Jump to ratings and reviews
Rate this book

De Winst #1

De Winst

Rate this book
Usai menamatkan sarjana ekonomi dari Universiteit Leiden, RM Rangga Puruhita kembali ke Hindia Belanda, untuk mempraktekkan ilmu yang ia miliki demi kemajuan para pribumi. Tetapi, berbagai hal pelik harus ia hadapi. Mulai dari ribetnya aturan kebangsawanan Keraton Surakarta, perjodohan paksa dengan Rr. Sekar Prembayun yang sulit ia lepaskan, hingga permasalahan ketidakadilan yang dialami para buruh pabrik gula yang digaji sangat rendah. Haru biru cintanya dengan Kareen Spinoza, seorang wanita Belanda pun terancam kandas.

336 pages, Paperback

First published January 1, 2008

20 people are currently reading
444 people want to read

About the author

Afifah Afra

53 books222 followers
Afifah Afra telah aktif menulis sejak kecil. Hingga sekarang, telah menghasilkan lebih dari 50 judul buku, serta ratusan cerpen, artikel dan syair yang dimuat di berbagai media. Aktif di Forum Lingkar Pena, sekaligus menjadi pendiri dan CEO di PT Indiva Media Kreasi (penerbit buku).

Ratings & Reviews

What do you think?
Rate this book

Friends & Following

Create a free account to discover what your friends think of this book!

Community Reviews

5 stars
172 (28%)
4 stars
206 (34%)
3 stars
169 (28%)
2 stars
42 (7%)
1 star
8 (1%)
Displaying 1 - 30 of 66 reviews
Profile Image for Afifah.
Author 53 books222 followers
April 5, 2010
karya sendiri, kalau nggak dikasih bintang 4, namanya nggak menghargai diri sendiri, hehe. Tapi mau kasih bintang 5, kok nglunjak banget.
Mau kasih 3, duh, kasihan deh gue.
Yang jelas, masih banyak perbaikan yang harus saya lakukan.
Akan saya jawab di karya-karya yang lain. Doakan saya tetap semangat, ya?!
Profile Image for Bunga Mawar.
1,355 reviews43 followers
February 7, 2009
Di Gramedia Depok, akhir Mei lalu, saya tertarik dengan sampul luarnya. Gelap, berawan, dan secercah cahaya di ufuk yang menerangi sepasang manusia yang saling berhadapan. Bagi saya, menjanjikan sesuatu. Misterius.

Lalu ada nama pengarangnya, yang saya sudah kenal sebagai salah satu aktivis FLP yang cukup produktif (dan belum satu pun bukunya saya baca). Waah... mungkin sudah waktunya saya beli ni. Sayang, anggaran terbatas, dan petang itu buku ini tak jadi saya masukkan tas belanja.

Kurang dari sebulan kemudian, seorang teman meminjamkannya pada saya. Pucuk dicinta ulam tiba! Gratis pulak!:) Dan ternyata ulam di tangan langsung terbang jauh ke angkasa begitu membaca bab-bab pertama (nanti dulu. Yang bisa terbang itu punai kan, bukan ulam? Hehe...). Sebabnya, banyak kesalahan ejaan nama yang sebenarnya sudah dikenal umum ("Shakespiere", atau "van de venter"). Ah, mungkin editornya kurang teliti ya? Jujur, hal itu sempat membuat saya mogok membaca. Geleng-geleng kepala. Saya tengok lagi sampulnya: Karya Terbaik Afifah Afra. Berhubung tidak punya pembanding dengan karya Afifah lainnya, saya jadi bertanya-tanya juga, apakah Afifah sudah tidak berharap di masa depan melahirkan karya yang lebih baik dari De Winst ini? Nah, itu sayang sekali. Ayo dong mbak, berjuang!

Seperti saya nih, yang kemudian berjuang perlahan meneruskan membaca bulu ini. Ceritanya dimulai tahun 1930-an, saat sebuah kapal laut beranjak dari Eropa menuju Hindia Belanda. Di kapal itu ada Raden Mas Rangga Puruhita yang baru lulus sarjana ekonomi universitas Leiden hendak kembali ke kampung halamannya di Surakarta. Di kapal yang sama juga ada Everdine Kareen Spinoza, gadis Belanda yang pernah bersekolah di Bandung, dan tahu-tahu begitu tertarik pada Rangga melalui diskusi dengannya, di antaranya lewat ide Karl Marx. Mereka tiba di Batavia sudah saling tertarik, namun tanpa harapan untuk bersatu karena di luar segala perbedaan bangsa dan budaya, Rangga sudah dijodohkan dengan Rara Sekar Prembayun yang masih kerabatnya sendiri.

Nah, nasib yang dituliskan pengarang akhirnya mempertemukan kembali Rangga dan Kareen. Saat itu di Surakarta Rangga telah beberapa lama menjadi pegawai di bawah orang Belanda pada pabrik gula de Winst. Terjadi pergantian pimpinan di pabrik tersebut dan bos barunya ternyata adalah Jan Thijsse, yang ternyata baru menikahi Kareen.

Cerita makin seru? Harusnya iya. Apalagi karena Sekar yang berpendidikan menengah sekolah Belanda tidak setuju dijodohkan dengan Rangga, sementara Kareen mati-matian meyakinkan Rangga ia terpaksa menerima Jan sebagai suaminya. Rangga digambarkan sebagai cowok peragu, hati kecilnya masih mendamba Kareen tapi semangat Sekar menolak pinangannya malah membangkitkan kekagumannya. Konflik perasaan muncul antara ketiganya, oh kelimanya, kalau Kresna dan Jatmiko yang dua-duanya mengaku sebagai kekasih Sekar ikut dihitung. Penghubung kelima tokoh ini kemudian adalah pergerakan masyarakat menuntut perbaikan nasib yang selama ini diinjak-injak kolonialis pemilik modal.

Selidik punya selidik, teman yang meminjamkan buku ini tertarik dengan tagline di sampul buku; novel pembangkit idealisme. Kok ya jadi terdengar seperti tagline Seabad Kebangkitan Nasional, ya. Kalau tidak salah menduga, Afifah menempelkan latar belakang sejarah masa awal kebangkitan nasional untuk memperlihatkan bahwa tidak ada kata terlambat menjadi nasionalis, patriot tanah air dan bangsa. Mungkin idenya adalah perubahan sikap sang protagonis Rangga yang tadinya di Belanda hanya punya idealisme akademis, namun beralih membela rakyat nan terzalimi oleh kolonial. Tapi idealisme kerakyatan Rangga bisa dibilang terlambat, kalau bukan aneh, apalagi sebagai bangsawan dan pemilik saham pabrik de Winst, selama ini keluarga Rangga tidak pernah terusik dengan kondisi para buruh. Atau malah terlihat sebagai pelarian patah hati Rangga saat Kareen dinikahi Jan Thijsse. Nilai keislaman yang didapat Rangga dari para mentor aktivis Sarekat Islam di Pasar Laweyan jadi terkesan tempelan.

Idealisme semacam ini tidak salah, sayangnya terlalu dipaksakan Afifah. Ditambah dengan tambalan hipokrisi Raden Suryanegara (ayah Rangga) yang mengantar kita memaklumi kehadiran Pratiwi setelah separo buku, bahkan menjadi prominent person yang nasibnya menentukan perubahan sikap semua orang di sekitarnya. Waah keren... gadis penakluk.:).

Tapi ini belum semuanya. Hal paling "maksa" saya temukan ketika diceritakan Rangga tahu-tahu sudah menikah. Hah... kok bisa begitu saja? Seperti supir mikrolet kejar setoran, apalagi ternyata istrinya adalah... ah, baca aja sendiri, hehehe...

Buku bermuatan sejarah? Iya, walau datanya belepotan (dan ini membuktikan sulitnya fakta sejarah dijadikan pewarna sebuah fiksi). Roman cinta yang menyentuh? Tidak, sebelum para tokoh roman di sini berhenti berbicara dengan bahasa seperti telenovela. Pembangkit idealisme? Hmm... Bisa tercapai kalau latar belakang para jagoan digambarkan hingga jelas perjuangannya. Yang jelas, saya yang belum bisa membuat buku fiksi ini benar-benar tidak berharap novel ini memang karya terbaik yang bisa dihadirkan seorang Afifah Afra.
Profile Image for Rahmadiyanti.
Author 15 books173 followers
September 9, 2020
Kisah cinta dibalut sejarah pergerakan Indonesia dengan setting Surakarta tahun 1930-an. Afifah Afra adalah "pendongeng". De Winst (DW), sekali lagi adalah bukti Afra dalam meramu cerita. Terlihat kematangan Afra menulis dibanding trilogi BMdJO (Bulan Mati di Javasche Oranje). Dalam DW, Afra lebih "membumi" dan tak menggebu-gebu dalam menyampaikan pesan moril (baca: dakwah), juga lebih telaten mengembangkan karakter tokoh. Hanya saja, masih ada beberapa kelemahan logika cerita.

======

Review lengkap:

Afifah Afra, nama pena dari Yeni Mulati, dikenal sebagai penulis Forum Lingkar Pena (FLP) yang sangat produktif. Saya sering takjub dengan keprolifikan adik satu ini. Pada awal kemunculannya di dunia penerbitan buku, ia sempat menggebrak--terutama bagi para penikmat fiksi Islami--dengan novel trilogi Bulan Mati di Javasche Oranje (BMdJO), Syahid Samurai, dan Peluru di Matamu. Trilogi yang ia anyam dari sejarah pergerakan kemerdekaan Indonesia dan pergerakan Islam dunia, terutama menjelang runtuhnya kekhalifahan Islam terakhir (Turki Utsmaniyah).

