Jump to ratings and reviews
Rate this book

Indonesia Menggugat: Pembelaan Bung Karno dimuka Hakim Kolonial

Rate this book
English (translation)

183 pages, Paperback

First published January 1, 1951

56 people are currently reading
1144 people want to read

About the author

Sukarno

70 books149 followers

Ratings & Reviews

What do you think?
Rate this book

Friends & Following

Create a free account to discover what your friends think of this book!

Community Reviews

5 stars
216 (55%)
4 stars
99 (25%)
3 stars
44 (11%)
2 stars
16 (4%)
1 star
12 (3%)
Displaying 1 - 27 of 27 reviews
Profile Image for Arief Bakhtiar D..
134 reviews82 followers
April 23, 2018
SISELIA

DI bulan April 1955, saat membuka Konferensi Asia-Afrika, Bung Karno sempat berkisah tentang seseorang yang mengendarai kuda tengah malam. Lelaki pemberani itu, Paul Renes England, “tepat 118 tahun yang lalu” melalui distrik New England untuk memberitahukan tentang kedatangan pasukan-pasukan Inggris. Yang terjadi setelah itu: “Perang Kemerdekaan Amerika, perang anti-kolonial yang untuk pertama kali dalam sejarah mencapai kemenangan.”
Ada kutipan puisi Longfellow yang dibacakan Bung Karno untuk kisah ini:

a cry of defiance and not of fear
a voice of darkness
a knock at the door
and a word that shall echo for evermore…


10 tahun setelah proklamasi, cerita itu bagus buat mengenang perjuangan—kemerdekaan yang telah lama diteriakkan di zaman kolonial Hindia-Belanda. Tapi sebelum merdeka ramalan tentang tentang Indonesia tidak melulu optimisme berapi-api.

Dalam buku cetak Indonesia Menggugat halaman 28 kita bisa mengetahui ramalan sejarah—dan memahami mengapa pertanyaan di awal karangan ini mungkin ada jawabnya, mungkin penting dijawab. Sebab, seperti kita baca, pada Desember 1929 Bung Karno meramal akan adanya Perang Pasifik. Ramalan itu menentang ilusi-ilusi pemimpin Indonesia saat itu yang menganggap Jepang akan jadi hero: “suatu barang bohong, suatu barang justa, suatu impian kosong, bagi nasionalis-nasionalis kolot, yang mengira Jepang lah yang akan membentak imperialisme Barat dengan dengungan suara: “Berhenti!” Bukan membentak berhenti, tetapi dia sendirilah yang akan menjadi belorong imperialisme yang angkara murka. Dia sendirilah yang ikut menjadi hantu yang mengancam keselamatan negeri Tiongkok.”

Memang ramalan itu terbukti. Bertahun-tahun kemudian Jepang, “belorong imperialisme” yang disebut Bung Karno itu, melakukan “perang tanding di dalam perang Pasifik”, bertempur “maha hebat dengan belorong-belorong Amerika Serikat dan Inggris”.

Tapi sebenarnya tak hanya itu.

Pada tahun 1931, Bung Karno meramal pula tentang kekayaan tambang Indonesia yang akan musnah dirampok pengusaha-pengusaha tambang swasta, “mijnberdrijven partikelir”. Kekayaan itu “musnah”—selalu ada penekanan dalam kata “musnah” di sana, di mana Bung Karno mengatakannnya berulang-ulang—dan “masuk ke dalam kantong beberapa pemegang andil belaka”. Orang-orang Indonesia hanya dimanfaatkan oleh kaum modal partikelir. Sebab, ada pandangan bahwa tenaga produksi dan rendahnya tingkat pergaulan bangsa Indonesia hanya cakap buat menjadikannya buruh-buruh.

Barangkali yang menarik bagi kita di zaman ini adalah pertanyaan Bung Karno setelah itu, “Siapakah nanti yang bisa mengembalikan lagi kekayaan-kekayaan tambang itu?” Bung Karno terasa pesimis: dua kali kita membaca kalimat berturut-turut yang mirip-mirip untuk penegasan bahwa “musnahlah kekayaan itu buat selama-lamanya”. Dan terasa pula dalam kalimatnya itu suatu tantangan bagi kita yang masih hidup dalam sejarah dan masih membacanya dengan tekun: apakah kita?

