Mozaik Kehidupan Seperti Apa yang Kau Jalani Sekarang, Saat Aku Tak di Sisimu, Sayang?
Inilah buku yang bertutur secara indah tentang relasi para pecinta yang sedang dirintangi jarak, ruang dan waktu.
Terpisah jarak, ruang dan waktu, mungkin menjadi ujian cinta terberat bagi sepasang kekasih. Lantas bagaimana dengan mereka yang secara nyata hidup terpisah? Terikat pernikahan tapi terbentang jarak di antara mereka.
Cinta dalam bentuk apa yang bisa mereka pertahankan? Dari manakah, dan dengan cara apa mereka dapat saling menguatkan cinta?
Long Distance Love (LDL) menghadirkan beragam mozaik perjalanan mereka yang menjalani hubungan cinta jarak jauh. Suka duka, konflik, keunikan hingga romantisme berbaur menjadi satu. Dan kita pun akan mengerti, bahwa di sinilah rupanya, para pecinta ini menemukan keindahannya.
Endorsement:
"Buku ini tak sekadar 'kaya' karena berbagi perasaan, drama dan tragedi LDL, tapi juga menyampaikan hal-hal ajaib dan menakjubkan secara menyentuh, yang mungkin tak kita sangka dan lebih aneh dari buku fiksi sekalipun. (Ratna Januarita, Penulis Best Seller "Di Jamuann Cinta-Mu di Arafah" sekaligus pelaku LDL).
"Luar biasa, buku ini begitu tajam dan menyentuh! Saya berkali-kali menyusut air mata, tersenyum, dan terhenyak saat membacanya. Ditulis berdasarkan kisah nyata penulisnya, kumpulan kisah ini akan membungkam mereka yang memandang sebelah mata hubungan LDL. Menggugah!" (Waheeda el Humayra, Penulis buku Best Seller "The Sacred Romance of King Sulaiman and Queen Sheba")
"Membaca Long Distance Love berarti membaca kejujuran hati dan keterbukaan penulis dalam berbagi hal-hal yang menyentuh kepada pembaca. Sungguh, sebuah contoh hubungan yang bisa meneguhkan siapa saja yang tengah menjalani LDL." (Elok Dyah Messwati, Jurnalis Harian Kompas)
Imazahra has been writing poetry and non fiction since 1992. She has written four books with other contributors. The latest is "Long Distance Love." In this book she was the theme creator as well as the soft editor of the LDL antology.
Mozaik Kehidupan Seperti Apa yang Kau Jalani Sekarang, Saat Aku Tak di Sisimu, Sayang?
Sampul Warna ungu, seorang laki-laki yang sedang berjalan di dermaga, dan pulau yang nampak samar di seberang lautan. Apa yang tersirat? Membaca judulnya, makna itu makin tertangkap kuat. Long Distance Relationship . Hubungan jarak jauh atau yang digubah oleh Mbak Imazahra, dkk. sebagai Long Distance Love (LDL). Penempatan judul, objek gambar, dan nama penulisnya yang simetris dan ‘manis’, layak disemati empat bintang.
Tata Letak dan Cetak Tatanan basmallah di halaman pertama, langsung mengukir kesejukan di hati untuk bersiap menikmati kisah-kisah di dalamnya. Pembagian bab yang runtut, penempatan kalimat-kalimat ‘sakti’ dalam kotak kutipan, dan simbol tiga buah hati untuk menandai perpindahan ide besar serta akhir tulisan, cukup mendukung kepembacaan. Ukuran font dan lebar margin yang proporsional juga menyamankan mata.
Kualitas kertas yang oke – tidak putih mengkilap, tekstur permukaannya tidak licin sehingga ‘klop’ ketika berfriksi dengan jari – laik dihargai empat bintang.