Novel terbarunya ini juga bertutur mirip dengan trilogi BMdJO, yakni kisah cinta dibalut sejarah pergerakan Indonesia plus pergerakan Islam dengan setting Surakarta tahun 1930-an. Plot bertumpu pada RM Rangga Puruhita, putra seorang pangeran Keraton Surakarta, yang baru kembali dari Belanda setelah menamatkan kuliah ekonominya di Leiden. Panggilan nurani serta prihatin dengan kondisi bangsanya membulatkan tekad di hati Rangga untuk mengabdi dan membangun Hindia Belanda, dibanding tawaran profesornya untuk melanjutkan studi dan bekerja di Belanda.

Rangga langsung diterima bekerja di pabrik gula De Winst di Surakarta sebagai asisten administratur pemasaran, satu-satunya inlander di antara kulit putih lain yang memiliki jabatan cukup tinggi di pabrik tersebut. Tak usah heran, selain lulusan Leiden, ayah Rangga juga memiliki saham di pabrik gula itu. Rendahnya gaji para buruh pabrik makin menumbuhkan empati dan bibit pemberontakan dalam diri Rangga. Kepergian Tuan Biljmer, pimpinan De Winst, untuk melanjutkan pendidikan di Leiden, membuat bibit pemberontakan makin membulat di diri Rangga. Apalagi saat ia tahu pengganti Tuan Biljmer adalah Jan Thijsse, yang ternyata suami Everdine Kareen Spinoza, wanita Belanda yang sempat singgah di hati Rangga saat bertemu di kapal dalam perjalanan menuju Hindia Belanda.

Konflik makin berkelindan saat orangtua Rangga mengingatkannya untuk menikah dengan Rr Sekar Prembayun, gadis yang telah dijodohkan padanya sejak kecil—yang juga masih sepupu Rangga. Di satu sisi, hati Rangga masih tertaut pada Kareen, di sisi lain, Sekar pun ternyata tak sesuai sangkaan Rangga dan juga telah memiliki tambatan hati yakni Jatmiko, aktivis Partai Rakyat, anak saudagar kaya yang memilih hidup melarat demi idealisme untuk memperjuangkan kemerdekaan.

Lalu muncul Kresna, pemuda ganteng yang cuek dan mbeling, yang mengaku kekasih Sekar. Juga Pratiwi, gadis 17 tahun yang menjadi perwakilan warga pemilik tanah yang tanahnya disewa De Winst.

Keberpihakan Rangga pada Pratiwi dan perjuangannya untuk menaikkan harga sewa tanah, membuatnya dipecat dari De Winst. Kehadiran Rangga dalam pertemuan Partai Rakyat membuatnya dituduh akan menggoyang kekuasaan Ratu Belanda. Pratiwi diperkosa. Sekar dipingit. Kresna menghilang. Dan penulis terus mengocok konflik cerita.

***

Afifah Afra adalah pendongeng yang piawai, begitu kata Izzatul Jannah, penulis senior FLP, dalam sebuah kesempatan. Dan De Winst, sekali lagi adalah bukti kepiawaian Afra dalam meramu cerita. Terlihat kematangan Afra menulis dibanding trilogi BMdJO. Dalam De Winst, Afra lebih “membumi” dan tak menggebu-gebu dalam menyampaikan pesan moril (baca: dakwah), juga lebih telaten mengembangkan karakter tokoh. Hanya saja, masih ada kelemahan logika cerita di sana-sini serta serba kebetulan.

Meski begitu, kehadiran novel berbasis (berbalut) sejarah, terutama sejarah negeri ini, patut diapresiasi. Sebab, tak banyak penulis yang mau bersusah payah melakukan riset, mencari data, dan kemudian menyajikannya dalam cerita yang menarik. Novel ini juga merupakan cara belajar (mengingat) sejarah yang cukup mengasyikkan, terutama bagi remaja--mungkin. Di dalamnya terselip perjuangan Soekarno-Hatta, Syahrir, juga Haji Samanhudi dengan Syarikat Islam—termasuk penyusupan komunis di dalamnya. Dan yang lebih penting, mengingatkan betapa hingga kini pun bangsa ini masih berada di bawah ketiak “penjajah”. Hasil alam dikeruk bangsa lain, rakyat semakin terjepit, serta pejabat yang makin terang-terangan korup.
Profile Image for lita.
440 reviews66 followers
June 1, 2010
Kapitalis itu berasal dari kata kapital atau modal. Kapitalis adalah orang-orang yang memiliki modal. Mereka memiliki prinsip, dengan modal sekecil mungkin, mereka mencoba mencari keuntungan sebesar-besarnya. Karena prinsip yang mereka anut itulah, pada praktiknya mereka sering memeras tenaga para buruh untuk menghasilkan profit melimpah tanpa imbalan yang memadai. Hal itulah yang terjadi pada pengusaha-pengusaha Eropa. Mereka membuat pabrik-pabrik, mempekerjakan para pribumi dengan gaji yang sangat rendah. Mereka menjadi sangat kaya, akan tetapi para buruh itu senantiasa miskin. Padahal, tanpa mereka, tidak mungkin pabrik itu bisa menghasilkan keuntungan, bukan?"

Depresi hebat yang menghantam perekonomian dunia pada tahun 1930-an benar-benar menancapkan pengaruhnya ke seluruh dunia. Bahkan, Indonesia, yang saat itu masih menjadi jajahan Belanda terkena imbas. Malaise benar-benar menjadi momok mengerikan! Turunnya bursa saham di Amerika Serikat pada 29 Otober 1929, yang lebih dikenal dengan peristiwa Black Tuesday, menandai resesi ekonomi tersebut. Dunia industri terpukul. Tak sedikit pabrik gulung tikar. Pemutusan hubungan kerja terjadi di mana-mana, menyebabkan hampir sejuta orang di dunia menjadi pengangguran. Pertanian merana akibat merosotnya harga-harga hasil panen 40% hingga 60%.

Malaise kemudian dijadikan permakluman oleh pemerintah kolonial Belanda untuk memaksa para buruh yang bekerja di pabrik-pabrik milik orang Belanda di tanah jajahan mereka - Hindia Belanda - untuk bekerja tanpa jaminan apa-apa, dengan upah yang begitu minim. Politik etis yang dijalankan Van de Venter, atas desakan kaum liberal di Eropa, hanya dijalankan setengah hati. Gaji buruh hanya 45 sen sehari, berbanding tajam dengan para komisaris pemilik pabrik yang notabene kaum penjajah. Seorang pribumi pun, kendati memiliki saham yang cukup besar atas sebuah pabrik, hanya ditempatkan sebagai asisten administratur.

Kenyataan pahit tersebut harus dihadapi Raden Mas Rangga Puruhita. Delapan tahun ia habiskan untuk menempuh studi di Universitas Leiden, Belanda, hingga memperoleh gelar doktorandus di bidang ekonomi dengan predikat lulusan terbaik. Prestasi yang cukup mencengangkan saat itu, terlebih diperoleh oleh seorang inlander, warga kelas tiga yang derajatnya hanya sedikit di atas binatang, betapapun tingginya gelar kebangsawanan yang dimiliki.

Dengan latar belakang budaya keraton Jawa yang kental, buku De Winst: Sebuah Novel Pembangkit Idealisme ini mengisahkan penderitaan kaum inlander pada masa penjajahan Belanda. Mengambil seting tahun 1930-an, dengan pabrik gula De Winst serta perkebunan tebu yang mendukungnya sebagai pusat permasalahan, novel ini menguraikan masa awal kebangkitan kaum muda Hindia Belanda untuk melawan penjajahan, serta dimulainya pemikiran untuk menentang kapitalisme, yang saat itu terwakilkan oleh pemerintah kolonialisme Belanda. Pemikiran-pemikiran akan kesadaran hak atas kepemilikan tanah, pendidikan, dan kehidupan yang jauh lebih baik di atas tanah air sendiri, banyak mencuat di sela-sela polemik pertentangan antara keteguhan dalam memegang tradisi dan modernisasi.

Berbagai karakter digambarkan dalam novel ini. Raden Rangga yang lebih terkesan safety player, Jatmiko dan Rara Sekar yang anarkis, Everdine Kareen Spinoza yang liberal, serta Eyang Haji dan Raden Suryanegara yang mewakili tokoh tua. Dan, untuk meramaikan isi cerita, konflik percintaan Raden Rangga - Kareen Spinoza - Rara Sekar - Jatmiko - Jan Thijsse pun dihadirkan. Namun bukan percintaan itu yang menjadi pokok cerita. Kesadaran untuk menggalangkan kekuatan ekonomi berbasis kerakyatan, dan hak untuk menentukan nasib di atas tanah sendiri, adalah isu utama yang dikemukakan Afifah Afra, sang penulis.

