Massimo Sukarno Rozzoni, pesepakbola blasteran Jawa Tengah-Italia, masuk program naturalisasi, menjadi WNI, dan menjadi pemain utama tim nasional Indonesia. Sikap baik dan wajah tampan membuatnya menjadi idola baru. Denisa Sridevi Suharyo, wartawan tabloid Lady yang hobi narsis di media sosial, terpaksa meliput Massimo karena penugasan, padahal tidak mengerti dan sama sekali tidak tertarik dengan dunia sepak bola.
Kebersamaan Denisa dan Massimo terus terjalin hingga keduanya sama-sama jatuh cinta. Denisa tahu kode etik wartawan: Jangan ada hubungan percintaan dengan narasumber. Tapi, bisakah Denisa melepaskan Massimo?
Pendosa adalah novel perdana Esi Lahur yang memiliki nama asli Maria Theresia Lahur. Novel ini terinspirasi dari pengalaman hidup penulis yang pernah menempuh SMA di Blitar, tinggal di asrama yang dikelola suster Katolik, dan mengalami masa kuliah yang kebetulan bertepatan dengan penggulingan Orde Baru.
Lahir di Jakarta, 3 Oktober 1977, Esi adalah sarjana antropologi FISIP Universitas Indonesia (2001) yang kini bekerja sebagai wartawan di Tabloid Olahraga BOLA.
Ketertarikan Esi pada dunia tulis-menulis sudah muncul sejak kecil. Waktu SD, pernah menulis di majalah Paroki Kristus Salvator, Petamburan, Jakarta, yang bernama Tambur.
Saat kuliah, Esi mengikuti mata kuliah Penulisan Populer dengan dosen Ismail Marahimin yang membuatnya gemar menulis cerpen. Pengaruh mengikuti mata kuliah itu besar bagi Esi, karena cerpen pertama yang dikirimnya ke majalah Femina, Pengantinku menjadi juara pertama Sayembara Mengarang Cerpen Femina 2000. Sejak itu sejumlah cerpennya dimuat di majalah Femina dan Bobo.
Kegemaran melakukan perjalanan ke sejumlah daerah di Indonesia digabungkan dengan kesenangan menulis menghasilkan novel Pendosa.
3.5* sih sebenarnya, tapi krn lg baik dibuletin deh jadi 4 :D Buku-buku spt ini yang bikin saya suka genre metropop. Konfliknya sederhana & ga bertele-tele spt soap opera, karakter2nya yg modern & cerita cinta yang manis. Makes me feel that fairy tales do exist. Amazed aja pas nyaksiin gimana Massimo yang pesepakbola terkenal bisa jatuh cinta sm Denisa dengan segala kesederhanaannya & kejujurannya. Perjalanan mereka ke Flores juga bikin saya pgn banget kesitu. Awalnya Denisa agak terkesan ga setia karena gampang berpaling hati dari Nigo ke Massimo yang jelas lebih segala2nya, tapi yah realistis aja, dengan penghasilan ga tetap & masa depan ga jelas, mau dibawa kemana hubungannya dengan Denisa? Jujur saya agak kecewa krn Massimo segitu gampangnya takluk sm apa yang Dora tawarkan, tp yah namanya manusia ga ada yg perfect. Sempet annoyed juga sama Dora yang agak matre & sok high-class, untungnya penulis ga ngubah dia jadi sosok villain yang membalas dendam pada Denisa. Agak kasian juga sm Dora yang jadi korban kekerasan. Massimo juga ga lama2 ngejauhin Denisa. Kisah ini pun ditutup dengan indah. All in all, sbenernya crtnya ini bs dibilang romance biasa, tapi kepiawaian penulis yang membuat saya betah baca ceritanya & juga buku ini ga berlebihan. Ga berlebihan manisnya, konfliknya maupun endingnya. Jadi saya rasa ga berlebihan juga kalo saya kasi 3.5* buat cerita ini.
Ini adalah buku ke-2 dari Esi Lahur yang saya baca setelah buku Izinkan Aku Mencintaimu. Dan yang ini jauh lebih bagus menurut saya. Ceritanya runtut, dan mengalir dengan baik.
