“Saat pahitnya kenyataan mengitari gadis itu dari segenap arah, dia hanya punya satu pilihan: menjalaninya.”
Langit Kota Beijing berpesta, pijar warna kembang api terlontar bergantian ke angkasa. Gemuruh seketika melenyapkan suara-suara yang meriung di segenap kota. Namun, hati gadis itu senyap, bagai butir salju yang musim lalu jatuh di balik jendela.
Di kota ini, kakinya menapak pasti di tangga-tangga Tembok Raksasa yang berkuasa. Ia mulai jatuh cinta pada kota ini, pada aura ganjil gerbang Kota Terlarang yang dahulu dilewati raja-raja. Mungkin pula, ia telah jatuh cinta kepada dia—laki-laki itu—dalam aroma rempah yang menguar dari sup hangat hasil racikan tangannya.
Kemarin, di Tembok Raksasa, ia tergelincir karena kerikil kecil. Kakinya sempat tak setia. Namun, kesetiaan tetap membutuhkan kerikil, bukan? Agar kita tahu apakah satu kerikil saja bisa menghancurkan kesetiaan yang telah dipupuk.
“Mungkin ini salahku, tak mendengar suara hati ini saat berada di dekatmu.”
Lisa menatap dalam mata senja, membayangkan laki-laki itu berada di sana. Menunggunya.
Novel: 1. Tarapuccino (bersama Rika Y. Sari, Penerbit Indiva Media Kreasi 2009) 2. Hati Memilih (Bukune 2011) 3. Izmi & Lila (Divapress 2011) 4. Persona Non Grata (Indiva Media Kreasi 2011) 5. Yang Kedua (Bukune 2012) 6. Ping! (bersama Shabrina WS, Bentang Pustaka 2012) 7. The Coffee Memory (Bentang Pustaka 2013) 8. Jasmine (Indiva Media Kreasi 2013) 9. A Cup of Tarapuccino (bersama Rika Y. Sari, Indiva Media Kreasi 2013) 10. First Time in Beijing (#STPC Bukune 2013) 11. Perjalanan Hati (Rak Buku 2013) 12. A Miracle of Touch (GPU, 2013) 13. Dear Bodyguard (Bentang Pustaka, 2013) 14. Gerbang Trinil (duet bersama Syila Fatar, Moka Media) 15. Rahasia Pelangi (duet bersama Shabrina WS, GagasMedia, 2015) 16. The Secret of Room 403 (Indiva Media Kreasi, 2016) 17. Love Catcher (Gagas Media ; 2017)
Non Fiksi : 1. Kitab Sakti Remadja Oenggoel (bersama Oci YM, Indiva Media Kreasi 2013) 2. Sayap-sayap Sakinah (bersama Afifah Afra, Indiva Media Kreasi, 2014) 3. Sayap-sayap Mawaddah (bersama Afifah Afra, Indiva Media Kreasi, 2015) 4. I Will Survive (bersama Oci YM, Indiva Media Kreasi, 2016) 5. Sayap-sayap Rahmah (bersama Afifah Afra, Indiva Media Kreasi, 2017)
Antologi : 1. LDR Crazylove (Bentang Belia, 2012) 2. My Stupid Love (Indiva Media Kreasi, 2013) 3. Jomblo Prinsip Atau Nasib (Indiva Media Kreasi, 2015) 4. Ramadhan in Love (Indiva Media Kreasi, 2015) 5. Jejak Kaki Misterius (Indiva Media Kreasi, 2016)
Beberapa penghargaan lomba menulis : 1. Pemenang I Resensi Indiva (2008) 2. Pemenang II Sayembara Cerber Femina (2008) 3. Pemenang Harapan Sayembara Cerber Femina (2009) 4. Pemenang Hiburan Feature Ufuk Dalam Majalah Ummi (2009) 5. Pemenang II Lomba Novel Inspiratif Indiva (2010) 6. Pemenang I Lomba Novel Remaja Bentang Belia (2011) 7. Pemenang Berbakat Lomba Novel Amore 2012 8. Pemenang 1 Indiva Reading and Review Challenge (2015) 9. Pemenang Harapan Lomba Menulis Novel Indiva (2015) 10. Pemenang 2 Lomba Resensi Novel "Pulang" (2015) 11. Pemenang 1 Lomba Blog StilettoBook (2016) 12. Pemenang 2 Lomba Resensi Novel "Ayat-ayat Cinta 2" (2016) 13. Pemenang 1 Lomba Resensi Buku "Cerdas Mengelola Keuangan Pribadi" (2016)
Saat pahitnya kenyataan itu mengitariku dari segenap arah, aku hanyapunya satu pilihan,menjalaninya (hal. 31)
Itu yang dirasakan Lisa setelah kehilangan ibunya, keluarga satu-satunya yang dimilikinya selepas perceraian dengan ayahnya. Sepeninggal ibu, ia harus menyusul ayahnya ke Beijing, pemilik Shan Restaurant, Asian Food&Beverage.
Menjadi satu-satunya pewaris Shan Restaurant, Asian Food&Beverage, Lisa kerap menerima ultimatum dari ayahnya, tuntutan bahwa ia tidak saja harus piawai memasak namun juga mengelola restoran. Mulanya, ia hanya menggantikan posisi koki yang terampil mengolah sup namun keluar dari restoran itu. Usahaya membuat sup membuat membawa Lisa pada pengalaman yang menguras emosinya. Menerima kritik secara frontal dari pelanggan, ayahnya mengajarkan satu hal tentang kesetiaan.