Pengemasan buku ini terbilang rapi, dengan pilihan desain sampul yang apik, juga dekorasi yang menghias tiap-tiap halamannya. Sayang, kesalahan ketik dan pengejaan yang acap kali muncul terasa mengganggu saat membaca buku ini. Penulisan déjà vu yang salah - di buku ini ditulis de javu - (déjà vu adalah istilah dalam bahasa Prancis yang menggambarkan satu situasi atau keadaan yang seolah-olah pernah dialami sebelumnya; déjà = sudah/telah; vu = turunan dari kata voir = melihat) serta Shakespeare yang secara konsisten ditulis Shakespiere berulang kali muncul. Atau mungkin, ada penulis Hamlet selain Shakespeare yang dikenal Afifah Afra? Entahlah.(lits)
Profile Image for rizu..
55 reviews34 followers
November 14, 2019
Udah lama pengen baca novel ini akhirnya baru beberapa hari ini kesampaian. Biasanya nggak bisa baca bacaan yang terkesan berat, apalagi ada unsur-unsur politiknya gitu. Tapi membaca ini entah kenapa ngalir aja gitu. Nggak bikin bosan, padahal biasanya suka mengantuk kalau baca cerita sejarah.

Ada beberapa hal yang sangat disayangkan. Beberapa kata dalam bahasa asing yang tidak dibuat footnote. Dan juga, kisah dalam perjuangan membangkitkan idealismenya juga masih kurang greget menurutku.
10 reviews2 followers
January 9, 2013
Waktu yang terlampau singkat untuk menuntaskan novel, hanya dalam hitungan jam.
Secara keseluruhan, bagus dan layak dibaca baik bagi yang suka fiksi dokumenter (?) maupun benar-benar penikmat fiksi. Hanya saja, sang penulis seringkali terkesan memaksakan penjelasan tentang karakter serta kejadian-kejadian sejarah. Sehingga 'paksaan' itu membuat emosi tidak mengalir sepanjang novel. Terutama ketika hubungan antara satu kasus dengan kasus lainnya terjabarkan secara nyata,

Seperti ketika menjabarkan sosok Sekar, Kresna, maupun Jatmiko, yang diberitahukan langsung oleh penulis, seakan sifat dan pola pikir yang mereka miliki 'saklek' adanya.

Sisanya, lebih cocok bagi penyuka fiksi :)

secara sejarah perjuangannya.. hmm.. masih kurang 'greget'

Profile Image for Ajeng Primastiwi.
10 reviews8 followers
June 5, 2010
awal baca resensinya terkesan berbau SEJARAH. jadi agak males, gara2 keinget pelajaran SEJARAH jaman baheula..
eh,,taunya 'kesandung batu' nya juga. saat itu tiba2 penasaran sama novel ini. modal pinjem ama sohib, akhirnya bisa baca mpe selese. hmmm,,Keren. detail kota Solo tergambar dengan baik. kesan sejarah nya bisa dibalut dalam rangkaian kalimat yang indah. siiip dah. ^__^
Profile Image for Anissa Utami.
61 reviews5 followers
February 16, 2010
what can i say? a really touchy battle of love and life between a young indonesian man and a young dutch lady in the era of colonialism, they got married finally even though miles and time separated them away...
Profile Image for Harumichi Mizuki.
2,430 reviews73 followers
January 6, 2023
RM Rangga Puruhita Suryanegara, cucu dari Paku Buwana X, dan anak dari Kanjeng Gusti Pangeran Haryo Suryanegara, baru pulang ke Solo setelah berhasil mendapatkan gelar doktorandus dari Jurusan Ekonomi Universitas Leiden. Di masa itu, adalah luar biasa bagi seorang inlander untuk bisa melanjutkan pendidikan hingga sampai ke Universitas Leiden sampai tamat. Begitu tiba di Solo, ia menyadari berbagai fasilitas infrastruktur di Solo sudah sangat jauh berkembang. Namun, sayangnya masyarakat pribumi kalangan bawah tetap saja hidup di bawah garis kemiskinan, menjalani pekerjaan-pekerjaan rendahan dengan gaji yang luar biasa rendahnya.

Saat pulang dengan kapal api, selama dua minggu ia berteman dengan Kareen Everdine Spinoza, seorang perempuan Belanda dengan gelar sarjana hukum yang bercita-cita memiliki tempat praktik advocaat sendiri. Awal pertemuan mereka adalah ketika Rangga menolong Kareen yang diperlakukan kurang ajar oleh dua lelaki pemabuk berkebangsaan Belanda. Pertemuan itu begitu berkesan sehingga keduanya pun jatuh cinta dan bertukar barang kenang-kenangan. Kareen memberi Rangga sebuah jam saku horloge antik sebagai kenang-kenangan. Sedangkan Rangga memberinya sebuah cundrik atau keris kecil dalam kotak hias buatan keraton. Namun, Rangga tahu bahwa tidak mungkin dirinya bisa menjalin hubungan dengan Kareen karena perbedaan ras mereka. Terlebih, Rangga sejak kecil sudah dijodohkan dengan Raden Roro Sekar Prembayun, adik sepupunya.

Di sini kita jadi tahu bahwa jadi bangsawan Jawa zaman dulu itu nggak enak banget. Kudu jaim puol. Mereka nggak boleh menunjukkan emosi mereka secara terbuka seperti tertawa lepas. Bahkan nggelendot manja ke orangtua mereka sendiri begitu mereka sudah dewasa pun dianggap nggak pantes. Nyesek nian hidup jadi mereka.

Sekar Prembayun pun ternyata juga tak menyetujui perjodohan itu. Ia tumbuh sebagai putri keraton pemberontak. Dirinya sudah terkena banyak masalah di lingkungan keraton karena menolak mengikuti prosedur penghormatan kepada bangsawan yang tingkatannya lebih tinggi. Ia juga menjadi simpatisan Partai Rakyat dan menjalin hubungan dengan pemuda wartawan yang pandangan ideologinya kekiri-kirian, Jatmiko. Sekar ternyata memiliki nama alias sebagai penulis yang artikelnya begitu kritis dan fenomenal: Elizabeth Weston. Dia meremehkan Rangga yang dianggapnya kurang nasionalis sebagai lulusan dari Belanda.

Sementara itu, ayah Rangga meminta putranya untuk bekerja di pabrik gula De Winst. Hampir 90% dari pekerja di De Winst berasal dari pribumi. Tapi para petinggi perusahaan yang berwenang membuat aturan malah semuanya berasal dari kalangan Netherlander. Ayah Rangga memiliki 1/5 modal di De Winst. Ia berharap keberadaan Rangga dengan ilmu yang ia dapat dari Leiden bisa menjadi penyeimbang di perusahaan. Ayahnya ingin Rangga bisa ikut memperjuangkan keadilan bagi para pegawai pribumi yang sering diperlakukan tidak adil. Makin beratlah beban di pundak Rangga, sedangkan urusan gejolak hatinya sendiri belum beres.

Rangga juga terusik dengan kemunculan pemuda tampan misterius yang mengaku bernama Kresna. Kresna mengaku sebagai kekasih dari Sekar Prembayun dan meminta agar Rangga membatalkan pertunangan. Tingkah Kresna yang congkak dan terkesan merendahkan nasionalisme Rangga, membuat Rangga sering tersulut emosinya (meski karena dia bangsawan, dia jadi harus sangat menahan diri). Kresna menuduh Rangga sebagai kaum terpelajar yang tak peduli pada nasib bangsanya karena membiarkan para buruh di De Winst digaji rendah.

Padahal, Rangga bukannya tidak peduli. Bagaimanapun dia kan baru saja kembali dari Belanda dan masih mempelajari situasi. Jadi tuduhan itu benar-benar sangat menjengkelkan dan tidak adil. Dia sesungguhnya pun prihatin dengan kondisi itu. Ketika para warga pemilik lahan meminta kenaikan sewa 10 kali lipat dari De Winst dengan mengirimkan wakil seorang perempuan terpelajar berpenampilan lugu bernama Pratiwi, Rangga ingin mencari cara untuk mengabulkan keinginan itu. Rangga juga mulai melakukan model peminjaman modal bagi para pribumi pemilik usaha kecil dengan sistem bagi hasil. Model bisnis yang ingin ia terapkan di De Winst.

Kresna adalah salah satu misteri besar dalam cerita. Sepanjang cerita kita akan dibuat bertanya-tanya soal jati diri Kresna yang sebenarnya. Dia terlihat berasal dari kalangan atas, bahkan bangsawan, tapi detailnya tak jelas. Kejelasan identitasnya ini Akhirnya dijelaskan hingga mendekati akhir cerita. Jati diri Kresna adalah salah satu twist yang paling mengejutkan dalam cerita ini. Meskipun sebenarnya jawaban dari kejutan itu sudah di-foreshadow sedari awal sekali dari cara penulis mendeskripsikan ketampanan Kresna

***

Rangga kemudian ditikam kenyataan bahwa Kareen yang sangat ia cintai itu kini sudah jadi istri dari Jan Meiyer Thijsse, orang yang menggantikan posisi Tuan Biljmer sebagai kepala administratur pabrik. Dalam artian, atasan Rangga. Lebih pahit lagi karena lelaki ini adalah pemabuk yang ia usir di pesta hotel daat ia baru tiba di Solo, karena terus mengganggu Kareen.

Apa yang terjadi? Bukankah Kareen membenci pria ini? Bahkan katanya ayahnya pun tak menyukai Thijsse. Jan Meiyer Thijsse adalah teman Kareen saat masih bersekolah di ELS. Dan sejak dulu ia terobsesi pada Kareen. Ayahnya adalah mitra bisnis dari ayah Kareen.

Hal ini jelas memukul perasaan Rangga. Apalagi Jan Meiyer Thijsse dengan kurang ajar menghina usulannya untuk menurunkan gaji para administratur yang sangat besar dan mengurangi deviden yang dibayarkan kepada pemilik modal untuk menaikkan upah buruh. Usulannya untuk menerima tuntutan para pemilik lahan agar sewa tanah dinaikkan sebesar 10 kali lipat juga ditolak dengan sadis. Adegan ini rasanya benar-benar menguras emosi. Jan sungguh total memperlihatkan ketengikannya.