Suntingan Beberapa ejaan ada yang meleset. Penggabungan kata asing dengan kata dalam Indonesia yang tidak setia pada tanda hubung ( - ) dan pola penulisan miring. Gangguan juga hadir melalui beberapa strike yang muncul, entah di bawah, atas, maupun strikethrough sebuah kata yang sepertinya tidak diniatkan oleh penulis untuk menyiratkan sebuah makna. Namun, secara keseluruhan, apalagi bagi tipe pembaca cepat, hal itu tidaklah mengganggu amat. Tiga bintang untuk suntingan.
Stories Inside Sembilan puluh persen berupa kisah nyata pribadi dalam menjalani LDL. Namun, ada pula yang berformat cerpen alias fiksi seperti yang tertuang dalam Diary Pulang Seorang TKW. Ending -nya mirip dengan Sepotong Pahit di Leeds yang tentu saja lebih ‘menendang’ karena merupakan kisah nonfiksi.
Tulisan penyusunnya, Mbak Imazahra, dibandingkan dengan tulisan-tulisan yang lain memang lebih ekspresif. Hal ini bisa dirasakan melalui kalimat-kalimatnya dengan penekanan-penekanan yang diakhiri tanda seru (!). Semacam penandasan pada pembaca akan upaya kerasnya dalam mengurus visa ke luar negeri – berkumpul dengan suami – namun pihak kedutaan yang terus menolak. Sisi melankolisnya pun tertuang dengan baik melalui sajian bait-bait puisi dan tuturan yang romantis puitis. Ini ketika rindunya memuncak pada sang suami yang tengah melanjutkan studi di Belanda.
Tak melulu LDL terjadi antara pasangan yang terpisah benua dengan rentang waktu bertahun-tahun. Kisah-kisah dalam LDL juga terjadi antara orang tua dengan anak yang berbeda kota dalam waktu hitungan minggu, seperti yang terceritakan dalam Saat Sang Anak Pergi.
Rata-rata isak menyeruak dalam tiap kisah. Sebab, siapalah yang rela berpisah dengan kekasih hati, baik itu pasangan sendiri, anak-anak, maupun keluarga besar. Gambaran ‘biru’ itu terungkap semisal dalam Paris-Lampung, Alamaaak!, Cinta Nan Merentang Jauh: Weil wir dich vermissen, Ayah…, Rasanya Ditinggal Suami, Melahirkan Tanpa Suami di Sisi, dan Jangan Jauh-Jauh dari Mas, Ya…
Meski LDL bisa disiasati dengan komunikasi yang intens, namun tak sedikit pula LDL yang berbuah empedu, seperti yang terpetik dalam Puzzle yang Tak Sempurna, Aku Tak Mau LDL!, dan Buah Pahit dari Cinta yang Jauh.
Terlepas dari ‘kelambu abu-abu’ yang bertebaran di sepanjang kisah para pelaku LDL, syaraf tawa tergelitik juga saat membaca kisah Ibu Mabes dalam Catatan Cinta Sebuah ‘Setrika’.
Kesan Suka duka, konflik, keunikan, dan romantisme berbaur menjadi satu dalam buku ini. Meski saya belum menikah dan mengecap asam garam rumah tangga, namun saya sendiri pernah mengalami LDL dan… gagal. (horeeeeee… *teriakan cewek-cewek yang mengantri… di bank – hahaha… bukan ngantriin saya).
Disebabkan oleh beberapa kisah yang mirip, membuat saya sedikit bosan membacanya. Namun, saya terus membaca dan membaca dengan keyakinan bahwa masing-masing kontributor dalam buku ini memiliki gaya kepenulisan yang berbeda-beda. Dan, itu terbukti. Apalagi beberapa di antaranya menjadi kontak saya di jejaring multiply, saya pun lantas tidak kejut dengan style bercerita mereka.
Saya banyak belajar dari buku ini, sudah pasti. Saya bahkan terlintas pula memberikan buku ini pada dua kakak sepupu yang sedang menjalani LDL – dengan alasan kuliah S-2 dan bekerja di seberang pulau. Sehingga, jikalau pun nanti takdir menggariskan saya menjalani LDL – siapa tahu? – saya tidak akan terlalu panik atau ‘demam’ LDL karena buku ini telah saya baca hari ini.