Bagaiamanapun, kesetiaan tetap membutuhkan kerikil, bukan? Agar kita tahu apakah hanya karena satu kerikil itu, bisa menghancurkan kesetiaan yang sudah dipupuk bertahun-tahun (hal. 55). Kesetiaan, hal yang bagi Lisa justru paradoks. Ayahnya berbicara tentang kesetiaan, namun justru ia tak bisa mempertahankannya dengan ibunya.
Usaha kerasnya, dengan bimbingan Daniel berangsur-angsur membuahkan hasil. “Kesulitan seharusnya mendorong kita untuk menaklukannya, bukannya malah membuat kita menyerah, begitu kata Daniel. (hal. 43). Lisa berhasil membuktikan dirinya bisa memasak beragam sup.
Nyatanya, Daniel tak hanya menjadi pembimbingannya dalam memasak. Kedekatannya memunculkan getar-getar halus dalam hati Lisa, juga Daniel. Bagi Daniel, mengucapkan wo ai ni itu tidak semudah perempuan ketika menyatakan ya atau tidak. Untuk mengungapkan perasaannya, Daniel mewakilkannya pada sebentuk cincin putih bermata tiga safir biru, cantik. Sekian lama memendam perasaan untuk Daniel nyatanya Lisa justru memungkirinya ketika Daniel mendeklarasikan perasaannya lewat cincin itu.
Peristiwa itu merubah segalanya. Daniel menghilang. Tak hanya rasa hampa yang tersisa, Lisa lagi-lagi mendapat ultimatum dari ayahnya. Ia harus bisa menggantikan posisi Daniel. Rasa kehilangan itu pada akhirnya menjadi kekuatan bagi Lisa untuk belajar banyak hal: penerimaan, kepercayaan diri, rasa tanggung jawab, dan pelajaran berharga lain yang membuat ayahnya puas dengan sosok Lisa yang bisa dipercaya sebagai pewaris restaurannya.
Lalu apakah hubungan dengan Daniel kandas begitu saja, ataukah sosok Alex, tour guide yang dekat dengan Lisa bisa menggantikan posisi Daniel, Riawani Elyta meracik alurnya sedemikian berliku namun tetap terasa plausibel. Saya menikmati jalinan alur yang dirangkainya. Dimulai dengan satu episode ketika Lisa memutuskan untuk membatalkan cooking competition yang diikutinya, pembaca kemudian diajak mundur ke belakang, masuk ke dalam episode-episode yang membawa Lisa ke panggung yang diimpikannya itu. Dengan sudut pandang orang pertama yang berpusat pada Lisa, alurnya membuat saya terhanyut.
Saya paling suka dengan setting restaurannya. Satu tempat ini lebih menyita perhatian saya dibanding setting Beijing berserta tempat-tempat menarik yang diperkenalkan oleh tokoh Alex. Tuturan Riawani menyeret imaji saya ke dalam segala dinamika dapur. Membayangkan bagaimana kesibukan di sana, ikut menikmati beragam aroma yang membenuhi sudut-sudut dapur, saya merasa terpancing, jadi pengen bisa memasak seperti Lisa :D. Oiya, satu lagi yang oke dari novel ini, di setiap pergantian bab ada kutipan inspiratif yang mengawalinya.
Meskipun dari segi deskripsi dan gaya bercerita berhasil mencuri perhatian saya sebagai pembaca buku Riawani pemula, namun untuk novel ini saya masih berikan bintang 3. Semuanya kembali ke selera. Ya, dari segi cerita, genre roman, saya belum bisa mengatakan itu genre yang saya sukai. Lika-liku cinta di dalam novel ini dengan segala romantikanya memang belum bisa mencuri hati.
Yey. Novel ke-lima dari seri #STPC yang saya baca. Kali ini, ber-setting di Beijing dengan tema : nostalgia. Dimana tokoh utama-Lisa yang flashback masa lalunya setelah diberi kesempatan kembali bertemu dengan si "tokoh masa lalu". Pertama, saya kurang suka sama sinopsis belakang novel ini, yang kata-katanya kurang catchy menurut saya dan pilihan kata-katanya kurang touched. Tapi setelah membuka halaman pertama,saya langsung suka!:-) Mengambil profesi tokoh seorang Chef yang menurut saya cukup keren dan tidak terkesan pasaran. Yeah, you know what I mean, karena arsitek, pelukis, pemusik sudah terlalu mainstream hahaha.
Entah kenapa, saya suka saja membaca dan terus membaca novel ini, meski sadar bahwa alur novel ini sangatlah lambat namun nope, I'm enjoying.
"Memangnya penting ya, kita harus menyukai apa yang kita lakukan? Nyatanya banyak juga kan. Orang yang bisa bertahan meski mereka tak benar-benar menyukai pekerjaannya? Karena tuntutan hidup, misalnya?"
See, alasan lain kenapa saya suka novel ini karena tersebar banyak kutipan-kutipan keren di setiap bagiannya. So, You must read this one!
Saya cukup bingung dengan ending novel ini, terkesan terburu-buru dengan kemunculan Daniel sacara tiba-tibas etelah menghilang tanpa kabar. Sebenarnya, saya kecewa sewaktu Daniel menyatakan perasaannya dengan cincin bermata safir biru itu, namun Lisa menolak karena alasan kesalahpahamana. I'm just really confusing. Padalah, jelas Lisa ada 'rasa' untuk Daniel. Kemunculan Alex secara tiba-tiba dan kedekatan mereka yang sangat cepat juga terkesan cukup ganjil. Apalagi, saat tenggelamnya tokoh Alex digantikan kisah Lisa-Daniel yang terkesan seolah-olah penulis melupakan 'Alex' yang membuat saya sempat bertanya-tanya kemana tokoh Alex tersebut.