"Idioot!" teriak Jan tiba-tiba seraya menggebrak meja, usia Rangga menyelesaikan presentasinya. "Jij mau bikin kita, sekalian administratur dan pemegang saham mati kelaparan?!"

Lebay banget, kan? Gaji udah segede itu dengan mengisap darah para buruh dan pemilik lahan padahal.

"Tak separah itu," ujar Rangga bersikeras. "Dengan gaji diturunkan hanya 30% tak akan membuat Tuan-Tuan semua menjadi miskin. Ini hanya sementara. Jika malaise berakhir dan keadaan kembali normal, gaji Tuan-Tuan pasti akan kembali naik. Jangalah kita menuntut para buruh, yang gajinya tak cukup untuk hidup layak itu untuk semakin mengencangkan ikat pinggang. Demi kelangsungan perusahaan, Tuan-Tuan sekalianlah yang harus sedikit berkorban. Gaji seorang administrator bidang di pabrik ini, sama dengan gaji 50 orang buruh. Ini sangat tidak adil. Buruh juga salah satu sektor produksi yang utama. Tanpa mereka, bisa apa kita?!"

"Bastaard!" makin Jan, kali ini ia meluruk ke meja Rangga, menarik kerah baju pemuda Jawa itu. "Apa yang Anda ucapkan, tak lebih dari sampah. Sampah busuk hasil karya para idioot!"

Wajah Rangga telah merah padam dan hampir saja mengayunkan kepalan tangannya untuk menghajar Jan ketika Mr. Jack Smith yang berkewarganegaraan Scotlandia dan merasakan betul bagaimana tanah airnya dicaplok dan dianggap sebagai bagian dari kerajaan Britania Raya itu bergegas melerai pertikaian itu.

"Saya rasa apa yang disampaikan Meneer Suryanegara cukup rasional," katanya. "Ini bukan masalah adil tidak adil. Ini adalah strategi perusahaan."

"Tidak bisa! Ini pemikiran orang tidak waras. Selama saya menjadi administratur kepala, tak akan ada penurunan gaji para administratur sesen pun. Apalagi para administratur yang berasal dari kalangan Eropa yang terhormat. Tetapi jika Anda yang dipotong gajinya, Tuan Inlander..., saya tidak berkeberatan. Mungkin Anda ingin menyumbangkan seluruh gaji Anda kepada par aburuh sehingga gaji mereka tidak diturunkan, itu sangat baik. Kelak jika negara Anda merdeka, Anda akan diangkat sebagai menteri kemakmuran rakyat. Dan jika Anda telah menjadi mayat, Anda akan tetap dielu-elukan sebagai the real hero!"

(halaman 128-129)


Jan Thijsse bahkan berbohong dalam melakukan permainan logika ketika hendak menekan Pratiwi agar membatalkan tuntutannya untuk minta kenaikan harga sewa lahan.

"Apakah Anda tidak tahu bahwa kami adalah bangsa Eropa yang terhormat? Bahwa kami bisa balik memaksa Anda untuk menyerahkan tanah Anda, bahkan tanpa uang sewa sepeser pun?"

...

"Anda tahu bahwa bangsa Belanda telah berbuat banyak kepada negeri Anda. Gubernemen telah membangun sekolah-sekolah, jalan-jalan, rumah sakit, pasar, sistem irigasi dan rel kereta api di bumi ini, semata-mata untuk kemakmuran bangsa kalian. Dan Anda tahu Nona Pratiwi yang baik, dengan apa gubernemen membangun semua itu? Dengan uang. Uang pajak yang dibayarkan oleh para pengusaha. Dan Pabrik Gula de Winst adalah salah satu pembayar pajak terbesar kepada gubernemen. Jadi, jika Anda tidak mau bekerja sama dengan kami, berarti Anda melawan gubernemen. Kami bisa melaporkan Anda kepada politweizen!"

(halaman 166)


Rangga lalu membela Pratiwi saat Thijsse hendak menyuruh para centeng untuk meringkus gadis itu. Akibatnya Rangga dipecat dari De Winst, dan dia sama sekali tidak keberatan.

Mbak Afra beneran jago merangkai dialog keji dari tokoh sebajingan Jan Thijsse. Busuknya nggak tanggung-tanggung. Beneran bikin aku pingin mengumpat dan membanting buku!

Jan Thijsse kemudian bahkan berbuat keji pada Pratiwi hingga gadis itu koma. Perbuatan keji Jan digambarkan Mbak Afra melalui sebuah puisi panjang tentang seorang kesatria yang sedang memburu harimau. Cara penyensoran yang apik, tapi tetap bisa membawakan suasana tegang yang dibutuhkan.

Kareenlah yang kemudian menyelamatkan Pratiwi yang saat itu dibuang ke jalan dalam keadaan koma. Ia membawa gadis itu ke rumah sakit dan merawatnya. Partini, kakak Pratiwi kaget dengan kondisi adiknya. Partini adalah mantan penari tayub yang kemudian menjadi gundik Jan Thijsse. Ia tak tahu bahwa lelaki selingkuhannya itu yang menjadi penyebab komanya Pratiwi, juga tak tahu bahwa Kareen adalah istri dari Thijsse. Cerita ini memberikan plot twist yang mengejutkan soal jati diri Pratiwi.

***

Haji Suranto adalah seorang saudagar batik yang paling kaya di Laweyan. Ia memasarkan hasil produksi batik perusahaannya di seluruh Jawa. Dia adalah paman dari Jatmiko, lelaki yang mencuri hati Sekar Prembayun. Jatmiko pernah bekerja di De Winst, tapi dipecat gara-gara memengaruhi para buruh untuk melakukan pemogokan massal. Saat berusia 15 tahun, ia pernah jadi juru tulis HOS Cokroaminoto dan mengagumi sosok beliau. Tapi setelah berkenalan dengan para tokoh di Indische Sociaal Democratiche Vereneging, pola pikirnya berubah jadi kekiri-kirian. Kini ia menjadi pengurus Partai Rakyat dan menjadi wartawan di surat kabar berbahasa Jawa. Ambisinya adalah ingin menggabungkan ajaran Islam yang ia dapat dari HOS Cokroaminoto dengan Marxisme.

Ia jadi suka mengkritik pamannya yang kaya raya sebagai seorang kapitalis yang tak ada bedanya dengan penjajah. Padahal, pamannya memperlakukan dan menggaji para pegawainya dengan baik. Ia minta tolong pada Eyang Haji Raden Ngalim Sudarman yang saat itu sedang bersama Rangga untuk mengunjungi dan menasehati Jatmiko. Eyang Haji adalah seorang ulama yang sering mengisi pengajian di Masjid Agung.

Buatku Jatmiko ini sosok yang sok idealis. Memakmurkan dirinya saja dia tidak mampu, apalagi memakmurkan orang lain. Dia malah berprasangka buruk dan meremehkan orang-orang yang sudah memberikan sumbang asih nyata pada masyarakat lewat kekayaannya seperti pamannya. Sifat sotoynya sebelas-dua belas dengan Kresna dan Sekar Prembayun. Dialog perdebatan antara Rangga dengan Jatmiko yang kemudian ditengahi oleh Eyang Haji disuguhkan dengan apik.

Pendapat Jatmiko:

"(...) Keinginan menjadi kaya, pada satu sisi sebenarnya sama dengan keinginan untuk membuat orang lain menjadi miskin. Itu realitas yang harus dipahami oleh setiap kapitalis."

"(...) Karena kekayaan itu selalu diidentikkan dengan pemilikan aset-aset. Tanah, emas, berlian, mungkin juga kendaraan. Namun yang paling dominan barangkali adalah tanah. Sementara, aset itu jumlahnya tidak pernah bertambah. Jika hanya ada tanah seluas 10 hektar, sementara jumlah penduduk 10 orang, ketika satu dari 10 orang itu menguasai lebih dari satu hektar, maka jatah dari orang yang lain tentu akan berkurang."

"(...) Harus ada mekanisme pembagian yang jelas. Dalam hal ini saya tidak sepakat jika terdapat kepemilikan pribadi pada sesuatu yang sifatnya primer. Mestinya, tanah 10 hektar itu dimiliki secara bersama-sama, hanya saja, dalam pengelolaannya, kesepuluh penduduk itu diberikan kesempatan yang sama untuk mempergunakannya dengan sebaik mungkin. (...)"


Balasan dari Rangga:

"Mungkin Anda betul, Bung! Akan tetapi, selalu saja ada seleksi yang alamiah. Meskipun diberikan kesempatan yang sama, bisa saja di antara 10 orang itu ada yang sangat rajin dan efektif, namun ada juga yang malas-malasan dan kurang produktif. Sebenarnya, asal muasal kepemilikikan pribadi, salah satunya berasal dari seleksi alam itu. Dan rasanya, tidak adil bukan, jika orang yang bekerja keras, ternyata mendapatkan hal yang sama dengan orang-orang yang hanya bisa berpangku tangan?" cecar Rangga.

Eyang Haji lalu menengahi keduanya dengan mengatakan bahwa dalam Islam, kepemilikan pribadi tidak dilarang dan menjadi kaya juga dianjurkan. Namun, orang yang kaya harus menyalurkan sebagian rezekinya pada orang yang tak mampu. Meskipun Jatmiko tetap menyangkal pendapat ini dengan mengatakan bahwa sistem ini terlalu utopis dan hanya bisa dilaksanakan di zaman para nabi.