Bagi yang sedang menjalani LDL ataupun tidak, buku ini cukup bergizi menambah referensi kehidupan.
Long Distance Love dibuka dengan tulisan Mbak Ima yang secara gamblang berceloteh mengenai kisah cinta jarak jauhnya bersama suami. Bukan main perjuangan keduanya. Terus terang ketika membaca tulisan Mbak Ima, aku turut merasakan betapa sebelnya ketika harus menghadapi sindiran-sindiran orang ketika mengomentari kehidupan pernikahan mereka. ”Wooi, gak ada orang mau LDL-an tauuk!” *hihi, aku nebak, mungkin pernah Mbak Ima (dalam hati) berteriak seperti itu ^^* Dari tulisan Mbak Ima pula, aku baru tahu betapa ribetnya mendapatkan visa. Saking ngejelimetnya, Mbak Ima bahkan traumah dan belum berani lagi mengajukan visa. Ckckck. *semangaaaat Mbak Ima!!
Selanjutnya aku menyantap tulisan Uni Dian yang berjudul ”Kepercayaan, sebuah laut tanpa tepi.” Dari tulisan itu, aku bisa tahu lebih banyak mengenai Uni dan Bang Asis. Termasuk mengenai pekerjaan Bang Asis yang ternyata (hampir) sama dengan pekerjaan papa Uni Dian dulu. Yang bikin salut, adalah rasa percaya Uni terhadap Bang Asis, karena, konon katanya pekerjaannya itu, sangat renta dengan ’godaan’.
Lalu, dari tulisan ”Paris-Lampung, Alamaaak!!!” aku tahu bahwa Mbak Ita pernah terserang penyakit hampir mati saking kangennya sama Mas Pat. *hihi, peace Mbak Ita* Aku juga tahu gaya pacaran Mbak Ita dan mas Pat yang romantis, piuuut…piuuuut.
Judul tulisan paling romantis menurutku, ”Jangan jauh-jauh dari Mas, ya...” yang ditulis oleh Mbak Leila. Cie...cie... judulnya romantis banget eeuy. Ceritanya juga tak kalah romantis. Membaca tulisan ini, aku jadi tahu pengorbanan keduanya untuk sebisa mungkin saling bertemu secara kontinu. Ibaratnya, nih, ya ^^ lautan dan gelombangpun gak mempan untuk menghalangi :D
Kisah pernikahan Mbak Suci di ”LDL itu urusan hati” juga menarik. Kata-kata perpisahan Mbak Suci dan suaminya yang akan berangkat ke India betul-betul ’mencerahkan’. Tapi, jujur aja, karena Mbak Suci ikutan nulis di Jodoh dari negeri Seberang, sedikit banyak aku udah tahu kisah cinta mereka :) jadi efek kejutannya sedikit berkurang. *tapi, masih asyiikk kok!
Kisah unik tergambar di tulisan Mbak Shanti ”Mengakrabi Ibu Mertua,” dan tulisan Mbak Vina di ”Catatan Cinta Sebuah ’Seterika’” . Dalam tulisan Mbak Shanti, terkuak salah satu manfaat LDL *hihi* yakni, bisa mengakrabkan diri dengan mertua ketika ditinggal suami main salju di pegunungan Alpen :) Lucu juga ’melihat’ kesibukan Mbak Shanti agar terlihat ’sempurna’ di mata mertua, walau pada ujung-ujungnya, sikap apa adanya ternyata bisa lebih mendekatkan dengan ibu mertua.