Denisa adalah seorang wartawan di sebuah tabloid wanita. Biasanya dia ditugaskan meliput kejadian-kejadian sosial yang terjadi di masyarakat, baik itu berupa bencana, kecelakaan dan hal-hal yang menarik perhatian publik lainnya. Denisa kurang suka jika harus meliput selebriti, artis atau orang-orang terkenal jika itu berkaitan dengan gosip. Suatu waktu dia diminta meliput seorang pemain sepakbola naturalisasi, keturunan Indonesia-Italia, bernama Massimo Rozzoni. Ternyata Denisa dan Yori (fotografer-nya) berkesempatan ikut berlibur dengan Massimo ke Ambarawa.
Tidak sulit untuk tertarik dengan cowok blasteran itu. Namun Denisa sudah punya kekasih bernama Nigo, yang seorang aktivis HAM (kalau kata Yori mas-mas tukang demo). Hanya saja, idealisme Nigo seringkali membuat Denisa jengah. Apalagi jika menyangkut masalah keuangan. Nigo banyak menghabiskan uangnya yang tidak seberapa untuk membantu buruh-buruh atau mengadakan sosialisasi. Denisa tidak bisa membayangkan masa depannya bersama Nigo. Hingga akhirnya hubungan mereka harus berakhir. Lantas apakah sekarang Denisa bisa berpaling ke Massimo? Nggak juga...Denisa nggak segampang itu. Lagian dia tidak yakin bagaimana perasaan Massimo kepadanya.
Bisa dibilang alur cerita tentang hubungan antara Denisa dan Massimo ini terasa lambat dan chemistry-nya berasa kurang, tapi saya bisa menikmati ceritanya. Bagaimana Massimo harus berurusan dengan segala kontrak, seorang model yang tergila-gila padanya, dan kesibukannya sebagai atlit. Di sisi lain Massimo berusaha meyakinkan dirinya sendiri kalau dia menyukai Denisa. Denisa pun begitu...dia sadar diri kalau dia tidak sebanding dengan orang terkenal seperti Massimo, sehingga Denisa memilih lebih sering menghindar. Menarik juga membaca seluk beluk kegiatan seorang wartawan dan pemain sepakbola naturalisasi.
Ceritanya asik tentang seorang wartawan yg harus meliput pemain bola naturalisasi dari Italia, dia yg awalnya melakukan tugas dengan tidak bersemangat menjadi jatuh cinta dg pemain bola tsb. Ceritanya mengalir enak di Baca
Novel ini sederhana dan khas romance biasa, yang membuat berbeda adalah profesi para tokoh. Kalau melihat seorang pesebakbola pacaran dengan artis/model itu sudah biasa, tetapi kalau dengan wartawati mungkin agak berbeda lagi.
Ini tentang kisah Massimo, pesebakbola asal Italia yang telah melakukan naturalisasi di Indonesia. Massimo yang tampan dan punya fisik menawan merupakan paket komplit pria pujaan hati wanita. Berawal dari sebuah wawancara sederhana bersama Denisa, wartawati tabloid Lady, hubungan mereka pun perlahan-lahan semakin dekat saja.
Ternyata sosok Massimo benar-benar down to earth, walau memang terkesan cool ternyata Massimo memang seperti apa yang ditunjukkannya selama ini. Dan Denisa pun yang awalnya tidak tahu apa-apa tentang dunia sepakbola menjadi membangun khayalan berpacaran dengan Massimo. Hal yang awalnya hanya iseng tetapi lama-lama Denisa pun mulai tertarik kepada Massimo, apalagi hubungannya dengan Nigo, seorang aktivis sedang tidak baik karena perbedaan prinsip diantara mereka.
Awalnya aku pikir Denisa terkesan gampang banget melupakan Nigo dan beralih ke Massimo, tapi aku bisa mengerti karena bagaimanapun wanita juga butuh kepastian dan rasa nyaman terutama masa depan yang jelas, sedangkan Nigo untuk hidup saja masih susah.
Massimo pun ternyata hanya pria biasa, pria yang terkesan khas bule yang mudah terjerat dengan sosok Dora, model papan atas yang cantik. Walau katanya bukan karena cinta, tetapi Massimo menikmati kebersamaannya termasuk berbagi ranjang dengan Dora.
Konflik yang ditawarkan sederhana, tetapi aku dibuat betah membaca kisah ini. Ringan dan mengalir lancar. Kita akan diajak mengenal sedikit dunia selebritis dan lika liku wartawan, disamping perkembangan kisah cinta Massimo-Denisa.