Ketika Jatmiko mencemooh pamannya yang kaya, Rangga membalas lagi:

"Bung Jatmiko, jika orang-orang yang tertarik mengentaskan kemiskinan itu bukan orang kaya, taruhlah dia adalah kalangan proletar juga, apa yang ia gunakan untuk mengangkat orang lain dari keterpurukan itu?"

"Tentu saja dengan ini!" Jatmiko mengetuk dahinya. "Juga ini, bila perlu!" ia mengepalkan tangannya. "Yang harus direvolusi adalah sistem perekonomian pada negara itu. Ya, pemegang peranan penting adalah negara! Semua hak milik pribadi harus diberangus, selanjutnya, negaralah yang harus mengatur pemakaian aset-aset itu."

"Dan tidakkah terlalu utopis jika membayangkan orang-orang yang mengelola Negara itu tidak tergoda untuk menjadi tuan-tuan tanah baru misalnya? Yah, sebagaimana para pembuat konstitusi dalam sistem kapitalisme tergoda untuk memasukkan kepentingan para pemodal dalam konstitusi tersebut?"


CHECKMATE! HOREEE!

Bersambung.
Profile Image for N Mursidi.
43 reviews13 followers
March 7, 2009
Menawarakan Jalan Tengah Lewat Sastra
Resensi ini meraih juara II lomba resensi INDIVA 2008

TAK jarang, sebuah novel berlatar sejarah selalu dikaitkan dengan realitas dan fakta yang terjadi di masa lampau. Tak pelak, kebenaran sejarah pun ujungnya dijadikan sebagai bahan literer yang tidak dapat dilanggar. Padahal, novel yang ditulis berdasarkan data sejarah, tak serta-merta dapat dikatakan sebagai catatan sejarah. Memang, sebuah karya sastra tak semestinya ditulis berdasar fakta. Apalagi, jika sekedar menapak-tilas jejak peristiwa. Maka --jika jalan itu yang ditempuh-- sastra akan menjadi serupa rekaman sejarah.

Tapi ketika sejarah sebagai bahan literer itu kemudian diolah dengan capaian estetis yang gemilang, tak mustahil novel akan menjadi pengembaraan pengarang meniti jalan terjal dan berkelok dalam menafsir ulang sebuah realitas. Apalagi jika dalam laku bertutur itu, pengarang menyelipkan pesan mengusung pertentangan dua ideologi (kapitalisme dan komunisme-sosialis), lantas menawarkan jalan tengah; ekonomi Islam. Tak mustahil, novel itu jadi sebuah karya sastra yang sarat percikan pemikiran; menggugah, dan mematik kesadaran.

Kemampuan mengolah sejarah dengan capaian estetis yang gemilang dan dibarengi dengan laku bertutur menawarkan jalan tengah itu, setidaknya dapat pembaca jumpai dalam novel The Winst karya Afifah Afra ini. Tapi karya penulis yang tergabung dalam Forum Lingkar Pena (FLP) ini, tidak bisa diingkari masih meninggalkan jejak buram.
***

CERITA The Winst, dibuka dengan kepulangan RM. Rangga Puruhita setelah menamatkan sarjana Ekonomi dari Rijksuniversiteit (RU) Leiden, Belanda tahun 1930. Kepulangan Rangga yang sudah lama dinanti-nanti itu jelas membawa angin segar untuk bisa mengangkat martabat kaum pribumi. Apalagi, Rangga lulus gemilang. Maka, ramanya (KGP Haryo Suryanegara) kemudian menaruh harapan besar pada Rangga untuk mempraktekkan ilmu ekonomi itu dengan bekerja di prabrik The Winst.

Sebagai lulusan terbaik dan masih keturunan keraton (cucu Paku Buwono X) tentu Rangga tak mengalami kesulitan masuk pabrik gula The Winst. Apalagi, ramanya punya saham 20 persen di pabrik itu. Tapi, setelah Rangga jadi asisten Tuan Edward Biljmer (administrasi prabrik gula The Winst), mata Rangga benar-benar dibuat terjengah. Rangga melihat buruh diperlakukan tak adil. Juga, tanah rakyat disewa dengan harga miring.

Ketidakadilan itu, membuat Rangga dibebani masalah pelik. Apalagi, sang rama dengan keras kepala memaksanya untuk berjodoh dengan Rr. Sekar Prembayun. Padahal Rangga sudah terpikat dengan gadis totok Belanda (Everdin Kareen Spinoza) yang dikenalnya di atas kapal waktu pulang ke Hindia Belanda. Lebih Tragis, belum sempat Rangga beraksi, Tuan Edward Biljmer diganti oleh Jan Thijsse. Persoalan jadi pelik lantaran Jan tak suka pada Rangga; Jan kapitalis tulen yang hanya tahu laba, dan tak peduli nasib buruh. Selain itu, Kareen -yang telah dinikahi Jan- ternyata masih mencintai Rangga. Jadi, Jan dibakar cemburu.

Ditimpa setumpuk persoalan pelik, Rangga seperti berada di persimpangan jalan. Apalagi ia tak henti-hentinya; disadarkan aksi Kresna (pemuda misterius yang mengaku sebagai kekasih Sekar), Jatmiko, Pratiwi dan Sekar yang gigih melawan imperialisme Belanda. Maka, tatkala rakyat menuntut kenaikan harga sewa tanah sepuluh kali lipat (yang diwakili Pratiwi) Rangga dengan berani membela Pratiwi. Tindakan Rangga itu membuat Jan marah. Jan kemudian memecat Rangga.

Tapi Rangga bukanlah orang bodoh. Maka, 20 persen saham di The Winst milik sang rama itu ditarik. Berbeda jalan dengan Jatmiko, Sekar, dan Pratiwi, Rangga melawan kapitalisme (The Winst) dengan membangun ekonomi tandingan. Rangga lalu mengajak H Suranto (pengusaha Batik) dan pangeran Mangkunegaran membangun prabrik tekstil dan perkebunan kapas (Maskapai Bumi Putra). Rencana itu, membuat Jan limbung karena ulah Rangga itu bisa merobohkan The Winst. Sedang, Jatmiko (pemimpin Partai Rakyat) tak henti menggalang massa; merongrong kapitalisme The Winst.

Tak ingin The Winst ambruk --apalagi kalau ribuan buruh kemudian pindah ke pabrik tekstil Maskapai Bumi Putra- Jan kemudian menyebar fitnah. Pratiwi pun terkapar di rumah sakit. Sementara itu, Jatmiko buang ke Boven Digul, dan Sekar diasingkan ke Belanda. Adapun Rangga -sekali pun dia tak terbukti bersalah- tetap dijatuhi internering ke Endeh.
***

DENGAN mengangkat latar Surakarta (tahun 1930), sewaktu Indonesia masih dalam cengrakaman penjajah, novel ini selain berkisah kaum pribumi yang tertindas, tradisi/adat kraton, romantisme cinta, juga mengajarkan arti penting perjuangan melawan penjajah. Tapi, di balik semua itu, tidak bisa ditepis jika pengarang mengusung pemikiran besar yang disisipkan sepanjang jalan cerita.

Dengan kasat mata, dalam pertentangan paham antar-tokoh, pengarang "mempertentangkan" dua ideologi besar kapitalisme dan komunisme-sosialis. Bentuk kapitalisme hadir dalam wujud The Winst dan tokoh Jan Thijsse jadi wakil kapitalisme. Jan hanya tahu Keuntungan, tak peduli nasib buruh. Ketidakadilan kapitalisme The Winst itu, mengundang perlawanan Jatmiko, Sekar bahkan Pratiwi yang mengusung paham/ideologi komunisme-sosialis.

Rangga yang lulusan Belanda, sebenarnya adalah anak kapitalisme. Tetapi perkenalan Rangga dengan Raden H Ngalim Sudarman (imam masjid) dan H Suranto (saudagar batik yang menerapkan konsep ekonomi Islam) rupanya membuat Rangga mampu tersadarkan. Perkenalan itu kemudian bisa membelokkan Rangga dari kebusukan mental kapitalisme. Lalu, Rangga berencana membangun pabrik tekstil.
***

SEBUAH novel, sekalipun ditulis dengan latar sejarah, tetap karya fiksi yang dikembangkan dari imajinasi. Jadi tak bisa disebut catatan sejarah. Karena itu, ada pranata yang harus ditaati sehingga pengarang tak serta-merta bebas bertutur tanpa tatanan konsep. Hal itu semata-mata untuk menghindari keterpelesetan pengarang, demi menjaga jalan cerita agar tak melanggar akal sehat dan terperosok lubang.

Sayang, novel yang bisa disebut "novel pembangkit idealisme" ini memiliki beberapa lubang dan jejak buram. Pertama, dengan mengambil setting Surakarta 1930, menjadikan pengarang yang tak mengalami hidup masa itu, harus tergeragap. Maka novel ini terkesan jauh dari setting zaman 1930, karena Surakarta digambarkan melampaui zaman (1930). Jadi penggambaran setting pun terasa hambar. Di sisi lain, lewat tokoh Sekar, pengarang berulangkali menegaskan masa itu perabadan (Surakarta) sudah maju.