Tapi saya tetap suka. Saya suka pesan moral yang ingin penulis sampaikan, berhasil karena di saya pesan itu sampai. Nothing is impossible if we're just keep try try and trying. Saya suka konflik keluarga yang penulis coba ceritakan yang tampak cukup realistis tak berlebihan.
Thankyou mbak Riawani, for the ending meski agak surprised, saya senang akhirnya Lisa dan Daniel akhirnya menjadi sepasang kekasih :-)
habis dalam sehari, ya pantes sih liburan gini emang enaknya baca novel di balik buntelan selimut -mengingat cuaca yang mendung mulu.
serius loh. aku ngga menaruh ekspetasi apapun sama novel ini XD yah berhubung keinginan untuk mengoleksi stpc aja sih.
Novel ini ada Lisa, gadis yang baru saja ditinggal sang ibu dan terpaksa harus menempuh hidup di negeri tirai bambu bersama sang ayah yang terpisah selama dua belas tahun. Sang ayah yang memberikan interupsi kalau dia bakal jadi penerus restoran Shan milik sang ayah, sementara Lisa sendiri punya keinginan untuk melanjutkan kuliah, namun di sisi lain dia pun perlahan menikmati aktivitas barunya di dapur restoran sang ayah.
Lalu, ada Daniel-cowok yang kesannya kalau kata Lisa lebih cocok jadi seniman jalanan atau pemusik tapi lihai meracik makanan, Chef yang dalam imajinasi gue mirip sama Chef Juna di Indonesia Master Chef itu yang melatih Lisa untuk bisa memasak.
Kemudian ada Alex, cowok mahasiswa Indonesia yang sudah mau habis visanya dan jadi guide tour yang sering membawa turis turis berkunjung ke restoran ayahnya Lisa. Cowok cool,slengean namun tampang nerd ini, di pertemuan singkatnya berhasil membuat Lisa merasa nyaman. Dan tentu saja ada si antagonis dan sinis yang bekerja sama waiter di Shan restauran, Yu Shiwen yang menyukai Daniel.
pembawaan ceritanya menurutku bagus sih, cuma mungkin alur sama konfliknya terkesan terlalu di lama-lamain jadi terkadang pas bacanya suka mikir "ini kapaj klimaksnya sih" tapi gaya penulisan Kak Ria membuat saya bertahan membacanya sampai akhir tanpa terburu-buru ingin menyelesaikannya. (*^﹏^*)
series stpc-nya berikutnya dari Bukune, Swiss. Huffht saya tunggu Swiss-nya rilis deh
Penulisan bab atau bagian membuat kedua alis saya bertemu. Penulis menulis angka lima misalnya dengan menggunakan rangkaian hànzì (Aksara Tionghoa disebut hànzì dalam Bahasa Mandarin). yang serupa dengan aksara latin. Masalahnya setiap huruf yang digunakan mempunyai bunyi sendiri sehingga jika dirangka malah menjadi kata yang aneh.
Beberapa kalimat dengan menggunakan Bahasa Mandarin memaksa saya membuka catatan dan kamus yang mulai berdebu karena lama tak disentuh. Kata besok seharusnya adalah Míngtiān = 明天 bukan Ming dien. Demikian juga menurut Google terjemahan. Penasaran saya coba intip kata pergi yang ditulis chu, ternyata seharusnya qù=去. Ada beberapa kemungkinan yang terjadi. Pertama saya sudah lama berhenti kursus sehingga tidak tahu perkembangan Bahasa Mandarin yang penulisannya bisa disederhanakan oleh pemerintah, mungkin ucapan juga. Kedua penulis menuliskan apa yang terdengar alias ditulis sesuai ucapannya.
the story is very fast-paced but meaningful however the main female characters who acted innocent and naive but it really annoyed me unfortunately, there's not much about china (mostly it's about the character's daily activity) her life seems too simple, like she didn't have any before she move to beijing the love story is a bit damp and boring lots of misspelling
Secara keseluruhan, saya suka sama novel ini. Saya rasa tanpa sadar saya telah jatuh hati pada gaya bercerita Mbak Riawani Elyta. Sederhana, lembut, ringan, mengalir. Sampai-sampai saya tidak menyangka sudah mencapai setengah buku, padahal saya di awal sempat sedikit skeptis begitu melihat betapa tebalnya buku ini. Bukannya saya tidak suka buku tebal, hanya saja novel roman tebal itu … gimana, ya. :|
Tapi, sebelumnya, ada beberapa catatan dari saya perihal novel ini secara keseluruhan.
Pertama, Lisa terkesan sangat cepat menjadi koki andal! Memasak itu memang skill yang semakin baik dengan latihan, tapi dalam novel ini kok latihannya Lisa kurang terlihat ya? Saya juga heran si Lisa kok bisa langsung masak begitu disuruh padahal dia ga pernah masak. Kalo saya jadi Ayah Lisa, untuk bulan pertama saya suruh Lisa buat nyiapin bahan-bahan doang, bantuin Daniel. Baru lama-lama saya izinin bikin makanan untuk pengunjung. Secara, Lisa kan ga pernah masak sih. Dia harus sampai pada tahap bisa dulu sebelum diizinkan memasak untuk pengunjung. Ini bagian yang bikin kening saya berkerut sendiri.
Dua, Alex. Saya pikir kedekatan Lisa dan Alex akan berakhir pada sesuatu. Tapi, sejak Lisa menolak Daniel, Lisa juga tidak berinteraksi sama Alex. Alex ikut menghilang dalam cerita! Padahal saya lebih banyak menangkap momen bersama Lisa dengan Alex ketimbang momen bersama Lisa dengan Daniel. Alex jadinya terasa kayak “tempelan” supaya pengarang bisa menuliskan tentang destinasi wisata Beijing. Atau “tempelan” supaya kehidupan percintaan Lisa lebih bergejolak.