Kekhawatirannya itu kini takselesai. Kata-kata “buat selama-lamanya” rasanya kekal. Dan orang-orang Indonesia yang disebut banyak menjadi buruh itu, seperti di Mesuji, setelah bertahun-tahun lamanya agaknya lelah. Tapi bukan hanya buruh di Mesuji, melainkan rakyat, semua yang terbiasa tertindas, kini waswas—dan mencoba berontak.

Di Indonesia pandangan analitis diperkenalkan Profesor Wertheim dalam Elite Perception and The Masses dengan konsep “sosiologi ketidaktahuan” (sociology of ignorance). Pengabaian elit atas buruh sebagai massa rakyat bisa jadi berawal dari “ketidakingintahuan” elit dan karakterisasi dari dua kelompok yang hidup terpisah. Contoh ekstrim diambil Wertheim dari buku Deep South yang terbit pada tahun 1941: para penduduk urban berkulit putih “Old City” melakukan karakterisasi, yang pada akhirnya nanti disebut “represi terhadap suatu realitas sosial”, tentang massa sebagai no count lot atau “tidak perlu dihitung”. Ia juga mencoba mengutip Brecht dalam Opera Pengemis:

beberapa orang ada di dalam kegelapan
sementara beberapa lainnya di tempat yang terang
orang tentu melihat mereka yang ada di tempat terang
sedangkan mereka yang di kegelapan tetap tak terlihat


Orang di tempat yang terang, para elit, tak bisa atau tak mau melihat mereka yang ada di kegelapan. Akibat dari sosiologi ketidaktahuan itu adalah terlantarnya para buruh, sementara para elit sibuk memikirkan perut sendiri. Barangkali kita bisa merunutnya dari cara-cara Orde Baru. Wilbert Moore dan Melvin Tumin dalam Some Social Functions of Ignorance menyebutkan, sebagaimana dikutip Wertheim, ada ketidaktahuan yang disengaja dan diciptakan untuk fungsi positif: mempertahankan suatu masyarakat yang stabil dengan cara “perahasiaan” atau “monopoli pengetahuan”.

Saya teringat pemberontakan buruh tenun di Provinsi Silesia, di Prusia tahun 1844. Waktu itu buruh-buruh Eropa gelisah, salah satunya disebabkan penemuan teknologi baru di bidang tekstil yang membuat pekerja tradisional terancam menganggur. Para buruh di daerah pegunungan itu mengobrak-abrik pabrik, merusak peralatan, menyerang rumah para pemilik. Segera Raja Frederick Wilhelm IV memerintahkan tentara menindak. Dua belas pekerja tewas tertembak.

Marx pada Agustus tahun yang sama menulis sebuah artikel di Vörwarts mengomentari tragedi Siselia. Menurutnya Negara, sebagaimana yang diyakini Hegel merupakan pengejawantahan rasionalitas dan kebebasan, tak mampu menjadi pengayom yang rasional dan menjaga kebebasan. Emansipasi politik ternyata tak cukup. Apa yang dilihat Marx adalah sebuah pertentangan antara kebebasan dan keadilan untuk semua orang—suatu posisi filsafat Hegel yang dominan di Prusia masa itu—melawan kebutuhan ekonomi yang mementingkan diri sendiri.

Di Mesuji dengan pedih kita seperti menyaksikan kembali dunia yang, tulis Marx, ”terpecah belah berhadapan dengan sebuah filsafat total”.
Profile Image for Nanto.
702 reviews102 followers
wishlist-‎a-k-a-buku-buruan
January 13, 2009
Boekoe ini dan naskah Soewardi Soerjaningrat jang berdjoedoel als ijk een nederlander was sudah lama saija tjari. namoen om google poen beloem memberikan tjahaja terang di mana naskah itu berada.