Kedua, tuntutan suspense memang bisa menjadi bumbu mengejutkan. Dalam novel ini, suspense siapa dibalik pemerkosa Pratiwi benar-benar dikisahkan mendebar, tetapi suspense di balik pemeran Kresna yang tak lain adalah Sekar, jelas berlebihan. Bagaimana bisa, Sekar yang waktu itu dikenai hukuman rumah, tak boleh keluar dan dijaga ketat bisa leluasa keluar rumah? Selain itu, bagaimana mungkin Rangga yang kenal dekat dengan Sekar tidak mengenali Kresna sebagai Sekar setidaknya dari suara dan tingkahnya? Maka, nyaris mustahil!

Ketiga, karena novel ini mendengungkan sebuah paham jalan tengah dari pertentangan paham kapitalisme dan komunisme-sosialis, tak jarang pengarang memilih menyisipkan bentuk ujaran nyaris dalam bentuk dialog yang panjang, dan terkesan mirip khotbah kuliah -sehingga terkesan menggurui.

Kendati demikian, novel ini tetap mengagumkan. Dengan menawarkan "jalan tengah" yang coba didegungkan, novel ini tak sekedar cerita biasa tetapi mampu menggugah dan mematik kesadaran. Tak salah, jika novel ini diberi titel "sebuah novel pembangkit idealisme".***

*) n. mursidi, cerpenis dan blogger buku terbaik versi Pesta Buku Jakarta 2008
Profile Image for Rahma Candra.
3 reviews
January 22, 2023
Review Buku DE WINST

Penulis: Afifah Afra

Editor: Khalatu Zahya

Setting: UDInurCHE

Ilustrasi: UDInur-Andhi-NasPur

Desain sampul: Andhi Rasydan

Cetakan pertama: Januari 2008

Penerbit: Afra Publishing

Tebal: 336 hlm; 20,5 cm 

ISBN: 978-979-1397-26-1


Ini merupakan novel karya Afifah Afra yang pertama kali saya baca. Judul De Winst rupanya diambil dari nama sebuah pabrik gula yang menjadi latar tempat dalam novel ini, Pabrik Gula De Winst. 


Novel yang terdiri dari 22 bab dan diakhiri dengan sebuah epilog ini menceritakan tentang kepulangan Raden Mas Rangga Puruhita Suryanegara, putra dari Kanjeng Gusti Pangeran Haryo (KGPH) Suryanegara, seorang pangeran di keraton Surakarta, Solo. Rangga menamatkan pendidikannya di Rijksuniversiteit Leiden, Nederland. Dengan gelar Sarjana Ekonomi, Pangeran Haryo berharap Rangga mampu membawa perubahan dalam struktur pengelolaan pabrik gula, serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang mayoritas buruh pabrik gula.


"... Rama menyekolahkan kamu jauh-jauh ke Nederland, adalah agar kau bisa mencuri ilmu mereka. Dan dengan ilmu tersebut, kau harus bisa menegakkan kehormatan bangsa yang terinjak-injak." 


Berlatar waktu tahun 1930, cerita sarat dengan aroma penjajahan. Meski ada beberapa priyayi yang mengenyam pendidikan tinggi, mereka tetap dipandang sebelah mata. 


"Inlander tetap inlander … tak akan menjadi lebih dari itu!"

Kalimat yang menunjukkan betapa rendahnya kasta pribumi. 


Meski saat di Leiden ia tidak terlalu aktif di Indonesische Vereniging bersama Hatta (Moch. Hatta), Nazier Pamuntjak, Achmad Subarjo, dan Gatot. Namun, sejak menginjakkan kaki kembali di bumi yang kaya akan rempah-rempah ini, nasionalisme Rangga seolah tergugah dan menginginkan perlawanan. 


Konflik cerita juga diwarnai dengan perjodohan Rangga dengan Rara Sekar Prembayun. Di satu sisi, hati Rangga telah jatuh pada sosok Everdine Kareen Spinoza, seorang advocaat lulusan Fakultas Hukum Universiteit Rotterdam, yang dikenalnya dalam perjalanan pulang dari Nederland. 


Cerita berlatar sejarah yang dibalut romansa percintaan ini cukup menarik. Dipaparkan juga kondisi perjuangan dimana orang-orang partai yang mengusung isu kemerdekaan harus siap berhadapan dengan para kolonial. Hal yang paling ditakutkan adalah pembuangan para aktivis kemerdekaan ke Boven, Digul.


Novel ini rekomen untuk dibaca, agar kita tidak mudah terpancing isu yang memecah belah persatuan bangsa. Dari novel ini kita bisa tahu, betapa sulitnya merasakan arti sebuah kemerdekaan. 


Rate: 8/10
This entire review has been hidden because of spoilers.
Profile Image for Vindaa.
184 reviews2 followers
August 14, 2025
Buku ini dimulai dengan latar Indonesia pada tahun 1930, ketika orang-orang Belanda sedang asyik mengeruk semua kekayaan yang dimiliki Indonesia. Melalui tokoh Rangga seorang anak dari pangeran keraton Surakarta, Afifah Afra ingin mengingatkan Indonesia, apa kita sudah merdeka secara ekonomi?

Sepanjang membaca novel ini, berulang kali dibuat geram oleh kelakuan Belanda yang memperlakukan rakyat Indonesia seperti sapi perah, perbudakan masih meraja lela, bilangnya sih kerja tapi gaji bahkan tak cukup untuk dimakan satu keluarga 😣

Apalagi urusan pendidikan, yang tentu saja dinilai berdasarkan kasta. Bahkan, di jaman itu pengkotak-kotakan derajat masih begitu dipegang teguh, seperti golongan keraton, rakyat jelata dan juga pedagang. Yang bisa sekolah sampai tinggi tentu saja bisa dihitung jari.

Namun, setinggi apapun sekolah, Irlander tetap dipandang sebelah mata. Karenanya, Rangga sebagai anak Pangeran Keraton sekaligus lulusan Universitas Leiden, ingin membuktikan bahwa pribumi mampu berdiri sejajar dengan Belanda.

Disinilah yang aku suka, gimana Rangga dengan kepiawaiannya ingin mendongkrak Indonesia agar merdeka secara ekonomi. Sebab, saat ia menjabat sebagai salah satu asisten pabrik gula yang bernama De Winst, terkuaklah bagaimana perlakuan Belanda kepada rakyat pribumi sesungguhnya.

Nah ! Dari sini muncul begitu banyak plot twist yang cukup heboh menurutku. Tentang cinta bertepuk sebelah tangan, rahasia dibalik kewibawaan Rama-nya Rangga, dan siapa sosok Sekar Prembayun sebenarnya.

Ada romance-nya berarti? Adaaa. Awalnya biasa aja menurutku, klise gitu sih, tapi makin ke belakang makin seru euy kisah antara Rangga dan Sekar. Definisi enemy to love 😁

Hanya saja, ada beberapa penggunaan kosakata bahasa Belanda yang tidak diberi catatan kaki sehingga harus mencari tahu sendiri makna yang dimaksud, ini membuatku agak kurang nyaman sih. Overall, recommended untuk dibaca !
Profile Image for Mauvirotul Arifah.
1 review
February 24, 2021
Saya berekspektasi lebih terhadap buku ini dan memang masih ada kekurangan.

Mengusung "pembangkit idealisme" kurang 'kena'. Mau ambil sisi roman juga kurang, sisi sejarah dengan penggambaran yang menurut saya 'klasik' mungkin lumayan, walaupun ada beberapa kata (atau kosakata) yang rasanya dipaksa.

Ada beberapa peristiwa yang mungkin sepele tapi lumayan menganggu seperti penyebutan 'kitab kolonial' yang mungkin maksudnya adalah Wetboek van Strafrecht (kita kenal KUHP sekarang) dan Kareen yang bertindak sebagai pembela Rangga (atas tindakan makar) padahal suaminya (Ian) sebagai sakai.

Penyebutan gelar kebangsawanan Jawa dengan singkatan itu juga lumayan buat bingung.

Perkembangan karakter Sekar menurut saya paling baik (atau paling bisa saya terima). Rangga dari awal terkesan terlalu takut, padahal dengan latar belakang pendidikan dan kebangsawanannya dia bisa lebih berkontribusi di 'konflik' cerita. Karakter yang paling disayangkan adalah Pratiwi dan Kareen. Karena dari awal para karakter wanita ini diperkenalkan sebagai karakter moderat, akademis, dan pejuang tapi makin akhir karakter tersebut bilang.

Terlepas dari semua itu, saya menikmati baca buku ini. Terima kasih
Profile Image for Hairi.
Author 3 books19 followers
August 3, 2010
De Winst selesai..!!!

Sebenarnya sih udah lama banget ngincar buku ini. Dari rekomendasi seorang teman, trus lihat status seorang penulis yang nyebutin buku ini bagus. Tapi entah kenapa walau termasuk list buku yang ingin dimiliki tapi selalu terkalahkan dengan yang lain ketika ingin memilikinya. Syukurlah waktu milad akhir juni kemarin ada seorang teman yang baik hati yang memberikan buku ini sebagai kado milad, walau harus ditodong dulu. Hehehe…

Awalnya sih ga begitu tertarik membaca duluan novel ini, karena banyak buku lain yang juga menjerit2 minta sy baca. Tapi pas mati lampu, di tengah penerangan yang sangat seadanya, sy meraih buku itu dan ternyataaaa… tokoh utamanya bernama Rangga.. duileee.. jadi ingat si Rangga di AADC, jadinya kalau de Winst difilmkan yang akan memerankan Rangga adalah Nicolas Saputra. (emang aye produsernya???)