Tiga, penolakan Lisa. Ini yang lebih aneh. Saya pikir Lisa menolak Daniel karena dia ragu perasaannya sebenarnya untuk Daniel atau Alex. Eh, ternyata bukan! Lisa menolak Daniel dengan langsung berkata bahwa perasaannya ke Daniel tidak seperti yang Daniel pikirkan. Duh, kok, si Lisa ini rasanya aneh banget ya? Mana Daniel bilangnya “Kamu bohong, Lisa. Kamu bohong.” -_- Udah gitu begitu Daniel hilang dia ga terlalu kelihatan “meragukan” perasaannya. Lalu, ujug-ujug Lisa nyariin Daniel. Aaah, ini si Lisa tuh piye sih? Saya merasa terganggu atas cerita cinta si Lisa di sini.
Empat, label “pengkhianat” dari Ayah Lisa buat Daniel itu juga cukup aneh. Kalo Daniel dicap pengkhianat, lha terus koki-kokinya yang sebelumnya juga dong? Tapi kok kayaknya Ayah Lisa cuma sensi sama Daniel? Kalo misal hubungan ayah Lisa dan Dainel itu kayak guru-murid berarti kan harusnya Ayah Lisa bahagia Daniel berusaha melebarkan sayapnya? Maksudnya, bukannya begitu yang normal terjadi pada hubungan guru-murid ya meski itu artinya si murid meninggalkan si guru? Toh pada akhirnya si murid kan biasanya bakal kembali lagi ke tempat si guru. D:
Lima, tega banget Ayah Lisa bohong pas final Cooking Competition itu. Biar bagaimana pun bukannya dari dulu si Ayah pengen Lisa diakui jadi koki hebat? Lha, ikut kompetisi ini pasti bakal menaikkan pamor Lisa kan? Kok rasanya tindakan si Ayah ini rada ga logis ya? Okelah dia pengen kumpul bareng sama semua anak-anaknya dan sakit parah, tapi bukannya dari awal dia ga pengen diperlakukan sebagai orang sakit? Rasanya mendadak sifat ayah Lisa berubah 180 derajat begitu penyakitnya makin parah aja, yang saya rasa sedikit tidak mudah diterima. Itu kan malam penting dalam kompetisi Lisa, bukankah idealnya kalo pun Ayah Lisa kambuh, dia bakal mencegah Vivian buat kasih tau Lisa supaya Lisa bisa konsentrasi kecuali kondisinya benar-benar buruk? Orang tua normalnya begitu, kan?
Enam, sampai akhir saya masih bingung. Lee dan Kie Ce itu anaknya Vivian tapi bukan sama Ayahnya Lisa ya? Di novel sama sekali ga diceritain, jadi saya ragu. Habisnya saya sedikit sedih karena keduanya kurang dieksplor, padahal saya rasanya bakal naksir kehidupan bersaudara Lee, Kie Ci, Lisa, dan Hui Ying. :( *berhubung saya penggemar genre family, hehe*
Selain daripada catatan-catatan di atas itu, saya suka First Time in Beijing. Cakep. Kalimat-kalimatnya juga mantep, apalagi pas ngomongin soal masa depan serta cita-cita. Tokoh-tokohnya juga bikin simpati, meski tidak sedikit yang terkesan bolong, seperti ayahnya Daniel yang nanggung banget disinggungnya.
Jadi, secara keseluruhan, novel ini heartwarming. Jalan ceritanya lambat, tapi tidak begitu masalah karena cara penceritaan mengalir yang biking ga sadar cerita telah berakhir. Sayangnya, ending¬-nya itu kok gitu doang ya? Rasanya … plain setelah begitu banyak yang Lisa alami. Yang ada dalam pikiran saya begitu selesai membaca itu, “Lho, udah nih gini doang?” :| (Untungnya ada epilog, kalo enggak saya mungkin bakal sensi sama yang nulis. #EH)
Sayangnya lagi, saya pikir ceritanya bakal lebih bergejolak, terutama dari baca prolognya. Eh, ternyata ga ada yang terlalu bergejolak di sini. Meski menurut saya masih tetep manis dan hangat sih, hehe.
Yang jelas, setelah membaca novel ini, Mbak Riawani Elyta resmi menjadi salah satu penulis kesukaan saya. Pengen nyari bukunya yang lain, ah. :3
"Aku tak hendak memikirkanmu, apalagi memikirkanmu, karena boleh jadi, ini hanya harapan semu." (hal. 105)
"Kita akan baik-baik saja. Selama kita yakin tentang itu." (hal. 271)
First Time In Beijing mengisahkan
Cerita pun berakhir dengan dan saya tidak mau lagi memberi spoiler karena saya ingin mengundang siapapun kamu yang gemar membaca romance untuk membaca novel ini!
*
Riawani Elyta adalah penulis dengan sederet penghargaan kompetisi menulis yang menggunakan sudut pandang orang pertama di novel kedelapan-nya ini. Tak heran, yang akan kita temui di sini adalah gaya penceritaan mengalir, alur runtut dan penulisan juga pemilihan diksi beragam yang cerdas. Meskipun sedikit mengingatkan saya dengan Memori-nya Windry Rahmadina yang dituliskan dengan sudut pandang orang pertama, saya benar-benar masih bisa menarik perbedaan ciri di antara dua penulis muda Indonesia ini. And I should say that I am in love with Kak Ria's writting way. Mendayu tapi nggak menye. Arah pemikiran dewasa yang sangat pas.