Di ”Catatan Cinta Sebuah ’Seterika’” aku sempat ngakak dengan istilah Mabes alias Markas Besar sebagai analogi sang istri. Kenapa? Soalnya Ayahku di rumah juga punya panggilan ’sayang’ seperti itu kepada ibuku. Di tulisan ini, Mbak Vina menuliskan kisah LDL seorang suami yang terpaksa pindah ke Jakarta karena menilai lahan untuk mencari duit di Bandung rada susah. Secara jenaka Mbak Vina menuliskan kisah seorang suami ini dengan dialog batin yang bikin ngakak. Misalnya nih ya, ”..... Baru lembur sampai hari ketiga, dijamin di hari keempat ibu mabes memilih tidur tengkurap.” Hahaha... Pertanyaannya... siapakah orang yang ada ditulisan itu? ^^
Tak semua kisah-kisah yang ada di buku ini berakhir menyenangkan. Di ”Diary Pulang Seorang TKW” yang ditulis Mbak Vanny Mediana, kisah berakhir tragis (dan bikin greget!!!) tapi yang bikin penasaran, apakah ini kisah nyata penulisnya?
Dari semua tulisan yang ada di Long Distance Love, bisa dikatakan tulisan ”Saat Sang Anak Pergi” yang paling aku sukai. Ntahlah, bukan berarti tulisan yang lain gak bagus, tapi tulisan Mas Alan ini rasanya sangat menyentuh. Bravo mas Alan!! :) *salam buat Iyog, ya! ^^
Ada beberapa kisah lain yang rasanya kepanjangan kalo aku bahas satu persatu. Semuanya asyik dan memiliki kisah LDL tersendiri yang juga memiliki pelajaran hidup yang unik. Lumayanlah, ilmu yang aku dapetin, kalo-kalo nanti terperangkap bertemu dalam hubungan cinta jarak jauh yang serupa.
Mungkin karena tidak pernah merasakan, kisah-kisah dalam buku ini tidak terlalu 'menyentuh' saya :) Banyak yang saya skip karena ceritanya mirip-mirip satu sama lain. Tapi membaca perjuangan para pasangan yang terpisah oleh jarak ini memang membuat kagum, karena saya sendiri sepertinya tidak akan sanggup kalau harus menjalaninya...
Ada satu cerita yang membuat saya sedikit 'mengerutkan kening'. Kalau pasangan berhubungan jarak jauh karena keadaan yang mengharuskan demikian, alangkah sangat bisa dimengerti. Tapi dalam cerita ini, mereka berpisah karena sang istri tidak mau pergi ke mana-mana dan hanya ingin menetap di Bandung. Titik. Wah...dunia seluas ini, masak dia sama sekali tidak ingin melihatnya? Tinggal di Jakarta tidak mau. Diajak tinggal di Spanyol pun menolak! *geleng-geleng takjub*
Jujur, aku masih agak bingung mengategorikan buku ini masuk fiksi, nonfiksi, self-empowerment, atau apa. Beberapa typo (masih kutemukan kata "dimana" di sini) cukup mengganggu, dan beberapa bagian menurutku tidak terlalu penting untuk dipanjang-panjangkan. Ada tipnya yang cenderung nonfiksi. Namun ada juga sekadar curahan hati dan juga fiksi. Benang merahnya sama, LDR atau yang di sini disebut sebagai LDL.
It's definitely not my cup of tea, tapi aku merasa Ima sudah berada di jalur yang benar untuk menjadi penulis terkemuka.
Saya kira LDL yang saya jalani udah berat, ternyata yang dalami oleh penulis buku ini jauh lebih berat karena dijalani dalam ikatan pernikahan dan terpisah negara, beda benua pula.. Jadi banyak belajar dari mereka..
Panduan yang bagus bagi yang sudah atau akan menjalani kehidupan rumah tangga jarak jauh. Bukan cuma antar kota antar provinsi, tapi juga lintas benua. Perlu keteguhan hati dan komitmen yang tinggi menjalani kehidupan seperti itu.
kisah2 nyata yg inspiratif tentang hubungan cinta jarak jauh yg memang sulit, tapi doable. sayang banyak cerita yg kurang detil selain cerita imazahra sendiri.