Denisa adalah seorang wartawan di sebuah perusahaan tabloid. Karena pekerjaannya, Denisa harus terjun langsung ke lapangan untuk meliput berita. Berita yang diliput pun beraneka ragam, mulai dari berita kecelakaan, bencana alam, dan lainnya. Denisa sendiri memiliki seorang pacar bernama Nigo yang adalah seorang aktivis hak buruh yang tidak punya pekerjaan tetap. Tujuannya baik, untuk membantu menyuarakan hak - hak masyarakat kecil. Akan tetapi tak jarang karena aktivitas yang tidak kenal waktu dan tempat itu menjadi hal yang membuat mereka bertengkar.
Tak jarang pula Nigo meminjam uang kepada Denisa entah itu untuk keperluan pribadi maupun untuk aktivitas sosialnya. Denisa sadar betul bahwa penghasilannya jauh diatas Nigo. Mereka pun bukan pasangan baru, sudah lima tahun lamanya mereka berpacaran, tapi belum ada tanda - tanda Nigo ingin melamarnya. Boro - boro melamar, untuk makan saja terkadang susah.
"Nigo, aku mengumpulkan uang untuk beli rumah, mobil, dan kebutuhanku, atau untuk biaya menikah, bukan untuk membiayai buruh. Aku kekasihmu, bukan lembaga sosial." hahahaha GOOD JOB GIRL!
Sebenarnya dasar alur cerita ini sudah bagus hanya saja kurang dikembangkan lagi karena saya masih kurang mendapat feel cerita roman yang "greget" dan "antimainstream". Alasan-alasan mengapa Nassimo bisa suka dengan Denisa masih kurang banyak dijelaskan, konflik antara kedua tokoh utama tersebut seperti disembunyikan oleh penulis sehingga feel cerita romansa nya hanya terkesan "biasa" saja.
Mungkin akan lebih bagus lagi bila konflik antara Massimo, Denisa dan Dora dapat dikembangakan lebih dalam. Tapi bukan berarti tokoh Dora juga mendapat bagian penting dalam isi cerita disini. Saya rasa penempatan tokoh Dora dan konflik hubungannya dengan lelaki kaya yang melakukan tindak kekerasan tidak terlalu bagus dimasukkan dan dilibatkan dengan konflik tokoh utama.
Selain itu di beberapa chapter juga ada bagian yang menurut saya jalan ceritanya seperti terlalu dipaksakan untuk ada. Serta masih adanya kesalahan penulisan kata/kalimat yang terbalik dan membingungkan pembaca.
Buku pertama Esi Lahur yg saya baca. Entah emang saya telat baca, atau cara berceritanya kurang cocok buat saya.
Sepanjang buku saya berdecak-decak jengkel. Kayaknya Denisa yang katanya wartawan peliput tragedi itu terlalu polos, atasannya juga terlalu lugu (tidak banyak ditampilkan), tapi dinamika kerja jurnalistiknya nggak saya rasakan. Nggak ada emosi terlukis dalam pikiran atau ujaran Denisa sepanjang kerjanya, karena mbak penulisnya hanya menampilkan deskripsi kegiatannya.
Bahwa seorang Massimo dinaturalisasi jadi WNI pun tak tampak dinamikanya. Padahal saya tertarik kalau-kalau ada kegalauan emosional seorang olahragawan yg pindah nasionalisme bukan karena cinta tanah air.
Ya sudahlah. Ini cuma kisah cinta warga perkotaan aja, kok. Kebetulan saja tokohnya pesepakbola ganteng dan wartawan yg desk liputannya nyasar.
Bukunya bisa dinikmati dengan baik. Konfliknya ringan. Bumbunya pas. Aku pribadi lebih menikmati buku kayak gini yang masih make sense. Pemilihan katanya juga gak boros. Termasuk buku yang masih ada kemungkinan bakal aku baca lagi karena isinya gak terlalu maksa dan gak bikin sakit kepala.
Seorang wartawan yang jatuh cinta dengan narasumbernya.
Denisa tidak menyukai sepak bola, tetapi dia ditugaskan mewawancarai kehidupan pribadi Massimo, blasteran Indonesia-Italia yang baru saja dinaturalisasi. Pertemuan pun semakin berlanjut, padahal Denisa masih memiliki Nigo, seorang aktivis hak buruh.