Saya sangat salut dengan riset Kak Ria yang sangat mendalam perihal Kota Beijing dan cuaca ekstremnya, festival dan wisata-wisata Cina, pengetahuan kuliner dan teknik-teknik memasak, dimana semua itu berelaborasi dengan sangat baik(antara sebab-penyebabnya) menjadi satu cerita ciamik yang bikin saya merasuk ke dalam hidup Lisa.
Pesannya juga sangat mengena. Bahwa kemauan dan kerja keras dapat mengantarkan kita menuju kesuksesan. Dan hal ini sudah jadi motto hidup saya.
Dari segi penokohan juga terasa riil. Lisa, Daniel, Alex, Ayah, Vivian Lee, Kie Ce, Yu Shiwen, Tony, Felix sangat manusiawi. Meskipun peran antagonis mendapat jatah lebih sedikit dari banyak novel yang saya baca, pergolakan hati setiap tokohnya sungguh bisa saya rasakan dan juga--penuturan dialog demi dialognya sangat berkatarkteristik. Hanya saja penulisan dialog antar paragrafnya saja sempat bikin bingung mengingat ada bagian dimana satu paragraf memuat dua dialog orang berbeda sekaligus.
Ohya, ada satu hal yang menurut saya kurang dikembangkan dalam novel ini(namanya plothole bukan, sih?). Yaitu adegan dimana Lisa mendapat kehormatan memasak sup iga dalam jumlah besar untuk acara yang dihelat pejabat kota. Ya. Tidak ada bab khusus atau pengungkitan hal tersebut yang harusnya bisa berpotensi untuk menunjukkan kemampuan memasak Lisa. Saya juga menemukan beberapa typo dan beberapa kalimat ambigu yang bertebaran. Tapi tidak banyak kok. Alur runtut, penulisan rapi dan gaya bercerita Kak Ria sungguh menghapus semua kekurangan--yang memang sedikit jumlahnya--di buku ini.
4.5 stars out of 5 stars -0.5 stars karena saya failed nangis. Keep writing, Kak Ria! Usung tema galau yang takarannya 'pas' dengan komponen lain seperti di buku ini lagi, dong! :))
First Time in Beijing berkisah tentang cinta dan passion yang melebur bersama asap dapur. Mengusung tema kuliner, novel ini menceritakan tentang Lisa yang ikut ayahnya ke Beijing setelah ibunya tiada. Ayahnya sudah memiliki keluarga baru, dan di sana ia memiliki usaha restoran keluarga. Lisa turun tangan di dapur restoran Shan, walau pada awalnya ia asing dengan dunia memasak. Namun, berkat mentornya di resto seperti Tony, Felix dan Daniel, Lisa mampu menguasai beberapa signature dishes resto Shan, seperti sup asparagus dan sup iga. Lisa mengalami dilema antara meneruskan kuliah atau tetap bekerja di resto. Sedangkan dalam hubungan percintaan, Lisa harus memilih antara Daniel yang berpenampilan bad boy atau Alex, si pemandu wisata yang geeky namun ceria dan ramah. Dan tentu saja, tokoh pengganggu yang kepo bernama Yu Shiwen cukup bikin gregetan.
Selama membaca novel ini, gue ikut bersama rombongan tur Alex dan Juan ke Forbidden City dan Great Wall. Sayang banget, kenapa nggak dieksplor daerah bukan destinasi turis yang Beijing banget. Even jajanan kaki lima pun bisa mencirikan Beijing kok. Lalu, mengenai penokohan. Daniel kurang 'bad boy' deh. Dia seperti nggak ada bedanya dengan Alex. Dan adegan romantis juga baru 'tumbuh' di halaman 140-an, padahal sub-judulnya "Nostalgia Kisah Cinta Semusim Lalu". Oiya, mengapa banyak ejaan bahasa Mandarin yang tidak memakai ejaan pinyin? Gue jadi agak bingung di situ. Namun karena penulis memberi footnote, baiklah gue maafkan.
Ada typo juga nih. Lisa menulis jurnal yang dinamakan Kitchen Rythm. Yang benar adalah Kitchen Rhythm. Masih ada typo-typo lain tapi nggak parah kok.
Ada yang ganjil ketika Lisa membawa cake ke restoran untuk diberikan pada seseorang yang absen hari itu. Ia menaruhnya di laci konter hingga keesokan harinya. Untuk seseorang yang bekerja di restoran, agak aneh kalau ia tidak memasukannyw ke freezer.
Cara menulis Ria rapi, teratur dan mengalir, hanya saja beberapa dialog terkesan terlalu baku, sehingga gue seperti membaca novel terjemahan.
Di luar protes gue di atas, novel ini mengangkat drama keluarga Tionghoa yang khas, walau tidak terlalu banyak tradisi atau unsur kultur yang mewarnai adegannya. So far, novel First Time in Beijing cukup manis dan bisa dinikmati dengan semangkuk mie panas dan segelas teh oolong. Walau terkesan tenang dan alurnya tidak cepat, novel ini page turner. It kept me awake all night long. Suasana hiruk pikuk di resto Shan juga terbayang, bahkan aromanya juga ikut terasa. Gue juga suka dengan gaya bertutur Ria yang tenang dengan kosakata yang lumayan kaya dan indah. Dan ciri khas Ria sepertinya menggambarkan adegan romantis tanpa banyak skinship. Romantis yang santun, I like it.
Satu hal positif lagi. Gara-gara membaca novel ini, gue jadi pengin membaca buku The Terracotta Army dan beberapa novel karya Mo Yan, Amy Tan, dan Lisa See yang masih ada di rak.
