam suasana menikmati, mereka bertemu orang-orang yang merupakan penduduk asli tempat itu. Seorang nelayan, perempuan petani, dan seorang anak keponakan dari seorang pria tua. Betapa halus Balzac menggambarkan ironi yang menyelip di antara sela-sela keindahan-keindahan itu. Membuat perasaan pembaca tercenung-cenung sejenak, menyadari bahwa inilah yang juga (sedang atau masih atau selalu) terjadi pada situasi di daerah wisata. Betapa di balik keindahan yang dirasakan semua wisatawan yang datang dan merasakan kedamaian serta ketenangan, sesungguhnya juga tersimpan kisah-kisah pilu yang tertiup angin, atau tenggelam di lautan. Terkubur dalam senyap yang rahasia.

Dengan penerjemahan bagus langsung dari bahasa Perancis, pembaca tidak akan kecewa, dan akan mampu merasakan puitisasi kata-kata dari melankoli yang dirangkai Balzac. Cerita kedua ini bahkan membuat saya merinding dan merasakan kepiluan sang tokoh cerita, juga merasa akan memiliki perasaan dan mengambil keputusan yang serupa jika saya benar-benar hadir di situasi itu.

Terima kasih Moooi Pustaka, Mas Eka Kurniawan, dan Mas Yogas Ardiansyah telah membawa saya pada pengalaman membaca ini.
Profile Image for Cep Subhan KM.
339 reviews26 followers
June 1, 2020
I like this book and even if this book is such a travelling book but i suggested it to be categorized as literary work. It is a thin luxurious book with several coloured photos inside.

At first i use this book as my subject during a discussion about what the world think about Indonesia long time ago. Well as it is suggested by the title, it talk mostly about Java, Javanese, and its culture. The great portion provided inside for the discussion about Javanese women (and that is the most interesting part, 😉). It will take a long discussion to talk about this whole thin book today and i afraid that will give too many spoiler, so i just want to say that Balzac's view about Java at his time which he got from the oral story is interesting, really interesting. It is a must-be-read book for Indonesian people who feel interested to see the relation between their homeland and the world in the past.
Profile Image for Dina P..
193 reviews10 followers
June 12, 2013
Well, it's Balzac's immagination, so I can't judge its accuracy. But it's good to read another version of my country's history
Profile Image for Bimana Novantara.
267 reviews27 followers
June 1, 2021
Yang paling menarik dari buku ini adalah penulisnya sangat pandai dalam menuliskan deskripsi, baik itu untuk benda-benda atau pun perasaan-perasaan tokoh ceritanya.
Profile Image for Evil Raf.
4 reviews
January 7, 2023
• Judul buku: Kembara dari Paris ke Jawa
• Penulis: Honoré de Balzac
• Penerjemah: Yogas Ardiansyah (diterjemahkan dari bahasa Prancis)
• Penerbit: Taman Moooi Pustaka
• Cetakan 1: 2021
• Tebal: 153 halaman
• Format: Cerpen
• Ilustrasi sampul: Johannes Isacius Pontanus (1571-1639)
• Selesai baca: 6 Januari 2023

Novel ini berlimpah kalimat metafora yang membuat pembaca harus membacanya dengan sangat hati-hati—semata agar otak tidak cepat lelah. Dalam satu paragraf, bisa ada dua atau tiga kalimat pengandaian. Paragraf ini, contohnya:

"Hingga tak dinyana, sang pohon palem tadi menampakkan diri secara tiba-tiba di tikungan jalan setapak, IBARAT sebait sajak nan lincah yang bersumber dari keabadian cinta. Ah! BAGAIKAN syair asmara dalam kitab Kidung Agung yang dilantunkan tanpa suara; ini sebuah penggambaran luar biasa besar bagi perasaan bahagia yang luar biasa besar pula, atau SEPERTI prasasti yang sepenuhnya dibangun demi perayaan dalam dada, ataupun orang-orang yang tengah mempersiapkan karnaval bagi pesta keagamaan. Bukankah agama adalah IBARAT jantung bagi setiap insan...?" (Halaman 71)

Ada yang ingat, paragraf di atas sebenarnya membahas tentang apa? Ya, POHON PALEM. Nah, sekarang tinggal mencari tahu, apa korelasi antara pohon palem dan sebait sajak cinta yang lincah dan syair asmara dalam Kidung Agung dan prasasti yang sepenuhnya dibangun demi perayaan dalam dada dan agama dan jantung bagi setiap insan? Saking banyaknya berandai-andai, gambaran yang ingin disampaikan jadi kabur dan berkabut. Akibatnya, pikiran pun jadi cepat lelah. Metafora (apalagi yang berlapis-lapis seperti di atas) membuat kita harus membandingkan dua hal atau lebih sekaligus, lalu mencari korelasinya, kesamaannya. Dan itu, untuk kapasitas otak saya yang memprihatinkan, melelahkan. Apalagi kalau dilakukan sepanjang 150 halaman—ya, paragraf itu bukan satu-satunya. Sebagian besar begitu, malah.