Ceritanya simple dan menarik, Denisa yang sangat menjaga kode etik pekerjaannya, dan Massimo yang memusatkan perhatiannya pada sepak bola.
Tunggu bentar.. Masalahnya ini beneran rada lupa sama ceritanya. Padahal baru aja selesai dibaca kemaren :'( Nnggggg -__-
Ohh iyaaa..
Massimo pesepak bola terkenal di Indonesia. Tampan, baik, ramah sama siapa aja. Sampai dia bertemu dengan Denisa, wartawan dari majalah gosip yang lumayan oke. Hari demi hari mereka lalui bersama, sampai akhirnya rasa cinta itu mulai timbul. Hanya aja memang keduanya agak ragu untuk menyatakan cintanya.
Denisa, yang saat itu masih berpacaran dengan Nigo, pengangguran, yang kerjanya hanya demo dan demo. Sedangkan Massimo, dia harus dipasangkan dengan Dora, model terkenal agar karir keduanya bisa melonjak.
Intinya mah ya, si Denisa ini gk bakal nyangka kalau cowok seterkenal Massimo mau sama dirinya yang cuma biasa aja. Ya ini mah sama aja kya pengusaha kaya jatuh cinta sama cewe biasa2 aja sih. Cuma ya namanya cerita pasti ada bedanya kan di tiap penulis.
Sebenernya gue menikmati baca ini, kalimatnya gk berat ya, dan gk bosenin juga. Tapi entah kenapa seperti ada yang kurang. Well, gue malah berharap kalau kisah Yori, photographer yang adalah teman Denisa ini dibikinin novel juga :p
Can't Let Go adalah buku Esi Lahur yang pertama kali saya baca. Tertarik membaca buku ini karena premisnya yang nggak biasa, dengan tokoh utama wartawan dan pesepakbola, meskipun sebetulnya konflik yang diangkat sih sederhana.
Sebetulnya gaya menulis Esi Lahur sudah enak untuk diikuti, namun rasanya di bagian awal ceritanya sedikit lambat. Bab-bab awal rasanya malahan bisa dipangkas saja biar lebih seru, imo. Terus nggak tahu kenapa, saya kurang simpatis dengan tokoh-tokohnya. Rasanya chemistry diantara keduanya kurang greget, deh.
ceritanya ringan ga terlalu melodrama.. karena si tokoh utamanya seorang wartawan biasa dan bukan kalangan jetset khas metropop.. maka tidak banyak ditemukan narasi yang menyebutkan barang2 mewah khas metropop yg belebihan..
tapi banyak banget typo disini.. terutama beberapa typo penulisan nama karakter utama.. masimo ditulis Jaspn ( siapa jason???).. dan saat liburan ke flores.. disebut Masimo dan Dora...
Aku suka ceritanya, suka covernya yang berwarna lembut itu, suka Denisa, suka Massimo meski rada gimana pas dia deket sama Dora... tapi yah, namanya juga bule... sayangnya, aku nggak terlalu enjoy dengan cara berceritanya.
Sepanjang baca novel ini, kebayangnya si Massimo itu Diego Michiels. Tapi sama sekali ngga ngebayangin Nikita sih yang jadi Denisa. Bhahahahah... Di beberapa bagian alurnya terasa lambat, jadi " sat set" baca sekilas aja. Tapi secara keseluruhan sih asyik. Bisa dinikmati
Serasa baca ulang Cinderella Batavia, hanya saja jika di CB kisahnya antara wartawati tabloid olahraga dan aktor, yang ini antara Wartawati tabloid hiburan dengan pemain sepakbola.
Cerita romance-nya sukaa bangett. Beda dari pada yg lain, apalagi dengan profesi tokohnya. Pesepak Bola dengan Wartawan cantik... Interaksi kedua tokohnya pun nggak ngebosenin.. Apalagi gambaran profesi wartawannya yg dibuat mupeng (dengan jalan2 nya, krn ngeliput ke luar kota).
Alur ceritanya jelas dan menghibur, ditambah dengan sedikit tentang cuplikan Cinderella sindrom-nya membuat novel ini semakin menarikdan cocok untuk di baca di waktu santai dan senggang.