Nostalgia kisah cinta semusim lalu bagi Lisa dimulai sejak kedatangan pertamanya ke Beijing, membawa rasa duka yang atas ketiadaan ibunya yang masih belum sepenuhnya pergi. Namun keluarga ayahnya yang baru di Beijing telah menunggunya, setelah sekian lama Lisa tak pernah lagi bertemu ayahnya akibat perceraian antara ayah dan ibunya.
Tidak mudah memulai hidup yang "baru" di Beijing bersama keluarga "baru" yang masih terasa asing baginya, tapi juga tidak disangka oleh Lisa bahwa ia diharapkan untuk sebuah tanggung jawab besar. Ayah lisa mengharapkan Lisa dapat meneruskan eksistensi Restoran Shan yang telah sedari dulu dikelola ayahnya. Lisa otomatis diharapkan untuk bisa memasak dengan baik; mengurus dapur, padahal selama ini Lisa tidak pernah diajari memasak.
Suasana "asing" yang dirasakan Lisa berhasil dinarasikan dengan atmosfir yang "terasa" - sendu tapi hangat, sepertinya gaya menulis kak Riawani cocok sekali untuk menggambarkan perasaan Lisa. Sebagai pembaca, saya cukup dapat membayangkan posisi Lisa yang berada di negeri asing, di tengah keluarga asing meskipun itu keluarga ayahnya sendiri. Bahkan dengan ayahnya sendiri terasa asing, canggung, dan "kaku" setelah lamanya mereka tidak pernah bertemu.
Meskipun memang ingin bisa memasak, "keharusan" Lisa untuk belajar memasak mengikuti "arahan" ayahnya terasa lebih berat karena harapan yang ditumpukan ayahnya, padahal diam-diam Lisa memendam keinginan untuk melanjutkan studi di perguruan tinggi. Namun Lisa tidak punya banyak pilihan, ia adalah satu-satunya yang bisa diharapkan untuk meneruskan Restoran Shan.
"Keyakinanku dan keinginanmu. Itu sudah cukup. Tinggal lagi bagaimana kamu membuktikan bahwa kamu benar-benar ingin belajar."
Kerja keras Lisa untuk dapat belajar memasak dengan baik memang tidak mudah, namun Lisa ternyata memiliki keinginan yang kuat serta dukungan yang ternyata cukup didapatnya, terutama dengan keberadaan Daniel, salah satu koki "senior" di restoran ayahnya. Perlu dicatat di sini bahwa buat saya karakter Lisa juga cukup berhasil digambarkan kualitas-kualitas ketekunan dan kerja kerasnya oleh kak Riawani, sehingga karakter Lisa pun terasa cukup kuat juga kesannya dibandingkan dengan tokoh utama perempuan lain yang pernah saya baca dan saya ingat waktu lagi baca #... Otomatis, ya, antara lain saya jadi membandingkan dengan karakter Aline di STPC Paris yang belum lama saya baca, dan saya jauh lebih suka karakter Lisa daripada Aline ;).
"Kesetiaan tetap membutuhkan kerikil, bukan? Agar kita tahu apakah karena satu kerikil itu, bisa menghancurkan kesetiaan yang sudah dipupuk bertahun-tahun."
adalah quotation favoritku di novel ini.
Bagaimana Daniel tidak mengatakan "wo ai ni" pada Lisa malam festival itu tetapi justru memberikan cincin safir.
adalah bagian favoritku di novel ini. Kapan lagi aku bisa membaca cerita dengan peristiwa 'penembakan' tanpa embel-embel "aku cinta kamu", "aku sayang kamu", atau "aku suka kamu"? Tentunya jarang, banget.
Lalu kenapa aku kasih bintang empat dari lima?
Satu bintang yang hilang merepresentasikan typo yang cukup banyak di dalam bukunya. Pengarang dan editor memang manusia, tetapi menurutku kesalahan seperti itu harusnya diminimalisasi. Memang gak begitu mengganggu, tetapi yang namanya typo tetap saja kurang enak dipandang mata.
Satu bintang pertama merepresentasikan kesukaanku terhadap deskripsi-deskripsi memukaunya, terutama bagian danau di balik Great Wall, juga tempat yang ditunjukkan Daniel. Deskripsi di bar, restoran, bandara... oke, cukup soal deskripsi. Intinya, deskripsinya bukannya membuatku menguap melainkan justru membuatku semangat baca. K-E-R-E-N~
Satu bintang kedua merepresentasikan rasa sukaku terhadap karakter Lisa dalam novel ini. Lisa... polos, jujur, tapi juga bisa meledak. Aku salut sama jiwa pantangnya menyerahnya, rasa sayangnya sama ayahnya, rasa ibanya sama Hui Ying (aku sempat menemui beberapa "Hui Jing") sampai bikin kue coklat itu, pokoknya hampir semuanya.
Satu bintang ketiga merepresentasikan rasa sukaku terhadap alurnya yang santai. Novelnya tebal, harus aku akui. Tapi dengan tingkat ketebalan itu, kurasa aku puas bacanya karena alurnya gak maksa dan ceritanya gak menggantung.
Satu bintang keempat merepresentasikan rasa sukaku terhadap epilog cerita dalam novel ini. Aku suka bagaimana kekanak-kanakannya ayah Lisa menjelang "kematian"-nya. Mengajak Lisa, Lee, Kie Ce, Hui Ying, bahkan Vivian juga, ke taman untuk menyaksikan kembang api layaknya anak muda? Berharap pada kembang api ter...besar? Itu lucu banget~ dan kerennya, Daniel muncul dan nembak Lisa lagi. OH MY GOOOOD... KENAPA DIA BELA-BELAIN LISA BANGEEEET?! Ah, udahlah. Intinya, aku suka Daniel dan aku suka epilog cerita ini.