Long Distance Relation? Cinta jarak jauh? wah mungkin sudah bukan hal yang aneh lagi di zaman sekarang ini, apalagi sekarang di internet muncul berbagai jaringan pertemanan yang memungkinkan orang bisa jatuh cinta lewat media ini, tetapi bukan hubungan ini tidak beresiko, pastilah segala Sesuatu akan ada untung ruginya.
Bagi beberapa orang mungkin cinta jarak jauh itu sangat berat untuk dijalani dan bahkan untuk mendengarnya saja ogah, apalagi jika pernikahan yang masih seumur jagung, harus perpisah dengan pasangan. Karena itu hanya akan menyiksa diri. Berpisah dengan orang yang dicintai serasa separo nyawa hilang. Di tambah dengan pertanyaan masyarakat yang kadang memojokkan orang yang melakukan hubungan jarak jauh. Yang hubungan tidak harmonislah, hubungan anehlah, antiklah dan lain sebagainya. Tetapi apa yang terjadi jika keadaan menuntut kita untuk melakukan Long distance Relationship.
Perpisahan itu terjadi bisa jadi karena salah satu pasangan mendapatkan tugas studi ke Negara lain, yang masih belum memungkinkan untuk membawa istrinya, atau mereka yang rela berpisah dengan keluarganya untuk bekerja demi mendapatkan kehidupan yang lebih layak dari sebelumnya.
Seperti yang dikisahkan oleh Ima Zahra dalam Buku Long Distance Love yang harus berpisah dengan suaminya, setelah enam bulan menikah. Penulis mendapat beasiswa ke Leed University di Inggris, pada awalnya dia ragu untuk melangkah tetapi berkat dukungan penuh dari suaminya, dia memutuskan untuk menerimanya. Pada saat itu tiap saat dia didera kerinduan yang membara. hanya melalui telepon ataupun dari internet mereka melakukan komunikasi. Setelah 3 tahun berlalu, dia bisa menyelesaikan studinya, namun baru sehari dia bertemu dengan suaminya, dia harus berpisah lagi karena suaminya mendapat beasiswa S2 ke Belanda. Mati-matian dia mengurus Visa agar bisa menyusul suaminya di Belanda, namun selalu ditolak. Masih ada 24 kisah lagi yang menarik dalam buku ini.
Buku Long Distance Love (LDL) ini merupakan kumpulan kisah nyata yang ditulis secara keroyokan oleh 25 orang, yaitu di mana mereka harus berpisah dengan tambatan hatinya dan terpaksa melakukan cinta jarak jauh. kita akan diajak menyusuri suka dukanya hidup berjauhan dengan kekasih hati, mencoba berdamai dengan keadaan dan bersyukur dengan yang ada, dan menjalani LDL ini dengan segala rasa yang ada di dalamnya. Juga apa yang mereka lakukan ketika kerinduan menyapa dan bagaimana perjalanan mereka mempertahankan keutuhan cinta mereka dengan jarak beribu kilo meter.
Saling percaya dan komunikasi secara intens menjadi modal utama. Karena apapun alasannya dua insan yang terpisah jarak akan merasakan kesepian dan rawan terjadi perselingkuhan apalagi jika komitmen kurang kuat terhadap pasangannya.
Memang tidaklah murah untuk tetap menjaga komunikasi, karena pelaku LDL harus mengeluarkan uang ratusan ribu untuk hanya berbicara kepada pasangannya. Tetapi sangatlah naïf jika karena alasan pulsa yang mahal komunikasi menjadi terputus, sekarang sudah ada internet yang menawarkan komunikasi bisa jauh lebih mudah dan murah, misalnya chatting dengan Ym, facebook ataupun berkirim surat melalui email. Memang susahnya kita tidak bisa melihat emosi dan mimik muka ataupun pesan non verbal yang akan diberikan kepada lawan bicara tetapi minimal ini bisa melanggengkan hubungan dan untuk mengetahui lebih jauh pasangan.