Novel ini bercerita tentang beberapa pemuda juga pemudi yang hidup di tahun-tahun sebelum kemerdekaan, tahun 1930-an gitu. Dan tentu dong teman sebangsa Van Parsie masih bercokol di negeri ini (Syukur Belanda ga jadi juara. Wkwkwk… apa hubungannya coba???). Cerita berawal dari kembalinya Rangga Puruhita ke Tanah Air setelah 8 tahun menuntut ilmu di negeri kincir angin tersebut. Maka kemudian berbagai konflik bergulir seiring bertambahnya halaman yang sy buka dan baca juga tentunya.

Dari Rangga yang jatuh cinta dengan Kareen, seorang gadis Belanda yang jelita. Perjodohan Rangga dengan Sekar Prembayun, permasalahan Rangga di tempat kerjanya di mana ada seorang gadis muda yang begitu beraninya menentang para petinggi pabrik gula de Winst dengan menuntut sewa tanah yang dinaikkan menjadi 10 kali lipat. Kemudian juga muncul Kresna, seorang pemuda Jawa yang tampan rupawan yang selalu membuat telinga Rangga panas karena dia selalu mengkritik dan mencemooh Rangga. Ngomong-ngomong soal Kresna, sy tak menemukan siapa yang pantas memerankan Kresna kalau de Winst difilmkan, terlebih dengan kejutan di akhir cerita siapa Kresna sebenarnya, makin puyeng deh sy, ga ketemu tokoh yang cocok buat Kresna.. Ampuun.. niat pengin bikin film beneran :)

Oya, selain itu juga ada tokoh yang sangat-sangat menyebalkan bernama Jan Thijsse dan juga tokoh yang bernama Jatmiko di mana hati Sekar tertambat pada pemuda itu. Lho? Bukannya Sekar dijodohkan dengan Rangga? Ya itulah yang membuat novel itu menarik dan tidak terasa membosankan, ada jalinan asmara yang ruwet BGT. Entah cinta segi berapakah, sy bingung merumuskannya. Ada yang suka sama istri orang, ada yang memendam harap, ada yang bertepuk sebelah tangan, ada yang terluka patah dan berdarah-darah.. wadooh.. rumit banget. Tapi justru itu menariknya. Selain juga kisah perjuangan mereka yang berjuang untuk kemerdekaan bangsa ini, jadi ingat juga jasa-jasa para pahlawan yang kerap sy lupakan. Hiks.

Yah, novel ini menarik, walaupun mengambil lebel fiksi Sejarah (benar fiksi sejarah kan?), sy pikir sy bakal bosan dan terkantuk-kantuk ketika membacanya. Tapi ternyata tidak, penulisnya pandai meramu cerita, sehingga walaupun sejarah yang dipaparkan tapi tak membuat sy bosan. Ingin terus mengunyah novel ini sampai habis. Kriuk… kriuk.. renyah dan mengenyangkan.

Walaupun serasa dunia sempit di novel ini, tokoh yang satu berhubungan dengan tokoh yang lain, masing-masing ada keterikatan, tapi sy rasa itu masih dalam batasan wajar. Di dunia nyata juga sering terjadi begitu.. sehingga langsung deh kita berpikiran “wah… dunia ternyata sempit yaaa….”. Apalagi setting novel ini sekitar 70 tahun yang lalu, tentunya penduduknya ga sebanyak sekarang kan? Apalagi cuman seputaran wilayah Solo.

Dari awal cerita sy selalu bertanya-tanya apa itu arti de Winst? Sy sempat berpikir de Winst itu artinya manis, karena menjadi nama pabrik gula, sampai-sampai sy ingin menggandengkan nama sy dengan de Winst, ya itu tadi, karena berpikiran de Winst itu artinya manis, tapi ternyata bukan manis toh. Arti de Winst sy temukan di ending cerita. Dan di situlah juga sy menyepakati kalau novel ini sebagai novel pembangkit idealisme seperti yang tersemat di cover depan novel ini.

Di bagian akhir diceritakan dialog antara seorang Profesor dan seorang gadis. Di mana sang professor ‘meramalkan’ kalau sepertinya sebentar lagi negeri si gadis (apalagi kalau bukan Indonesia) akan segera merdeka. Merdeka secara politik. Tapi secara ekonomi masih terjajah. Tidak oleh Belanda, tapi juga oleh bangsa-bangsa yang memiliki kekuatan modal. Yang dengan adanya kekuatan modal itu, menyebabkan negeri ini terus dieksploitasi entah sampai kapan.

Beberapa hari yang lalu penulisnya mengizinkan sy mengkritik pedas buku ini, hemm… ga ada kritik mbak.. paling Cuma sedikit saran aja kali ya.. karena ada sedikit dialog dengan bahasa Belanda atau Jawa yang tidak sy pahami, walaupun bisa meraba-raba artinya namun mungkin ada baiknya kalau ada catatan kaki gitu ya, jadinya Ik bisa lebih paham. Trus lagi, cara Indiva mengemas novel ini sungguh menarik. Gambar-gambar yang terselip di antara cerita membuat sy jadi mudah membayangkan apa yang digambarkan di novel ini, misalkan waktu diceritakan tentang rumah loji yang besar dan indah yang arsiteknya perpaduan Jawa dan Eropa.. dan ada gambar rumah yang tersaji di halaman tersebut. Sy suka novel ini dan rasanya tak sabar untuk membaca novel kedua dan ketiganya. :)


Kata-kata bijak yang sy temukan :

Menjadi manusia itu, terkadang harus bisa menjadi dirinya sendiri. Jangan hanya mengikuti apa kata orang.

Jangan pernah tunduk dengan hawa amarah. Karena nafsu amarah hanya akan membawa kita ke jurang kehancuran.

Berusaha mengosongkan hati dari segala macam benih cinta yang tidak semestinya mengotorinya. Ia ingin terlebih dahulu menjadikan Sang Pancipta sebagai cinta tertinggi, baru setelah itu, atas nama cinta kepada Sang Penggenggam Alam Semesta, ia kan memberikan cintanya dengan proses-proses yang Dia ridhai.


*reviewnya agak berantakan... copas dari my facebook ^^
Profile Image for Just Avis.
131 reviews2 followers
March 29, 2021
Buku lama yang kembali kubaca di awal 2021. Ceritanya bagus, mengalir namun memang semakin dipikir tentang "riset" dan "kebenaran" ceritanya, kita akan bingung. Dua wanita yang terlibat cinta bersama Rangga, Kareen dan Sekar tidak terlalu berimbang dan endingnya berakhir "ngambang". Jangan berekspektasi terlalu tinggi ketika membaca ini di awal, takutnya sakit hati ketika sampai di ending cerita. Apalagi ketika Pratiwi menyamar menjadi laki-laki, sedikit tidak masuk akal atau terlalu memaksakan cerita. Mungkin memang membutuhkan tokoh Kresna tapi dengan cara membuatnya sebagai samaran tampak terlalu memaksakan di sini. Well, buku ini tetap dapat dinikmati dengan baluran semangat nasionalisme yang kental di dalamnya. Terkait "agama" saya tidak mendapatkan porsi yang besar di sini karena Rangga memang tidak digambarkan sebagai "penganut agama kental". Tapi hal tersebut tidak terlalu mengganggu jalan cerita kok. Tetap enak tuk dibaca. Good job mb Afra
Profile Image for Bare Kingkin Kinamu.
Author 2 books1 follower
October 18, 2016
Bahwa kehidupan saat ini hingga pada masa yang akan datang telah disketsa oleh para pemuja de winst[1]…..” –Afifah Afra Amatullah.

BUKU ini dimulai dengan latar Indonesia pada tahun 1930, ketika orang-orang Belanda sedang asyik mengeruk semua kekayaan yang dimiliki Indonesia: ekonomi dikuliti, pendidikan dibodoh-bodohi. Melalui tokoh Rangga seorang anak dari pangeran keraton Surakarta, Afifah Afra Amatullah ingin mengingatkan Indonesia, apa kita sudah merdeka secara ekonomi? Buku yang diterbitkan pada tahun 2008 ini sangat baik untuk dibaca.

Dimulai ketika kepulangan Rangga setelah delapan tahun menetap di Negeri Belanda untuk mendalami ilmu Ekonomi di Universitas Leiden, pada masa selama ia kuliah tak pernah sekalipun Rangga mengikuti gerakan mahasiswa Indonesia yang ada di Belanda seperti; Moh Hatta, dan kawan-kawan yang pada tahun 1920-1930 juga belajar di Belanda. Rangga lebih memilih menghabiskan waktunya untuk menekuni ilmu ekonomi dan akan ikut memerdekakan bangsanya sendiri dengan caranya.
Profile Image for Sosa.
50 reviews3 followers
February 2, 2021
Saya baca ini sekitar tahun 2012-2013. Menemukan buku ini di perpustakaan kota seperti harta karun. Saya jatuh cinta sekali dengan historikal novel pertama saya. Dan saya larut bersama tokoh RM Rangga Puruhita.
Profile Image for Lita Lestianti.
38 reviews
May 25, 2017
Novel yang membahas idealisme. Keren. Benar2 bisa membuat masuk ke dalam cerita. Walaupun masalahnya sangat kompleks tapi penulis bisa bercerita secara efisien.
Profile Image for Femmy.
Author 34 books539 followers
March 23, 2018
Di satu sisi, novel ini menarik karena menggambarkan sisi lain perjuangan kemerdekaan. Sementara yang diajarkan di sekolah adalah perjuangan dalam bidang politik, novel ini menggali bidang ekonomi, ketika para pengusaha dan bangsawan Jawa berusaha membangkitkan perekonomian pribumi.