I must say that I really like the writing style. It flows smoothly and carries the soft, quiet "wind" or aura throughout the book. I really like Daniel, though. He is the kind of guy that is always gentle, caring, strong, loyal, and more importantly, someone who we can hold on to. I love the way Lisa and him act around each other. Both independent figures,leading strong together. It's just sad that even though in the end they are finally happily reunited again, there is so little time for them before to know each other. I think it's better if the author give more precious moments for both of them. I like Alex too. He is the best friend or sidekick a girl could ask for. For Lisa, well, she should be more certain of her feelings toward Daniel, because I felt like my heart's crushed deep when she rejects his sapphire ring, just as how Dan feels. She should realize it sooner or she may lose him forever (which is fortunately not). For her father and her new family in China, they all seem cold and distant to each other, particularly her step-brothers. Perhaps this is because living there is difficult with high, endless, hard-core life competitions. I don't know. The story is beautiful, and for what is worth, Lisa's personality and love life have the closest bond to mine, so it's more like I read about myself, but this other version of me has a different life and family. Just before I close the book, I looked up and said to myself, "I want more of this."
Wohoo, novel kedua Riawani yang saya baca setelah Yang Kedua. Kalau sebelumnya Ria mengusung tema mengenai musik, kini ia kembali dengan Beijing yang mengusung tema kuliner. Saya selalu menikmati bacaan yang mengusung tema seperti ini karena terus terang saja, makanannya selalu terbayang-bayang dalam ingatan wkwk (Tapi tergantung cara penulisan authornya juga sih hehe) dan Mbak Ria berhasil membuat saya seperti tengah berada di dapur, menghirup aroma sop asparagus (walaupun sejujurnya saya sendiri belum pernah mencicipinya hahaha)
Ditulis menggunakan POV orang pertama tunggal dari pandangan Lisa. Untuk bab awal, narasinya sangat padat sehingga saya merasa seperti tengah membaca sebuah buku diary hehe... saya lebih suka narasi yang balance dengan dialognya sehingga tak membuat jenuh. Namun, walaupun begitu, penggambaran latarnya sangat detil. Saya jadi ingin ke Cina juga, berjalan menyusuri tembok besar Cina hehe...
Seperti telah menjadi ciri khas Mbak Ria, bahasa yang dituliskan sangat indah dan kaya akan pembendaharaan kata. Mudah dipahami dan dangat enak dibaca. Banyak sekali quotes inspiratif di setiap awal bab dan sangat bertebaran kalimat romantis yang menjdikan novel ini terkesan sangat manis :3 Great job ^^
Ceritanya cukup menarik. Alur ceritanya lambat,yang dituturkan dengan sabar dan hati-hati.Sebetulnya deskripsi tentang tempat wisata,peristiwa yang bersetting di Beijing bisa mendukung lebih baik lagi kisahnya, hanya sayangnya kurang terdeskripsikan secara menyeluruh.
Ada banyak pengulangan-pengulangan adegan yang cukup mengganggu saya saat membaca, yaitu saat pembicaraan antara Lisa dengan tokoh Daniel yang selalu diselipkan hadirnya tokoh Yu Zhiwen. Mungkin untuk mendukung terciptanya konflik di antara mereka memang dibutuhkan adegan seperti itu, tapi saya merasa terlalu banyak pengulangan yang sama. Yuzhiwen lagi yu zhiwen lagi..
Tokoh-tokoh figuran lain seperti Felix,atau Tony pun benar-benar dimunculkan hanya untuk melengkapi jalannya cerita yang penyampaiannya kurang halus.
Tentang tokoh Alex juga mirip, dia datang, lalu menghilang kisahnya, untuk kembali lagi demi membuat penasaran Lisa tentang tokoh Daniel.. Saya pikir harusnya tokoh Alex bisa dikonfrontasi lebih baik lagi...
So, bagi anda yang cukup sabar dan tertarik dengan gaya penyampaian yang lambat ini,mungkin buku ini cocok untuk anda..
Kehilangan dapat berubah menjadi berkah. Hanya saja, aku belum mampu melihatnya. Mungkin nanti, di akhir perjalanan ini.
Berawal dari Lisa, yang kehilangan Ibunya gara-gara peristiwa kecelakaan itu, Ia terpaksa mengunjungi Ayahnya di Negri Tirai Bambu yang awalnya belum pernah dikunjungi sama sekali itu. Di sana ia tinggal bersama Ayahnya, Ibu Tirinya, dan saudara-saudara tirinya--Lee, Kie Ce, dan Hui Ying--. Awalnya Lisa ingin hanya kursus bahasa Mandarin di sana, tapi lama-lama ia juga ingin merasakan kuliah seperti teman-temannya, tapi tanpa diduga, Ayahnya tidak mengizinkannya, dan menyuruhnya bekerja di restoran Ayah, sebagai pembuat sup. Otomatis Lisa gelagapan, ia yang semula waktu tinggal bersama Ibunya, sama sekali tidak pernah memasak, sekarang malah disuruh jadi koki pembuat sup, ah ini mala petaka baginya. Tapi di restoran tersebut, ia dikenalkan dengan Daniel, si koki serbabisa. Ia dituntut memerhatikan Daniel ketika memasak, agar ia ikutan bisa. Benih-benih cinta mulailah tumbuh di antara mereka berdua.