Akan tetapi, kalau dibaca pelan-pelan dan berusaha mengikuti untaian metafora tanpa kehilangan jejak subjek yang dibahas, ini buku yang indah, diterjemahkan dengan baik, bebas saltik, puitis, seperti puisi, dan sedikit mengingatkan saya kepada "Dan Damai di Bumi!", novel semi-autobiografi Karl May ketika melanglangbuana ke negeri Mesir, Melayu, dan Tiongkok (tapi saya jelas lebih suka novel Karl May — ini bias, berhubung saya penggemar berat beliau — yang berupaya mematahkan prasangka Barat bahwa Melayu adalah suku primitif dan terbelakang.)

Buku ini terdiri dari dua novela, Kembara dari Paris ke Jawa (98 halaman) dan Peristiwa di Tepi Pantai (51 halaman). Meskipun penggambaran Balzac terhadap Jawa seakurat penggambaran Edgar Rice Burroughs terhadap Mars, saya masih bisa mengikuti cerita "Kembara dari Paris ke Jawa". Tapi untuk "Peristiwa di Tepi Pantai", (pijat-pijat pelipis) tidak. Saya membacanya nyaris tanpa kesadaran, saking bingungnya. Bacanya pakai mata tok, enggak bisa masuk ke hati. Kapan-kapan re-reading, ah, sambil diterangi lilin. Siapa tahu lebih terasa syahdunya 🥲.
Profile Image for Desca Ang.
704 reviews35 followers
Read
November 22, 2020
The review is taken from my Instagram: @descanto

When de Balzac was young, he found himself fascinated by Grand-Besancon’s impressionistic tales of his travels in the orients particularly Java. As a result, de Balzac wrote his fantasy about travelling to Java as the first person; as if he is the narrator himself. At the end of the book, de Balzac confesses that he's never visited the Far East. De Balzac then claims that he's just taking part in narrator’s conversation and that the narrator himself is Grand-Besançon who Balzac identifies later by his initials.

Here, Balzac describes Java as a mystical island; an exotic world of fables where women could conceive simply by being exposed to the sun. Javanese women are passionate yet poisonous when it comes to faithless lovers. The deadly Javanese upas trees bore poisonous fruit. Coconuts were actually dragon’s eggs. He portrays the hermits that dominate and order animals like obedient humans. Java and the subtle scent of tropical flowers is like the love-sick Bengal blue grey sparrow with black and white beak which lives in the paddy fields and brings luck and the good harvests. He mentions the business of the Chinese, Opium and the beauty of Javanese women; epitomes of Oriental desirability of his day.

The beauty of Java captures Balzac's heart,he says
"In Paris you live as you wish: playing, loving, drinking as you please - and boredom with it all sets in very fast. (p.23)
(But) Happy are they who go to die in Java."(p.36)
Profile Image for Dies.
13 reviews5 followers
September 9, 2021
This book contains Voyage de Paris à Java and Un Drame au bord de la mer.
As someone who came from Java, I was intrigued (though sceptical) about the depiction of Javanese women in Voyage de Paris à Java. And of course, as we know, Balzac himself never visited Java, but wrote the story based on references. But he can let the story flow, as if it is real and not merely imagination. And I liked the fact that I personally lost track where he started to drop the word "if" when telling this "journey". It's fun and amazing, when in the end he wrote that it was all an imagination and he didn't really travel to Java.
On the other hand, Un Drame au board de la mer, at first makes me question whether it's a real story or another imagination! And it was worth to find out since this second story indeed has a surprising element.
This entire review has been hidden because of spoilers.
Profile Image for Reni.
18 reviews
January 28, 2024
There are several notes here:
1. I read the Indonesian-translated version so I'd probably be biased. But i believe it's not a prominent problem since the translator really seems to know how to contextualize Balzac's fantasy into indo context which i truly appreciate.
2. Honestly i still feel mixed about this work. How he exoticized everything about Java: the land, the lady, the ambience, the people without stepping the land even once. It's meant to be satirical, but i just found it quite banal. Or maybe I'm such a kufur person who lives in the normal paradise he'd been dreaming of?
3. The girl with gazelle look he fantasized could be a Sundanese, not Javanese. But who knows the truth? cs it's just une fantasie:p
Profile Image for Mardyana Ulva.
75 reviews3 followers
December 17, 2021
Agak jengkel ya rasanya membaca deskripsi tentang Jawa yang ditulis dengan perspektif Orientalisme yang sebegitunya. Honoré de Balzac ini salah satu penulis fiksi penting dalam sejarah literatur, tapi Kembara dari Paris ke Jawa (judul asli: Voyage de Paris à Java) ini terbit saat usianya masih 30 tahun dan belum jadi pesohor. Mungkin karena itu pula membaca buku ini terasa cenderung membosankan.