Saija koetipkan dari wikipedia, dengan tidak oesah dioebah itoe edjaan tjape saija nantinja. Lagi poen ini naskah ditoelis dalam bahasa belanda jang kemoedian diterdjemahkan oleh Abdoel Moeis (AFAIK).

Sekiranya aku seorang Belanda, aku tidak akan menyelenggarakan pesta-pesta kemerdekaan di negeri yang telah kita rampas sendiri kemerdekaannya. Sejajar dengan jalan pikiran itu, bukan saja tidak adil, tetapi juga tidak pantas untuk menyuruh si inlander memberikan sumbangan untuk dana perayaan itu. Ide untuk menyelenggaraan perayaan itu saja sudah menghina mereka, dan sekarang kita keruk pula kantongnya. Ayo teruskan saja penghinaan lahir dan batin itu! Kalau aku seorang Belanda, hal yang terutama menyinggung perasaanku dan kawan-kawan sebangsaku ialah kenyataan bahwa inlander diharuskan ikut mengongkosi suatu kegiatan yang tidak ada kepentingan sedikit pun baginya

barang kali khalayak gooreaders bisa memberi saija petoendjoek dimana naskah penting itoe bisa saija dapatken.

semoga boedi toean dan poean jang memperhatikan seroean saija ini diberikan tempat moelia dalam tjatatan malaikat dalam boekoe kebaikan.

Nant'S -
Profile Image for Fibrina  Damayanthi.
121 reviews2 followers
October 13, 2007
buku dengan bahasan yg sulit mengingat bahasa Indonesia yg digunakan adalah bahasa tahun 1930-an dan tentang politik pula
Profile Image for Nadia.
27 reviews
April 2, 2020
Indonesia Menggugat menggambarkan kondisi imperialisme tua dan imperialisme modern yang telah bercokol begitu lama telah menciptakan kepercayaan adanya 'mission sacree' yang dibawa oleh Belanda kepada masyarakat bumiputera kala itu. 'Mission sacree' ini kemudian menjelma menjadi pelemahan-pelemahan, ketakutan-ketakutan dan pembodohan-pembodohan yang mengungkung kaum-kaum kecil bumiputera, sehingga rela untuk tetap ditindas dan diperdaya demi kepentingan rezeki kaum imperial Belanda. Soekarno melalui Partai Nasional Indonesia, menyadari bahwa keberadaan imperialisme perlu dilawan dengan nilai-nilai nasionalisme yang bersumber pada kromoisme dan marhaenisme, yaitu pandangan-pandangan hidup kaum-kaum petani kecil, kaum-kaum buruh kecil, kaum-kaum nelayan kecil, seluruh masyarakat kecil di Hindia Belanda. Meskipun pledoi ini tidak berhasil melepaskan Soekarno dari dekaman jeruji Sukamiskin, pledoi ini jelas berhasil menggambarkan tirani dan kesukaran hidup atas keberadaan imperialisme yang menjadi sejarah kelam bangsa Indonesia.
Profile Image for Dewa Api.
1 review1 follower
January 7, 2012
buku yang menarik. dibacakan ketika diadili di landraad bandung. menarik karena terus kontekstual dengan kondisi Indonesia. Yang perlu diingat, kolonialisme itu tidak hanya dari bangsa asing tetapi juga dari bangsa sendiri.
Profile Image for Anjar Priandoyo.
312 reviews16 followers
November 23, 2018
This book (collection of speech) written in 1930 by Sukarno, originally a defense speech (pledoi) during his trial on 18 August 1930, its continuation of his arrest that beginning on 29 December 1929. This event is a turning point in Sukarno career, which makes him very popular. Sukarno is found guilty and sentenced four year, which due to strong pressure in the Netherlands and Dutch East Indies, he only serves one year and released on 31 December 1931. This book has five chapter (1) Imperialism (2) Imperialism in Indonesia (3) Indonesia Movement (4) Indonesia National Party. (5) Violation Article 153 and 169 defense.

Introduction Chapter
In this section, Sukarno argues that he is not guilty. He said that this trial is a political process, and he has political believe (ideology), he wants the judge to be fair, not use an elastic interpretation of the law, and should not be subjective. The reason he doing this is that so many bad things that native Indonesian (rakyat) experiences, which according to Sukarno is due to imperialism.