Buka ke-3 dari SCTP yang saya punya. well, saya gak berekspetasi tinggi sama novel ini sama sekali tidak. Tapi karena saya juga awam tentang China jadi saya penasaran.
Dari novel SCTP yang saya punya, yang ini berhasil membuat saya senyum senyum sendiri, kenapa? itu karena tingkah laku Lisa dan Daniel setiap mereka bertemu. Dan saya kurang percaya ada orang asli seperti Yu Shinwen, bukannya zaman sekarang orang lebih terlihat muka dua untuk mendapat perhatian? ok skip.
Dan setiap ada novel menyangkut tentang "ayah" pasti saya langsung emosional berlebihan. Makanya, saat di akhir-akhir cerita saya takut sekali ada sesuatu yang terjadi sama ayah Lisa. Tapi di akhir ternyata di bungkus dengan rapi dan manis.
Ngomongin novel ini, alurnya sangat pelaaaaan sekali. terlalu banyak ucapan dari hati daripada mulut itu sendiri yang kadang membuat saya jenuh. Kata-katanya juga bagus tapi biasa saja. Sebenarnya novel ini sangat sederhana tapi cukup membuat saya terhibur
Akhir-akhir ini saya sedang malas sekali berpanjang-lebar. Mari saya catatkan poin-poin keluhan saja:
1. Alurnya lambat. Sudah lambat, flat pula. Barangkali karena gejolak-gejolak yang seharusnya menjadi "kembang api" cerita diramu penulis dalam narasi-narasi Lisa dan bukannya aksi, sehingga terkesan pasif dan flat. 2. Latar kurang porsi deskripsi. Hanya tempat wisata yang dibahas, dan lingkungan sekitar Restoran Shan dan rumah Lisa. Mungkin karena Lisa sendiri jarang bepergian, ya. Sayang sekali. 3. Peran Alex benar-benar nanggung. Ke mana dia saat Lisa dan Daniel tengah berkonflik? Sibuk? Halah. 4. Romance-nya LisaXDaniel juga kurang greget. Gak ada adegan-adegan manis yang bisa bikin cewe-cewe ber-"kya kyaa" sambil tersipu-sipu. 5. Ending-nya... sesuatu banget. Saya agak terusik oleh kemunculan Daniel yang terlalu, TERLALU tiba-tiba.
First Time In Beijing adalah sebuah novel yang bersetting di negeri tirai bambu, Cina. Tentang gejolak kehidupan seorang gadis bernama Lisa, peranakan Cina-Indonesia yang tiba-tiba mengalami perubahan drastis dalam hidupnya. Setelah ibunya meninggal, Lisa 'terpaksa' hidup dengan ayah kandung yang tidak dijumpainya selama 12 tahun. Lisa hidup dengan keluarga baru ayahnya di Cina.
Kehidupan Lisa seperti dijungkirbalikan, dia dipaksa mempelajari membuat sup di restoran ayahnya, padahal ia sama sekali tidak bisa masak. Pergelutannya di dapur restauran mengantarkannya pada labirin rasa yang tidak biasa terhadap rekannya. Kisah hidup yang mengandung banyak filosofi hidup khas tiongkok yang diselipi kisah manis romansa tukang masak ada di novel First Time In Beijing
Well, aku suka banget sama harmonisasi ceritanya, tentang Beijingnya, tentang dapur dan relationship antara Lisa dan Daniel (FYI, entah kenapa aku langsung memvisualisasikan Daniel serupa kayak Chef Juna), tentang apa-apa yang terjadi, ah, aku juga suka dengan covernya. Tapi, cover STPC mana sih yang nggak aku suka? :D
Setelah STPC sebelumnya cuma menarik hati sebesar 3 bintang, entah kenapa cerita masak-masakan di Beijing ini menyentuh sekali :')
Dan quote favorit aku disini adalah "Tak akan lagi kamu temui yang benar-benar gratis di dunia ini. Tidak juga perasan."
aaaa finally I've been read it!!! aah gila!! perlu 2 bulan baca ini? gila!! sepertinya ini novel pertama yang gue baca selama ini (kecuali novel sastra atau motivasi). serial setiap tempat punya cerita memang selalu punya hal yang menjadikan novel-novelnya menarik. bukan hanya dari tempat tapi juga profesi unik yang selalu membuat gue ingin membaca semua serial setiap tempat punya cerita first time in Beijing, dengan kisah unik tentang Lisa dan Daniel membawa gue benar-benar melihat mereka memasak. ah udah deh intinya ini novel bagus.
Ini novel pertama karya Riawani Elyta yang saya baca.
Dan dalam sekejap saya sudah dibawa ke Beijing. Saya diperkenalkan dengan Lisa yang katanya telah jatuh cinta dengan laki-laki yang memiliki aroma rempah-rempah sup hasil racikan tangannya.
Bagaimana hati Lisa menjadi bimbang ketika sosok laki-laki lain-Alex, ikut hadir di dalam hidupnya di kota terlarang tersebut.
Di novel ini, kita diajak untuk lebih mendengarkan kata hati terlebih dahulu. Yakinlah, hati tidak pernah berdusta.
Cerita lumayan bagus.. cuman banyak kesalahan dalam penggunaan pinyin. Contoh 'jui pin ni' yang seharusnya ditulis 'shui bian ni' yang artinya terserah. Terkadang penulis menggunakan cara baca, terkadang menggunakan pinyin. Tidak konsisten jadinya..
Beijing melengkapi koleksi setiap tempat punya cerita ku. so far udah baca semuanya, dan Beijing jadi salah satu STPC favoritku yg diterbitkan oleh bukune. tentunya setelah Barcelona dan Swiss.