Membaca buku ini perasaanku serasa ikut teraduk- aduk, bagaimana tidak kerinduan yang mereka rasakan, dan masa sulit yang mereka lalui tanpa ada orang yang terkasih di sampingnya ,padahal di saat yang sama mereka membutuhkan dukungan, tidak hanya secara mental tetapi juga fisik, apalagi ketika mendengar pasangannya yang sakit atau tertimpa musibah tetapi dia tidak berada di sisinya, maka dia juga ikut tersiksa. Hal itulah menyadarkan kita betapa kebersamaan itu adalah hal yang mewah.
Di bagian akhir dari buku ini dituliskan tentang tips bagaimana menjaga hubungan jarak jauh agar tetap bisa langgeng dan kelak pertemuan akan menjadi lebih indah dengan bersatunya dua hati yang merindu.
Boleh ya penulis dan penyusunnya ikutan mereview bukunya sendiri :-) --------------------------------------------------------------------
Buat saya, buku ini adalah karya perdana dimana sayalah yang MENCETUSKAN ide/tema ini, lalu kemudian 'membuka' peluang menulis bersama di internet, kemudian menyusun keseluruhan isinya bersama-sama kontributor yang jumlahnya tidak sedikit itu, hehehe...
Sebelumnya, saya hanyalah seorang kontributor beberapa buku lainnya. Tapi kali ini, saya memberanikan diri menerjunkan diri memproses diri: mencetuskan ide mengangkat tema LDL, 'mengandung' buku ini, menyiapkan kelahirannya, hingga 'membesarkan'nya.
Kesimpulannya?
BUKAN MAIN TERNYATA!!!
Belum lagi saya harus memilih naskah mana saja (yang masuk ke email saya sekitar 100 an judul) yang patut dan cocok disandingkan bersama-sama dalam buku ini. Proses ini bukan perkara yang mudah karena saya orangnya gak tegaan. Lebih dipersulit karena emosi saya juga ikut larut didalamnya saat memilih, mengingat semua kontributor adalah sahabat-sahabat dekat saya di dunia www.multiply.com.
Bintang ***** dari saya pribadi untuk proses bersusah payah mengandung dan melahirkannya!
Sebagai penulis pemula, saya belajar banyak dari proses buku ini, hingga tiba ke hadapan anda semua.
Overall, saya jatuh hati dengan proses menemukan ide, mengandung ide, menuliskannya dan melahirkannya ke hadapan pembaca!
Terima kasih bagi yang sudah membeli dan membaca LDL. I really appreciate any comments come from all of you, my book's reader :-)
LDL biasa juga disebut LDR (Long Distance Relationship) emang ga mudah. Yang pacaran aja biasanya sering putus, apalagi yang udah nikah? Tapi tidak begitu dengan beberapa penulis dibuku ini. Semua menjalani LDL dengan sukses, walau pastinya ditemukan banyak kesulitan, terutama komunikasi, iya yang masih 1 negara, yang udah kepisah benua, harus mengeluarkan banyak pundi2 duit hanya untuk komunikasi.
Kuncinya memang komunikasi, ya selain kesetiaan dan kepercayaan tentunya. Komunikasi harus diusahakan dengan baik dengan banyak cara, apalagi sekarang jadi lebih mudah karena teknologi semakin canggih, ada internet dengan skype, ada blackberry, insya Allah semua dimudahkan kok jika memang perpisahan sementara yang harus terjadi.
Banyak cerita tentang LDL dlm buku ini, bagus sih, biasanya LDL karena pasangan harus sekolah lagi atau bekerja di ranah orang. Cuma karena terlalu banyak cerita dan kebanyakan isinya sama, saya rada mbosen dan jujur ga sampe cerita terakhir saya tuntaskan.