Ch 1 Imperialism
Sukarno said that he does not agree with the accusation of anti-capitalism (Netherlander) and anti-imperialism (Netherland Government), he argues basically that capitalism/imperialism is a "concept" a bad concept that is not referred to his accusation, similar with anti excessive capital accumulation. It seems he agrees that this bad concept is inevitable.

Ch 2 Imperialism in Indonesia
Sukarno argues by using VOC as his evidence, that VOC brings a hardship for native Indonesia, due to its monopoly system. He argues that 1830 Cultur Stelsel is bad for poor people, and as evidence of old capitalism. He then argues based on modern capitalism 1870, which also the same as the monopoly but more powerful as the ownership of land/capital is more concentrated. He argues the profit of more than 35% from tobacco, kina that has no benefit to poor people. Sukarno thinks that without fair distribution of wealth, people work as modern slavery.

Ch 3 Movement
Short chapter, Sukarno argue that movement like him is inevitable, a messianic (mahdi, heru cokro) that will rise due to hardship.

Ch 4 Indonesia National Party (the longest chapter, around 60-70% book)
This is the controversial part. Sukarno argues that the only solution to this hardship is Indonesian Independence. When Indonesia getting independence, the decision will be made based on national interest, not based on capital owner interest. (I think this part is the most radical thinking of Sukarno). Some highlights:
1. Independence is the only solution
2. All colony wants to get freedom
3. Believe on self-effort (berdikari)
4. Although imperialism coming from the richer/smarter country, independence is the only choice
5. People that not support is because has conflicting interest, self-reliance is a must
6. Classic quotation "Indie is de kurk waarop Nederland drijft, Hindia adalah gabus di atas mana negeri Belanda"
7. Believe in aggressive movement but against nihilism, argue that it is a non-violence movement. This is the controversial part.
8. Want independence, but against violence movement, against revolt against the government. This is the good part, a realistic vision, this is gold, this is good.
9. Again, anti-violence
10. He wants a radical, revolutioner. Sukarno wants a real, direct change.
11. Again, we are anti-violence. Sukarno does not agree with violence accusation.
12. The good part, Sukarno argue that with a sense of nationalism, people will get the benefit, will be a better life.
13. How to have nationalism? romanticism, past glorification.
14. Core problem in imperialism: (1) Divide and rule (2) Morality/Slavery Culture (3) Racism/Inferiority Culture (4) Dependency Culture
15. Marhaenism vs Kromoisme (Borgouise)
18. Again, anti-violence

Chapter 5 Violation Article 153 and 169
Sukarno argues that he did not do any provocation of anti-government. He mentions that he is anti-imperialism/capitalism but did not anti-government. Isme in his argument is a stelsel (system). He did not blame Holland.
12 reviews
August 30, 2021
dalam buku ini kalian akan melihat sisi lain bung karno. Alih alih mendapatkan bahan bacaan yang mengelorakan semangat nasionalisme layaknya suara dan pidato pidato bung karno selama ini. Dihadapan majelis agung bung karno malah menggunakan kalimat kalimat yang sangat empiris, rasional dan sedikit Idealis untuk menjelaskan bagaimana tertindasnya rakya indonesia dengan penjajah. Empirisitas dapat terlihat dari data data dan statistik ekspor yang terlampau besar tapi pemasukan negara dan gaji masyarakat indonesia yang justru semakin mengecil. Rasionalitas terlihat dari bagaimana ia mengungkapkan bagaimana bahwa gaji seharian bekerja diladang hanya bisa untuk membeli makan 1 orang. Para istri harus berjalan KAKI jauh puluhan kilo hanya untuk bekerja diladang tapi sering kali menemui penolakan karena kuota pekerja sudah penuh. Idealisme dapat terlihat dari bagaimana ia menggutip pernyataan pernyataan tokor besar mengenai kekejaman imperialisme, Kata favorit saya dalam buku ini adalah "kita tendang masuk jurang" kalimat ini menurut saya masih relevan saat ini, untuk kita terapkan kepada koruptor di Indonesia yg kian hari semakin mencekik kita. benarlah saat ini penjajah sudah pergi dari indonesia tapi tetap saja melahirkan raja raja kecil yg kita sebut pemilik modal, oligarki dsb. mereka tak ubahnya kaum feodal dimasa lalu.
Profile Image for leiah jo.
76 reviews1 follower
February 17, 2023
Indonesia Menggugat (Soekarno), buku yang underrated dikalangan Gen Z skrng tp isinya bener-bener WAH!