Di sisi lain, novel ini punya kelemahan dalam hal penokohan. Saya kurang bersimpati pada tokoh utamanya, Rangga Puruhita, karena daya juangnya kurang terasa. Tokoh-tokoh lain juga sepertinya kurang digali kepribadiannya, hanya hadir untuk mewakili pandangan tertentu. Selain itu, dalam alur romansa novel ini, semua tokohnya sepertinya .

Saya lebih menyukai novel Afra yang lain, seperti Kesturi dan Kepodang Kuning dan Nun Pada Sebuah Cermin, yang penokohannya lebih bagus dan kisah cintanya lebih menarik. Mudah-mudahan jilid dua dalam tetralogi ini, De Liefde, lebih baik. Lanjut bacaaa...
47 reviews5 followers
May 23, 2013
De winst, sebuah pabrik gula era pra merdeka, diambil dari bahasa belanda yg artinya laba/profit. Hal yg 'diramalkan' ilmuwan dari Universiteit Leiden memang terjadi juga sekarang, bahwa Indonesia memang sudah merdeka tetapi sebenarnya terjajah para pemuja de winst.

Afifah Afra nampak berpengetahuan dalam teori2 ekonomi dan tokoh2 pencetusnya. Ketika membaca bagian2 begini, saya lebih ke scanning aja :p abis ga ngerti je.

Secara keseluruhan keren. Tp ada yg menurut saya terkesan di dramatisir, yaitu keterkaitan/jejaring antartokohnya. Si A ternyata ini B, B dan C, C ke A, A ke E, dst dst. Hihi, IMHO.

Tp yg benar2 diluar dugaan saya adalah ternyata Kresna itu Sekar yg menyamar sbg laki2. Benar2 tak terpikirkan. Jempol.

Tokoh utamanya, Rangga, dia tidak teriak2 lantang menyuarakan idealisme, orasi terang2an ttg kemerdekaan. Tp dia bekerja pelan2 dari sisi lain, sisi cerdasnya. Berjuang memajukan ekonomi para pribumi. Ini menyebabkan dia sempat dicap pengecut oleh seorang yg sudah dijodohkan dengannya waktu kecil. Tp pada akhirnya, dia oleh gubernemen, diinternir juga ke Endeh dg alasan membahayakan kekuasaan ratu belanda.

Mengenai kisah cintanya.. Ehm, baca sendiri lah ya.

Oiya, dri awal memang sy sudah menebak ceritanya tidak berakhir bahagia. Tp.. Huhu, jujur saya masih penyuka happy ending.. TT
Profile Image for mahatmanto.
545 reviews38 followers
July 12, 2010
bagi saya buku ini cuma berisi kata-kata melulu.
sulit diverifikasi lokasi-lokasinya, nama-nama dan gelar orang sejaman [1930?:], cara orang saling menyapa dan bicara di jaman itu, nama makanan [thengkleng sudah ada di tahun itu?:], juga foto-foto yang mengganggu karena membuat asosiasi dengan teksnya... baluwarti sebelah mana yang dibayangkannya sebgai setting kisah ini?
apakah pabrik gula de winst itu colomadu sebagaimana gambar di h.55?

ini tulisan romantis masa kini mengenai masa lalu. seolah-olah begitulah yang terjadi di masa lalu...

begitu berbeda dengan roman "SERAT RIJANTO" yang lebih masuk akal dalam membayangkan masa lalu [karena memang ditulis belum berjarak terlalu lama kisahnya sendiri:]. deskripsi kawasan alun-alun, loji wetan, pasar kliwon, pasargedhe dan sekitarnya...
atau tulisan mas marco "STUDENT HIDJO" yang menggambarkan tegangan hubungan cowok-cewek masa itu dengan setting taman sriwedari.

sudah deh,
ogah untuk nerusin!
3 reviews
Read
April 25, 2011
Novel ini di edit oleh khalatu Zahya,bercerita tentang kehidupan cendekiawan bernama rangga,meruakan putra dari Kanjeng Gusti Pangeran Haryo Suryonegara,panger4an di keraton solo.Rangga adalah sarjana ekonomi di Unversitas Leiden,sekembalinya dia dari universitas tersebut berbagai masalah mulai dia hadapi mulai dari aturan -aturan keraton yang menyulitkannya sampai perjodohan.
Banyak novel yang tercipta dengan segala kekurangan dan kelebihan begitu juga dengan nvel ini.De winst ini mempunyai kelebihan yaitu para pembaca dapat mengenal lebih jauh tentang kebudayaan di Indonesia pada masa lampau,membangkitkan semangat nasionalisme dan pembangunan,kita jadi tahu perjalanan politik.
Di samping kelebihan juga ada kelemahan yaitu bahasa yang belum di mengerti tanpa di sertai kosa kata di bawah bacaan,bahasa asing yang belum di translate ke bahasa indonesia.
Profile Image for Nana.
405 reviews27 followers
April 9, 2014
Suka bacanya. Ceritanya enak diikuti. Selain itu, tambahan foto-foto jaman dulunya membuat saya mudah merasa connect dengan setting cerita. Sayang editing-nya kurang bagus. Ada bagian di mana nama Sekar Prembayun berubah menjadi Sekar Pembayun. Lalu banyak juga bahasa Belanda yang tidak diartikan sehingga saya kurang mengerti, walau sedikit banyak bisa menangkap maksudnya dengan mengikuti cerita. Yang paling bikin ketawa sih pas baca "sebuah kuda". Lah?!!

Btw, kenapa ada embel-embel "karya terbaik" pengarang ya? Menurut saya, suatu karya bisa dikatakan sebagai terbaik hanya kalau yang menghasilkan sudah meninggal dunia sehingga tidak bisa menghasilkan karya lain lagi. Lebih optimist dong mbak! Hehehe *dikeplak*

Review: http://glasses-and-tea.blogspot.com/2...
Profile Image for Zuzu Syuhada.
17 reviews3 followers
August 19, 2021
Kalau biasanya di novel-novel lain plot twist bikin kita jadi makin terkagum-kagum dengan cara penulis membuat skenario cerita, di novel ini plot twist --kalau memang hal itu bisa dibilang plot twist-- justru bikin penilaian terhadapnya jadi drop. Padahal awalnya saya ingin ngasih bintang 4 untuk novel ini, tapi mungkin karena saya yang terlalu realistis jadi begitu membaca bagian pengungkapan jati diri Kresna malah jadi kecewa. Bukan hanya karena nggak masuk akal, tapi juga menyesalkan karena setelah saya pikir-pikir lagi sebenarnya tokoh Kresna itu nggak ada pun nggak pa2. Tapi secara keseluruhan, alur cerita novel ini sebenarnya sangat menarik diluar gangguan typo yang terlalu banyak dan tagline yang menurut saya terlalu berlebihan.
Profile Image for Nydya.
20 reviews
September 18, 2012
Pada dasarnya, saya teramat menyukai sejarah. Apalagi, sejarah moyang sendiri, Indonesia di masa lalu. Novel ini mengisahkan intrik dan politik yang kental. Membacanya, saya dibawa kembali ke ratusan tahun silam. De Winst adalah novel pertama dari dwilogi yang mengisahkan Hindia Belanda di celah-celah kemanusiaan. Kelemahannya, mungkin terdapat pada padatnya penjelasan. Dalam pandangan subjektif saya, lebih ringan jika tidak perlu dijelaskan banyak hal, cukup diceritakan saja, biarkan pembaca menarik kesimpulan sendiri.
Profile Image for Tri.
52 reviews3 followers
October 11, 2009
novel sejarah ini dipinjamkan oleh ms. Anna.. "sdh lama dibeli tapi belum dibaca", katanya.
klasik plus modern. pemikiran jawa kuno bertemu dengan pendidikan belanda maju, bercampur engan perjuangan menghadapi pengusaha londo penguasa pabrik gula De Wints.

Pendidikan seberang lautan, penyamaran sang putri, perjuangan kaum proletar, sampai kehadiran none belande.. berbaur dalam ceritera berlatar kerajaan jawa dalam kondisi nusantara sebagai Hindia Belanda
Profile Image for Zee.
3 reviews1 follower
October 29, 2008
Kalo ternyata Indonesia bisa jadi bangsa besar...namun dibodohin sama orang Belanda yang ternyata orang-orang Belanda itu BEGO semua......

Belanda bego!!!!!!

Afifah Afra agak nyebelin karena ada adegan perkosaan. Kok harus diperkosa gitu..... kan jadi ngebayangin pas bacanya....

novel afifah pasti cinta antara pribumi sama cewek noni cantik....

mirip trilogi Bulan Mati di Javasche Orange
Profile Image for Susie Ncuss.
78 reviews14 followers
August 6, 2014
buku pertama yang ku baca dengan urutan ke-2.

akhirnya saya ngerti juga kenapa si rangga puruhita punya 2 nama di hati dan pikirannya. dan well, saya lebih suka sama sekar ayoe dari pada everdine kareen. hehe

serial de winst ini bagus buat yg suka sejarah. dan orang yang mencoba memperbaiki hubungannya dengan sejarah seperti saya karena latar aka setting ceritanya di jaman pra kemerdekaan 1945. saya mah fokusnya ke cerita cintanya. haha
Displaying 1 - 30 of 66 reviews

Can't find what you're looking for?

Get help and learn more about the design.