Seperti judulnya, di buku ini ia bercerita tentang 'petualangan' ke Jawa yang ternyata sebuah fiksi. Deskripsi yang digambarkannya memang membuat khayalan melayang jauh ke negeri antah berantah nan eksotik, namun di banyak bagian malah terasa lucu karena terlalu mengada-ngada. Well, bisa jadi itu karena bias orientalisme yang begitu kental dalam tulisan ini. Apalagi penulisnya mengakui pula bahwa 'petualangan' ini ia ceritakan ulang berdasarkan catatan perjalanan seorang pelaut yang ditemuinya di Kota Angoulême.
19 reviews3 followers
December 3, 2019
For a famous realist like Balzac to write a fictitious travelogue as laced with fantasy and imagination as this, well, it's a bit of a surprise, but I have to say that it's still a joy to read. The description of the sparrow singing to his chosen rose in particular is just beautifully written and incredibly evocative. Just don't go into it expecting an accurate picture of Java, this is definitely much more of a representation of nineteenth century European ideas of Asia combined with quite a sarcastic satire of the unreliability of the actual travelogues of the time.
Profile Image for Ahmad Kurnia.
37 reviews
January 2, 2025
"Bahwa yang paling membuatku tertarik pada sebuah kisah, justru persisnya adalah ketika aku sama sekali tak mengetahui sedikit pun tentang hal itu," - Kuriositas tinggi yang bercumbu dengan imajinasi liar Balzac membuat karya satu ini mendayu-dayu dan berusaha menampilkan seolah benar ia pernah ke Jawa.
Profile Image for Abu Wafa.
Author 2 books2 followers
March 28, 2025
Terbagi menjadi dua bagian. Bagian pertama, menggambarkan Jawa dari sisi kecantikan wanita, arak, hewan, pemandangan, dan lain sebagainya yang ditulis dengan mengalir saja, tanpa batas pembeda satu dengan yang lain.
Bagian kedua, peristiwa di tepi pantai, berkisah perjumpaannya dengan seorang lelaki.

Kedua bagian tersebut banyak tidak berhubungan dan agak membingungkan dalam pembacaan.
Profile Image for Joule.
1 review
July 7, 2025
“Itulah mengapa negeri timur punya teramat sedikit penulis. Orang di sana terlalu bahagia dengan kehidupan sendiri hingga tak perlu memikirkan hidup orang lain. Jadi apa gunanya lagi ada kecerdasan kalau semua adalah melulu soal perasaan!”
Profile Image for Tika W.
75 reviews7 followers
December 27, 2024
As a Javanese woman, I find Balzac's fantasy is so hilarious. I am flattered at some parts, but hey.. we're not mad at European men. We're mad at colonialism. :)
Profile Image for Aliekha Tierandha.
6 reviews3 followers
September 7, 2011
No, this is not an account of Balzac's journey to Java. In fact he never set foot on the island. But it doesn't mean that Voyage de Paris à Java is less engaging. Balzac wrote his exotic and romantic reverie intoxicatingly that I admire his knack of turning his own fascinations into something that even more fascinates the readers. Well, I read the book in English but I believe his writing style was the same. Anyway, I think it deserves to be more widely known.
Profile Image for Ivan.
132 reviews23 followers
May 4, 2012
Balzac's poetic admiration to the island of Java, particularly its women, whom he so vividly described. No, he never set foot on the island, but he gathered information from fellow travellers and books. Some details may be incongruous but on emphasis to imagination, this tour de force is terrific.
Author 4 books107 followers
December 26, 2009
A charming tour de force. Would be loved by any Balzac fan or lover of Java (or for that matter, SE Asia).
Profile Image for Erson Padapiran.
19 reviews4 followers
Read
September 21, 2016
Sebuah fantasi perjalanan yang menarik dan juga memberikan beberapa informasi tentang takhyul yang dipercaya orang-orang eropa pada waktu itu tentang Jawa pada awal abad 19.
Displaying 1 - 25 of 25 reviews

Can't find what you're looking for?

Get help and learn more about the design.