Buku ini juga memberikan tips dan trik seputar LDL yang sayangnya tidak diberikan dengan sistematis, jadi buku ini tebal karena kebanyakan cerita sama, malah ada yang bertutur dari 2 orang, sisi suami dan sisi istri. Menurutku jadi too much gitu deh.
"Allah, Engkau Maha Memelihara, aku titipkan belahan jiwaku pada-Mu..." (Long Distance Love, p.23)
tidak mudah menjalani Long Distance Love, namun, kalau bisa terlewati, maka akan ada banyak hikmah dan romantisme yang mungkin jauh melebihi cinta yang berdekatan...
Long Distance Love... cinta yang mengharu biru disepanjang jarak yang membentang, berusaha menjaga cahaya nya agar tetap hidup di gelapnya harapan untuk bisa bersama... setiap menit terasa berharga, meski hanya untuk mendengar suara sang belahan jiwa nun jauh di sana, meski hanya untuk membaca pesan mesra dari suami/istri tercinta di seberang benua
buku ini mungkin justru seperti "tamparan" bagi insan-insan yang melecehkan, menyia-nyiakan cinta yang ada dan begitu dekat di hadapan mereka
hmm..mungkin bener pepatah bilang "You don't know what you've got till it's gone"
Salut buat para pelaku LDL yang telah berhasil melewati dengan indah ^^V
Sebenarnya aku punya buku ini, tapi sekarang entah dimana *sad face*
Ini bukunya aku punya karena waktu itu Kak Imazahra jadi pembicara di seminar yang disulap jadi workshop menulis di kampus, in my first year.
Sederhananya, ini bukan buku yang akan aku tangisi kalau hilang. Bukan karena nggak bagus, tapi karena non-fiksi. Dan even aku juga (dulu) adalah salah satu pelaku LDL (curhat, bo!) aku nggak merasa terikat pun sehati dengan kisah-kisah yang ada di dalam buku ini.
Tapi buku ini sama sekali nggak buruk, sungguh. Hanya saja, dari tulisan non fiksi, aku selalu berekspektasi tinggi bahwa tulisan non-fiksi harusnya juga lebih bisa entertain, bukan cuma inform dan bercerita doang. And I didn't get that point while reading this book.
menurut saya, buku ini sangatlah menyentuh bagi seorang yang mengalami long distance love ataupun seorang yang akan menjalani long distance love.Dari sini kita dapat belajar akan saling kepercayaan dengan seseorang kita sayangi.Dengan beginipun dapat melatih kita untuk elajar sabar dan menahan hawa nafsu. Seseorang dapat menjalani hubungan jarak jauh,adalah seseorang yang sudah dapat menerima bagaimana kedepannya. buku ini begitu menyentuh dan dapat memberi semangat seseorang dalam belajar tentang arti cinta.
saya juga salah satu bagian dari orang-orang yang nggak percaya dengan LDL. awalnya.. iya, awalnya.. karena cerita mba Ima dan yang lain membuat saya harus percaya bahwa LDL memang benar-benar ada. yang pasti dengan cerita yang beda-beda. salut sama mereka yang melewati hubungan jarak jauh dengan sukses. trus mikir,, kalau suatu hari nanti saya harus menjalani LDL, sanggup ga yaa? hoho....untung ada tips LDL dalam buku ini ^__^
LDL atau populernya LDR. sampai saat ini engga merasakannya, dan berharap sampai nanti pun engga. Kisah2 dalam buku ini banyak menyiratkan duka (suka juga) yang diungkapkan dari perasaan yang dalam, ditambah dengan permasalahan yang riskan muncul, tapi dibumbui romantisme. Acungan jempol buat mereka yang dengan tegar memutuskan u/ LDR demi, sebagian besar, kuliah dan tuntutan pekerjaan.
kearifan pada setiap persoalan yang ada,berusaha menjadikan jarak tetap dekat dengan emosi keduannya,kesabaran dan keikhlasan bagian terpenting dalam menjalaninya