Buku Indonesia Menggugat berisi ttg pledoi pembelaan Bung Karno saat beliau disidang di Landraad Bandung tahun 1930. Bung Karno dan 3 rekannyq saat itu: Gatot Mangkupraja, Maskun, dan Supriadinata bergabung dlm Perserikatan Nasional Indonesia (PNI) dituduh bakal menggulingkan kekuasaan Hindia Belanda. dari balik penjara Bung Karno menyusun dan menulis sendiri pledoinya yg isinya ngebahas ttg keadaan politik internasional dan kerusakan masyarakat Indonesia di bawah penjajah.
pidato pembelaan tsb kemudian menjadi dokumen politik yg menentang kolonialisme dan imperialisme. 
fyi, buku ini jg udah diterjemahin ke dalam beberapa bahasa asing. salah satunya, dalam bahasa Belanda yang diedit oleh Sutan Sjahrir.

buat manteman yg suka buku dgn bumbu-bumbu politik, ini bisa jadi salah satu pilihan yg bagus!
Profile Image for Awo Nillan.
9 reviews
February 24, 2024


"𝑱𝒂𝒏𝒈𝒂𝒏 𝒍𝒂𝒈𝒊 𝒎𝒂𝒏𝒖𝒔𝒊𝒂, 𝒋𝒂𝒏𝒈𝒂𝒏 𝒍𝒂𝒈𝒊 𝒃𝒂𝒏𝒈𝒔𝒂,- 𝒘𝒂𝒍𝒂𝒖 𝒄𝒂𝒄𝒊𝒏𝒈 𝒑𝒖𝒏 𝒕𝒆𝒏𝒕𝒖 𝒃𝒆𝒓𝒈𝒆𝒓𝒂𝒌 𝒃𝒆𝒓𝒌𝒆𝒍𝒖𝒈𝒆𝒕-𝒃𝒆𝒓𝒌𝒆𝒍𝒖𝒈𝒆𝒕 𝒌𝒂𝒍𝒂𝒖 𝒎𝒆𝒓𝒂𝒔𝒂𝒌𝒂𝒏 𝒔𝒂𝒌𝒊𝒕!"
(hal. 54)

Pidato ini dibaca di pengadilan sebagai pledoi karena dia dan temannya (Gatot Mangkupraja, Maskun, dan Supriadinata) anggota Partai Nasional Indonesia, yang dituduh hendak melakukan tindakan makar.

Tidak heran kalau naskah pidato ini menjadi salah satu naskah penting tentang imprealisme dan kolonialisme. Ada puluhan buku dan pandangan tokoh dunia yang dikutip sebaga rujukan. Mungkin di sini Soekarno mau flexing ke orang Belanda kalo dia cerdas dan baca banyak buku.

Bukan hanya itu, semua ditulis dengan runut dari pangkal sampai ujung. Dimulai dengan penjelasan terkait imperialisme dan kapitalisme. Di bagian berikut dijelaskan lagi bagaimana imperialisme di Indonesia. Dilanjut dengan bagaimana pergerakan di Indonesia. Kemudian soal Partai Nasional Indonesia (PNI), dan diakhiri mengenai Pelanggaran Pasal-pasal 169 dan 153 bis.

Rasanya kapan saja, baca teks pidato ini selalu nyambung saja. Tidak ada kesan bahwa ini akan ketinggalan jaman. Seolah dari masa itu, Soekarno sudah meneropong jauuh ratusan tahun ke depan.
This entire review has been hidden because of spoilers.
Profile Image for Abil Azhar Hasibuan.
11 reviews
June 15, 2025
Banyaknya bahasa Belanda, membikin saya harus keluar masuk google.


Indonesia Menggugat" adalah pidato pembelaan yang dibacakan oleh Soekarno pada tahun 1930 di depan pengadilan kolonial Belanda (Landraad) di Bandung. Pidato ini merupakan bentuk perlawanan intelektual terhadap tuduhan bahwa ia dan beberapa rekannya, yaitu Gatot Mangkoepradja, Maskun, dan Supriadinata, hendak menggulingkan pemerintahan Hindia Belanda. 

Soekarno dalam pidatonya mengecam kondisi politik internasional dan kehancuran masyarakat Indonesia di bawah pemerintahan kolonial.
Ia secara tajam mengkritik sistem kolonialisme dan imperialisme yang diterapkan oleh Belanda.
Pidato ini juga menjadi pernyataan politik yang menentang penindasan dan ketidakadilan yang dialami oleh bangsa Indonesia.
Profile Image for Lilian.
168 reviews11 followers
January 22, 2021
sukarno menyusun pledoi-nya dengan epic. alur logika dan pemilihan diksi yg magis. bahwa pergerakan kemerdekaan timbul karna bumiputra sudah kelewat sengsara di bawah imperialisme model manapun -- dan bukannya akibat hasutan dia atau kaum intelek lain.
Profile Image for Luthfi Ferizqi.
452 reviews13 followers
February 21, 2022
Understanding the language in this book is quite challenging since it is written in the 1930s, but I got the point why Soekarno insists that independence is the only way.
Profile Image for WA.  Prakosa.
106 reviews2 followers
March 3, 2024
Pledoi hebat dari Soekarno yang ditulis sekitar tahun 1930-an. Pledoi ini membahas seputar Kolonialisme, imperialisme, serta azas-azas Partai Nasional Indonesia (PNI).
Profile Image for Ali Yusuf.
28 reviews1 follower
Read
January 11, 2010
Sebuah buku yang berisi pidato Bung Karno (Presiden Pertama RI) di depan hakim kolonial. Isi pidatonya bisa membuat rasa nasionalisme kita membara kembali, meskipun pidatonya berpuluh tahun yang telah lewat.

PS.: Sebenarnya buku yang kubaca tidak memiliki cover sebagus ini, karena buku ini q temukan di antara barang-barang tua milik alm. kakekku. Bukunya jadul buangetsz, ejaan lama, dengan dua kolom tulisan (kiri bhs indonesia tempoe doeloe,kanan dalam bahasa belanda), warnanya sdh coklat BGT (dengan beberapa halaman yg sdh berlubang2 krn diincipi kutu buku).... wis vokoknya jadul,pi mbwt q seneng memilikinya ;)
Profile Image for Vita.
38 reviews5 followers
July 19, 2007
first read it for my blind friend (many thanks, Hendar, for bringing this kind of world to my life!)
start collect new published later on
the moral story: there's nothing could prison our mind to grow everyday... nothing!
Profile Image for Kris Wijoyo.
57 reviews2 followers
August 20, 2007
GW BACA BUKU INI PANJANG BANGET...TAPI INTINYA NI BUKU ADALAH PLEDOI SUKARNO DI DEPAN PENGADILAN BELANDA MENGENAI APA YANG DI PERJUANGKAN//
1 review
Read
December 26, 2009
magnificent,sebuah pembellaan dan pemahaman yang jelas ttg kapitalisme dan imperialisme. The best political book in Indonesia
Profile Image for Bee-Man.
34 reviews5 followers
March 12, 2010
very interesting, nambah pengetahuan & wawasan, lumayan menambah rasa ingin tahu ttg kumplit sejarah Soekarno. Masih banyak untold stories dari sosok Presiden pertama Indonesia ini.
1 review
Want to read
January 8, 2015
i think this book is good because it can make indonesian be spirit
Displaying 1 - 27 of 27 reviews

Can't find what you're looking for?

Get help and learn more about the design.